A. Definisi
B. Tujuan.
C. Indikasi
Operasi Craniotomy dilakukan atas indikasi:
1. Cedera kepala.
a. Segera (emergency).
b. Elektif / terprogram.
2. Perdarahan otak.
3. Stroke.
Pada penyakit stroke dengan perdarahan di dalam rongga kepala,
operasi kraniotomi bisa dilakukan untuk menghentikan dan
menangani perdarahan.
4. Aneurisma otak.
Proses kraniotomi pada aneurisma otak, dapat membantu mencegah
pecahnya pembuluh darah di otak, dan sebagai penanganan bila
sudah terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisma.
5. Tumor otak.
Pada tumor otak, operasi ini dibutuhkan sebagai langkah untuk
mengangkat tumor yang menyebabkan gangguan fungsi otak.
6. Abses otak.
Kraniotomi dibutuhkan pada abses otak, ketika cara pengobatan lain
telah dilakukan namun tidak memberikan hasil yang baik, untuk
membantu mengeluarkan nanah dari abses atau sumber infeksi.
7. Hidrosefalus.
Hidrosefalus terjadi karena adanya penumpukan cairan di rongga
(ventrikel) dalam otak. Kelebihan cairan ini meningkatkan ukuran
ventrikel dan memberi tekanan pada otak. Kraniotomi dilakukan
untuk membantu mengurangi tekanan tersebut.
8. Parkinson.
Pada penyakit Parkinson, kraniotomi diperlukan untuk menanamkan
alat perangsang demi membantu perbaikan gerakan tubuh penderita
Parkinson.
9. Epilepsi.
Lebih dari 50 persen epilepsi belum diketahui penyebabnya,
sedangkan sisanya disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
gangguan pada otak dan memerlukan operasi kraniotomi.
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada klien dengan post op craniotomy dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF),
seperti sakit kepala, nausea atau muntah proyektif, perubahan mental dan
kejang.
2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik
dari otak.
4) Nyeri.
5) Infeksi.
Meningitis bakterial terjadi pada sekitar 0,8 – 1,5 % dari
sekelompok individu yang menjalani kraniotomi.
6) Kejang.
Pasien diberikan obat anti kejang selama tujuh hari pasca operasi.
Biasanya pasien diberikan Phenytoin, akan tetapi penggunaan
Levetiracetam semakin meningkat karena risiko interaksi obat
yang lebih rendah.
7) Kematian.
Walaupun otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindungi oleh
tulang-tulang yang kuat namun dapat juga mengalami kerusakan.
Salah satu penyebab dari kerusakan otak adalah terjadinya trauma atau
cedera kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan struktur otak,
sehingga fungsinya juga dapat terganggu (Black & Hawks, 2009).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan
yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois et al. 2006).
Cedera kepala berat adalah cedera kepala dengan glassgow koma scale
3 - 8, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam
rawat inap di Rumah Sakit (Torner, 1999)
Tidak bersuara 1
Ekstensi Spontan. 2
1) Fraktur Kranium.
Fraktur Kavaria :
Lesi Fokal :
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Perdarahan Intraserebral
Lesi difus.
Kromosio ringan.
Komosio Klasik
c) Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal. Sumber : pecahnya
G. Komplikasi
1. Edema cerebral
2. Syok Hipovolemik
3. Hydrocephalus
H. Pemeriksaan Penunjang
I. Penatalaksanaan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Saat melakukan mobilisasi pada pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas :
Identitas Pasien.
2) Riwayat Kesehatan.
Keluhan utama
b. Pemeriksaan fisik:
kesdaran somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu
37ºC, RR 20 x/mnt.
a) Abdomen; Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah
dan pucat.
mata.
diafragma.
menelan.
2. Diagnosa
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperatan
Brown., C.V, Weng., J, Oh., D. (2004). Does routine serial computed tomography
Jakarta: FKUI