Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Laporan pendahuluan Katarak
A.1 Pengertian
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat
kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal,
tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan (Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat
kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma
mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama,
atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001).
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya
jernih dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani
cataracta yang berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak
seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun didepan
matanya (Ilyas, 2006).
Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang
normalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan
oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.

A.2 Jenis – Jenis Katarak


Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000)terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis) Katarak senilis adalah jenis katarak
yang paling sering dijumpai. Satusatunya gejala adalah distorsi
penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
1. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera
sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain
disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan
dengan berbagai sindrom.
2. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait
dengan sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan
oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab lain adalah
uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatik Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh
cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena
lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-
kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat
penyakit intraokular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal
didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur
lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma,
retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik Katarak bilateral dapat terjadi karena
gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes mellitus,
hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia,
dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun
1930-an sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang
digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang
diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam
bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior
akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya
ekstraksi katarak ekstrakapsular.

A.3 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa
mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan,
peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak
kongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus
lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa
atau inti lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat
lembek sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Katarak dapat
mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat
berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana mulai timbul
kesukaran melihat dekat (presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60%
mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang
pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang
penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang sebelahnya.
Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam bulan
hingga tahun.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih
cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya
kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat tertentu, sinar ultra violet B
dari cahay matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi kurang
vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat
mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin,
klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison, neostigmin,
pilokarpin dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi tertentu dan
penyakit seperti diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya
kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata (Ilyas,
2006).
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika
seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital
dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor
yang paling sering erperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultraviolet B, obatobatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2001).
A.4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
A.5 Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya,
pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan
gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena
kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau
redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi
yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi
untuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya
yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya
sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang
mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan
pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer,
2001).
Menurut (Mansjoer, 2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium
yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.

A.6 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemuka n obat yang dapat mencegah
katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat
proses bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak (Ilyas, 2006).
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan
pembedahan (James, 2006). Untuk menentukan waktu katarak dapat
dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil
pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari
penderita. Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur
didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Prof.
Dr Sidarta Ilyas, dkk, 2002).
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin
banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi
lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea
atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata)
katarak ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan
probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari
kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi).
A.7 Komplikasi
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan
selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior,
yang merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina.
Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa
intraocular sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap
pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius,
namun jarang terjadi.
B. Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan pendahuluan pasien
diambil untuk menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan
membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah
penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya
hanya mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah
menderita kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah
pasien pernah mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa
yang terakhir diderita pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang 27 Eksplorasi keadaan atau status okuler
umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak,
apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat
atau jauh, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi,
bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan
penglihatan lateral atau perifer.
d. Riwayat kesehatan keluarga Adakah riwayat kelainan mata pada
keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap
refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan
identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya
terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut
(gordon) adalah sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan Bagaimana manajemen pasien dalam
memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan Bagaimana kemampuan pasien dalam
melakukan aktifitas atau perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1=
dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang
lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui :
a. Pola istirahat tidur Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada
kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur
sering terbangun.
b. Pola nutrisi metabolik Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika
ada anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien
sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah
keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis
dalam 3 bulan terakhir.
c. Pola eliminasi Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada
gangguan atau kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi
sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
d. Pola kognitif perseptual Status mental pasien atau tingkat kesadaran,
kemampuan bicara, mendengar, melihat, membaca serta kemampuan
pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada
kaji kualitas nyeri.
e. Pola konsep diri Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan
menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya,
identitas diri dan gambaran akan dirinya.
f. Pola koping Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien
menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari
sebelum sakit hingga setelah sakit.
g. Pola seksual reproduksi Pola seksual pasien selama di rumah sakit,
menstruasi terakhir dan adakah masalh saat menstruasi.
h. Pola peran hubungan Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas
bekerja, sistem pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman
dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
i. Pola nilai dan kepercayaan Apa agama pasien, sebagai pendukung
untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan atas sakit yang diderita.
5. Pemeriksaan Diagnostik Selain uji mata yang biasanya dilakukan
menggunakan kartu snellen, keratometri, pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopi, maka Ascan ultrasound (echography) dan hitung sel
endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel
2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001).
6. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan
mata.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
f. Diagnosa Psikososial : Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan sumber informasi.
Fokus Intervensi & Rasional
1. Pre Operasi
Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan
sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi,
penenmaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Kriteria hasil: mengucapkan pemahaman mengenai informasi. Rencana
tindakan :
1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk
mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.
Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode
koping.
Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak
diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi
dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan
dan penolakan
2) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan keamanan.
3) Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan
dilakukan
Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih
mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.
4) Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada setiap
interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan sentuhan untuk
membantu komunikasi verbal.
Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada
masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi.
5) Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu.
Pasan makanan yang bisa dimakan dengan tangan bagi mereka yang tak
dapat melihat dengan baik atau tidak memiliki keterampilan koping
untuk mempergunakan peralatan makan.
Rasional: Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.
6) Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti daiam perawatan
pasien.
Rasional: Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas
sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri.
7) Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila
memungkinkan
Rasional: Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat
menimbulkan perasaan negative.

b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera
dapat dicegah.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera. Rencana
tindakan :
1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi, pre operasi sampai
stabil, dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang
memadai. Gunakan teknik bimbingan penglihatan.
Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah
sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk
kerusakan penglihatan.
2) Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja
kursi tanpa orientasi terlebih dahulu.
Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera.
3) Orientasikan pasien pada ruangan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
4) Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila
diperintahkan
Rasional : Tameng logam atau kacamata melindungi mata terhadap
cedera. 5) Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat
mata. Rasional : Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila bilateral,
tiap mata dapat berlanjut pada aju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya
satu mata diperbaiki per prosedur
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan,
menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Pertahankan pagar tempat
tidur sampai benar-benar sembuh.
Rasional : Terbangun dalam lingkungan tidak dikenal dan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.
Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak tahu ukuran tempat tidur.
4) Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan menyentuh
sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan
menurunkan bingung.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar ± 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin
ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingunng penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai
pasien belajar untuk mengkompensasi.

2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas
drainase purulen, eritema, dan demam.
Rencana tindakan :
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
menyentuh/mengobati mata.
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah
kontamenasi area operasi.
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata
dari dalam dengan kapas basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti
balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan. Rasional :
Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan
kontaminasi silang.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang
dioperasi. Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi
operasi.
4. Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan,
kelopak bengkak, drainase purulen. Rasional : Infeksi mata terjadi
2 sampai 3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
5. Berikan obat sesuai indikasi. Antibiotic (topical, parenteral,
subkonjungtiva) dan steroid. Rasional : Sediaan topical digunakan
secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
terjadi infeksi. Steroid digunakan untuk menurunkan inflamasi.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial
bahaya dalam lingkungan.
Rencana tindakan :
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua
mata terlibat. Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi
bervariasi, sebab kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan
progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang
berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain
disekitarnya. Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan
dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca
operasi.
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Rasional : Berada dalam
lingkungan baru dengan mengalami keterbatasan penglihatan
dapat mengakibatkan bingung.
4) Pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dan
penglihatan bisa digunakan dengan maksimal. 41 Rasional :
Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak terbiasa dengan
keadaan di rumah sakit.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata. Rasional :
Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak yang
tujuannya memperbesar ±25%, penglihatan perifer hilang, dan
buta titik mungkin ada. Rasional : Perubahan ketajaman dapat
menyebabkan gangguan penglihatan/ meningkatkan resiko cedera
sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi
yang akan dilakukan.
Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.
Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih,
ekspresi wajah rileks.
Rencana tindakan :
1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri,
misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang
intesitas pada skala 0-10. Rasional : Memberikan informasi untuk
membantu dalam menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2) Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi
keefektifan. Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau
memburuk setelah pemberian pengobatan. Rasional : Analgesik
memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata berat menandakan
perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera.
Ketidaknyamanan ringan diperkirakan
3) Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang
diresepkan. Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah
infeksi.
4) Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan
teknik aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres
dengan menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang.
Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di
rumah. Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak.
Kerusakan jaringan mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat
dicegah.
Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada
manifestasi peningkatan intraokular atau perdarahan.
Rencana tindakan :
1) Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi,
dan bel pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang
pasien terhadap susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien
untuk memberi tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur
sampai mampu ambulasi tanpa bantuan. Rasional : Beberapa
kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila mata ditutup,
khususnya pada lansia.
2) Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan
intraokular :
a) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat
untuk 24 jam pertama.
b) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk
dengan kepala rendah dari panggul, dan mengejan. Rasional:
Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri dan resiko
terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada pembedahan
mata.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi.
Tujuan : memenuhi kebutuhan informasi klien.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan,
melakukan prosedur dengan benar dan alasan tindakan.
Rencana tindakan :
1) Kaji informasi tentang kondisi individu dan prognosis. Rasional:
Meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
2) Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual
bebas. Rasional: Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat yang
diberikan.
3) Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi obat mata dan masalah
medis pasien seperti hipertensi, PPOM. Ajarkan metode yang tepat
memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
Rasional : Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam
sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah interaksi obat dan efek
sistemik yang tidak diinginkan.
4) Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan. Rasional: Pengawasan periodik
menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien,
kapsula posterior dapat menebal dalam 2 minggu/ beberapa tahun
pasca operasi, memerlukan terapi laser untuk mempeebaiki
penglihatan.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.
Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun,
menggunakan sumber secara efektif Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi
saat ini. Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien
terhadap ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat
mempengaruhi uoaya medik.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan. Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan
dengan ketidaktahuan/ harapan yang akan datang dan memberikan
dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan. Rasional: Memberikan kesempatan untuk menerima
situasi nyata. Mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan
masalah.
4) Identifikasi sumber/ orang yang menolong Rasional : Memberikan
keyakinan bahwa pasien tidak sendirian dalam menghadapi
masalah.
DAFTAR RUJUKAN

Buku Saku Diagnosa Keperawatan [Book] / auth. Carpenito Moyet. - Jakarta :


EGC, 2007. - Vol. Edisi 10.
Charlene J Reeves, Roux G, Lockhart R. (2001). Keperawatan Medikal
Bedah(edisi I). Jakarta : Salemba Medika.
Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. In M. E.
Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III (p. 412). Jakarta: EGC.
Ilyas, P. D. (2006). KATARAK LENSA MATA KERUH (edisi ke-II). Jakarta: FKUI.
Ilyas, Sidarta. (2008). Ilmu Penyakit Mata (edisi ke-III). Jakarta. FKUI.
James, B. (2006). Lecture Notes Oftalmologi. In B. James, Lectur Notes
Oftalmologi (p. 75). Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Nursalam.(2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan (konsep dan
praktik). Jakarta : Salemba Medika.
Pearce, E. C. (1997). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Rencana
Asuhan Keperawatan [Book] / auth. Doenges Marilynn E. - Jakarta : EGC, 2000. -
Vol. Edisi III.
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3 Edisi 8. In
Smeltzer, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3 Edisi 8 (pp. 1966-
1973). jakarta: EGC.
Vaughan, D. G. (2000). Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai