Oleh :
Wahyu Ananda
Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode kehidupan manusia.
Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull defect adalah
kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang tengkorak. Skull
effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh
adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau
juga bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect
dapat terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan
anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk
membantu pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau
otak.
B. Penyebab
Penyebab terjadinya skull defect adalah:
1) Fraktur kranium
2) Tumor
3) Penipisan tulang
2) Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan
dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
3) Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adanya skull defect yaitu dengan melakukan operasi
kraniotomi yang kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah
memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik atau
metal plate. Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan
plat logam atau plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty perawatan
selanjutnya adalah dengan pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan
memonitor drain untuk membantu pengeluaran darah dan mencegah hematoma
hingga cairan atau darah berkurang 2 hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya
adalah tidak melakukan dan tidak memberikan tekanan pada area yang telah
dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses pembentukan dan penyambungan
tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun (Ramamurthi, et al, 2007).
F. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:
1) CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.
4) EEG (Elektroensepalogram)
Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis
G. Komplikasi
2) Perdarahan
3) Syok hipovolemik
4) Hydrocephalus