Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN SKULL DEFECT DI RUANG 17 RSU SAIFUL ANWAR


MALANG

Oleh :
Wahyu Ananda

PROGRAM STUDI NERS ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG
2017
A. Definisi

Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode kehidupan manusia.
Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull defect adalah
kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang tengkorak. Skull
effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh
adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau
juga bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect
dapat terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan
anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk
membantu pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau
otak.
B. Penyebab
Penyebab terjadinya skull defect adalah:

1) Fraktur kranium

2) Tumor

3) Penipisan tulang

4) Kelainan kongenital (enchephalocele)

5) Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial

6) Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)

7) Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah

8) Reseksi tumor tengkorak

9) Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)


C. Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2


proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak
banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem
dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena
metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi
karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intrakranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas.
Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan mobil
atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu luka
tusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan
mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat
gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul
akibat kehilangan cairan masif dari pembuluh besar, ruptur jantung, atau
hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade jantung yaitu kompresi pada
jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial. Mekanisme
ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang mengarah pada
gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer, 2001).

D. Tanda dan Gejala

Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:


1) Bentuk kepala asimetris
2) Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau
fontanela
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat
ringannya cedera kepala yaitu berupa:
1) Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang
dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera
kepala berat nilai GCS nya 3-8

2) Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan
dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
3) Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adanya skull defect yaitu dengan melakukan operasi
kraniotomi yang kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah
memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik atau
metal plate. Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan
plat logam atau plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty perawatan
selanjutnya adalah dengan pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan
memonitor drain untuk membantu pengeluaran darah dan mencegah hematoma
hingga cairan atau darah berkurang 2 hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya
adalah tidak melakukan dan tidak memberikan tekanan pada area yang telah
dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses pembentukan dan penyambungan
tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun (Ramamurthi, et al, 2007).

F. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:

1) CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.

2) Foto polos kepala (X-ray)


Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk
pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin
dittinggalkan. Jadi indikasi pelaksanaan foto polos kepala meliputi jejas lebih dari
5 cm, luka tembus (tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala
(dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis,
gangguan kesadaran.

3) MRI (Magnetik Resonance Imaging)

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

4) EEG (Elektroensepalogram)
Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis
G. Komplikasi

Komplikasi skull defect dapat meliputi:


1) Edema serebral

2) Perdarahan

3) Syok hipovolemik

4) Hydrocephalus

5) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

6) Infeksi Kerusakan integritas kulit

Anda mungkin juga menyukai