Anda di halaman 1dari 18

SOAL KASUS

Seorang laki laki masuk ke IGD RSUD TOMBULILATO dengan KLL dan di curigai COB,
pada tanggal 20 juni 2022 pukul 04.00 WITA, klien mengalami penurunan kesadaran GCS 5
E1V2M3 setelah di lakukan pemeriksaan fisik terdapat luka robek dan pendarah aktif pada
bagian kepala, luas luka kurang lebih 5 cm, akral dingin, sianosis, SpO2 : 70 %, Nadi
165x/m, respirasi 30x/menit, dan TD 70/PP. SB : 36C

Dilakukan pengkajian

Airway: , terdapat sumbahan, Terdapat suara gurgling

Breathing : Respirasi 30x/m, ekspansi dada tidak simestris, perkusi sonor

Circulasi ; Akral dingin, CRT > 2 detik, terdapat pendarahan pada bagian kepala, SpO2 70%,
TD 70/PP

Disability : GCS 6 E1V2M3 (Delirium)

Exposure : Terdapat luka lecet pada bagian lutut, siku, dan lengan

Setalah itu dokter menginstruksikan untuk citooprasi dan pasang intubasi, tenaga kesehatan
membentuk TIM untuk melakukan intubasidimana dibentuk Airway, Luper, dan Obat2an.
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA BERAT

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan  traumatik  dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut BrainInjuryAssosiationof America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.  Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansiaalba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema
cereblaldisekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologikyangseriusdiantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer& Bare 2001).

B. Penyebab Cedera Kepala


Cedera kepala disebabkan oleh
1. Kecelakaan lalu lintas 
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatasmastoid (tanda battle), otoreaserebro
spiral ( cairan cerebrospiral keluar dari telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar
dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume
intravaskuler 
7. Peningkatan TIK 
8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysisedkstremita.
9. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

D. Patofisiologi Cedera Kepala
Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh
darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat,perubahan permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di
golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.  Cedera
kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung
saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer
adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.
Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu
kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian
relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa
disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahancerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum
tengkorak dengan durameter,subduralhematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
E. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam  berbagai aspek yang secara deskripsi
dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala.
(IKABI, 2004).
1. Berdasarkan    mekanismenya    cedera  kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu
lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7
dan decelerasi yang menyebabkan  otak bergerak didalam    rongga kranial
dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.  
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan (IKABI,
2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut  (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang
tengkorak yang meliputi
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala.
Kulit kepala/scalp  terdiri dari lima  lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu
skin, connectivetissue dan perikranii. Diantaragaleaaponeurosis dan
periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit
bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan
pada  lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan
jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan
perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi
menjadi
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal
atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang
bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan
tulang kepala bending  dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura
tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8
kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena
sutura-sutura belum  menyatu dengan  erat. Fraktur diastasis pada usia
dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan
terjadinya hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang
meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur. 
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan
tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala  dan  pada area
yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan
penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak,  fraktur
impresi dianggap bermakna terjadi,  jika tabula eksterna segmen yang
impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat. 
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang  terjadi pada
dasar tulang tengkorak,  fraktur ini seringkalidiertai dengan robekan
pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis
kranii berdasarkan    letak anatomi di bagi menjadi fraktur
fossa anterior, fraktur fossa  media dan fraktur fossa posterior. Secara
anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang
kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah
kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang
dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah
basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat
menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan
resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea
dan  racconeyessign  (fraktur  basis kraniifossa anterior), atau ottorhea
dan batle’ssign  (fraktur basis kraniifossa media). Kondisi ini juga 9
dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah
gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis)
dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari
fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan
intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk,
mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan  sembelit. Jaga
kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan
tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/
otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda
bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang
dan kepala miring ke posisi yang sehat. 
c. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut  (Tobing, 2011)  yang diklasifikasikan menjadi cedera otak
fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi.
1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural
hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang
potensial antara tabula internatulangtengkorak dan durameter.
Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya
interval  lusid selama beberapa  jam dan kemudian terjadi defisit
neorologis berupa hemiparesiskontralateral dan gelatasi pupil
itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,
muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom  (SDH) akut.
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat
robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan
subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh
lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik. Subdural hematom
kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3
minggu setelah trauma.  Subdural hematom kronik diawali dari SDH
akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan
memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah
atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi
infasifibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada
lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan
neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru
dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau
likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis
yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka
akan menarik likuordiluar membran masuk kedalam membran
sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung,
kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai
TIA  (transientischemicattack).disamping itu dapat terjadi defisit
neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)Intra
cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan
konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak,  tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau
pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh ICH antara lain  adanya 11 penurunan kesadaran.
Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan
energi dari trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarahnoittraumatika (SAH)Perdarahan subarahnoit
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri
maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki
ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA).
Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah,
juga menggambarkan buruknaprognosa. PSA yang luas akan memicu
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia
akut luas dengan manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera,  menurut  (Mansjoer,
2000)  dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan
dikelompokkan menjadi
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebrospinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologisfokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium(mansjoer,
2000)

F. Komplikasi Cedera Kepala
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut  (Markam, 1999) pada
cedera kepala meliputi
1. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16
masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki
vegetatifestate. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak
menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatifestate lebih dari satu
tahun jarang sembuh.
2. Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun
demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
3. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf
yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

G. Penatalaksanaan Cedera Kepala 
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutanmembuatluka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan
dgnmemasangcollarcervikal,pasangguedel/mayo bila dptditolerir.
Jikacederaorofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera
dada berat sptpneumotorakstensif,hemopneumotoraks.Pasangoksimeter nadi
untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung
bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdkmentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang EKG.Pasang jalur intravena ygbesar.Berikan larutan
koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsifdpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukanfototulang
belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg
cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl
0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular
daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan
pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan
CT scanPasiendgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma
epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan
perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis tengah6.Fraktur
kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20%
1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam
kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I-
Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1
diplo).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. PrimarySurvey
1. Airway : Memastikan ada atau tidaknya gangguan/sumbatan jalan nafas
2. Breathing : Menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien
3. Circulation : Melihat ada atau tidak tanda tanda syok atau pendarah pasien
4. Disablity : Dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat. Pengkajian
disability menggunakan skala AVPU
5. Exposure : Merupakan bagian akhir dari primarysurvey, pasien harus dibuka
keseluruhan pakaianya untuk memeriksa cedera pada pasien.
B. SecondarySurvey
1. Anamnesis :
a. Meliputi riwayat AMPLE bisa didapat dari pasien maupun keluarga, A: Alergi,
M: Medikasi, P: PertinentMedicalHistory, L: LastMeal, E: Event
b. Identitias Pasien, Identitas Penanggung Jawab, Riwayat kesehatan sekarang,
dahulu, dan keluarga)
2. Pengkajian Pola Aktivitas sehari-hari
3. Pemeriksaan Fisik
ANALISA DATA

Problem Etiologi Simtom


ResikoPerfusi Jaringan C Faktor Resiko
Cerebral berhubungan Cederakepalaatautraumakepala Cedera Kepala
dengan cedera kepala GCS 6 E1V2M3
TD 70/PP
Ekstra Kranial

Terputusnya Kontuinitas Jaringan kulit,


otot, dan vaskular

Gangguan Suplai Darah

Iskemia

Hipoksia

ResikoPerfusi Jaringan Cerebral


berhubungan dengan cedera
kepala

Pola Nafas Tidak Efetiif C S : Dypnue


berhubungan dengan cedera Cederakepalaatautraumakepala O : Takipnue
kepala ditandai dengan
dypnue
Ekstra Kranial

Peningkan TIK

Kerusakan sel otak

Rangsangan Saraf simpatis


meningkat

Tekanan Pembuluh darah


pulmonar

Difusi O2 terhambat

Pola Nafas Tidak Efetiif


berhubungan dengan cedera
kepala ditandai dengan dypnue

DIAG NOSA KEPERAWATAN


1. ResikoPerfusi Jaringan Cerebral berhubungan dengan cedera kepala

2. Pola Nafas Tidak Efetiif berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan dypnue
N SDKI SLKI SIKI
O
1 ResikoPerfusi Serebral Tidak Efektif Luaran utama: perfusi Serebral Intervensi Utama :Manajemen peningkatan
( D.0017) Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka tekanan intrakranial
Definisi : Beresiko mengalami penurunan perfusi serebral meningkat dengan kriteria hasil O : Observasi
sirkulasi darah keotak’ 1. GCS Cukup Meningkat 1. Monitor Tanda dan Gejala peningkatan TIK
Faktor Resiko : 2. Tekanan darah sistolik cukup membaik T : Terapeutik
Cedera Kepala 3. Tekanan darah diastolik cukup membaik 1. Minimalkan stimulus dengan
GCS 6 E1V2M3 menyediakan lingkungan yang tenang
TD 70/PP 2. Headup 30
Kondisi Klinis Terkait : Cedera Kepala K : Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian terapi
2 Pola Nafas Tidak Efektif’ ( D.0005) Luaran utama : Pola Nafas Intervensi Utama :
 Definisi : inspirasi dan/ atau ekspirasi Setelah dilakuakan Intervensi keperawatan maka Manajemen Jalan Nafas
yang tidak memberikan ventilasi pola nafas membaik dengan kriteria hasil O : Observasi
adekuat. 1. Dypnue cukup menurun 1. Monitor Pola Nafas (Frekuensi Kedalaman
 Penyebab : Ganguan Neurologis 2. Frekuensi nafas membaik usaha Nafas)
misalnya cedera kepala T : Terapeutik
 Gejala dan Tanda Mayor 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Subjektif : Dispnea dengan jawtrust
Objektif : Pola nafas abnormal K : Kolaborasi
(takipnea 30x/m), SpO2 70% 1. Kolaborasi pemberian terapi
 Kondisi Klinis Terkait : cedera kepala
No Implemetasi Evaluasi

1 O : Observasi Faktor Resiko :


1. Monitor Tanda dan Gejala Cedera Kepala
peningkatan TIK d/h TD : GCS 9 E2V3M4
100/60 mmHg TD 100/60
Terapeutik
1. HeadUp 30 d/h GCS 9
E2V3M4
K : Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian terapi d/h
diberikan terapi epineprin

2 O : Observasi Gejala dan Tanda Mayor


1. Monitor Pola Nafas d/h frekuensi Subjektif : Dispnea menurun
nafas 26 x / m Objektif : Pola nafas abnormal
T : Terapeutik (takipnea 26 x/m), SpO2 95%
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan jawtrust d/h jalan nafas
efektif
K : Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian terapi d/h klien
diberikan terapi bronkodilator

Anda mungkin juga menyukai