Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah
Oleh:
MESTIKA ELOK ARVIANA
13/ 375146/KU/17474/P
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2001).
Penyebab Cedera Kepala
Cedera kepala disebabkan oleh
Kecelakaan lalu lintas
Jatuh
Trauma benda tumpul
Kecelakaan kerja
Kecelakaan rumah tangga
Kecelakaan olahraga
Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan
cerebros piral keluar dari
4. telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
5. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
6. Penurunan kesadaran.
7. Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
Patofisiologi Cedera Kepala
Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan
struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,perubahan
permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak
cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut,
yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local,
maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu
saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan
yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidoral
Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan
durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral.
Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi dapat
dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda
tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan otak
bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
(IKABI, 2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
a.
meliputi
Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri
dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii.
Diantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi
robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat
longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada tulang
tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika
gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang
kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak yang
mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada
bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia
dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum
epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu fragmen
dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung
mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat
menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi
dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula
interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak,
fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar
tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan
anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan
struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis
dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang
dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan
robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang
menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur
basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur basis kranii fossa media).
Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah
gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran
1)
kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit
kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3
hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak
dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan
epidural.
3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu
setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang
sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk
bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi
fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan
lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan
pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau
likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran
semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk
kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit
neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat
didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak,
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih
dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri
maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan
disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya
kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan
manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera,
a.
1)
2)
3)
4)
5)
b.
menurut
(Mansjoer, 2000)
dapat
B. SUBARACHNOID HEMORRHAGE
Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan di daerah antara otak dan jaringan tipis
yang menutupi otak . Daerah ini disebut ruang subarachnoid. Subarachnoid hemorrhage
adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater)
dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).
Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurysm).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti
kehilangan singkat pada kesadaran. Computed tomography, kadangkala spinal tap belakang,
dan angiography dilakukan untuk memastikan diagnosa. Obat-obatan digunakan untuk
menghilangkan sakit kepala dan untuk mengendalikan tekanan darah, dan operasi dilakukan
untuk menghentikan pendarahan. Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang
mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah
satu-satunya jenis stroke yang lebih umum diantara wanita.
Perdarahan subarachnoid dapat disebabkan oleh :
a. Perdarahan dari malformasi arteri ( AVM )
b. Kelainan perdarahan
c. Perdarahan dari aneurisma otak
d. cedera kepala
e. Tidak diketahui penyebabnya ( idiopatik )
f. Penggunaan pengencer darah
Subarachnoid hemorrhage biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,
pendarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Subarachnoid hemorrhage dipertimbangkan sebagai
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan-yaitu, ketika pendarahan tidak
diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Pendarahan spontan biasanya
diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurysm di dalam arteri cerebral. Aneurysms
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurysms biasanya terjadi dimana
cabang nadi. Aneurysms kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari aneurysm sejak lahir.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal
antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep
jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.
Etiologi
Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan antara mater arachnoid dan pia . Secara umum,
trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi traumatis perdarahan subarachnoid
biasanya dianggap sebagai gangguan yang terpisah. Spontan (primer ) perdarahan
subarachnoid biasanya terjadi akibat aneurisma pecah. Sebuah kongenital intrakranial
saccular atau berry aneurisma adalah penyebab sekitar 85 % pasien . Perdarahan dapat
berhenti secara spontan . Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua usia , tetapi paling
sering terjadi dari usia 40-65.
Patofisiologi
Darah dalam ruang subarachnoid menyebabkan meningitis kimia yang sering meningkatkan
tekanan intrakranial selama berhari-hari atau beberapa minggu . Vasospasme sekunder dapat
menyebabkan iskemia otak fokal ; sekitar 25 % pasien mengembangkan tanda-tanda serangan
transient ischemic ( TIA ) atau stroke iskemik . Edema otak maksimal dan risiko kejang urat,
dan infark berikutnya ( disebut otak marah ) tertinggi antara 72 jam dan 10 hari . Hidrosefalus
akut sekunder juga umum . Sebuah pecah kedua ( perdarahan ulang ) kadang-kadang terjadi ,
paling sering dalam waktu sekitar 7 hari.
Tanda dan Gejala
Sakit kepala biasanya parah , memuncak dalam hitungan detik . Hilangnya kesadaran dapat
mengikuti , biasanya langsung tapi kadang-kadang tidak selama beberapa jam. Defisit
neurologis parah dapat berkembang dan menjadi ireversibel dalam beberapa menit atau
beberapa jam . Sensorium mungkin terganggu , dan pasien mungkin menjadi gelisah. Kejang
yang mungkin . Biasanya , leher tidak kaku pada awalnya kecuali tonsil serebelum herniate.
Namun, dalam waktu 24 jam , meningitis kimia menyebabkan moderat untuk meningismus
ditandai, muntah, dan tanggapan ekstensor plantar kadang-kadang bilateral. Jantung atau
frekuensi napas sering abnormal. Demam, sakit kepala terus, dan kebingungan yang umum
selama 5 sampai 10 hari. Hidrosefalus sekunder dapat menyebabkan defisit sakit kepala,
obtundation, dan motor yang bertahan selama beberapa minggu. Perdarahan ulang dapat
menyebabkan berulang atau gejala baru.
a. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan
sakit kepala.
b. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir
sampai koma.
c. Gejala/ tanda rangsangan : kaku kuduk, tanda kernig ada.
d. Fundus okuli: 10% penderita mengalami edema-papil beberapa jam setelah
perdarahan. Sering terdapat perdarahan . Sering terdapat perdarahan subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada a. Komunikans anterior, atau a.karotis interna.
e. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
f. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Begitu pun
muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi, ada hubungannya dengan hipotalamus.
Bila berat, maka terjadi ulkus peplitikum disertai hematemesis dan melena(stress
ulcer), dan seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria,
dan perubahan pada EKG.
Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian diperlukan
peringkat klinis, sebagai suatu pegangan, sebagi berikut:
Tingkat I
Asimtomatik
Tingkat II
Tingkat III
Tingkat IV
Tingkat V
Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama dengan
penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang dipersulit oleh
perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 % dan merupakan komplikasi segera yang
paling memperhatinkan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pada sebagian besar kasus, CT scan kranial akan menunjukkan darah pada
subarakhnoid.
b. Perdarahan kecil mungkin tidak tersedia pada CT scan. Diperlukan fungsi lumbal
untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi fungsi lumbal selama diyakini
tidak ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak ada kelainan perdarahan
c. Diagnosis perdarahan subarakhnoid dari fungsil lumbal adalah darah yang terdapat
pada ketiga botol dengan kekeruhan yang sama, tidak ada yang lebih jernih.
Supernatan cairan serebrospinal terlihat berserabut halus atau berwarna kuning
(xantokromia) hingga tiga jam setelah perdarahan setelah karena adanya produk
pemecahan hemoglobin.
d. Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada dan EKG.
e. Gangguan perdarahan harus disingkirkan.
f. Kadang-kadang terjadi glikosuria.
Penatalaksanaan
Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan
intensif, termasuk kontrol tekanan darah dan tata laksana nyeri, sementara menunggu
perbaikan aneurisma defisit. Selain itu, pasien harus menerima profilaksis serangan kejang
dan bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
Perdarahan subarahnoid akibat aneurisma memiliki angka mortalitas sangat tinggi 3040% pasien meninggal pada hari-hari pertama. Terdapat resiko perdarahan ulang yang
signifikan ,terutama pada 6 minggu pertama, dan perdarahan kedua dapat lebih berat. Oleh
karena itu, tata laksan ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang.
Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tata laksana. Antagonis kalsium nimodipin
dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan subarahnoid meliputi hidrosepalus
sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuan darah. Komplikasi ini juga
dapat terjadi pada tahap lanjut (hidrosepalus komunikans). Jika pasien sadar atau hanya
terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan dengan angiogrrafi
serebral.
Identifikasi
aneurisma
memungkinkan
dilakukan
sedini
memungkinkan
dilakukannya intervensi jepitan (clipping) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus
(wropping) aneurisma tersebut.
Waktu dan saran angiografi serta pembedahan pada pasien dengan perdarahan
subarahnoid yang lebih berat dan gangguan kesadaran merupakan penilaian spesialitis,
karena pasien ini mempunyai prognosis lebih buruk dan toleransi operasi lebih rendah.
Perdarahan lebih rendah akibat malformasi arteriovenosa memiliki mortalitas lebih rendah
dibandingkan aneurisma. Pemeriksaan dilakukan dengan angiografi dan terapi dilakukan
dengan pembedahan, radio terapi atau neurologi intervensional. Malformasi arteriovenosa
yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi, biasanya tidak ditangani dengan
pembedahan.
Diagnosa Keperawatan
NANDA
Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
ke Otak
NOC
Tissue Perfusion: Cerebral
Nyeri Akut
NIC
Tekanan intracranial
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolic
Rata-rata tekanan darah
Pusing
Kelemahan
Demam
Lesu
Pain control
Definisi: perilaku individu untuk mengontrol
nyeri
#Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24
jam
Klien dapat mengenali onset nyeri
Klien dapat menjelaskan factor-faktor
penyebab nyeri
Klien dapat mencatat waktu terjadinya
nyeri
#Aktivitas
Pain management
Definisi: pengurangan rasa sakit untuk tingkat
kenyamanan pasien.
#Aktivitas:
Melakukan
penilaian
yang
komprehensif dari rasa sakit yang
meliputi lokasi nyeri, karakteristik,
durasi, frekuensi, sifat, intensitas atau
keparahan nyeri
Observasi tanda nonverbal dari
ketidaknyamanan, khususnya dari
Self care:
a. Bathing
a. Bathing
Mencuci muka
b. dressing
Definisi: memilih, mengambil, dan mengganti
pakaian untuk seseorang yang tidak bisa
b. Dressing
Memilih pakaian
Menyiapkan pakaian
Mengambil sepatu
c. Eating
pasien
c. feeding
Definisi: menyediakan masukan nutrisi untuk
pasien yang tidak mampu makan sendiri.
Menelan makanan
memberikan
masukan
(cara
pengurangan nyeri sebelum makan)
Menelan cairan
makan
Daftar Pustaka
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC). Elsevier
Greenberg, M. 2004. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Ginsberg, L. 2008. Neurologi Edisi 8. Jakarta: Erlangga
Hartono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjamada University
Harsono. 2009. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta: EGC
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. Elsevier
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Snell, R. 2007. Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC
Waxman, S. 2010. 26th Edition Clinical Neuroanatomy. Mc Graw Hill Medical: America
Wiley, A. J., & Sons. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification. WileyBlackwell
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala