Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Katarak
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau
kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak
terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami
koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.

B. Etiologi Katarak
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-macam. Umumnya
adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di
masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena
traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol
meningkatkan resiko katarak.
C. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan
penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat
tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya
meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk,
lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari
silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang
mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata
mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan
pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.

INSIPIENS MATUR IMATUR HIPERMATUR


KEKERUHAN Ringan Sebagian Seluruh Masif
CAIRAN
Normal Bertambah Normal Berkurang
LENSA
IRIS Normal Terdorong Normal Tremulans
BILIK MATA
Normal Dangkal Normal Dalam
DEPAN
SUDUT BILIK
Normal Sempit Normal Terbuka
MATA
SHADOW
Negative Postitif Negative Pseudopositif
TEST
Uveitis,
PENYULIT - Glaucoma -
Glaukoma

D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).

E. Klasifikasi Katarak
Menurut Dale Vaughan (2000), katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2.      Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a) Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor
genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan
dengan berbagai sindrom.
b) Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun
tembus. Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3.       Katarak traumatic
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang
korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4.       Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi
lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa
dan pelepasan retina.
5.       Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6.       Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan
dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid
yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang
dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7.      Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan kecuali bila terdapat dugaan penyakit
sistemik yang harus dieksklusi atau katarak telah terjadi sejak usia muda. Pemeriksaan yang
dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slitlamp), funduskopi pada
kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedag yang diperlukan
lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat komplikasi yang
berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam pengelihatan sebelum dilakukan
pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam pengelihatan.

G. Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata
(ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular
yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni didalam kapsulnya
melaui insisi limbus superior 140-1600. pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi
limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan
korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya)
adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran- getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak
senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan
lensa intraokuler.
Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur
intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa
apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam
kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema makula
lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih
pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk
bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama
sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa
nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi
dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan
kacamata permanen.(Vaughan, 2000)

H. Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf
optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu
struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah sebagai
berikut.
1.      Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi, yang
mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior.

2.      Prolaps iris


Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3.      Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari
0,3%). Pasien datang dengan keluhan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam
pengelihatan (biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan), pengumpalan sel
darah putih di bilik anterior.
4.      Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme kornea.
5.      Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous.
Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan
yang berat.
6.      Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya tingkat
komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7.      Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan
setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya.
Pengelihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8.      Resiko iritasi dan infeksi
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas
dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau
infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.

I. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama
pasien dirawat di rumah sakit.
1.      Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2.      Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer
pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau
hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya
hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita
kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah
mengalami cedera mata atau infeksi mata?, penyakit apa yang terakhir diderita
pasien?.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata
atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak
dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?,
bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan
lateral atau perifer?

d) Riwayat kesehatan keluarga


Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
3.      Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak
terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop
direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan
identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di
subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat
ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya
atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4.      Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut Doenges (2000) adalah sebagai
berikut :
a) Aktivitas / istirahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
b) Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah.
c) Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/ merasa di ruang gelap. Perubahan kacamata/ pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan.
Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, hipersekresi air mata.
d) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Ketidaknyamanan ringan/ mata berair.
5.      Pemeriksaan Diagnostik
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound (echography) dan
hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3,
pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan
implantasi IOL (Smeltzer, 2002).

J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma (2015), diagnose keperawatan yang
dapat terjadi pada pasien dengan katarak adalah sebagai berikut.
1.      Ansietas b.d kehilangan pandangan komplet, jadwal pembedahan, atau ketidakmampuan
mendapatkan pandangan
2.      Resiko infeksi b.d pertahanan primer dan prosedur invasive (bedah pengangkatan
katarak)
3.      Resiko cidera b.d peningkatan tekanan intra orbital
4.      Nyeri akut b.d proses pembedahan
5.      Gangguan sensori persepsi visual b.d gangguan penerimaan sensori/status organ indra,
lingkungan secara terapeutik dibatasi d/d menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan,
perubahan respons biasanya terhadap rangsang.

K. Intervensi
1.      Ansietas
Intervensi Rasional
1.      Kaji tingkat ansietas, derajat 1.      Faktor ini mempengaruhi persepsi
pengalaman nyeri timbulnya gejala pasien terhadap ancaman diri potensial
tiba-tiba dan pengetahuan kondisi ini. siklus ansietas, dan dapat
2.      Berikan informasi yang akurat jujur. mempengaruhi upaya medik untuk
Diskusikan kemungkinan bahwa mengontrol TIO.
pengawasan dan pengobatan dapat 2.      Menurunkan ansietas sehubungan
mencegah kehilangan penglihatan dengan ketidaktahuan harapan yang
tambahan. akan datang dan memberikan fakta
3.      Dorong pasien untuk mengkui masalah untuk membuat pilihan informasi
dan mengekspresikan perasaan. tentang pengobatan.
4.      Identifikasi sumber/orang yang 3.      Memberikan kesempatan untuk pasien
menolong. menerima situasi nyata mengklarifikasi
salah konsepsi dan pemecahan masalah
4.      Memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam menghadapi
masalah.

2.      Resiko infeksi


Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
5.      Diskusikan pentingnya mencuci tangan
1.      Menurunkan jumlah bakteri pada
sebelum menyentuh/ mengobati mata. tangan, mencegah kontaminasi area
6.      Gunakan/tunjukan teknik yang tepat operasi.
untuk membersihkan mata dari dalam 2.      Teknik aseptik menurunkan resiko
keluar dengan tisu basah/ bola kapas penyebaran bakteri dan kontaminasi
untuk tiap usap, ganti balutan , dan silang.
masukan lensa kontak bila
3.      Mencegah kontaminasi dan kerusakan
menggunakan. sisi operasi.
7.      Tekankan pentingnya tidak
4.      Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah
menyentuh /menggaruk mata yang prosedur dan memerlukan upaya
dioperasi. intervensi. Adanya ISK meningkatkan
8.      Observasi /diskusikan tanda terjadinya kontaminasi silang.
infeksi contoh kemerahan , kelopak Kolaborasi:
bengkak , drainase purulen.
1.      Sediakan topikal diguna setelah
Indentifikasi tindakan kewaspadaan bila profilaksis, dimana terapi lebih agresif
terjadi ISK. diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan:
Kolaborasi: Steriod mungkin ditambahkan pada
5.      Beri obat sesuai indikasi: antibiotik topikal bila pasien
a.       Antibiotik (topikal, parenteral, atau mengalami implantasi IOL.
subkonjungtival). 2.      Digunakan untuk menurunkan
b.      Streoid. inflamasi.

3.      Resiko cidera


Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
1.      Diskusi apa yang terjadi pada 1.      Membantu mengurangi rasa takut dan
pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan meningkatkan kerja sama dalam
aktivitas, penampilan, balutan mata. pembatasan yang diperlukan.
2.      Beri pasien posis bersandar, kepala 2.      Istirahat hanya beberapa menit sampai
tinggi, atau mirng ke sisi yang tak sakit beberapa jam pada bedah rawat jalan
sesuai keinginan. atau menginap semalam bila terjadi
3.      Batasi aktivitas seperti menggerakkan komplikasi.
kepala tiba-tiba, menggaruk mata 3.,       Menurunkan tekanan pada mata yang
membongkok. sakit, meminimalkan resiko perdarahan
4.      Ambulasi dengan bantuan; berikan atau stres pada jahitan terbuka.
kamar mandi khusus bila sembuh dari 4.      Menurunkan stres pada area
anestesi. operasi/menurunkan TIO
5.      Dorong nafas dalam, batuk untuk 5.      Memerlukan sedikit regangan daripada
bersihan paru. penggunaan pispot, yang dapat
6.      Anjurkan menggunakan teknik meningkatkan TIO.
manajemen stres contoh, bimbingan 6.      Meningkatkan relaksasi dan koping,
imajinasi, visualisasi, nafas dalam dan menurunkan TIO.
latihan relaksasi. 7.      Digunakan untuk melindungi dari
7.      Pertahankan perlindungan mata sesuai cedera kecelakaan dan menurunkan
indikasi. gerakan mata.
8.      Minta pasien untuk membedakan 8.      Ketidak nyamanan mungkin karena
antara ketidaknyamanan dan nyeri mata prosedur pembedahan; nyeri akut
tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, menunjukkan TIO ddan/atau
disorientasi, gangguan balutan. perdarahan, terjadi karena regangan
Observasi hifema (perdarahan pada atau tak diketahui penyebabnya
mata) pada mata dengan senter sesuai (jaringan sembuh banyak vaskularisasi,
indikasi. dan kapiler sangat rentan).
9.      Observasi pembengkakan luka, bilik 9.      Menunjukkan proplaps iris atau ruptur
anterior  kempes, pupil berbentuk buah luka disebabkan oleh kerusakan jahitan
pir. atau tekanan mata.
Kolaborasi: Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi: 1.      Mual/muntah dapat meningkatkan TIO,
c.       Antiemetik, contoh proklorperazin memerlukan tindakan segera untuk
(Compazine) mencegah cedera okuler.
d.      Beri obat sesuai indikasi: Asetazolamin2.      Diberikan untuk menurunkan TIO bila
(Diamox). terjadi peningkatan
e.       Sikloplegis. 3.      Membatasi kerja enzim pada produksi
f.       Analgesik, contoh Empirin dengan akueus humor.
kodein, asetaminofen (Tyenol). 4.      Diberikan untuk melumpuhkan otot
siliar untuk dilatasi dan istirahat iris
setelah pembedahan bila lensa tidak
terganggu.
5.      Digunakan untuk ketidaknyamanan
ringan, meningkatkan istirahat/
mencegah gelisah, yang dapat
mempengaruhi TIO.

4.      Nyeri akut


Intervensi Rasional
1.      Bantu klien dalam mengidentifikasi 1.      Membantu dalam membuat diagnosa
tindakan penghilangan nyeri yang dan kebutuhan terapi.
efektif. 2.      Nyeri post op dapat terjadi sampai 6
2.      Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi jam post op.
sampai beberapa jam setelah
3.      Beberapa tindakan penghilang nyeri
pembedahan. non invasif adalah tindakan mandiri
3.      Lakukan tindakan penghilanagn nyeri yang dapat dilaksanakan perawat dalam
non invasif atau non farmakologik, usaha meningkatkan kenyamanan pada
seperti berikut; klien.
a.       Posisi: tinggikan bagian kepala tempat4.      Analgesik mambantu dalam menekan
tidur, berubah-ubah antara berbaring respon nyeri dan menimbulkan
pada punggung dan pada sisi yang tidak kenyamanan pada klien.
dioperasi. 5.      Tanda ini menunjukkan peningaktan
b.      Distraksi tekanan intra okuli (TIO) atau
c.       Latihan relaksasi komplikasi lain.
4.      Berikan dukungan tindakan
penghilangan nyeri dengan aalgesik
yang diresepkan.
5.      Beritahu doker jika nyeri tidak hilang
setelah ½ jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual atau jika anda
memperhatikan drainase pada
pelindung mata.

5.      Gangguan sensori persepsi visual


Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri:
1.      Tentukan ketajaman penglihatan, catat 1.      Kebutuhan individu dan pilihan
apakah satu atau keduanya terlibat. intervensi bervariasi sebab kehilangan
2.      Orientasikan pasien terhadap penglihatan terjadi lambat dan
lingkungan, staf, orang lain diareanya. progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat
3.      Observasi tanda-tanda dan gejala- berlanjut pada laju yang berbeda.
gajala disorientasi ; pertahankan pagar Tetapi biasanya hanya saja satu mata
tempat tidur sampai benar-benar diperbaiki per prosedur.
sembuh dari anestesia. 2.      Memberikan peningkatan kenyamanan
4.      Pendengkatan dari sisi yang tak dan kekeluargaan. Menurunkan cemas
dioperasi, bicara dan menyentuh sering; dan disorientasi pascaoperasi.
dorong orang terdekat tinggal dengan 3.      Terbangun dalam lingkungan yang
pasien. tidak dikenal dan mengalami
5.      Perhatikan tentang suram atau keterbataasan penglihatan dapat
penglihatan kabur dan iritasi mata, mengakibatkan bingung pada orang tua.
dimana dapat terjadi bila menggunakan Menurunkan resiko jatuh bila pasien
tetes mata. bingung/ tak kenal ukuran tempat tidur.
6.      Ingatkan pasien bila menggunakan 4.      Memberi rangsang sensori tepat
kacamata katarak yang tujuannya terhadap isolasi dan menurunkan
memperbesar kurang lebih 25%, bingung.
penglihatan perifer hilang , dan buta
5.      Gangguan penglihatan/ iritasi dapat
titik mungkin ada. berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata
7.      Letakkan barang yang dibutuhkan tetapi secara bertahap menurun dengan
/posisi bel pemanggil dalam jangkauan penggunaan. Catatan: iritasi lokal harus
pada sisi yang tak dioperasi. dilaporkan ke dokter, tetapi jangan
hentikan penggunaan obat sementara.
6.      Perubahan ketajaman dan kedalaman
persepsi dapat menyebabkan bingung,
penglihatan/ meningkatkan risiko
cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
7.      Memungkinkan pasien melihat objek
lebih mudah dan memudahkan
panggilan untuk pertolongan bila
diperlukan.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut

Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut

menyatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telang mencapai usia

60 tahun ke atas (Departemen Sosial, 2007).

Masa tua adalah suatu masa dimana orang merasa puas dengan

keberhasilannya, tetapi bagi orang lain periode ini merupakan masa

kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran dan masa

kelemahan. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut

usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan

cara yang berbeda-beda (Suhatini, 2006).

Bertambah tua atau lansia selalu berhubungan dengan penurunan

tingkat aktivitas fisik. Hal ini disebabkan oleh :

1. Perubahan pada struktur dan jaringan penghubung (kolagen dan

elastin) pada sendi.

2. Tipe dan aktivitas pada lansia berpengaruh sangat signifikan terhadap

struktur dan fungsi jaringan pada sendi.

3. Patologi dapat mempengaruhi jaringan penghubung sendi, sehingga

menyebabkan Functional Limitation atau keterbatasan fungsi dan

disability.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan tingkat

aktivitas fisik lansia adalah genetik, kebiasaan hidup sebelumnya, trauma

atau kecelakaan, dan lain-lain (Gruccione, 2000).


2. Klasifikasi Lanjut Usia

Menurut WHO batasan usia lanjut yaitu usia pertengahan(middle

age) antara 45-59 tahun, lanjut usia(elderly) antara 60-74 tahun, lanjut usia

tua (old)antara 75-90 tahun dan dikatakan usia sangat tua (very old)

berusia di atas 90 tahun. Pada saat ini ilmuwan sosial yang

mengkhususkan diri mempelajari penuaan merujuk kepada kelompok

lanjut usia muda (young old), lanjut usia tua (old old) dan lanjut usia tertua

(oldest old) (Departemen Kesehatan RI, 2008).

3. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Menurut Azizah(2011), perubahan yang terjadi pada lansia antara lain :

4. Perubahan-perubahan fisik

a. Sistem Persarafan

1) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya).

2) Cepatnya menurun hubungan persarafan.

3) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya

dengan stres.

4) Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan

perasa, lebih sensitif dalam perubahan sushu dengan rendahnya

ketahanan terhadap dingin.

5) Kurang sensitif terhadap sentuhan.

b. Sistem Kardiovaskuler

1) Elastisitas dinding aurta menurun.


2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenisasi. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari

duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,

mengakibatkan pusing mendadak.

5) Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi

pembuluh darah peifer.

c. Sistem Respirasi

1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

2) Menurunya aktivitas dari silia.

3) Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,

kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman

bernafas menurun.

4) Alveoli ukurannya melebar dari biasanya dan jumlahnya

berkurang.

5) Kemampuan untuk batuk berkurang.

6) Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring

dengan pertambahan usia.

d. Sistem Integumen

1) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.


2) Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses

keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel

epidermis.

3) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

4) Tambut dalam hidung dan telinga menebal.

5) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan

vaskularisasi.

6) Pertumbuhan kuku lebih lambat.

7) Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang

bercahaya.

8) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

e. Sistem Muskuloskeletal

1) Tulang kehilangan cairan (density) dan makin rapuh.

2) Kifosis.

3) Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.

4) Pesendian membesar dan menjadi kaku.

5) Tendon mengerut dan mengalami skelorosis.

6) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil). Otot-otot

serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi

lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.

7) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.

Maka dari itu lanjut usia merupakan tahap akhir dari siklus

kehidupan manusia di dunia ini. Dimana pada tahap ini akan terjadi

perubahan anatomi dan penurunan berbagai sistem fisiologis dalam


tubuh manusia yang pada akhirnya akan mempengaruhi

kemampuan tubuh untuk menjalankan aktivitas kehidupannya.

Selain secara fisiologis menua juga dapat terjadi secara

patologis yaitu dengan adanya berbagai macam penyakit,

diantaranya yang terkait dengan perubahan muskuloskeletal yaitu

Reumatoid Arthritis.

5. Perubahan –perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa.

b. Kesehatan umum.

c. Tingkat pendidikan.

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

f. Kenangan

1) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari

yang lalu mencakup beberapa perubahan.

2) Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit, kenangan

buruk.

6. Perubahan-perubahan Psikososial

a. Pensiun : bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami

kehilangan-kehilangan, antara lain :

1) Kehilangan finansial (income berkurang).

2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup

tinggi, lengkap dengan segala fasilitas).


3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.

4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.

b. Merasakan atau sadar akan kematian.

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak lebih sempit.

d. Ekonimi akibat pemberhentian dari jabatan.

e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,

bertambahnya biaya pengobatan.

f. Penyakit kronis dan ketidak mampuan.

g. Gangguan saraf pancaindra.

h. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan Fisiologis pada Lansia dengan Nyeri Sendi

Lansia menua merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh

setiap individu. Hal ini ditandai oleh penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi terhadap perubahan-perubahan terkait usia. Perubahan tersebut

diantaranya adalah perubahan fisik, mental, sosial, dan spiritual yang akan

mempengaruhi seluruh aspek kehidupan pada usia di atas 60 tahun.

Perubahan fisik yang disebabkan oleh umur salah satunya adalah

perubahan pada otot lansia (Rokim, 2009).

Perubahan ini dapat menyebabkan mobilitas lansia terganggu,

terutama jika terjadi pada otot tungkai bawah. Beberapa perubahan

fisiologis pada otot lansia akan diperjelas. Secara alamiah aliran darah ke
otot akan berkurang sebanding dengan bertambahnya umur

seseorang. Hal ini menyebabkan jumlah oksigen, nutrisi, dan

energi yang tersedia untuk otot ikut menurun, sehingga

menurunkan otot manusia. Penurunan pencapaian suplai

tersebut juga dipengaruhi olh serat otot rangka yang

berdegenerasi, sehingga terjadinya fibrosis ketika kolagen

menggantikan otot.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapis FKUI.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarthi. Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai