Tujuan Praktikum:
Mengenal dan memahami komponen – komponen dasar pada
elektrofisiologi study dimulai dari definisi elektrofisiologi study, tujuan
dilakukannya tindakan EP study, indikasi dilakukannya tindakan
elektrofisiologi study dan alat-alat elektrofisiologi study sehingga pada akhir
praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan mengenai elektrofisiologi study
2. Menjelaskan mengenai peralatan pada laboratorium EP
3. Menjelaskan tujuan dan indikasi dilakukannya EP studi
4. Memahami penggunaan kateter dan alat-alat yang digunakan pada
tindakan Ep studi dan ablasi
BAB I
SISTEM KONDUKSI
Tujuan Praktikum :
1. Mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai komponen pada
system konduksi
2. Mampu menjelaskan mengenai fungsi dan system kerja konduksi
jantung
Dasar Teori :
1. Sistem Konduksi Jantung
Sistem kondisi jantung bukan merupakan suatu sistem tunggal tapi
merupakan sistem sirkuit yang cukup kompleks yang terdiri dari sel yang
identik. Seluruh sel miosit di dalam sistem konduksi jantung memiliki
beberapa kesamaan yang membedakan dengan sel otot yang bekerja
untuk fungsi pompa. Pada manusia, komponen yang berfungsi pada
sistem konduksi jantung dapat dibagi menjadi sistem yang berfungsi untuk
menghasilkan impuls dan sistem yang berfungsi untuk menjalarkan
impuls. Hal ini terdiri dari nodus sinoatrial (nodus SA), nodus
atrioventrikuler (nodus AV), dan jaringan konduksi cepat (sistem His-
Purkinje)
2. Dasar Elektrofisiologi
Seperti seluruh sel yang hidup maka di dalam sel otot jantung
memiliki muatan negatif, hal ini terjadi karena ada beda potensial
sepanjang membran sel yang disebut sebagai potensial transmembran.
Tidak seperti sel lainnya, sel otot jantung itu dapat dirangsang. Ketika
diberikan stimulasi yang sesuai maka kanal ion di membran sel akan
terbuka sehingga ion-ion dapat bergerak menyeberangi. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi. Stimulus terjadi karena
pembentukan potensial aksi, yang terjadi akibat perpindahan ion melalui
kanal ion spesifik di sarkolema. Sel jantung yang memiliki kemampuan
menghantarkan listrik terbagi menjadi tiga tipe secara elektrofisiologi,
yakni:
1. Sel pacemaker (contoh: nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular)
2. Sekelompok sel dengan kemampuan konduksi sangat
cepat/specialized rapidly conducting tissue (contoh : serabut purkinje)
3. Sel otot (miosit) di atrium dan ventrikel Ketiga sel ini memiliki
sarkolema yang tersusun atas dua lapisan fosfolipid yang secara
umum bersifat impermeabel terhadap ion.
Tugas :
1. Gambarkan dan jelaskan mengenai system konduksi jantung
2. Sebutkan berapa jumlah impuls yang diberikan pada masing-masing
bagian system konduksi jantung
3. Bagaimana gambaran ion-ion saat terjadi fase polarisasi, depolarisasi
maupun repolarisasi
Lembar Kerja Praktikum
No. Tugas
1. Aksi Potensial Listrik Jantung
BAB II
PENGANTAR ELEKTROFISIOLOGI (EP STUDY)
Tujuan :
1. Mampu memahami dan menjelaskan mengai definisi elektrofisiologi
study dan prosedur ablasi
2. Mampu memahami dan menjelaskan tujuan dan indikasi dilakukannya
tindakan EP study
3. Mampu memahami dan menjelaskan mengenai peralatan
laboratorium EP
4. Mampu memahami dan menjelaskan mengenai tugas dan peran
setiap personil EP Lab
Dasar teori :
1. Definisi
Elektrofisiologi study (EP Study) adalah tes diagnostic jantung
yang menggunakan metode invasive untuk merekam dan
mengevaluasi aktivitas listrik jantung. Elektrofisiologi dimanfatkan
untuk mendiagnosis dan mengobati kondisi irama jantung yang tidak
normal atau aritmia dengan menempatkan elektroda-elektroda
berbahan platinum iridium di dalam ruang-ruang jantung pada posisi
tertentu untuk mengetahui gangguan irama jantung yang telah dan
atau sedang terjadi.
Ablasi adalah tindakan intervensi elektrofisiologi yaitu tindakan
untuk penyembuhan takiaritmia dengan cara mengeliminasi sumber
aritmia memakai energy frekuensi radio melalui kateter ablasi yang
dimasukkan ke dalam jantung melalui pembuluh darah vena atau
arteri femoralis.
2. Tujuan
Tujuan elektrofisiologi studi adalah :
1. Mengevaluasi system konduksi cardiac : nodus sinus, nodus
atrioventrikular (AV), system His-Purkinje; miokardium atrial dan
ventrikel
2. Menegakkan diagnosis aritmia
3. Menentukan perlu tidaknya dilakukan implantasi alat (missal
pemasangan ICD untuk yang berisiko tinggi mendapat kematian
jantung mendadak)
4. Panduan terapi (sudah sangat jarang digunakan)
3. Evolusi Laboratorium EP
Elektrofisiologi jantung klinis telah berkembang, yang awalnya
sebagai bidang penelitian untuk aritmogenesis menjadi spesialisasi
penting yang menawarkan terapi canggih untuk berbagai gangguan.
Laboratorium klinis EP muncul pada akhir 1960-an dan pada awal
1970-an pendidikan formal telah didirikan dan laboratorium EP mulai
terbentuk. Laboratorium EP generasi pertama sering berbagi ruang
dengan laboratorium kateterisasi (Cathlab) dengan kasus yang lebih
rendah dari prosedur angiografi koroner dan hemodinamik.
Laboratorium EP generasi kedua dikembangkan pada 1980-an
dengan diperkenalkannya kateter ablasi dan alat elektronik implant
jantung ke peralatan elekrofisiologi. Implantasi alat pacu jantung
bergeser dari yang awalnya prosedur operasi ke prosedur EP
jantung. Dengan semakin kompleks prosedur yang dilakukan di
laboratorium EP, lebih banyak ruang yang dialokasikan untuk
laboratoirium khusus EP dan peralatan fluoroskopi mulai ditingkatkan
ke system yang sepadan dengan yang digunakan di Cathlab.
Generasi ketiga EP jantung intervensi telah didorong oleh
keberhasilan ablasi kateter. Anatomi dan fisiologi yang tepat dari
beragam aritmia telah dijelaskan melalui system pemetaan canggih
dan peningkatan teknologi kateter ablasi. Dengan semakin
kompleksnya prosedur dan peralatan EP telah meningkatkan
kecanggihan proses laboratorium dan tuntutan yang lebih besar pada
personil laboratorium.
4. Peralatan Laboratorium EP
a. Meja tindakan
Keselamatan dan kenyamanan pasien adalah
pertimbangan paling penting untuk meja tindakan di
laboratorium EP. Kemampuan utnuk mendukung pasien yang
berat adalah salah satu fitur terpenting dari meja tindakan,
dengan meja yang mampu mendukung lebih dari 200 kg.
panjang dan lebar meja juga menjadi pertimbangan penting,
meskipun panjang meja biasanya cukup untuk mengakomodasi
sebagian besar pasien dengan standar meja yang
kemiringannya dapat disesuaikan dengan kapasitas kemiringan
hingga 20°. Mengingat lamanya tindakan prosedur EP, dimana
pasien dapat berbaring telentang selamam beberapa jam,
maka sangat penting untuk memperhatikan alas meja agar
tetap nyaman dan suportif selama tindakan, umumnya bahan
yang digunakan dalam bantalan meja EP adalah busa.
b. Peralatan radiografi
Meskipun fluoroskopi menjadi prosedur andalan EP study
tetapi sangat penting untuk mengurangi paparan radiasi
pengion pada pasien, operator dan staff sebaik mungkin.
System fluoroskopi single-plane dan biplane cocok digunakan
dalam laboratorium EP dengan pilihan system ditentukan oleh
kebutuhan spesifik laboratorium, dalam laboratorium EP dasar
yang dirancang untuk implantasi perangkat biasanya cukup
menggunakan single-plane system, sedangkan biplane system
lebih sering digunakan pada laboratorium yang melakukan
tindakan prosedur ablasi karena dapat dikonversi ke single-
plane system.
c. System EP
System EP mengacu pada program perangkat keras dan
perangkat lunak yang memungkinkan operator untuk merekam,
menampilkan, menyimpan, dan meninjau data yang diperoleh
selama prosedur EP. System pemantauan mencakup
workstation computer dengan layar monitor dengan resolusi
tinggi di samping tempat tidur, perekam, amplifier dan filter
untuk akuisis dan pemrosesan sinyal, printer dan kabel
penghubung antar perangkat. Workstation berisi computer
terintegrasi yang menggunakan perangat lunak pengolah data
dengan amplifier dan filter yang dapat disesuaikan untuk
memproses dan menampilkan sinyal dan bentuk gelombang
listrik. Minimal, system harus mengandung EKG 12 lead dan
24 intracardic electrogram channels yang cukup untuk
laboratorium EP dasar.
Laboratorium yang melakukan prosedur ablasi kompleks
membutuhkan system EP dengan kemampuan untuk merekam
sinyal secara simultan dari berbagai kateter dan menampilkan
data hemodinamik dari arteri dan atau transduser tekanan
atrium kiri. Data-data ini ditampilkan pada monitor yang
mencakup layar real-time dan gambaran visualisasi dan
analisis sinyal program elektronik selam mapping dan ablasi.
Komponen penting dalam system EP berupa RF-generator,
Fluoroscopy, mapping, dan system amblasi.
d. Peralatan emergency
Peralatan emergency sangat wajib mengingat potensi
untuk induksi aritmia. Dfibrilator ektrenal bifasik diperlukan
disetaip laboratorium EP dengan defibrilatir cadangan yang
dapat diakses dengan segera. Obat-obatan standar yang harus
ada dalam labpratorium EP berupa epinefrin, atropine,
dopamine, vasopressin, adenosine, amiodaron, dan lidokain.
Selain itu di dalam laboratorium juga harus tersedia long
needles, guide wires, dan kateter untuk perikardiosentesis
darurat dan semua operator dan staaf telah terbiasa
menggunakan peralatan emergency tersebut.
Mengingat semakin kompleksnya prosedur EP dan
kebutuhan anestesi umum, maka wajib tersedua peralatan
anestesi berupa peralatan intubasi endotrakeal serta obat
penenang. Selain itu juga dibutuhkan bag valve mask, non
rebreather mask, suction, dan arterial blood gas kits.
e. Stimulators
Stimulator listrik harus dapat deprogram dan dapat
memberikan strimulasi listrik yang akurat dan efektif.
Stimulator listrik yang dapat di program memiliki beberapa
output channels yang secara akurat akan memberikan
rangsangan dari amplitude dan durasi pulse yang dapat
disesuaikan. Fitur standar dari semua stuimulator adalah burst
pacing dan satu atau beberapa ekstastimulus. Selain itu
beberapa stimulator memiliki kapasitas yang mampu
memberikan beberapa jenis protocol untuk menilai parameter
fisiologis seperti sinus node recovery times, refractory periods,
dan Wenckebach periods.
f. System ablasi
Untuk melakukan ablasi kateter jantung, diperlukan
adanya system ablasi yang terdiri dari generator, kabel, dan
kateter untuk pengiriman energy. System ablasi harus
terhubung dengan EP monitoring dan electroanatomic mapping
system. Sumber energy dapat berupa RF ablasi, cryoablation,
ablasi ultrasound, ablasi gelombang mikro, dan ablasi laser. RF
generator adalah yang paling sering digunakan secara klinis.
RF ablasi sebagai modalitas terapi yang paling umum
digunakan dan telah terbukti efektif dan aman untuk
pengobatan bearagam aritmia. RF ablation irrigating system
membutuhkan irrigating pump untuk menyuntikkan saline baik
dalam kateter ujung tertutup atau terbuka. Pemilihan modalitas
ablasi tergantung pada preferensi operator, ukuran pasien, dan
target ablasi. Teknologi cooled RF biasanya digunakan pada
lesi yang dalam atau transmural seperti pada ablasi VT.
g. System pemetaan (Mapping systems)
System pemetaan 3 dimensi elektronatomik biasanya
digunakan untuk mendapatkan informasi dan tampilan listrik
dan anatomi yang akurat yang dapat ditampilkan secara 3D.
Rekonstuksi geometri jantung kompleks dengan visualisasi
kateter nonfluoroscopy langsung dikombinasikan dengan data
electrogram endokardial untuk membuat peta 3D dari ruang
jantung. Pemrosesan sinyal dapat menghadirkan data
elektrofisiologis yang diperoleh dalam berbagai format untuk
mengarahlan operator ke target ablasi yang optimal. Selain itu,
gambar standar fluoroskopi, CT, MRI, dan USG intracardiac
dapat diintegrasikan dengan system pemetaan electroanatomic
untuk mengubungkan informasi program listrik dengan struktur
anatomi. Ini memungkinkan penempatan kateter
nonfluoroscopy secara tepat dan mengurangi paparan radiasi
selama prosedur ablasi kateter. System pemetaan terdiri dari
workstation, monitor local dan disampig tempat tidur, fiber-optic
media converter dengan kabel fiber-optic, amplifier, kateter
diagnostic dan kateter ablasi.
5. EP Lab Personil
a. Electrophysiologist
b. Fellow
c. Nurse
d. Technician
e. Radiographer
6. Indikasi
A. Mengevaluasi bradikardi seperti fungsi SA Node, type dan derajat
keparahan AV block
B. Mengevaluasi takikardi seperti takikardi kompleks QRS lebar untuk
tujuan terapeutik diagnostik
C. Untuk mengevalusi sinkop yang tidak dapat dijelaskan seperti
sinkop yang muncul berulang-ulang
D. Untuk mengevaluasi cardiac arrest tanpa infark miokard atau 48
jam setelah infark miokard tanpa iskemia akut
E. Untuk mengevaluasi palpiasi, secara khusus palpitasi sebelum
sinkop atau dengan denyut nadi cepat tetapi tidak ada rekaman
EKG
F. Statifikasi risiko pada suspek asimptomatis WPW
Tugas :
1. Gambarkan skema ruangan laboratorium EP dan skema ruangan
monitoring EP study
2. Jelaskan tugas dan peran masingmasing setiap personil EP Lab
BAB III
INDIKASI DILAKUKANNYA EP STUDY
Tujuan :
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai indikasi
dilakukannya tindakan prosedur EP Studi
Dasar Teori :
Beberapa indiksi dilakukannya tindakan EP Study adalah sebagai berikut :
1. Sinus Node Dysfunction
Dugaan penyebab munculnya gejala adalah Sinus Node Dysfunction
2. Atrioventrikuler Block
a. Dugaan penyebab munculnya gejala adalah His-Purkinje Block
atau AV Block
b. Block derajat dua atau derajat tiga pada pasien yang tetap
bergejala setelah pemasangan pacemaker
3. Chronic intraventricular conduction delay
Gejala yang tidak diketahui sebabnya
4. Takikardi Kompleks QRS sempit
Pasien yang didiagnosis untuk menjalani terapi ablasi
5. Takikardi kompleks QRS lebar
Pasien dengan diagnosis yang belum jelas dan masih membutuhkan
informasi lebih lanjut
6. Wolf Parkinson White (WPW) Syndrome
a. Pasien yang telah dpertimbangkan untuk melakukan tindakan
ablasi
b. Pasien pasca cardiac arrest dan pasien syncope
c. Pasien dengan gejala yang memerlukan informasi lebih lanjutr
mengenai mekanisme aritmianya
7. Sinkop yang tidak dapat dijelaskan
Penyakit jantung structural yang tidak diketahui penyebabnya
8. Pasien pasca cardiac arrest
a. Tidak adanya gelombang Q infark miokard
b. Cardiac arrest lebih dari 4jam setelah infark miokard akut tanpa
adanya iskemik berulang
9. Palpitasi yang tidak dapat dijelaskan
a. Palpitasi dan denyut nadi yang cepat tanpa diagnosis rekaman
EKG
b. Palpitasi sebelum sinkop
10. Pasien dengan terapi obat
a. VT atau cardiac arrest berulang, khususnya pada pasien
dengan infark miokard sebelumnya
b. Pasien dengan AVNRT atau atrial fibrilasi yang berkaitan
dengan WPW syndrome
11. Pasien dengan atau direncanakan melakukan pemasangan
pacemaker
a. Takiaritmia sebelum dan saat pemasangan pacemaker dan
sebelum pulang dari rumah sakit
b. Pasien dengan perubahan secara klinis atau pengaruh obat
dapat mempengaruhi kinerja pacemaker
c. Menilai interaksi antara perangkat yang dipasang
BAB IV
DASAR – DASAR EP STUDY
Tujuan :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai persiapan
pasien untuk tindakan EP study
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaslan mengenai
persyaratan alat untuk laboratorium EP
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai obat-
obatan ayang digunakan saat tindakan EP study
4. Mahahsiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai prosedur
tindakan EP study
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai akses
kateter pada tindakan EP study dan ablasi
Dasar teori :
1. Persiapan pasien
a. Tidak minum obat-obat anti aritmia
b. Puasa 6 jam sebelum tindakan
c. Pasang infuse : cairan D5 atau RL
d. Cukup istirahat dan tidur
e. Pasang kondom atau folley kateter
f. Bersihkan/cukur rambut daerah inguinal dan area pectoralis dan
jugularis
g. Stop obat-obat anti aritmia 3 hari sebelum tindakan
h. Stop obat amiodaron 1 bulan sebelum tindakan
i. Pramedikasi bila diperlukan
j. Anestesi umum bila diperlukan
k. Surat izin tindakan
l. Edukasi pasien dan keluarga
2. Persyaratan EP Lab
a. Mesin EP : computer set (sinyal intracardiac dan EKG, catatan
kejadian selama prosedur), junction box (kabel kateter dimasukkan
kedalam intracardiac box kemudian impuls jantung diteruskan dari
pasien ke display monitor koneksi stimuli langsung), server : MOD,
DVD
b. Defbrilator
c. Stimulator
d. Electrode catheter set
e. Mesin angiografi (fluoroskopi) : suatu teknik pencitraan yang
menggunakan sinar x-ray untuk memperoleh gambaran actual
bagian dala suatu objek baik secara diam maupun bergerak
f. Pulse oximetry
g. Syringe pump
h. Temporary pacemaker set
i. Peralatan resusitasi
j. Hemodnamic monitoring : non invasive blood pressure dan atau
invasive blood pressure
k. Tambahan untuk ablasi :
1. RF generator : temperature, impedance, time
2. Cool flow irrigating pump
3. Electroanatomical navigation system/pemetaan 3D
4. Nobe magnetic navigation sytem/robotic
3. Obat – obatan
a. Sulfas atropine : dosis 0,5 mg nila diperlukan dapat diberikan 0,5
mg lagi
b. Isoproteronol : dosis 1-2 mcg, dapat diulang 1-2 mcg 5-10 menit.
Tercapainya laju jantung diatas 10-20% dari laju dasar
c. Verapamil (isoptin) : dosis 5-15 mg IV pelan-pelan
d. Lidokain : dosis 50-100 mg bolus IV dilanjutkan dengan 2-4
mg/menit
e. Heparin injeksi : diberikan 5000-10000 unit IV dan dilanjutkan
1000 unit/jam. Ablasi dari ventrikel kiri harus diberikan 10000 unit
dan dilanjutkan 1000 unit/jam
f. Midazolam (dormicum) : diberikan 2.5 mg IV, dapat diberikan 1
mg/jam nila dianggap perlu. Dosis 0,07-0,10 mg/kg/bb/hari
g. Dihidrobenxoperidol (BZP) : dosis 0,25 ml/kg/bb. Untuk dewasa
sebagai anti emetic diberikan 0,5 ml IV
h. Pethidin : diberikan 12,5 mg IV pelan-pelan. Nila perlu dapat
diberikan 25 atau 50 mg
i. Anexate : antidotum dormicum bila dosis berlebihan
4. Prosedur
a. Local anestesi : inguinalis, jugularis, atau subclavia
b. Anestesi untum bila diperlukan biasa dengan alasan psikologi
(dewasa, anak) dan external cardioversi
c. Prosedur antiseptic : cairan betadin dan alcohol
5. Akses
a. Secara perkutan : vena femoralis, vena jugularis, vena
subclavia/cepalicha, arteri femoralis bila melalui LV
b. Transeptal septum atrium bila untuk LA
Tugas :
1. Gambarkan rangkaian alat untuk EP study dan ablasi
2. Gambarkan akses pada tindakan EP study
3. Carilan gambar dari peralatan yang termasuk dalam persyaratan EP
lab kemudian tempelkan pada kolom yang tersedia dibawah ini
Lembar Kerja :
2. Akses kateter
3. Computer set
4. Junction box
5. Defibrillator
6. Stimulator
8. Mesin angiografi
9. Pulse oximetry
10. Syringe pump
14. RF generator
15. Cool flow irrigating pump
BAB V
KATETER EP STUDY DAN KATETER ABLASI
Tujuan :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai anatomi
kateter EP
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai jenis-jenis
kateter EP dan ablasi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai standar
penggunaan kateter pada setiap ruang jantung
Dasar teori :
1. Kateter EP dan Ablasi
Kateter EP digunakan saat melakukaan EP Study untuk
merekam dan melakukan pacing pada ruang-ruang jantung. Kateter
ini terdiri dari kabel berinsulasi di ujung distal kateter. Setiap kawat
(wire) dihubungkan ke elektroda yang berhubungan langsung de
permukaan intracardiac, ujung proksimal kateter terdapat wire yang
dapat terhubung pada perangkat rekaman internal yang berbahan
Woven Dacron atau Polyurethane.
Kateter elektroda tersedia dalam berbagai ukuran mulai dari 2-
10 Fr. Kateter yang paling umum digunakan pada orang dewasa
biasanya berukuran 5, 6, dan 7 Fr. Rekaman yang berasal dari
elektroda bisa unipolar atau bipolar dengan panjang elektroda
biasanya 1-2 mm. jarak setiap elektroda dapat berkisar 1-10 mm atau
lebih dan yang paling sering digunakan adalah elektroda dengan jarak
2-5 mm.
Sejumlah besar kateter multipolar telah dikembangkan untuk
memfsilitasi penempatan kateter pada setiap ruang-ruang jantung dan
memenuhi persyaratan perekaman. Kateter dengan elektroda
multipolar biasanya digunakan pada Sinus Coronarius (CS) atau
kateter Halo yang juga merupakan kateter dengan elektroda
multipolar biasanya digunakan untuk memetakan (mapping) aktivitas
listrik reentrant di sekitar annulus tricuspid selama kateter macroentry
ditempatkan di atrium kanan (RA).
Kateter dapat memiliki ujung (tip) yang tetap atau yang dapat
dibelokkan atau dibengkokkan. Kateter yang dapat diatur yaitu kateter
dengan tip yang dapat dibelokkan sehingga memungkinkan defleksi
ujung kateter dalam satu atau dua arah dalam satu bidang tunggal.
Kateter ablasi memiliki tiga ukuran tip yang berbeda yaitu 4 mm, 8
mm, dan tip yang didinginkan berkisar antara 3,5 mm dan 5 mm.
2. Elektroda Kateter EP Study
a. Kateter Quadripolar dan konektor (digunakan pada High RA, RV
Apex, dan His)
b. Kateter Hexapolar dan konektor
e. Kateter Halo/Duodecapolar
3. Elektroda Kateter Ablasi
Elektroda kateter ablasi terdiri dari elektroda uni-directional (satu
arah) dengan ukuran tip 4 mm atau 8 mm dan elektroda bi-directional
(dua arah) dengan ukuran Ez-steer 4 mm/Dual sensor serta termocool
irrigating elektroda.
5. Bloom Stimulator
a. Pause
b. Channel 1-4 : Stimulus 1-4
c. S1 – S6
d. Burst : Synchron dan Asynchron
e. Mode
7. Monitoring
Menampilkan sinyal intracardiac dan EKG serta mencatat kejadian
selama prosedur tindakan dilakukan
8. Defibrillator
9. Dispatch Defibrillator
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIKUM
TEKNIK ELEKTROFISIOLOGI I
Keterangan :
1 Tidak mampu : Pertanyaan tidak dijawab sama sekali atau tugas
tidak dilakukan sama sekali
2 Perlu perbaikan : pertanyaan dijawab dengan bantuan atau tugas
tidak dilakukan secara benar atau dalam urutan yang salah
3 Cukup : pertanyaan dijawab dengan benar dan dalam urutan yang
benar tetapi tugas belum dilakukan dengan lancar
4 Baik : pertanyaan dijawab dengan benar dan tugas dilakukan secar
efisien dan dalam urutan yang benar