Anda di halaman 1dari 8

TERAPI REPERFUSI

Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien
dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left
Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru.
Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti
klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada
lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah
sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila
ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam,
reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan
pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.
2.1 Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan dengan fibrinolisis
apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis
pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau
syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan
bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama.
Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer.Tidak disarankan
untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam
setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun belum
diberikan fibrinolisis.
Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet
therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting stents
(DES) lebih disarankan daripada bare metal stents (BMS)
2.1.1. Farmakoterapi periprosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet ganda
(DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi
(Kelas I-A), disertai dengan antikoagulan intravena (Kelas I-C). Aspirin dapat dikonsumsi
secara oral (160-320 mg). Pilihan penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan antara
lain:
1. Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali sehari) (Kelas
I-B).
2. Atau clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading 600 mg diikuti
150 mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau diindikasikontrakan (Kelas I-C).
Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer. Pilihannya antara lain:
1. Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP Iib/IIIa rutin)
harus digunakan pada pasien yang tidak mendapatkan
bivarlirudin atau enoksaparin (Kelas I-C).
2. Enoksaparin (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP Iib/IIIa) dapat lebih dipilih
dibandingkan heparin yang tidak terfraksi (Kelas IIb-B).
3. Fondaparinuks tidak disarankan untuk IKP primer (Kelas III-B).
4. Tidak disarankan menggunakan fibrinolisis pada pasien yang direncanakan untuk IKP
primer (Kelas III-A).

2.2 Terapi fibrinolitik

Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempattempat yang
tidak dapat elakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi
fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien
tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman
dalam 120 menit sejak kontak medis pertama (Kelas I-A). Pada pasien-pasien yang datang
segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah,
fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi
balon lebih dari 90 menit (Kelas IIa-B). Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat.
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan
dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase) (Kelas I-B).
Aspirin oral atau intravena harus diberikan (Kelas I-B). Clopidogrel diindikasikan diberikan
sebagai tambahan untuk aspirin (Kelas I-A). Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-
pasien STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau
selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari (Kelas I-A). Antikoagulan yang digunakan dapat
berupa:
1. Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak
terfraksi) (Kelas I-A).
2. 2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan
dan infus selama 3 hari (Kelas I-C).
3. Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks intravena
secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian (Kelas IIa-B).
Pemindahan pasien ke pusat pelayanan medis yang mampu melakukan IKP setelah
fibrinolisis diindikasikan pada semua pasien (Kelas I-A). IKP “rescue”diindikasikan
segera setelah fibrinolisis gagal, yaitu resolusi segmen ST kurang dari 50% setelah 60
menit disertai tidak hilangnya nyeri dada (Kelas I-A). IKP emergency diindikasikan
untuk kasus dengan iskemia rekuren atau bukti adanya reoklusi setelah fibrinolisis
yang berhasil (Kelas I-B). Hal ini ditunjukkan oleh gambaran elevasi segmen ST
kembali. Angiografi emergensi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi
diindikasikan untuk gagal jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisis inisial
(Kelas I-A). Jika memungkinkan, angiografi dengan tujuan untuk melakukan
revaskularisasi (pada arteri yang mengalami infark) diindikasikan setelah fibrinolisis
yang berhasil (Kelas I-A). Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil setelah lisis
yang berhasil adalah 3-24 jam (Kelas IIa-A).

KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN


1. Pengkajian Primer
a. Airways
 Sumbatan atau penumpukan secret, wheezing atau krekles
b. Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat, RR lebih dari 24
kali/menit, irama ireguler dangkal, Ronchi, krekles, Ekspansi dada tidak penuh,
Penggunaan otot bantu nafas
c Circulation
Nadi lemah , tidak teratur, Takikardi, TD meningkat / menurun, Edema, Gelisah, Akral
dingin, Kulit pucat, sianosis, Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah
raga tidak teratur
Tanda :
 Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
Tanda :
 Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk atau berdiri
 Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
 Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan konraktilits atau komplain ventrikel
 Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
 Friksi ; dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema
 Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
 Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja , keluarga
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
 Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat
 Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
 Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Tanda :
 peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis,
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
 dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
10. Interkasi social
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah terus-
menerus, takut), menarik diri
Gejala :
 Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,
perawatan di RS

Jenis
Interpretasi Hasil
Pemeriksaan
EKG Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya
Q patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST
berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Laboratorium: Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.
Enzim/Isoenzi Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino
m Jantung transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/-HBDH) atau isoenzim
Radiologi (CPK-MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk
mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat
Ekokardiografi ditemukan kardiomegali.
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan
penebalan sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat
mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya penyulit
Radioisotop seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau
korda tendinea, ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung,
pseudoaneurisma jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.

Data Penunjang

3. Diagnosa Keperawatan Utama


1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan
tubuh.
3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4.(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard,
kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5.(Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6.(Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7.Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan
perubahan status kesehatan yang akan datang.

4. Intervensi dan Rasional


1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pantau nyeri (karakteristik, 1. Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil


lokasi, intensitas, durasi), catat dalam variasi respon verbal non verbal yang juga
setiap respon verbal/non verbal, bersifat individual sehingga perlu digambarkan
perubahan hemo-dinamik secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.

2. Berikan lingkungan yang 2. Menurunkan rangsang eksternal yang dapat


tenang dan tunjukkan perhatian memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
yang tulus kepada klien.

3. Bantu melakukan teknik 3. Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri


relaksasi (napas dalam/perlahan, dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh
distraksi, visualisasi, bimbingan terhadap nyeri.
imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat 4. Obat obatan
sesuai indikasi:
 Antiangina seperti  Nitrat mengontrol nyeri melalui efek
nitogliserin (Nitro-Bid, vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi
Nitrostat, Nitro-Dur) koroner dan perfusi miokard.
 Beta-Bloker seperti  Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek
atenolol (Tenormin), pindolol hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi:
(Visken), propanolol (Inderal) kontraksi miokard yang buruk)
 Analgetik seperti morfin,  Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk
meperidin (Demerol) menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri
 Penyekat saluran kalsium berulang yang tak dapat dihilangkan dengan
seperti verapamil (Calan), nitrogliserin.
diltiazem (Prokardia).  Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat
meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan


tubuh.

Intervensi Keperawatan Rasional


1. Pantau HR, irama, dan 1. Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
perubahan TD sebelum, selama 2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen,
dan sesudah aktivitas sesuai menurunkan risiko komplikasi.
indikasi. 3. Manuver Valsava seperti menahan napas,
2. Tingkatkan istirahat, batasi menunduk, batuk keras dan mengedan dapat
aktivitas mengakibatkan bradikardia, penurunan curah
3. Anjurkan klien untuk jantung yang kemudian disusul dengan takikardia
menghindari peningkatan tekanan dan peningkatan tekanan darah.
abdominal. 4. Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat
4. Batasi pengunjung sesuai melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting
dengan keadaan dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan 5. Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan
keadaan klien dan jelaskan pola
peningkatan aktivitas bertahap. kemampuan kerja jantung.
6. Kolaborasi pelaksanaan 6. Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam
program rehabilitasi pasca proses penyembuhan klien.
serangan IMA.

3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;


ancaman kematian.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau respon verbal dan non 1. Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
verbal yang menunjukkan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari
kecemasan klien. perilaku verbal dan non verbal yang dapat
2. Dorong klien untuk menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan,
mengekspresikan perasaan marah, penolakan dan sebagainya.
cemas/takut terhadap situasi krisis 2. Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi,
yang dialaminya. dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman
3. Orientasikan klien dan orang kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan
terdekat terhadap prosedur rutin pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
dan aktivitas yang diharapkan. 3. Informasi yang tepat tentang situasi yang
4. Kolaborasi pemberian agen dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa
terapeutik anti cemas/sedativa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu
sesuai indikasi klien mengantisipasi dan menerima situasi yang
(Diazepam/Valium, terjadi.
Flurazepam/Dal-mane, 4. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
Lorazepam/Ativan). kecemasan.

4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik
miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

Intervensi Keperawatan Rasional


1. Pantau TD, HR dan DN, 1. Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
periksa dalam keadaan baring, disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang
duduk dan berdiri (bila vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang
memungkinkan) mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas,
2. Auskultasi adanya S3, S4 peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler
dan adanya murmur. sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan
3. Auskultasi bunyi napas. komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung
4. Berikan makanan dalam ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR
porsi kecil dan mudah yang meningkat.
dikunyah. 2. S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral,
5. Kolaborasi pemberian peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark
oksigen sesuai kebutuhan klien yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia
6. Pertahankan patensi IV- miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi.
lines/heparin-lok sesuai Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal
indikasi. dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan
7. Bantu septum atau vibrasi otot papilar.
pemasangan/pertahankan
patensi pacu jantung bila 3. Krekels menunjukkan kongesti paru yang
digunakan. mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
4. Makan dalam volume yang besar dapat
meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang
vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
5. Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan
miokard dan menurunkan iskemia.
6. Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat
darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
7. Pacu jantung mungkin merupakan tindakan
dukungan sementara selama fase akut atau mungkin
diperlukan secara permanen pada infark
luas/kerusakan sistem konduksi.

5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau perubahan 1. Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah
kesadaran/keadaan mental yang jantung di samping kadar elektrolit dan variasi
tiba-tiba seperti bingung, letargi, asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
gelisah, syok. 2. Penurunan curah jantung menyebabkan
2. Pantau tanda-tanda sianosis, vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh
kulit dingin/lembab dan catat penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan
kekuatan nadi perifer. denyut nadi.
3. Pantau fungsi pernapasan 3. Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan
(frekuensi, kedalaman, kerja distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-
otot aksesori, bunyi napas). tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi
4. Pantau fungsi gastrointestinal tromboemboli paru.
(anorksia, penurunan bising 4. Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat
usus, mual-muntah, distensi menimbulkan disfungsi gastrointestinal
abdomen dan konstipasi) 5. Asupan cairan yang tidak adekuat dapat
5. Pantau asupan caiaran dan menurunkan volume sirkulasi yang berdampak
haluaran urine, catat berat jenis. negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ
6. Kolaborasi pemeriksaan lainnya. Penting sebagai indikator perfusi/fungsi
laboratorium (gas darah, BUN, organ.
kretinin, elektrolit) 6. Heparin merupakan antikoagulan
7. Kolaborasi pemberian agen Menurunkan/menetralkan asam lambung,
terapeutik yang diperlukan: mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster
 Hepari / Natrium Warfarin khususnya karena adanya penurunan sirkulasi
(Couma-din) mukosa.
 Simetidin (Tagamet), trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
Ranitidin (Zantac), Antasida. pertama serangan IMA) untuk memecahkan
 Trombolitik (t-PA, bekuan dan memperbaiki perfusi miokard
Streptokinase)

Anda mungkin juga menyukai