Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

Disusun Oleh :

Oktavia
2021207209181

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TA2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

A. Pengertian Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani “Katarrhakies”, dalam bahasa Inggris
“Cataract”, dan dalam bahasa Latin “Cataracta” yang berarti air terjun.Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh.Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Ilyas,
2005).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat
juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar
ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa.
Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan
berkurang.Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan
terurai dan mengalami koagulasi.
Sedangkan menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan
pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau akibat kedua-duanya.Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif.
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya
transparan dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga
terjadi kerusakan penglihatan.

B. Etiologi Katarak
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata,
atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus rubella dapat
mengalami katarak.Para pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak,
yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan
penanganan dan metabolisme glukosa.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan

2
tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat
hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi:
1. Faktor keturunan.
2. Cacat bawaan sejak lahir.
3. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
4. Gangguan pertumbuhan.
5. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
6. Rokok dan Alkohol.
7. Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
8. Proses degeneratif (Katarak Senilis).
9. Penyakit mata lain (Uveitis).
10. Penyakit sistemik (DM).
11. Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus
prenatal, seperti German Measles).
12. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-
perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap
sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam
munculnya katarak senilis.

C. Epidemologi / Insiden Kasus


Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia
60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-
laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak.
Penyakit katarak tidak menimbulkan gejala rasa sakit tetapi dapat menggangu
penglihatan dari penglihatan kabur sampai menjadi buta. penyakit katarak di Indonesia
banyak terjadi pada umur di atas 40 tahun padahal sebagai penyakit yang degeneratif
buta katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (SKRT-SURKESNAS, 2001).
Salah satu teori menyatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya

3
usia. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki
dekade ke tujuh (Brunner & Suddarth, KMB vol 3).
Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama kebutaan prevalensi buta
katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5% pertahun. Walaupun katarak merupakan
penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami penduduk indonesia pada
usia 40-50 tahun (Badan Biro Statistik BPS 2004).Sedangkan di daerah maju seperti
Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Jepang, kasus katarak terjadi pada orang berusia 60
tahun. Artinya orang Indonesia lebih awal megidap katarak.

D. Patofisiologi Katarak
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.Lensa
mengandung tiga komponen anatomis.Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna,
nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi.Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan
silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi.Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh.Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat

4
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Smeltzer, 2002).

E. Pathway Katarak
(Terlampir)

F. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan
objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga
retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus
pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah
sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki
penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan
langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca
mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari
(Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.
INSIPIENS MATUR IMATUR HIPERMATUR
KEKERUHAN Ringan Sebagian Seluruh Masif
CAIRAN Normal Bertambah Normal Berkurang
LENSA
IRIS Normal Terdorong Normal Tremulans
BILIK MATA Normal Dangkal Normal Dalam

5
DEPAN
SUDUT BILIK Normal Sempit Normal Terbuka
MATA
SHADOW Negative Postitif Negative Pseudopositif
TEST
PENYULIT - Glaucoma - Uveitis,
Glaukoma

G. Klasifikasi Katarak
Menurut Dale Vaughan (2000), katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak-anak
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak
katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin
terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau
metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-
sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul
maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes
dan obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada
fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya

6
mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering
berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren,
glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.

5. Katarak bilateral
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat
penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun
dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik
yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan
palpebra, konjungtiva,dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat
normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan
shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga
pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus
examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.
1. Retinometri adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang
turun itu disebabkan katarak atau tidak.
2. Keratometri
3. Pemeriksaan lampu slit
4. Oftalmoskopis yaitu dengan melihat refleks merah didalam manik mata atau pupil.
Apabila tidak ada katarak maka akan terlihat reflek merah padda pupil yang
merupakan reflek retina yang terlihat melalui pupil. Bila terdapat katarak atau

7
kekeruhan padat pada pupil maka refleks merah ini tidak akan terlihat.
5. A-Scan ultrasound (Echography)
6. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi.

I. Penatalaksanaan
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan kapan katarak
dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan dikaitkan
dengan tugas sehari-hari penderita.Satu-satunya terapi untuk pasien katarak adalah bedah
katarak dimana lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular
atau ekstrakapsular :
1. Ekstraksi intrakapsular (ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya. Keuntungannya prosedur mudah dilakukan dan
Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya retina).
2. Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa dibuang dari
mata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buatan dapat
dimasukkan ke dalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih
kecil kalau kapsul bagian belakang utuh.
3. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi
Merupakan teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik
untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini kurang efektif pada
katarak yang padat.
4. Small Incision Catarac Sustruction (SICS)
Teknik operasi katarak dengan menggunakan metode SICS memerlukan dua sayatan
kecil di sisi bola mata, lalu melepas lensa mata keruh dan memasangkan lensa
intraokular buatan.
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian
lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan
anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata
dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan,
pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan
rumah sakit.

8
Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea
(maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga
pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga
dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat terdapat katarak pada
mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan
refraktif pada kedua mata.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi
telahsembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih
cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan
kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa
intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.

J. Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan
uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan
atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000).Uveitis adalah
inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
Sedangkan komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan operasi adalah
sebagai berikut.
1. Hilangnya vitreous
Hal ini dapat terjadi apabila kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi,
yang mengakibatkan gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior.
2. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi, dan pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari
0,3%). Pasien datang dengan keluhan mata merah yang terasa nyeri, penurunan
tajam pengelihatan (biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan),
pengumpalan sel darah putih di bilik anterior.

9
4. Astigmatisme pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigatisme
kornea.

5. Edema makular sistoid


Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya
vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan yang berat.
6. Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahya
tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan
vitreous.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan
setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya.
Pengelihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.
8. Resiko iritasi dan infeksi
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas
dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau
infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan.

10
11
Pathway
Bertambahnya usia

Perubahan fisik Perubahan warna Perubahan kimia


lensa pada nukleus lensa

Perubahan protein
Perubahan serabut lensa
halus yang Hilangnya
memanjang dari transparansi lensa
badan silier ke luar
Perubahan dalam
lensa
serabut-serabut lensa,
mengalami denaturasi

Penglihatan menjadi
distorsi Terjadi koagulasi

Katarak
Terbentuknya daerah
keruh lensa
Dapat mengakibatkan:
Glaukoma,
Kebutaan

Tindakan :

Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi

 Gangguan  Risiko  Nyeri


Nyeri akut
persepsi sensori hipotermia  Gangguan
Gangguan persepsi sensori
 Risiko tinggi persepsi sensori
Risiko cedera
cedera Risiko
 infeksi
Risiko cedera
 Kurangnya  Risiko infeksi
pengetahuan
 Ansietas

12
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

A.    Pengkajian
1. Biodata
Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer
pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau
hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah
masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien
sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah
pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang
terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan
kacamata atau lensa kontak, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus)
pada jarak dekat atau jauh, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton
televisi, bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan
penglihatan lateral atau perifer.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak
terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara
rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya
terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid
umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa

13
menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsional (Gordon)
a. Persepsi tehadap kesehatan
Manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok,
mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas atau perawatan diri, apakah perlu
bantuan, ketergantungan penuh atau tidak.
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau
masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun. 
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah
diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami
perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat
badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
e. Pola eliminasi       
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan.
Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk,
warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar,
melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri
karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri,
ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi
perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
i. Pola seksual reproduksi

14
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah
masalah saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam
menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di
rumah sakit.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status
organ indera ditandai dengan menurunnya ketajaman.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit
4. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Risiko cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif (operasi katarak)

C. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
NOC NIC
o Keperawatan
1.1. Gangguan persepsi sensori NOC NIC
berhubungan dengan a. Sensori function: vision Neurologik Monitoring:
gangguan penerimaan Kriteria Hasil:   a. Monitor tingkat
sensori/status organ a. Menunjukan tanda dan neurologis
indera ditandai gejala persepsi dan sensori b. Monitor fungsi
dengan menurunnya baik: penglihatan baik. neurologis klien
ketajaman penglihatan. b. Mampu mengungkapkan c. Monitor respon
fungsi persepsi dan sensori neurologis
dengan tepat d. Monitor reflek-reflek
meningeal
e. Monitor fungsi sensori
dan persepsi :
penglihatan,
penciuman,

15
pendengaran,
pengecapan, rasa
f. Monitor tanda dan
gejala penurunan
neurologis klien

Eye Care:
a. Kaji fungsi
penglihatan klien
b. Jaga kebersihan mata
c. Monitor penglihatan
mata
d. Monitor tanda dan
gejala kelainan
penglihatan
e. Monitor fungsi lapang
pandang, penglihatan,
visus klien
Monitoring Vital Sign:
a. Monitor TD, Suhu,
Nadi dan pernafasan
klien
b. Catat adanya fluktuasi
TD
c. Monitor vital sign saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
e. Monitor TD, Nadi,
RR sebelum dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas Nadi
16
g. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola
pernafasan abnormal
j. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis
perifer
l. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
brakikardi,
peningkatan sistolik) 
2.1. Ansietas berhubungan NOC NIC
dengan perubahan pada a. Anxiety self-control Anxiety Reduction
status kesehatan. b. Anxiety level (penurunan kecemasan)
c. Coping a. Gunakan pendekatan
Kriteria Hasil : yang menenangkan
a. Klien mampu b. Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap
mengungkapkan gejala pelaku pasien
cemas. c. Jelaskan semua
b. Mengidentifikasi, prosedur dan apa yang
mengungkapkan dan dirasakan selama
menunjukkan tehnik prosedur
untuk mengontol cemas. d. Pahami prespektif
c. Vital sign dalam batas pasien terhadap situasi
normal. stres
d. Postur tubuh, ekspresi e. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh dan memberikan
tingkat aktivfitas keamanan dan
menunjukkan mengurangi takut

17
berkurangnya kecemasan. f. Dorong keluarga
untuk menemani anak
g. Lakukan back / neck
rub
h. Dengarkan dengan
penuh perhatian
i. Identifikasi tingkat
kecemasan
j. Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
l. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
m. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
3.1. Defisiensi pengetahuan NOC NIC
berhubungan dengan a. Knowledge: Disease Teaching: Disease Proses
kurang informasi tentang Process a. Berikan penilaian
penyakit b. Knowledge: Health tentang tingkat
Hehavior pengetahuan pasien
Kriteria Hasil: tentang proses
a. Pasien dan keluarga penyakit yang spesifik
menyatakan pemahaman b. Jelaskan
tentang penyakit, kondisi, patofisiologidari
prognosis, dan program penyakit dan
pengobatan bagaimana hal ini

18
b. Pasien dan keluarga berhubungan dengan
mampu melaksakan anatomi dan fisiologi,
prosedur yang dijelaskan dengan cara yang
secara benar tepat.
c. Pasien dan keluarga c. Gambarkan tanda dan
mampu menjelaskan gejala yang biasa
kembali apa yang muncul pada penyakit,
dijelaskan perawat/tim dengan cara yang
kesehatan lainnya tepat
d. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
e. Sediakan informasi
pada pasien
tentang  kondisi,
dengan cara yang
tepat
f. Hindari jaminan yang
kosong
g. Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
h. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi dimasa
yang akan datang dan
ata proses
pengontrolan penyakit
i. Diskusikan pilihan
19
terapi atau
penanganan
j. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
k. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas local,
dengan cara yang
tepat
l. Intruksikan pasien
mengenal tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat
4.1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC:
dengan luka pasca operasi. a. Pain level, Pain Management
b. Pain control, a. Lakukan pengkajian
c. Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil: komprehensif
a. Mampu mengontrol nyeri termasuk lokasi,
(tahu penyebab nyeri, karakteristik, durasi,
mampu menggunakan frekuensi, kualitas dan
tehnik nonfarmakologi faktor presipitasi
untuk mengurangi nyeri, b. Observasi reaksi
mencari bantuan) nonverbal dari
b. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan c. Bantu pasien dan

20
menggunakan manajemen keluarga untuk
nyeri mencari dan
c. Mampu mengenali nyeri menemukan dukungan
(skala, intensitas, d. Kontrol lingkungan
frekuensi dan tanda nyeri) yang dapat
d. Menyatakan rasa nyaman mempengaruhi nyeri
setelah nyeri berkurang seperti suhu ruangan,
e. Tanda vital dalam rentang pencahayaan dan
normal kebisingan
f. Tidak mengalami e. Kurangi faktor
gangguan tidur presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
g. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
i. Tingkatkan istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
k. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
21
pemberian analgesik
pertama kali
5.1. Risiko cedera berhubungan NOC NIC
dengan keterbatasan a. Risk Kontrol Environment
penglihatan. Kriteria Hasil: Management
a. Klien terbebas dari a. Sediakan Iingkungan
cedera yang aman untuk
b. Klien mampu pasien
menjelaskan cara/metode b. Identifikasi kebutuhan
untuk mencegah keamanan pasien,
injury/cedera sesuai dengan kondisi
c. Klien mampu fisik dan fungsi
menjelaskan faktor resiko kognitif pasien dan
dari lingkungan/perilaku riwayat penyakit
personal terdahulu pasien
d. Mampu memodifikasi c. Menghindarkan
gaya hidup untuk lingkungan yang
mencegah injury berbahaya (misalnya
e. Menggunakan fasilitas memindahkan
kesehatan yang ada perabotan)
f. Mampu mengenali d. Memasang side rail
perubahan status tempat tidur
kesehatan e. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
f. Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
g. Membatasi
pengunjung
h. Menganjurkan
keluarga untuk

22
menemani pasien.
i. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
j. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
k. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
6.1. Risiko infeksi berhubungan NOC NIC
dengan prosedur invansif a. Immune Status Infection Control
(operasi katarak) b. Knowledge : Infection a. Bersihkan lingkungan
control setelah dipakai pasien
c. Risk control lain
Kriteria Hasil: b. Pertahankan teknik
a. Klien bebas dari tanda isolasi
dan gejala infeksi c. Batasi pengunjung bila
b. Mendeskripsikan proses perlu
penularan penyakit, d. Instruksikan pada
faktor yang pengunjung untuk
mempengaruhi penularan mencuci tangan saat
serta penatalaksanaannya berkunjung dan setelah
c. Menunjukkan berkunjung
kemampuan untuk meninggalkan pasien
mencegah timbulnya e. Gunakan sabun
infeksi antimikrobia untuk
d. Jumlah leukosit dalam cuci tangan
batas normal f. Cuci tangan setiap

23
e. Menunjukkan perilaku sebelum dan sesudah
hidup sehat tindakan keperawatan
g. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
h. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
i. Tingktkan intake
nutrisi
j. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
b. Monitor kerentangan
terhadap infeksi
c. Batasi pengunjung
d. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
e. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
f. Dorong masukan
cairan
g. Dorong istirahat
h. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
i. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
24
j. Ajarkan cara
menghindari infeksi
k. Laporkan kecurigaan
infeksi
l. Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapis FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarthi.Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta: Widya
Medika.

25

Anda mungkin juga menyukai