Anda di halaman 1dari 92

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

AM TERPASANG VENTILASI
MEKANIK DENGAN AKUT RE- INFARK PADA STEMI ANTERIOR
EKSTENSIF ONSET 1,5 JAM,POST POBA DIAGONAL DI LAD PADA
CAD2VD
DIRUANG ICVCU RUMAH SAKIT JANTUNG & PEMBULUH DARAH

HARAPAN KITA

JAKARTA

Disusun Oleh :

Ns. Monita Yuseva, S.Kep

PROGRAM PELATIHAN KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR


TINGKATLANJUT RUMAH SAKIT JANTUNG DAN

PEMBULUH DARAH HARAPAN

KITAJAKARTA

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Program : Pelatihan Kardiovaskular Tingkat Lanjut Tahun 2023

Judul Studi Kasus : Asuhan Keperawatan Pada TN. AM Terpasang Ventilasi Mekanik
dengan Akut Re-Infark Anterior Ekstensif Onset 1,5 jam, Post POBA
Diagoanal Pada CAD 2VD Di Ruang ICVCU Rumah Sakit Jantung
Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

TIM PEMBIMBING

Penguji : Emireta Ratri Ingsih, S.Kep, Ners (.....................................)

Penguji : Ikom Setiabudi, S.Kep, Ners (.....................................)

Pembimbing : Wahyono, S.Kep, Ners (.....................................)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal :
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas ridho-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir studi kasus dengan judul “Asuhan
keperawatan pada Tn. AM dengan STEMI anterior Pasca POBA terpasang Ventilator di
ruang ICVCU Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Sholawat serta salam tak lupa saya panjatkan kehadirat nabiyullah Muhammad SAW,
semoga kita semua mendapatkan syafaat diyaumul kiyamah kelak, amiiin.
Penulisan tugas akhir kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas sebagai peserta
pelatihan keperawatan kardiologi tingkat lanjut di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan
dari banyak pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. dr. Iwan Dakota, Sp.JP (K), MARS, FACC, FESC., selaku direktur utama RS
Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
2. Ibu Tina Rahmawati, Sp. MM selaku kepala instalasi diklat RS Pusat Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita
3. Ns. Emireta Ratri Ingsih, S.Kep., Sp. KV selaku penguji I dalam seminar tugas akhir.
4. Ns. Ikom Setiabudi, S.Kep selaku penguji II dalam seminar tugas akhir sekaligus
sebagai guru saya dalam bidang kardiovaskular
5. Ns. Wahyono, S.Kep selaku pembimbing tugas akhir dan sekaligus sebagai guru saya
dalam bidang kardiovaskular
6. Ns. Ahmad Fauzi, S. Kep selaku Ka. Unit ICVCU
7. Seluruh senior serta guru- guru saya di ruang ICVCU yang telah mengajarkan ilmu
kardiovaskular dan bimbingan selama saya mengikuti pelatihan
8. Teman-teman peserta pelatihan keperawatan kardiologi tingkat lanjut angkatan tahun
2023 yang telah bersama-sama dalam suka dan duka selama mengikuti pelatihan ini.
Dan terimakasih telah berbagi pengalaman yang luar biasa.
9. Serta pihak- pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Saya berharap dan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan semua pihak yang
saya sebutkan di atas, ataupun yang tidak saya sebutkan diatas dengan kebaikan yang sebaik-
baiknya dari Allah SWT, dan semoga ilmu-ilmu yang sudah diajarkan guru-guru saya di RS
PJNHK khususnya dapat saya terapkan dengan sebaik-baiknya. Semoga tugas akhir ini
diterima dan saya dengan kerendahan hati menerima kritik/ saran kepada saya agar kedepan
ii
bisa menjadi pribadi yang baik lagi dan tentunya tugas akhir ini dapat lebih bermanfaat dan
bisa dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat membawa kontribusi bagi
pengembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam bidang kardiologi di Indonesia.

Jakarta, Oktober 2023

Ns. Monita Yuseva, S.Kep

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Tujuan Studi Kasus................................................................................................2
1.3 Manfaat Studi Kasus..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................3
2.1 Konsep Dasar SKA.................................................................................................3
2.2 Ventilasi Mekanik..................................................................................................19
2.3 Asuhan Keperawatan.......................................................................................2626
BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................................3636
3.1 Pengkajian.......................................................................................................3636
3.2 Analisa Data....................................................................................................4444
3.3 Diagnosa Keperawatan.......................................................................................46
3.4 Intervensi Keperawatan..................................................................................4646
3.5 Implementasi dan Evaluasi...............................................................................499
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................65
4.1 Analisis Kasus Terkait dengan Faktor Risiko.................................................665
4.2 Analisis Kasus Terkait dengan Klasifikasi Kategori SKA.............................665
4.3 Analisis Diagnosa Keperawatan..........................................................................66
BAB V PENUTUP...................................................................................................................68
5.1 Kesimpulan........................................................................................................688
5.2 Saran..................................................................................................................688
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................70

iv
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom koroner akut ( SKA ) adalah sekumpulan tanda dan gejala yang berhubungan
dengan kurangnya aliran darah koroner dan mengakibatkan iskemia akut pada miokardium.
(Gabriele Cioni, 2018 ). SKA dapat disebabkan oleh karena aliran darah di koroner yang
terhenti secara tiba-tiba akibat oklusi yang disebabkan oleh karena pecahnya plak ateroma
pada pembuluh darah koroner, sehingga terjadi gangguan aliran darah ke miokardium yang
mengakibatkan iskemia yang signifikan dan berkelanjutan (I Ketut, S. Et al. 2022 ).
SKA merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, berdasarkan data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2015, melaporkan bahwa penyakit kardiovaskuler
menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar 31% dari keseluruhan kematian secara global
dan yang diakibatkan sindrom koroner akut sebesar 7,4 juta2. Penyakit ini diperkirakan akan
mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. ( Efendi Ramadhan MS, 2021 ).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi SKA berdasarkan
diagnosa dokter di Indonesia sebesar 1,5 % atau diperkirakan se kitar 2.650.340 orang dengan
peringkat prevalensi tertinggi Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2 %, Gorontalo 2 %,
Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah, Aceh
1,6 %, Sumatera Barat 1,6 %, DKI Jakarta 1,9 %, Jawa Tengah 1,6 %ulawesi Tengah 1,9 %.
( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019 )
Data yang diperoleh dari Registrasi di CVCU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita pada bulan Januari s.d Juni tahun 2023 terdapat 429 kasus SKA dengan
diagnosa STEMI 270 kasus, NSTEMI 134 kasus, UAP 10 kasus.
Dan dari 429 kasus SKA tersebut, terdapat 33 kasus yang terpasang ventilasi mekanik dengan
cardiac arest.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menyusun studi kasus dengan
judul “ Asuhan Keperawatan Pada Tn. AM terpasang Ventilator dengan STEMI anterior
extensif 0nset 1,5 jam, post POBA Diagonal pada di LAD pada CAD2VD, di Ruang CVCU
Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita”. Sehingga penulis berharap agar
pelayanan dapat diberikan dengan tepat dan cepat sehingga meningkatkan mutu pelayanan.
1.2 Tujuan Studi Kasus
Ada 2 macam tujuan studi kasus yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1
1. Tujuan Umum :
Perawat mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
STEMI anterior Pasca PCI yang menggunakan ventilasi mekanik melalui
pendekatan proses asuhan keperawatan.
2. Tujuan Khusus :
a. Perawat mampu memahami konsep dasar SKA dan Ventilator
b. Perawat mampu melakukan pengkajian Keperawatan Pasien dengan STEMI
anterior Pasca PCI yang terpasang ventilator
c. Perawat mampu merumuskan diagnosa Keperawatan Pada Pasien dengan
STEMI anterior Pasca PCI yang terpasang ventilator
d. Perawat mampu melakukan intervensi Keperawatan Pada Pasien dengan
STEMI anterior Pasca PCI yang terpasang ventilator
e. Perawat mampu melaksanakan tindakan Keperawatan Pada Pasien STEMI
anterior Pasca PCI yang terpasang ventilator
f. Perawat mampu melaksanakan evaluasi tindakan Keperawatan Pada Pasien
dengan STEMI anterior Pasca PCI yang terpasang ventilator
1.3 Manfaat Studi Kasus
1. Makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah ilmu pengetahuan perawat
mengenai asuhan keperawatan pasien STEMI yang terpasang Ventilator
2. Bagi Rumah sakit Makalah ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien STEMI yang terpasang Ventilator sehingga resiko komplikasi
pada pasien yang terpasang Ventilator tidak terjadi.
3. Bagi Pembaca Makalah ini dapat memberikan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
dalam pengelolaan dan perawatan pasien dengan Ventilator sehingga terhindar dari
potensial komplikasi yang lebih besar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar SKA

Sindrom Koroner Akut (SKA) disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses terbentuknya
plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang mengakibatkan terbentuknya trombus
sehingga membuat lumen menyempit, yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah
sehigga kekuatan kontraksi otot jantung menurun. Jika thrombus pecah sebelum terjadinya
nekrosis total jaringan distal, maka terjadilah infark pada miokardium. Trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. SKA adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sekelompok gejala yang dihasilkan dari iskemia miokard akut (aliran darah
ke otot jantung berkurang), SKA terdiri dari : ST Elevasi Miokard Infark (STEMI), Non ST
Elevasi Miokard Infark (NSTEMI), dan Unstable Angina Pektoris (UAP). (Suddarth,2019).
Menurut Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Alumni FK Universitas Padjadjaran. (
2023 ) SKA) merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan dapat terjadi setiap saat dalam
perjalanan PJK, bahkan sering terjadi pada kondisi plak yang masih berukuran kecil. Hal
inilah yang menjelaskan mengapa sekitar 50 % pasien ACS tidak memiliki keluhan angina
sebelumnya. Manifestasi klinis SKA dapat berupa Angina pektoris tidak stabil ( unstable
angina pectoris / UAP ), Infark Miokard Akut tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI ), Infark
Miokard Akut dengan elevasi segmen ST ( STEMI ) dan Sudden Cardiac Death ( SCD ). (.
Penuntun Prakis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Bandung : EGC.)

1. Klasifikasi
Menurut PERKI (2018) menyatakan bahwa klasifikasi SKA berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka
jantung, SKA dibagi menjadi:
a. STEMI: STsegment elevation myocardial infarction
b. NSTEMI: non STsegment elevation myocardial infarction
c. UAP: unstable anginapectoris
Berikut merupakan klasifikasi SKA berdasarkan klinis, EKG, dan nilai laboratorium
(marker jantung).

Tabel 2.1 klasifikasi ACS


SKA KLINIS EKG LAB
UAP Nyeri dada kurang dari 20 Biasanya Enzim jantung
mnt, dan ada peningkatan ditemukan : (Biomarker)
frekuensi sakitnya atau jika ST depresi < normal.

3
ada gejala perburukan. 0,5mm, T inversi
Biasanya nyeri dada dapat < 2mm
hilang dengan obat –
obatan
STEMI Nyeri dada tipikal angina > Deviasi ST Biomarker
20mnt, bisa hilang atau segmen elevasi > miokard ditandai
tidak hilang dengan obat- 1mm di ektremitas dengan
obatan dan > 2mm di peningkatan
Lokasi : substernal, pericordial lead CKMB > 25p/l,
retrosternal, pericordial yang bersebelahan Troponin T
Sifatnya : rasa sakit seperti positif >0,03
ditekan dan terbakar.
NSTEMI Nyeri dada >20mnt Ditemukan dengan Biomarker
Lokasi : sampai substernal, Deviasi ST miokard dengan
kadang sampai epigastrium segmen depresi peningkatan
dengan ciri seperti diperas, >0,5mm CKMB >25p/l,
diikat dan rasa terbakar diektremitas dan Troponin T
>1mm positif > 0,03
diperikordial
gelombang T
inverse
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka
pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan
gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien
dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan
LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST >1 mm pada
sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST >1 mm di V1-V3.

Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG, yaitu:

— V5-V6, I, aVL: Lateral

— II, III, aVF: Inferior

— V7-V9: Posterior

— V3R, V4R: Ventrikel kanan

— V1-V4: Anterior

— V1-V6, I, aVL: Extensive Anterior

4
2. Faktor Resiko
Faktor resiko penyakit arteri koroner antar lain (Suddarth, 2019) :
a. Merokok
Seseorang dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner dianjurkan untuk
berhenti merokok. Orang yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokok
dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner sampai 50% pada tahun pertama.
Resiko akan terus menurun selama orang tersebut tetap tidak merokok. Pajanan
terhadap rokok secara pasif sebaiknya dihindari karena tetap dapat memperberat
penyakit jantung paru yang sudah ada.
b. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling membahayakan karna
biasanya tidak menunjukan gejala sampai telah menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi
menyebabkan tingginya gra dien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai
kebutuhan oksigen jantung meningkat.
c. Kolesterol Darah Tinggi
Lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang terikat
dalam air, yang memungkinkannya dapat di angkut dalam system peredaran darah.
Tiga elemen metabolism lemak-kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (LDL =
low density lipoprotein), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL = high density
lipoprotein) dianggap sebagai faktor primer yang mempengaruhi perkembangan
penyakit jantung koroner. Pengontrolan kadar serum kolesterol total, LDL dan HDL
dalam batas terapeutik adalah tujuan yang harus dicapai dalam penatalaksanaan diet
penyakit jantung koroner. LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri
dan mempercepat proses aterosklerosis. Sebaliknya, HDL membantu penggunaan
kolesterol total dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan
kemudian diekskresi. Tujuan yang diinginkan adalah menurunkan kadar LDL (<
130 mg/dl), meningkatkan kadar HDL (>50 mg/dl) dan menurunkan kadar
kolesterol total < 200 mg/dl. Kadar normal tersebut dianjurkan pada pasien tanpa
penyakit jantung koroner atau faktor risiko lain yang bermakna.
d. Hiperglikemia
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan trombosit, yang dapat
menyebabkan pembentukan thrombus. Kontrol hiperglikemia tanpa modifikasi
faktor risiko lainnya tidak akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Bila
ada faktor risiko lain seperti obesitas, faktor tersebut juga harus dikontrol.
e. Pola Perilaku

5
Stres dan perilaku tertentu diyakini mempengaruhi patogenesis penyakit
jantung koroner. Penelitian psikobiologis dan epidemiologis menunjukkan perilaku
seseorang yang rentan terhadap penyakit jantung koroner: ambisius kompetitif,
selalu tergesa, agresifdan kejam. Orang yang menunjukkan kepribadian ini
diklasifikasikan sebagai rentan koroner tipe A. nampaknya selain menurunkan
faktor risiko lain (merokok, lemak), orang seperti ini harus berusaha merubah gaya
hidup dan kebiasaan dalam jangka panjang. Pola perilaku tipe A telah banyak
diterima secara luas sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa pola perilaku ini sebenarnya tidak seperti yang
sebelumnya diperkirakan, namun belum ada bukti yang membuktikan peran
sebenarnya.

3. Patofisiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) (2018)
menyatakan bahwa sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah
trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif
yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen
yang berhenti selama ± 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia,
selain nekrosis gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentu,
ukuran, dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti
diterangkan diatas. Mereka mengalami SKA karena obstuksi dinamis spasme lokal dari
arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia,
tirotoksikosis, jipotensi,, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien
yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

6
Patoflow Sindrom Koroner Akut

Hipertensi Usia Merokok Dislipidemia Diabetes Melitus

↑Tekanan Pembuluh Kerusakan Penumpukan Mikroangiopati


Darah kaku endotel lemak di
pembuluh darah

Penumpukan
Pembentukan Aterosklerosis plak

Rupture plak aterosklerosis

Pembentukan trombin

Penurunan aliran darah Pelepasan zat


vasoaktif dan oklusi
arteri koronaria
arteri koroner total Penurunan
kemampuan
sintesa ATP
Hipoksia Miokard Nekrosis infark miokard STEMI anterior ekstensif
secara aerob
( STEMI )
Penurunan
Kerusakan miokard kemampuan tubuh
Kelemahan/ fatigue
menyediakan energi
Metabolisme Anaerob
Aktivitas biolistrik
miokardium terganggu Intoleransi aktifitas ↑produksi asam
VSR VSR laktat
Mempengaruhi Aritmia malignan
listrik jantung Nyeri akut

Gangguan sirkulasi spontan


Hambatan depolarisasi
Cardiac intubasi
atrium atau ventrikel arest
↓CO, LVEDP, LVEDV Pemasangan
Resiko Perdarahan
ventilasi mekanik
Pompa jantung
tidak Penurunan
Penurunan Volume
terkoordinasi kontraksi Bersihan jalan nafas
fungsi sekuncup
miokard
ventrikel menurun tidak efektif
Penumpukan cairan di
ventrikel dan atrimun Terjadi
peningkatan
Penurunan
kiri Cairan berpindah Cardiac
tekanan di Output Curah
vaskuler ke interstsil jantung
menurun
pulmonal
Gangguan
Akut lung
pertukarn gas
oedema
Gangguan difusi

Immobilisasi/ti
rah baring

Resiko gg
integritas kuli Resiko infeksi

7
Infark
miokard

Intervensi non bedah Intervensi Invasif

Medika mentosa
Percutaneous
Coronary
Obat antikoagulan Resiko Intervention
dan anti platelet Perdarahan

4. Stratifikasi Risiko

Menurut PERKI (2018) menyatakan bahwa stratifikasi risiko bertujuan untuk


menentukan strategi penanganan selanjutnya (konservatif atau intervensi segera).
a. TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction)

Tabel 2.3 TIMI score UAP dan NSTEMI

Kriteria Score
Pasien usia > 65 tahun 1
>3faktor risiko (Hipertensi, Diabetes Mellitus, Merokok, 1

Riwayat dalam Keluarga, Dislipidemia)


Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir 1
≥ 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir 1
Peningkatan enzim jantung (CKMB dan Hs Trop T) 1
Deviasi Segmen ST >1 mm saat tiba 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukan stenosis 1

>50%
Kriteria risiko:

Low Risk : jika jumlah score 0-2Middle Risk : jika jumlah score 3-4High
Risk : jika jumlah score 5-7

8
Tabel 2.4 TIMI score STEMI

Kriteria Score
Pasien usia ≥ 75 tahun 3
Usia 65-74 2
Diabetes Mellitus, Hipertensi dan Angina 1
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg 3
Nadi > 100x/ menit 2
Kelas Killip II-IV 2
Berat Badan < 67 kg 1
STEMI Anterior atau LBBB 1
Waktu ke tindakan > 4 jam 1

Skor risiko TIMI untuk STEMI menunjukkan hubungan yang kuat dengan
mortalitas pada 30 hari, dengan peningkatan mortalitas yang dinilai> 40 kali lipat antara
mereka yang memiliki skor risiko 0 dan mereka yang memiliki skor> 8.
b. GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events).

Klasifikasi GRACE ditujukan untuk memprediksi mortalitas saatperawatan di


rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumahsakit.
Tabel 2.5 Grace Score

Predictor Score
Usia dalam tahun
< 40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80 91
Laju denyut jantung (x/menit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23

9
150-199 36
>200 46

Tekanan darah sistolik (mmHg)


<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin (mikromol/L)0-34
35-70 2
71-105 5
106-140 8
11
141-176 14
177-353 23
≥354
31

Gagal jantung berdasarkan killip I


II 0
III IV
21
43
64
Henti jantung saat tiba di RS 43

10
Peningkatan marka jantung 15

Deviasi segmen ST 30

Tabel 2.6 Nilai Grace Score

Risk category GRACE risk score In hospital

death(%)
Low <108 <1
Intermediate 109-140 1-3
High >140 >3
Risk category GRACE risk score Post discharge to –

6 month death (%)


Low <88 <3
Intermediate 89-118 3-8
High >118 >8

c. CRUSADE (Can Rapid risk stratification of Unstable angina patients Suppress


Adverse outcomes with Early implementation of the ACC/AHA guidelines)
digunakan untuk menstratifikasi risiko terjadinya perdarahan. Stratifikasi
perdarahan penting untukmenentukan pilihan penggunaan anti trombotik.

Tabel 2.7 Skor CRUSADE

Prediktor Skor
Hematokrit Awal (%)
< 31 9

11
31-33.9 7
34-36.9 3
37-39.9 2
>40 0
Klirens Kreatinin (mL/menit)
< 15 39

15-30 35
30-60 28
60-90 17
90-120 7

Tabel 2.8 Skor nilai CRUSADE

Score Crusade Tingkat Resiko Resiko Perdarahan


1-20 Sangat Rendah 3.1%
21-30 Rendah 5.5%
31-40 Moderat 8.6%
41-50 Tinggi 11.9%
>50 Sangat Tinggi 19.5%

d. Klasifikasi Killip

Tabel 2.9 Klasifikasi Killip

Kelas Killip Karakteristik Klinis Mortalitas


I Tidak terdapat gagal jantung 6%
Terdapat gagal jantung ditandai 17%
dengan S3 dan ronkhi basah
II
pada setengah lapangan paru
Terdapat edema paru ditandai 38%
oleh ronkhi basah di seluruh
III
lapangan paru
Terdapat syok kardiogenik 81%
ditandai oleh tekanan darah
IV
Sistolik

12
Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, untuk tujuan
revaskularisasi dan strategi invasif, pasien juga dibagi dalam beberapa kelompok
risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan risiko tinggi. Penentuan faktor risiko ini
berperan dalam penentuan perlu-tidaknya dilakukan angiografi dan waktu dari
tindakan tersebut.

13
5. Komplikasi SKA
Pasien dengan SKA berisiko mengalami berbagai komplikasi akut. Banyak
komplikasi yang dapat terjadi akibat SKA dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Komplikasi secara kasar dapat dikategorikan sebagai :

1. Disfungsi listrik (gangguan konduksi, aritmia )


2. Disfungsi mekanis (gagal jantung , ruptur atau aneurisma miokard, disfungsi otot papiler)
3. Komplikasi trombotik (iskemia koroner berulang, trombosis mural )
4. Komplikasi inflamasi ( perikarditis , sindrom pasca infark miokard )
( Sweis, Rn. Arif Jivan. 2022 )
Disfungsi listrik terjadi pada > 90% pasien infark miokard (MI). Disfungsi listrik yang
umumnya menyebabkan kematian dalam 72 jam pertama antara lain takikardia (dari fokus
mana pun) yang cukup cepat sehingga menurunkan curah jantung dan menurunkan tekanan
darah, blok Mobitz tipe II (derajat 2) atau blok atrioventrikular (AV) komplit (derajat 3 ) ,
ventrikel takikardia (VT), dan fibrilasi ventrikel(VF). Asistol jarang terjadi, kecuali sebagai
manifestasi akhir dari kegagalan ventrikel kiri progresif dan syok. Pasien dengan gangguan
irama jantung dievaluasi untuk mengetahui adanya hipoksia dan kelainan elektrolit, yang
dapat menjadi penyebab atau berkontribusi. ( Sweis, Rn. Arif Jivan. 2022 )
Aritmia merupakan salah satu komplikasi SKA. Setidaknya 75% pasien dengan infark
miokard akut mengalami aritmia selama periode peri-infark miokard akut. Carisma trial
menyebutkan angka kejadian aritmia pada infark miokard akut masing –masing
sebesar 28% berupa fibrilasi atrium new-onset, 13% berupa takikardia ventrikular non-
sustained, 10% berupa high-degree AV block , 7% berupa sinus bradikardia, 5% berupa sinus
arrest , 3% berupa takikardia ventrikular sustained dan 3% berupa fibrilasi ventrikular.
Kematian mendadak akibat jantung paling sering dikaitkan dengan aritmia dan sekitar
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Penyebab kematian pada
infark miokard akut sebelum rawat inap paling sering akibat takikardi ventrikular
atau fibrilasi ventrikular . Sejumlah besar peristiwa kematian mendadak pada fase pra-
rumah sakit dari sindrom koroner akut, menggarisbawahi perlunya penapisan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko.Kejadian aritmia ventrikular pada fase rumah
sakit telah menurun, terutama karena terapi revaskularisasi dini dan penanganan farmakologis
awal yang memadai. Namun, sekitar 6% pasien SKA bisa mengalami takikardia
ventrikular atau fibrilasi ventrikular dalam waktu 48 jam pertama setelah timbulnya gejala,
dan terjadi paling sering sebelum atau selama reperfusi ( Andrianto. 2021).
Aritmia disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen pada otot jantung. Pada kondisi ini
pasien memerlukan penatalaksanaan multidisiplin dan intensif. Pada pasien diberikan
dukungan MV untuk mengurangi mortalitas edema paru. Selain itu diperlukan pemantauan
ketat hemodinamik dan asupan nutrisi pada pasien. Selain masalah jantung dan paru, pada
14
pasien juga terjadi penurunan kesadaran setalah henti jantung. Gangguan pada sistem saraf
pusat merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada pasien yang selamat dari henti
jantung dan resusitasi. Berdasarkan hal itu, perlu dilakukan resusitasi kardioserebral pada
pasien dengan henti jantung. Perbedaan utama dengan resusitasi jantung paru adalah
pentingnya manajemen jalan nafas yang lebih lengkap dengan MV. ( Eka, Fithra Elfi. 2015

6. Tata laksana
Menurut PERKI (2018) dan Sungkar (2017) menyatakan bahwa
penatalaksanaan SKA dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain:
A. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
1) Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera
mengantarkan pasien mencari pertolongan ke rumah sakit atau
menelpon rumah sakit terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta
petugas kesehatan terlatih.
2) Petugas Kesehatan
— Mengenali gejala sindrom koroner akut dan pemeriksaan EKG
bila ada
— Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
— Berikan aspirin 160-320 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat
alergi aspirin
— Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5
mg dapat diulang setiap 5-15 menit sampai 3 kali
— Bila memungkinkan pasang jalur infus
— Segera kirim ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas ICCU
(Intensive Coron ary Care Unit) yang memadai dengan
pemasangan oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang
terlatih
B. Tatalaksana di rumah sakit ( PERKI. 2018 )
1. Fase akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
Aspilet 160mg kunyah
Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel)
berikan 300mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik atau

15
Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan primary
PCI
Atorvastatin 40mg
Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3(tiga) kali jika masih ada
keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset < 12jam:
Fibrinolitik (di IGD) atau
Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDMdi cathlab siap melakukan
dalam 2 jam
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)
a. Obat-obatan
- Simvastatin 1x20 atau Atorvastatin 1x20 mg atau 1x40 mg jika kadar LDL di
atas target
- Aspilet 1 x 80mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg
- Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi ginjal bagus,
- Carvedilol 2x3,125 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi;
diberikan jika tidak ada kontra indikasi
- Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior atau LV fungsi menurun EF
<50%; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
- Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB:
Candesartan 1 x 16 mg, Valsartan 2x80mg
- Obat pencahar 2 x 1 sendok makan
- Diazepam2 x 5 mg
- Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi dengan:
o UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan
dosis rumatan 12 Unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau
o Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau
o Fondaparinux 1 x 2,5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet Jantung I1800 kkal/24 jam
e. Total cairan 1800 cc/24 jam
f. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam
urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f(diatas)

16
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostik sesuai skala prioritas pasien (pilih salah
satu) : 6 minutes walk test, Treadmill test, Echocardiografi Stress test, Stress
test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunde
3. Fase Akut di UGD atau ICVCU
a. Bedrest total
b. Lakukan resusitasi jantung jika terjadi cardiac arrest
c. Sedasi dengan midazolam, propofol atau morfin
d. Oksigen support (NRM atau CPAP, intubasi jika terjadi gagal napas)
e. Pemasangan IVFD
f. Jika terjadi gangguan irama seperti taki/bradi aritmia atasi segera dengan
pemberian preparat anti-arimia atau pemasangan pacu jantung, over drive atau
kardioversi
g. Monitoring invasive atau non invasif untuk mengetahui status preload, SVR
dan curah jantung (CO).
h. Jika preload rendah maka diberikan fluid challenge 1-4 cc/kgBB/10 menit
hingga dipastikan preload cukup.
i. Jika CO rendah dengan SVR tinggi namun MAP masih <70 mmHg maka
diberikan preparat inotropiknon vasodilator (dobutamin) atau inodilator
(milrinon). Pemasangan IABP harus direkomendasi-kan pada pasien syok
dengan sindrom koroner akut.
j. Jika CO tinggi dengan SVR rendah maka diberikan preparat vasopressor
seperti noradrenalin atau adrenalin atau dopamine.
k. Dopamindosis rendah dapat diberikan pada kondisi oliguria.
l. Pada syok kardiogenik yang refrakter pertimbangkan pemasangan IABP,
ECMO atau LVAD sebagai bridging terapi definitif.
m. Terapi definitif seperti PCI, operasi penggantian katup, BMV (pada MS),
urgent CABG harus segera dilakukan, atau transplantasi jantung bila
memungkinkan.
n. Semua pasien syok kardiogenik harus dirawat dirawat diruang cvcu

Terapi Reperfusi

Terapi reperfusi pada SKA terdiri dari terapi fibrinolitik dan intervensi
koroner perkutan (PCI). Pada pasien SKA dengan elevasi segmen ST di
UGD atau ICCU dengan onset klinis nyeri dada <2 jam harus secepatnya
dilakukan pemilihan dan penentuan terapi reperfusi fibrinolitik atau
intervensi koroner perkutan (PCI). Waktu dan pemberian terapi reperfusi
yang tepat sangat penting. Idealnya waktu yang dibutuhkan dari pasien
masuk ruang gawat darurat sampai mulainya terapi fibrinolitik (door-to-

17
needle time) adalah 30 menit, sedangkan untuk PCI adalah 90 menit. Selama
terapi fibrinolitik dilakukan pemantauan terhadap irama jantung, tekanan
darah, dan kesadaran pasien. Selama pemberian terapi fibrinolitik diberikan
tidak jarang terjadi komplikasi aritmia, hipotensi atau edema paru, Terapi
fibrinolitik dilanjutkan dengan pemberian antitrombin maupun alergi.
Komplikasi ini harus ditangani bersamaan dengan fibrinolitik. /antikoagulan
sebagai ko-terapi

Berikut adalah langkah-langkah reperfusi.

Gambar 2.1 Langkah-langkah Reperfusi

(sumber : Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut PERKI 2018)


a. Terapi Fibrinolitik
1) Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik

18
a) Absolut
— Stroke hemoragik atau stroke yang penyebabnya belum diketahui
dengan awitan kapanpun
— Stroke iskemik 6 bulan terakhir
— Kerusakan sistem saraf sentral dan neoplasma
— Trauma operasi/trauma kepala yang berat dalam 3 minggu terakhir
— Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan terakhir
— Penyakit perdarahan
— Diseksi aorta

b) Relatif
— Transient ischaemic attack (TIA) dalam 6 bulan terakhir
— Pemakaian antikoagulan oral
— Kehamilan atau dalam 1 minggu post-partum
— Tempat tusukan yang tidak dapat dikompresi
— Resusitasi traumatik
— Hipertensi refrakter (TDS >180 mmHg)
— Penyakit hati lanjut
— Infeksi endokarditis
— Ulkus peptikum yang aktif
2) Indikasi keberhasilan terapi fibrinolitik, antara lain:
— Berkurangnya rasa nyeri dada
— Evolusi atau perubahan EKG berupa kembalinya elevasi segmen ST ke
garis isoelektrik atau menurunnya elevasi ST > 50 % pada sadapan yang
paling jelas terlihat setelah 90 menit dimulainya terapi fibrinolitik
— Kadar CK yang lebih cepat mencapai puncak
— Timbulnya aritmia reperfusi bukan indikator yang baik untuk
keberhasilan reperfusi
3) Kegagalan Fibrinolitik
Bila nyeri dada terus berlanjut dan elevasi segmen ST menetap.
Komplikasi gagal jantung atau aritmia banyak terjadi sehingga harus
dipertimbangkan rescue PCI yaitu strategi reperfusi PCI yang diakukan pada
pasien yang telah mendapat terapi fibrinolitik tapi dicurigai tidak berhasil
yaitu bila ditemukan kondisi-kondisi sebagai berikut:
— Hemodinamik tidak stabil
— Gejala nyeri dada yang tidak membaik
— Gambaran EKG tidak dijumpai penurunan elevasi segmen ST > 50 %

19
Terapi Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
Pada pasien SKA dengan elevasi ST segmen dan onset <12 jam
direkomendasikan terapi PCI primer (Primary PCI) yaitu terutama pasien dengan
presentasi klinis nyeri dada < 3 jam, tersedianya fasilitas dan tenaga ahli
laboratorium kateterisasi jantung yang memadai, pasien dengan syok kardiogenik
atau ditemukan kontraindikasi terapi fibrinolitik. PCI primer pada beberapa kondisi
tertentu mempunyai angka keberhasilan yang lebih baik dibandingkan fibrinolitik.
Waktu ideal antara pasien tiba dengan inflasi balon (door-to-bailoon time) adalah
90 menit.

2.2 Ventilasi Mekanik


I. Pengertian
Ventilator adalah alat bantu pernapasan yang bertujuan untuk
mempertahankan ventilasi dan memberikan pasokan oksigen untuk jangka waktu
yang lama (Kamayani, 2016). Ventilasi mekanik adalah upaya untuk memperlancar
pernapasan dengan menggunakan alat bantu napas mekanik atau ventilator untuk
menggantikan fungsi pompa dada yang mengalami kelelahan atau tidak berfungsi.
Ventilator mekanik adalah alat khusus yang dapat mendukung fungsi ventilasi dan
memperbaiki oksigenasi melalui penggunaan gas dengan konten tinggi oksigen dan
tekanan positif (Dewantari dan Nada, 2017).

Ventilasi mekanik adalah suatu proses dimana udara ruangan atau udara yang
telah diperkaya dengan oksigen, digerakkan masuk dan keluar paru secara mekanik
(Eleanor F.Bond, dll. Contributor: medical-surgical nursing: Assessment &
Management of clinical problems, edisi 5, st.louis, 2000, Mosby).

Ventilasi mekanik adalah proses dimana udara ruangan masuk dan keluar
paru secara mekanik. Bukan merupakan suatu pengobatan tetapi merupakan suatu
support terhadap pasien sampai pasien tersebut pulih kemampuan bernafasnya
secara independent (Lewis Heitkemper, 2000).

II. Indikasi

Adapun indikasi dilakukannya ventilasi mekanik antara lain sebagai berikut


(Rehatta dkk, 2019).

1. Henti napas dan henti jantung atau ancaman henti napas danhenti jantung.

2. Kesulitan napas (takipnea) dengan peningkatan kebutuhan ventilasi dan


usaha bernapas sehingga otot pernapasan mengalami kelelahan.

3. Gagal napas hiperkapnia berat yang tidak berespons dengan Nasal

20
Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV).

4. Hipoksemia refrakter berat dengan kegagalan terapi Non Invasive Ventilation

5. Gangguan asam basa metabolik refrakter berat.

6. Ketidakmampuan melakukan proteksi jalan napas.

7. Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.

8. Kebutuhan terapi hiperventilasi atau hipoventilasi.

9. Obstruksi jalan napas atas dengan patensi jalan napas yangburuk.

10. Berkurangnya dorongan respirasi dengan bradipnea

11. Koma dengan GCS <8.

12. Trauma berat.

III. Mode Ventilator Mekanik

1. Controlled Mechanical Ventilation (CMV)

Pada mode ini tidak ada usaha spontan dari pasien. Ventilator
menyediakan seluruh pernapasan dengan volume- tidal/tekanan yang
ditentukan dan frekuensi yang ditentukan((Dewantari dan Nada, 2017).
2. Assist Control Ventilation (ACV)

Dalam mode ini, ventilator dapat mengontrol ventilasi, volume tidal


dan kecepatan. Jika pasien tidak dapat melakukan inspirasi, ventilator akan
secara otomatis mengambil alih (mode kontrol) dan menyesuaikan dengan
volume tidal. Mode ini juga membantu untuk memastikan bahwa pasien tidak
pernah berhenti bernapas selama terpasang ventilator (Kamayani, 2016).
3. Synchronized Interm ittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Mode ini memungkinkan ventilator untuk melakukan sinkronisasi
pernapasan dengan pernapasan pasien sehingga ventilator hanya akan
mengirimkan diantara usaha pasien atau bersamaan dengan awal usaha
spontan, tidak saatekspirasi. (Soenarjo dan Jatmiko, 2015).
4. Continious Positive Airway Pressure (CPAP)
CPAP adalah mode pernapasan spontan yang digunakan
untukmeningkatkan kapasitas residu fungsional dan membantu
proses oksigenasi agar berjalan lancar dengan cara membuka alveolus yang
kolaps pada akhir ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk proses
penyapihan (weaning) ventilator mekanik (Urden dkk, 2010).

21
5. Pressure Control Ventilation (PCV)

Pada mode PCV, digunakan suatu tekanan konstan yang bertujuan


untuk mengembangkan paru-paru. Mode ventilator mekanik ini kurang
diminati karena jumlah volume inflasi dapat berubah-ubah. Namun, mode
ini masih terus digunakan karena risiko cedera paru akibat penggunaan
ventilator yang lebih rendah. Ventilator mekanik dengan mode PCV
secara umum dikendalikan oleh ventilator, tanpaketerlibatan pasien (sama
dengan ventilasi assist-control) (Wijayanti dan Nawawi, 2017).
6. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)

Mode PEEP digunakan dengan tujuan untuk menjaga agar alveolus


tetap terbuka pada akhir ekspirasi. Tekanan positif dihasilkan pada akhir
ekspirasi untuk mencegah kecenderungan alveolus kolaps pada akhir
pernapasan. (Dewantari dan Nada, 2017).
IV. Pengaturan Ventilator Mekanik

Setelah pipa endotrakeal atau trakeostomi terpasang baik, prosedur


dilanjutkan dengan pemberian napas buatan menggunakan pompa manual
bersamaan dengan menilai ada tidaknya gangguan sistem organ lainnya.
Kemudian dilanjutkan dengan penataan ventilator sebagai berikut (Wijayanti
dan Nawawi, 2017).
1. Laju pernapasan (respiratory rate)
Secara umum, batas laju pernapasan berkisar antara 4-20 kali per
menit dan berkisar antara 8-12 kali per menit padasebagian besar pasien
yang stabil. Pada pasien dewasa dengan sindrom gangguan pernapasan
akut, penggunaan volume tidal yang rendah harus disertai dengan
peningkatanperlu diperhatikan untuk penanganan efek samping dari
hemodinamik dan integritas paru (Rehatta dkk, 2019).
2. Tekanan inspirasi

Tekanan inspirasi diatur sehingga tekanan plato kurang atau sama


dengan 35 cm H2O pada ventilator mekanik dengan mode tekanan
terkontrol (PCV) dan mode pressure support. Volume tidal juga harus
dipertahankan dalam kisaran yang sudah ditentukan sebelumnya
(Kamayani, 2016).

22
3. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)

Fraksi oksigen terinspirasi merupakan persentase oksigen dalam


udara yang diberikan. Dalam sebagian besar kasus, pasien harus diberi
FiO2 100% pada saat pertama kali diintubasi dan dihubungkan ke
ventilator mekanik. FiO2 harus diturunkan ke konsentrasi terendah yang
masih dapat mempertahankan saturasi oksigen hemoglobin setelah pipa
endotrakeal terpasang dan stabil karena konsentrasi oksigen yang tinggi
dapat menyebabkan toksisitas pulmonal (Soenarjo dan Jamitko, 2015).
4. Positive and expiratory pressure (PEEP)
PEEP digunakan untuk mempertahankan tekanan positif jalan napas
pada tingkatan tertentu selama periode akhir ekspirasi. Pengaturan PEEP
awal biasanya adalah 5 cmH2O, tetapi dapat mencapai hingga 40 cmH2O
dalam kondisi seperti sindrom gawat napas atau Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) pada orang dewasa. Perubahan pengaturan
ventilator harus dievaluasi dengan analisis gas darah arteri setelah 20-30
menit (Soenarjo dan Jamitko, 2015).
V. Penghentian Ventilator Mekanik
Penghentian atau penyapihan (weaning) ventilator mekanik sebaiknya
sudah harus direncanakan pada saat memulai penggunaan ventilator mekanik.
Semakin cepat penyapihan dilakukan, semakin menurun risiko timbulnya
masalah akibat pemakaian ventilasi mekanik yang berkepanjangan pada pasien
(Dewantari dan Nada, 2017).
Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan
ventilasi mekanik dan mengembalikan ke napas spontan. Penyapihan hanya
bisa dimulai jika kestabilan kondisi pasien sudah tercapai dan setelah proses-
proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi (Kamayani, 2016).
Pendekatan konvensional untuk menghentikan ventilasi mekanik
dilakukan dengan menurunkan topangan ventilasi secara bertahap (selama
beberapa jam sampai beberapa hari). Namun, pada pasien yang mampu
bernapas tanpa bantuan, proses penghentian ventilasi mekanik dapat dilakukan
dengan segera. Percobaan pernapasanspontan atau spontaneous breathing trials
(SBT) dilakukan untuk mengidentifikasi apakah pasien mampu bernapas tanpa

23
bantuan ventilator atau tidak. Terdapat dua metode melakukan SBT, yaitu
dengan menggunakan sirkuit ventilator dan melepaskan ventilator. Kriteria
untuk mengidentifikasi pasien yang dapat melakukan penyapihan disebutkan
pada tabel di bawah ini (Rehatta dkk, 2019).

Tabel 1. Kriteria pasien yang dapat dilakukan penyapihan


Kriteria respirasi PaO2/FiO2 >150-200 mmHg dengan FiO2
<50% dan PEEP <8 cmH2O
PaCO2 normal atau pada level basal
Pasien mampu memulai usaha inspirasi
Kriteria kardiovaskuler Tidak ada iskemia miokardium
Laju jantung 140 kali/menit
Tekanan darah adekuat dengan vasopressor
minimal atau tanpa vasopressor
Tingkat kesadaran yang Pasien sadar atau GCS >13
Sesuai
Keadaan komorbid Tidak demam
Tidak ada gangguan elektrolit yang
Signifikan

Sumber: (Rehatta dkk, 2019) Proses penyapihan (weaning) dilakukan


secara bertahap, terutama untuk penderita yang menerima ventilasi mekanik
dalam jangka waktu lama.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk penyapihan adalah
(Mangku dkk, 2010):
1. IMV/SIMV, yang frekuensinya diturunkan secara bertahap

2. PSV, yaitu dengan menurunkan tekanan secara bertahap

3. CPAP, yaitu tekanan positif diturunkan secara bertahap

4. T piece, yaitu dengan humidifier

Keberhasilan atau kegagalan SBT dinilai dengan salah satu atau lebih
parameter berikut (Rehatta dkk, 2019).
1. Tanda kesulitan napas, misalnya agitasi, diaforesis, pernapasan cepat, dan
penggunaan otot bantu pernapasan
2. Tanda kelemahan otot pernapasan, misalnya pergerakan dinding abdomen
24
paradoks selama inspirasi
3. Pertukaran gas di paru yang adekuat, misalnya saturasi O 2 arteri, rasio
PaO2/FiO2, PCO2 arteri dan gradien antara etCO2 (end tidal) dan PaCO2
(arteri).
4. Sistem oksigenasi yang adekuat, misalnya saturasi O2 vena sentral.
Jika pasien dapat bernapas dengan spontan dan kadar gas darahnya
normal dalam 2 hari berturut-turut, penggunaan ventilasi mekanik dapat
dihentikan. Kemudian dapat dilanjutkan dengan oksigenasi dengan alat
“Nebulizer”. Lalu, jika tidak dijumpai sekret yang banyak dan kemampuan
pasien untuk batuk sudah memadai, kanu trakeostomi dapat didekanulasi
setelah 2-3 hari berikutnya (jika dilakukan trakeostomi saat pengaplikasian
ventilator) (Dewantari dan Nada, 2017 )
VI. Komplikasi Pengggunaan Ventilator Mekanik
1. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) adalah inflamasi parenkim
paru yang terjadi pada 48 jam atau lebih setelah intubasi endotrakeal dan
inisiasi ventilasi mekanis. Pada foto toraks, VAP digambarkan sebagai
gambaran infiltrat baru dan menetap serta disertai dengan salah satu
kondisi berikut, yaitu ditemukannya mikroorganisme dari hasil kultur
darah atau pleura yang menyerupai mikroorganisme pada sputum ataupun
aspirasi trakea, kavitas pada foto toraks, gejala pneumonia atau terdapat
dua dari tiga gejala berikut, yaitu demam, leukositosis, dan sekret purulen
(Widyaningsih danBuntaran, 2016).
2. Ventilator Induced Lung Injury (VILI)
Ventilator Induced Lung (VILI) adalah cedera paru akut yang
ditimbulkan atau diperburuk oleh ventilasi mekanik baik yang invansive
ataupun non invansive (Kumardan Anjum, 2021).
 Atelektrauma
Atelektrauma adalah cedera paru yang disebabkan oleh
tekanan tinggi dari atelektasis. Atelektasis disebabkan oleh
obstruksi sputum yang berkepanjangan dan imobilisasi
berkepanjangan. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk hal ini,
yaitu perlu dilakukannya mobilisasi, fisioterapi dada, drainase
postural, dan penghisapan sputum. Jika dengan cara tersebut masih

25
belum berhasil, sputum dapat dihisap dengan bantuan bronkoskopi
melalui pipa endotrakeal atau trakeostomi (Kumar dan Anjum,
2021).
 Barotrauma
Barotrauma terjadi ketika tekanan tinggi (>50 cmH2O) terlalu
mengembang dan mengganggujaringan paru-paru (Zahrah, 2018).
 Volutrauma
Volutrauma disebabkan oleh edema alveolar dan peningkatan
permeabilitas yang disebabkan oleh volume tidal yang besar
terlepas dari tekanan salurannapas (Zahrah, 2018).
 Biotrauma
Biotrauma adalah respons biologis seperti respon stres
terhadap penggunaan ventilasi mekanik. Biotrauma terjadi karena
adanya pembukaan dan penutupan alveoli serta distensi yang
berlebihan (Haribhai dan Mahboobi, 2021).
 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS diartikan sebagai hipoksemia akut dengan infiltrat
bilateral pada foto toraks, tanpa tanda-tandaklinis hipertensi atrium
kiri (atau pulmonary arterywedge pressure < 18 mmHg). Diagnosis
ARDS dapat ditegakkan jika nilai PaO2 /FiO2 adalah 200 mmHg
atau kurang dari itu (Rakhmatullah and Sudjud,2019).
3. GIT blooding
Terdapat interaksi yang kompleks dan dinamis antara ventilasi mekanis
dan pembuluh darah splanknikus yang berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi saluran pencernaan yang timbul selama penyakit kritis.
Hipoperfusi splanknik yang dipicu oleh tekanan positif tampaknya
memainkan peran penting dalam patogenesis komplikasi ini, yang paling
umum adalah kerusakan mukosa yang berhubungan dengan stres,
hipomotilitas gastrointestinal, dan diare. Selain itu, karakteristik
pembuluh darah splanknikus membuat saluran cerna rentan terhadap efek
buruk terkait ventilasi tekanan positif. . Penyebab paling umum dari
perdarahan gastrointestinal pada pasien dengan ventilasi mekanis adalah
perdarahan akibat kerusakan mukosa akibat stres dan esofagitis erosif.
( Gokhan M Mutlu, Ece A Mutlu .2018 )
26
2.3 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas :
- Identitas pasien : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register,
dan diagnosa medik.
- Identitas Penanggung Jawab Meliputi : Nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan
pasien.
b. Keluhan utama : Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal,
ortopnea, lelah, pusing, nyeri dada, edema ektremitas bawah, nafsu
makan menurun, nausea, distensi abdomen, urin menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang : Pengkajian yang mendukung keluhan
utama dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan
utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti
vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan
edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang
mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu : Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu
tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri
dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia.
Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada
masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang
dimiliki pasien.
e. Riwayat penyakit keluarga : Apakah ada keluarga pasien yang
menderita penyakit jantung, dan penyakit keteurunan lain seperti DM,
Hipertensi.
f. Pengkajian data :
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi,
kurang istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat
beraktifitas.

27
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritmia, fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur,
peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat
penyakit paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia,
diare atau konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi. 7)
Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
7) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan umum pasien biasanya compos mentis
(CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf puat.
Pemeriksaan tanda vital dan fisik dilakukan secara head to toe
dan bisa didapat dengan B6, yaitu :
— B1 (Breathing) : Pada pasien terlihat sesak yang disebabkan oleh
adanya pengerahan tenaga yang meningkat tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah jatung oleh ventrikel kiri pada saat
melakukan kegiatan fisik. Pada myocardial infractionium yang
kronis dapat timbul pada saat istirahat.
— B2 (Blood) :
Inspeksi : Keluhan lokasi nyeri biasanya didaerah substernal
atau nyeri diatas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas
didada dan dapat terjadi ketidak mampuan menggerakan bahu
dan tangan.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah, perabaan akral pasien.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan oleh komplikasi
Interventricular Septal Rupture. Bunyi jantung 1 dan 2, adakah
bunyi jantung tambahan (murmur, gallop)

28
Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
— B3 (Brain) : Kaji tingkat tentang kesadaran pasien.
— B4 (Bladder) : Pengukuran volume output urine berhubungan
dengan intake cairan. Perhatikan tanda adanya oliguria yang
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
— B5 (Bowel) : Palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan atau tidak
pada keempat kuadran, terjadinya penurunan peristaltic usus.
Kaji adanya keluhan mual dan muntah.
— B6 (Bone) : Kaji keluhan adanya kelemahan / tidak, cepat lelah,
dan istirahat tidur pasien. Kaji aktifitas pasien dan adanta
pembatasan aktifitas. Kaji pila kebersihan pasien dan bantuan
dalam melakukan kebersihan diri.
h. Pemeriksaan Diagnostik :
1) Echo cardiogram
Untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya > 50 % ),
gerakan segmen dinding, volume sistolik dan diastolik ventrikel,
regurgitasi katup mitral karena disfungsi otot papiler dan untuk
mendeteksi adanya thrombus mural, vegetasi katup, atau cairan
pericardial.
2) Kateterisasi Jantung (Angiografi Koroner)
Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik invasif
dimana satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan
pembuluh darah tertentu untuk mengecek aliran darah dan
oksigen di berbagai ruang jantung.
3) Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan pada elektrokardiografi secara konsisten akibat
iskemia atau infark akan nampak pada lead tertentu.
4) Pemeriksaan laboratorium
a) CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,
kembali normal dalam 48-72 jam.
b) LDH meningkat dalam 14 - 24 jam, memuncak dalam 48-
72 jam dan kembali normal dalam 7-14 hari

29
c) Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark
miokard akut, mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama
12 jam – 2 hari, kembali normal 5 – 14 hari.
d) Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama 24
jam, kembali normal 5 – 10 hari.
e) Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl,
Trigliserida >200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL <35
(faktor resiko CAD)
f) Analisa Gas Darah dan laktat miokard, mungkin
meningkan selama terjadi serangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul berdasarkan yang diambil dari
standar diagnosa keperawatan indonesia (SDKI, 2017) adalah :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload,
perubahan afterload,perubahan kontraktilitas
b. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek agen farmakologis
c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas
d. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
f. Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan upaya
nafas
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
3. Intervensi Keperwatan
a. Penurunan Curah Jantung
— Definisi : Ketidak adekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (SDKI, 2017).
— Tujuan : curah jantung meningkat
— Kriteria hasil : kekuatan nadi perifer meningkat, ejection fraction
meningkat, gambaran ekg aritmia menurun, SVR menurun, CRT
membaik, oliguri menurun.
— Intervensi Perawatan jantung

30
— Observasi :
 Monitor tanda - tanda vital secara berkala,
 Monitor saturasi oksigen secara berkala,
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor balance cairan, evaluasi kualitas dan kesamaan
nadi sesuai indikasi, lakukan perekaman EKG,
 Catat adanya distritmia, catat respon terhadap aktivitas
dan peningkatan istirahat dengan tepat
 Kaji ulang EKG
 Kaji rontgen dada, data laboratorium (enzim jantung,
GDA, elektrolit)
— Terapeutik :
 Posisikan semifowler atau posisi yang nyaman
 Berikan diet jantung
 Berikan oksigen sesuai indikasi Edukasi :
 Anjurkan aktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan gaya hidup sehat, berhenti merokok
— Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat antiaritmia.
 rujuk ke program rehabilitasi jantung
b. Resiko perdarahan
— Definisi : Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi
di dalam tubuh) maupun ekternal (Terjadi hingga keluar tubuh) (
SDKI, 2017).
— Tujuan : Tingkat perdarahan menurun
— Kriteria hasil : kelembaban membran mukosa meningkat, kelembaban
kulit meningkat, HB membaik, Ht membaik, tekanan darah membaik.
Suhu membaik.
— Intervensi pencegahan perdarahan
— Observasi :
 Monitor resiko terjadi perdarahan
 Monitor tanda-tanda vital
 Monitor tanda dan gejala perdarahan menetap

31
 Pertahankan agar pasien tetap tirah baring
 Monitor nilai komponen koagulasi darah (Hb,
HCT,PT,APTT, fibrinogen ) Terapeutik
 Pertahankan bed rest selama perdarahan
 Batasi tindakan invasif
— Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
c. Resiko gangguan integritas kulit
— Defenisi : beresiko mengalami kerusakan kulit ( dermis dan /atau
epidermisatau jaringan ( membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago,kapsul sendi dan/ atau ligamen.
— Tujuan : integritas kulit dan jaringan meningkat
— Kriteria hasil :elastisitas meningkat, perfusi jaringan meningkat,
kemerahan menurun, hematoma menurun,pigmentasi abnormal menurun,
suhu kulit membaik, sensasi membaik, tekstur membaik
— Intervensi perwatan integritas kulit
— Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas
— Teraupetik
 Ubah posisi iap 2 jam jika tirah baring
 Gunakanproduk Berbahan petrolium atau minyak pada
kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar alkohol
— Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkanmeningkatkan asupan nutrisianjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
 Ajurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
d. Bersihan jalan napas tidak efektif
— Defenisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
— -Tujuan : Bersihan jalan napas Meningkat

32
— -Kriteria hasil : batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun,
mengi menurun,wheezing menurun, dispnea menurun, gelisah
menurun,frekuensi nafas membaik, pola nafas membaik.
— Intervensi :
a. Manajemen jalan nafas
— Observasi
 Monitor pola napas dengan melihat monitor
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi)
 Monitor sputum
— Terapi
 Posisikan 60°
 Berikan minumair hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik 8.
Hiperoksigenasi
— Edukasi :
 Ajarkan batuk efektif
— Kolaborasi :
 pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika
perlu
b. Pemantauan respirasi
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Dokumentasikan hasil pemantauan
e. Resiko infeksi
— Defenisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
— Tujuan : Tingkat infeksi menurun
— Kriteria hasil : Kebersihan tangan meningkat, kebersihan badan
meningkat, kadar sel darah putih menurun, kemerahan menurun, bengkak
menurun, sputum berwarna hijau menurun.

33
— Intervensi pencegahan infeksi
— Observasi
 Monitor tanda dan gejala lokal sistemik
— Terapetik
 Berikan perawatan kulit
 Cuci tangan seblum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko
tinggi
— Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
— Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
f. Gangguan penyapihan ventilator
— Defenisi : ketidakmampuan beradaptasi dengan penngurangan
bantuan ventilator mekanik yang dapat menghambat dan memperlama
proses penyapuhan
— Tujuan : Penyapihan ventilator meningkat
— Kriteria hasil : penggunaan otot bantu nafas menurun, nafas
gasping menurun, nafas dangkal menurun, frekuensi nafas membaik, nilai
analisa gas darah membaik, auskultasi suara inspirasi membaik,warna kulit
membaik.

— Intervensi penyapihan ventilasi


— Observasi
 Periksa kemampuan untuk disapih 9 meliputi
hemodinamik stabil, kondisi optimal, bebas infeksi )
 Monitor preditor kemampuan untuk mentolerir penyapihan
 Monitor tanda-tanda kelelahan otot pernafasan
 Monitorstatus cairan dan elektrolit
— Terapetik
 Posisikan pasien semifowler

34
 Lakukan penghisapannjalannnafas, jika perlu
 Berikan fisioterapi dada jika perlu
 Lakukan uji coba penyapihan ( 30 – 120 menit dengan
nafas spontan yang dibantu ventilator )
 Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan
penyapihan
— Edukasi
 Ajarkan cara pengontrolan nafas saat penyapihan
— Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan
jalan nafas dan pertukaran gas.
g. Intoleransi aktifitas
— Definisi: ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari -
hari (SDKI, 2017)
— Tujuan : toleransi aktivitas meningkat
— Kriteria hasil : frekuansi nadi meningkat, saturasi
meningkat,kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
meninkat, keluhan lelah menurun, dispnoe saat aktivitas menurun,
dispnoe setelah aktivitas menurun, perasaan lemah menurun, aritmia
saat aktivitas menurun, aritmia setelah aktivitas menurun, EKG
iskemia membaik.
— Intervensi Manajemen energi
— Observasi :
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
 Monitor kelemahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktifitas
— Terapeutik :
 Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
( mis. cahaya, suara, kunjungan )
 Lakukan latihan gerak pasif dan aktif

35
 Beri aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalankan
— Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
— Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
4. Implementasi keperawatan
Tahap implementasi merupakan tahapan pelaksanaaan dari rencana tindakan
keperawatan yang bertujuan membantu klien mencaoai tujuan yang telah
ditetapkan yang meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
Kesehatan dan memfasilitasi koping

36
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Data Pasien
Nama : Tn. AM
Usia : 72 tahun
RM : 2023-53-64**
Agama : Kristen
Pendidikan : Akademi/ Diploma
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Cempaka BS VIII/ 32 RT 4 RW 11, Jati Sampurna

Diagnosa Medis : Acute re-infarct pada STEMI anterior ekstensif


onset, post POBA DEB diagonal LAD pada CAD2VD
9/2023), Cardiac arrest survivor

Jaminan : JKN
Tanggal Masuk RS : 29 Agustus 2023 pukul 04:10 WIB

Tanggal Masuk : 13 September 2023 pukul 19:30 WIB


CU
Tanggal Pengkajian : 13 September 2023 pukul 23.00 WIB
Sumber Informasi : Keluarga dan Medical Record

2. Riwayat Penyakit dan Kesehatan


a. Keluhan Utama Saat Masuk
RS Keluhan utama sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS PJNHK tanggal 29 Agustus 2023 pukul
04:10 WIB dengan keluhan sesak nafas.Pasien rujukan dari RS Mitra
Keluarga dengan diagnosis recent STEMI anterior ekstensif, iskemia
inferior (silent infark) pneumonia.

37
Tgl 29 Agustus 2023 dilakukan early PCI dengan Post POBA di
Diagonal LAD pada CAD 2VD, setelah tindakan pasien ditransfer ke
ruang ICVCU. Tanggal 12 September pasien pindah ke ruang GP. Tanggal
13 September jam 14.32, pasien dilaporkan tidak sadarkan diri oleh
keluarga. Irama monitor pasien Torsadede Pointes ( TdP ), dilakukan RJP
dan defibrilator, setelah 2 menit irama menjadi ST dengan elevasi segmen
ST di lead V3- V6, lead I dan aVL ( EKG berubah dari gambaran
sebelumnya ). Setelah resusitasi pasien sadar GCS 15 E4M6V5. Jam 14.58
wib pasien kembali tidak sadar, EKG monitor VF, dilakukan resusitasi
selama 10 menit, kemudian pasien diintubasi. Jam 15.24 pasien
terintubasi, dan pasien ditansfer ke cath untuk tindakan PPCI, selama
tindakan monitor EKG pasien VT incessant, dilakukan DC shock 200 J.
Pasien masuk di ICVCU tanggal 13 September 2023 pukul .57 WIB
dari cath lab dengan post cardiac arest pada VT/VF berulang dan stemi
anteroseptal onset 1,5 jam Post POBA DEB Diagonal LAD pada CAD
2VD.akut re-infarct pada STEMI anterolateral, post POBA Diagonal pada
CAD2VD, VT/VF berulang, dan post cardiac arest.
Pasien terpasang support ventilator dengan mode PRVC (-2 ),
Terpasang TPM untuk overdrive karena bila rate < 90 muncul PVC
malignan yang memicu Tdp.TPM di setting dengan HR 100 x/menit,
threshold 2,5 mA, out put 5 sense 3 mv.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat DM dan hipertensi
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan keluargannya tidak memiliki penyakit
seperti yang diderita oleh pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : Dalam pengaruh obat , SAS (2)
Berat Badan : 70 Kg
Tinggi Badan : 172 cm

Tanda-tanda Vital :
TD : 118/80 mmHg

38
HR : 99 x/mnt
RR : 14x/mnt
Suhu : 36.5 °C
Saturasi : 100 %
b. Kepala dan Leher
Rambut dominan beruban, tidak ada lesi. Pada mata konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik. Mulut tidak sianosis, mukosa bibir kering.
Tidak ada peningkatan JVP.
c. Dada
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Tidak teraba adanya massa. Pulsasi Ictus cordis
tidak melebar,thril tidak teraba
Auskultasi : BJ I dan BJ II normal, ronchi kasar +/+ wheezing
-/-
Perkusi : Kedua paru terdengar sonor
c. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada massa, tidak ada bekas luka, datar,
Auskultasi : Bising usus positif 8-9 x.menit.
Palpasi : teraba lemas,Hepatomegali tidak teraba
Perkusi : Terdengar suara tympani.
d. Genitalia : Terpasang dower chateter silikon no.16 tgl 1
September 2023, genetalia tampak bersih.
e. Ekstremitas : Terpasang vena dalam di femoralis sinistra
( 13/09/2023 ). Pulsasi arteri perifer kaki kanan (+) kiri (+), teraba kuat,
oedema ektremitas bawah (-), capillary refil normal < 2 detik, sianosis
perifer (-), akral hangat, clubing finger tidak ada.
4. Pengkajian Pola Fungsional
a. Sistem Respirasi
Pasien terintubasi ( 13-9-2023 ), terpasang ETT no 7.5, batas bibir 22
cm, tersambung dengan ventilator PBW 62 PRVC( -2 ) FiO2 90 % PEEP
5 TV 500 RR 14  Spo2 100% RR 14 Vte 490-500 MV 6,9. Sekret
banyak konsistensi kental, warna kuning, Ronchi +/+, wheezing -/-. Saat
diperkusi terdengar pekak
b. Sistem Kardiovaskuler dan Hemodinamik

39
Tidak ada peningkatan JVP, BJ I dan BJ II normal, tidak ada murmur
dan gallop. Pulsasi arteri perifer kaki kanan (+) kiri (+), teraba kuat,
oedema ektremitas bawah (-), capillary refil normal kurang dari 2 detik,
sianosis perifer (-), akral hangat.
c. Sistem Neurologi
Pasien dalam pengaruh obat ,SAS 2, refleks cahaya +/+, pupil isokor.
d. Pola Aktivitas dan Istirahat
Sebelum sakit keluarga pasien mengatakan dapat beraktivitas
memenuhi kebutuhan pribadi secara mandiri dan beristirahat 6 s/d 8 jam
sehari. Saat dikaji kesadaran pasien SAS 2, terpasang ventilator, posisi
pasien semifowler ( 450 ). ADL (Ativity Daily Living) pasien dibantu total
oleh perawat seperti pemenuhan kebutuhan aktivitas ( berubah posisi
setiap 2 jam miki/mika/supine/semifowler), istirahat, eliminasi, cairan,
nutrisi, dan personal hygiene
e. Pola Eliminasi
Sebelum sakit keluarga pasien mengatakan pola BAB dan BAK
pasien normal, saat ini terpasang pasang dower chateter silikon No. 16
dan Urine warna kuning, intake: 2804 ml/24 jam ( 1,6 ml/kgbb/jam),
output: 2800 ml/24 jam, total balance cairan: positif 4 ml/24 jam.
f. Status cairan dan nutrisi
Sebelum sakit keluarga pasien mengatakan pasien makan 2-3 kali
sehari dan kebiasaan sering minum kopi manis. Saat di ruang rawat CVCU
pasien memperoleh diit dengan Diet jantung DM 1900 kkal ( intruksi
dokter), bentuk makanan cair dengan pola pemberian 6x300 kal/200ml
( peptamen), rute via NGT, residu tidak ada.
g. Sistem Motorik
Satu hari sebelum masuk lagi ke cvcu pasien dapat berpindah dari
tempat tidur ke kursi roda, hanya tampak agak kaku akibat terlalu lama
tirah baring. Pergerakan ekstremesis atas dan bawah(+/+) tidak ada
kelemahan dan kekakuan, tonus otot baik, kekuatan otot , akral hangat (+).
Saat ini, pasien bedrest setiap mobilisasi dibantu dan diatur oleh perawat.
Kekuatan otot tidak bisa dinilai.
h. Sistim integumen

40
Kulit pasien dibagian daerah belakang tidak tampak ada luka
dekubitus, warna kulit tidak tampak kemerahan, kulit teraba panas, terasa
lembab. Pada daerah siku, mata kaki dan tumit tidak ada luka dan tidak
tampak ada kemerahan. Kulit teraba hangat, dan terasa lembab.

5. Terapi yang diberikan


Nama obat Dosis rute
2 mg/menit drip
Xylocard
drip
Midazolam 2 mg/jam

12,5 mcg//jam drip


Fentanyl

0,125 mcg/kgBB/menit drip


Milrinone

sesuai protokol drip


Insulin

2x60 mg sc
Lovenox
1x20 mg PO
Atorvastatin
3x12,5 mg PO
Captopril

1x75 mg PO
Clopidogrel
1x 80 mg PO
Mini aspi
1x1,25 mg PO
Concor

1x40 mg PO
Furosemide
3x5 mg PO
Isdn

Jardiance 1x25 mg PO

Ondanc entron 2x4 mg PO

41
Pantoprazole 2x40 mg IV

Vitamin B complek 2x1 tablet PO

Asam folat 2x1 tablet PO

Amlodipin 1x5 mg PO

Cefepime 3x200 mg

Levofloxacin 1x750 mg/ 24 jam drip

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hasil Lab 13 September 2023 jam 23:46 WIB
Tabel 3.1 Laboratorium

Pemeriksaan Rujukan satuan Hasil


Hemoglobin 13,0-16,6 gr/dl 10,2

Hematokrit 41,3-52,1 % 29,7

Trombosit 150-400 103AnL 195.000

Leukosit 5,0-10,0 103AnL 15.220


Hs troponin 0,2 mcg/L 531
CKMB 0-3 mcg/L 45
Kolesterol total < 200 mg/dl 199

LDL 100-129 mg/dl 153

HDL 40 mg/dl 44
Trigliserin 150 mg/dl 72
Kolesterol ratio mg/dl 4,5
Ureum 12,60 U/L 70,6

42
Kreatini 0,67-1,17 mg/dl 1,06
GDS 70-100 mg/dl 270
ANALISA GAS
DARAH
Suhu 0c 36,3
Asam laktat 0,7-2,5 mmol/L 1,1
PH 7,35-7,45 7,43
PCO2 35-45 Mmhg 34,2
PO2 80-100 Mmhg 165
HCO3 33,1 mmol/L 22,8
Actual BE -2 – (3) -0,5
Saturasi O2 95-98 % 99,8
Mg Ion 1,45-0,60 mmol/L 0,53
Ca ion 1,09-1,38 mmol/L 1,25
Glukosa darah Mg/dl gr/dl 206
Natrium 136-145 mmol/L 146
Kalium 3,5-4,5 mmol/L 4
Clorida 98-107 mmol/L 113

b. EKG

Kesan :

1. Irama : teratur

2. HR : 68 x/ menit

3. Gelombang P : normal 0,12 mm/sec, Tinggi 0,1mV

4. PR interval normal 0,16 mm/sec

43
5. QRS sempit 0,08 mm /sec

6. ST segmen : ST elevasi di lead V3 – V6, dan di lead 1 - aVL

7. Q patologis di lead V1- V2

8. Axis : normo

axis Kesimpulan :
SR dengan akut infark miokard di anterior extensive

c. Echo cvcu tgl 13/09/2023


IVC 25/19 MAP 88 HR 98

EF 35 TAPSE 21

SVR 1600 efusi pleura kanan

d. Primary PCI ( 13/09/2023 )


LM : stenosis di distal 30%
LAD : diffuse stenosis di mid-distal dengan lesi terberat
50%, total oklusi di osteal D1, thtombus grade V 
POBA DEB
LCX : discrete stenosis 80% di proximal OM 1

e. Rongent

Kesan : jantung kardiomegali dan paru tampak gambaran pneumonia


44
3.2 Analisa Data
Tabel 3.2 Analisa Data
No DX / DATA ETIOLOGI MASALAH
tgl
Dx I DS: Sekresi yang tertahan Bersihan jalan
- pasien terintubasi
13/09/2023 tidak efektif
DO:
- kesadaran SAS 2
on sedasi
midazolam 2
mg/jam, fentanyl
12,5 mg/jam
- sekret ( + ) warna
kuning
- suara ronchi paru
+/+
- Rongent thorax :
ada gambaran
pneumonia, CTR
> 50%

Dx II DS: -Perubahan Penurunan curah


- pasien terintubasi
13/09/2023 DO: kontraktilitas jantung
- Tanda-tanda vital -Perubahan irama
BP 110 / 80 mmhg,
HR 99 x/menit, RR jantung
14 x/menit, suhu
36,50c, SPO2 100%
- Perfusi perifer :
CRT < 2 detik
Akral hangat
Warna kulit
kemerahan
UO = 1,6
ml/KgBB/jam
- hasil echo
EF 35% SVR
1600
- stemi anteroseptal
onset 1,5 jam post
poba
- hasil cath, PPCI
LM : stenosis
didistal 30%
45
LAD: diffuse
stenosis di mid
distal dengan lesi
terberat 50%,total
oklusi di osteal
D1,trombus grade
v
POBA
LCX:discrete
stenosis 80% di
prox OM1
- Terpasang TPM
untuk overdrive
dengan setting HR
100x/m Po 2 mA
sense 3v
- Rongent thorak:
CTR > 50 %
Terapi

- Milrinone 125
mcg/kgBB/menit
Dx III DS : efek prosedur Resiko infeksi
- Pasien invasif
13/09/2023
terintubasi DO:
- Terpasang ETT
no 7,5
- Terpasang vena
dalam
- Terpasang sheat
TPM
- Terpasang arteri
line
- Terpasang NGT
- Leukosit 15220

46
DX IV DS: Penurunan mobilitas Resiko gangguan
- Pasien
13/09/2023 terintubasi DO: integritas kulit
- Kesadaran SAS 2
dengan midazolan
2 mg/jam,
fentanyl 12,5
mg/jam

- Pasien
immobilisasi
- ADL dibantu total
oleh perawat
- Posisi pasien tidur
semifowller 450
- Posisi dirubah
miki/mika setiap 2
jam
- Kulit di bagian
punggung pasien
teraba panas dan
lembab

DX V DS: efek agen Risiko


- pasien terintubasi farmakologis dan
13/09/2023 perdarahan
DO: trauma
Obat-obat :
-Copidogrel 1x75
mg
-Mini aspi 1x80mg
Lovenox 2x 60 mg
Terpasang ventilator

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, perubahan
irama jantung
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
5. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek agen farmakologis dan trauma
47
3.4 Intervensi Keperawatan

TGL DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWAT
AN
13/09/ Bersihan Setelah dilakukan a. Manajemen jalan nafas:
2023 jalan napas intervensi — Observasi
tidak efektif
keperawatan selama  Monitor pola napas

48
berhubunga 3x24 jam bersihan dengan melihat monitor
n dengan jalan nafas meningkat,  Monitor bunyi napas
sekresi yang
dengan kriteria hasil :
tambahan (mis. Gurgling,
- Produksi sekret
tertahan
menurun mengi, wheezing, ronkhi)
- Pemakaian  Monitor sputum
sedasi menurun
- Extubasi — Terapi
meningkat  Posisikan 60°
- Rhonchi  Berikan minum air hangat
menurun  Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik 8. Hiperoksigenasi

— Edukasi :
 Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi :
 pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik, jika
perlu
b. Pemantauan respirasi
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Monitor saturasi oksigen
 Auskultasi bunyi napas
 Dokumentasikan hasil
pemantauan

49
13/09/ Penurunan Setelah dilakukan Perawatan jantung
2023 curah intervensi — Observasi :
jantung keperawatan selama  Monitor tanda - tanda
berhubunga
3x24 jam curah vital secara berkala,
n dengan
jantung meningkat,
perubahan  Monitor saturasi oksigen
kontraktilitas dengan kriteria hasil :
, perubahan - Ejection secara berkala
irama fraction
meningkat

50
jantung - Gambaran EKG  Monitor aritmia (kelainan
aritmia irama dan frekuensi)
menurun
- kekuatan nadi  Monitor balance cairan,
perifer evaluasi kualitas dan
meningkat, kesamaan nadi sesuai
- SVR menurun
indikasi, lakukan
- CRT membaik,
- oliguri perekaman EKG,
menurun.  Catat adanya distritmia,
catat respon terhadap
aktivitas dan peningkatan
istirahat dengan tepat
 Kaji ulang EKG
 Kaji rontgen dada, data
laboratorium (enzim
jantung, GDA, elektrolit)

— Terapeutik :
 Posisikan semifowler atau
posisi yang nyaman
 Berikan diet jantung
 Berikan oksigen sesuai
indikasi Edukasi :
 Anjurkan aktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan gaya hidup
sehat, berhenti merokok

— Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
obat antiaritmia.
 rujuk ke program
rehabilitasi jantung

51
13/09/ Resiko Setelah dilakukan Intervensi pencegahan infeksi
intervensi

2023 infeksi keperawatan selama — Observasi


berhubunga 3x 24 tingkat infeksi  Monitor tanda dan gejala
menurun dengan
n dengan lokal sistemik
kriteria hasil :
efek — Terapetik
prosedur - kebersihan  Berikan perawatan kulit
invasif tangan  Cuci tangan seblum dan
meningkat,
sesudah kontak dengan
- kebersihan
badan pasien dan lingkungan
meningkat, pasien
- kadar sel darah  Pertahankan teknik
putih menurun,
aseptik pada pasien yang
- sputum
berwarna hijau beresiko tinggi
menurun.
— Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara cuci tangan
dengan benar
 Ajarkan etika batuk

— Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.

3.5 Implementasi dan Evaluasi


TGL &JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

52
13 / 09 / Bersihan jalan napas - Menerima pasien S
2023 tidak efektif baru
Serah terima - Pasien
Jam 23.00 -
berhubungan dengan terintubasi hari I
dengan petugas
sekresi yang tertahan cath lab O
- Merapikan dan
mengatur posisi - keadaan umum
pasien tampak sakit
semifowler berat,
- Memonitor kesadaran SAS 2
tanda-tanda vital on sedasi,

53
pasien ( BP, HR, - terpasang ETT
RR, SPO2,suhu) no 7,5 dengan
- Memastikan batas bibir 22
kesimetrisan cm,tersambung
ekspansi paru dengan suport
- Menjaga ventilator
kepatenan jalan dengan mode
nafas ( suara PRVC ( -2 ), fio2
nafas, 100%, PEEP 5,
memeriksa RR 14 x/menit
selang ventilator - BP 99/66(74)
tidak tertekut, mmHg, HR 99,
memeriksa tidak RR 16 x/menit,
ada cairan ) SPO2 98
- Melakukan x/menit
penghisapan - ronchi +/+
lendir - Sekret sedang,
konsistensi
kental, warna
kuning

A.

- Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

P
Intervensi:

- Manajemen
jalan nafas
- Pemantauan
respirasi

54
Penurunan curah - Menerima pasien - Pasien
jantung berhubungan baru terintubasi hari
dengan perubahan - Serah terima I
kontraktilitas, dengan petugas
O
perubahan irama cath lab
jantung - Merapikan dan - keadaan umum
mengatur posisi tampak sakit
pasien berat,
semifowler kesadaran SAS 2
- Memonitor on sedasi,
tanda-tanda vital - BP 99/66(74)
mmHg, HR 99

55
pasien ( BP, HR, x/menit
RR, SPO2,suhu - Terpasang TPM
- Memonitor threshold 2,5
irama ekg out put 5 sense
monitor 3 rate 100
- Memonitor TPM - Akral hangat,
- Memonitor - Pulsasi arteri
intake dan out kuat
put - CRT < 2 dtk
- Memeriksa - Terpasang :
pulsasi arteri dan . Vena dalam:
perfusi perifer (13/9/23)
- Melakuan EKG - Sedacum 15
mg/15 ml --> 3
mg/jam
- Xylocard 1000
mg/ 50 ml --> 2
mg/mnt selama
24 jam dari tgl
13/9/23 jam
23.00
sampai 14/9/23
jam 23.00
- Nacl 0,9 %
rehidrasi dari
13/9/23) jam
24.00 sampai tgl
14/9/23 jam
24.00

A
- Penurunan curah
jantung
P
Lanjutkan intervensi:

- Perawatan
jantung

56
Resiko infeksi - Melakukan cuci S
berhubungan dengan tangan ( 5 Pasien terintubasi hari I
momen dan 6 O
efek prosedur invasif
langkah)
- keadaan umum
- Monitor
tampak sakit

kebersihan berat,
daerah port the kesadaran SAS 2
entri ( ETT, vena on sedasi,
dalam, sheat - Terpasang
TPM ) 1. Vena dalam
- Memantau 2. ETT
tanda-tanda 3. dower
infeksi catheter
- Memberikan 4. Sheat TPM
edukasi pada 5.NGT
keluarga untuk - Pasien tirah
cuci tangan baring
sebelum dan
A.
sesudah
- Resiko infeksi
membesuk
P
pasien
Lanjutkan intervensi:
- Meminta
Pencegahan infeksi
keluarga untuk
menyiapkan
kebutuhan
mandi dan oral
hygiene pasien

TGL &JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


14 / 09 / 2023 Bersihan jalan - Merapikan dan S
Jam 06.00 napas tidak efektif mengatur posisi
pasien - Pasien terintubasi
berhubungan semifowler hari II
dengan sekresi - Memonitor O
yang tertahan tanda-tanda
vital pasien ( BP, - keadaan umum
HR, RR, tampak sakitberat,
SPO2,suhu) kesadaran SAS 2
- Menjaga on sedasi
kepatenan jalan - terpasang ETT
nafas ( suara (13/9/23) support

57
nafas, ventilator PRVC (-
memeriksa 2), Fio2 40%,
selang ventilator PEEP
tidak tertekut, 5 RR 14 x/menit TV
memeriksa tidak 500
ada cairan )
- Melihat - BP 141/67
kesimetrisan mmhg,HR
104x/menit RR
16

pengembangan x/menit SPO2 98%


dada - pengembangan
- Melakukan dada simetris,
penghisapan - suara paru ronkhi
lendir secara +/+
berkala atau bila - sekret kental,
ada terdengar jumlah sedang,
suara sekret warna kuning

A
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
P
Lanjutkan intervensi:

- Manajemen jalan
nafas

58
Penurunan curah - Merapikan dan S
jantung mengatur posisi
- Pasien terintubasi
berhubungan pasien
hari II
dengan semifowler
perubahan - Memonitor O
kontraktilitas, tanda-tanda
perubahan irama vital pasien ( BP, - keadaan umum
jantung HR, RR, tampak sakitberat,
SPO2,suhu kesadaran SAS 2
- Memonitor on sedasi
irama ekg - BP 141/67
monitor mmhg,HR
- Memonitor TPM 104x/menit, RR 16
- Memonitor x/menit SPO2 97%
intake dan suhu 36,80c
out put - akral hangat,
- Memeriksa ektremitas motorik
pulsasi arteri baik,
dan perfusi - pulsasi arteri
perifer perifer
- Melakuan EKG teraba kuat , CRT <
- Memberikan 2 detik
makan via Terpasang :
NGT 1. Vena dalam:
(13/9/23)
- Sedacum 15

59
mg/15 ml --> 3
mg/jam
- Xylocard 1000
mg/ 50 ml --> 2
mg/mnt selama 24
jam dari tgl
13/9/23 jam
23.00
sampai 14/9/23
jam 23.00
- Nacl 0,9 %
rehidrasi dari
13/9/23) jam
24.00 sampai tgl
14/9/23 jam
24.00

2. dower catheter
Urine warna
kuning, intake:
2804 ml/24 jam
( 1,6
ml/kgbb/jam),
output: 2800
ml/24 jam, total
balance cairan:
positif 4 ml/24
jam

3. TPM, ( 13/9/23)
HR 100 x/mnt,
output 5 mA, sense
3 mv

A.

Penurunan curah
jantung

Lanjutkan intervensi:
perawatan jantung

60
14 / 09 / 2023 Resiko infeksi - Melakukan cuci S
berhubungan tangan ( 5 Pasien terintubasi hari ke 2
momen dan 6 O
dengan efek
langkah)
prosedur invasif - keadaan umum
- Monitor
tampak sakit berat,
kebersihan
kesadaran SAS 2 on
daerah port the
sedasi,
entri ( ETT, vena
- Terpasang
dalam, sheat
1. Vena dalam
TPM )
- Mengganti 2. ETT
3. dower catheter
pampers
pasien 4. Sheat TPM
- Merapikan 5.NGT
tempat tidur - Pasien tirah baring
dan lingkungan - ada hematoma
pasien sekitar
- Melakukan oral pemasangan Vena
hygine dalam, rembes

A.
- Resiko infeksi
P
Lanjutkan intervensi:
Pencegahan infeksi

TGL &JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

61
15 / 09 / 2023 Bersihan jalan - Merapikan dan S
14.00 mengatur posisi - Pasien terintubasi
napas tidak efektif
pasien hari III
berhubungan semifowler O
- Keadaan umum
dengan sekresi - Memonitor
lemah, kesadaran
yang tertahan tanda-tanda vital kompos mentis,
pasien ( BP, HR, ETT no 7 batas
RR, SPO2,suhu) bibir 22 (13/9/23)
Setting ventilator
- Memonitor SIMV10 PS8, FiO2
intake dan out 35%, PEEP
put 5 TV 440
- Menjaga - BP 170/70(98)
mmHg, RR 18
kepatenan jalan
x/menit SPO2
nafas ( suara 99% HR 90
nafas, x/menit standby
memeriksa on TPM
selang ventilator - Sekret minimal

tidak tertekut, A.
memeriksa tidak - Bersihan jalan
ada cairan ) nafas tidak efektif
- Melakukan
Lanjutkan intervensi:
penghisapan
lendir - Manajemen jalan
- Merubah posisi nafas
setiap 2 jam

62
15 / 09 / 2023 Penurunan curah - Merapikan dan S
jantung mengatur posisi - Pasien terintubasi
berhubungan pasien hari III
O
dengan semifowler
- Keadaan umum
perubahan - Memonitor lemah, kesadaran
kontraktilitas, tanda-tanda vital kompos mentis,
perubahan irama pasien ( BP, HR, ETT no 7 batas
jantung RR, SPO2,suhu bibir 22 (13/9/23)
Setting ventilator
- Memonitor SIMV10 PS8, FiO2
irama ekg 35%, PEEP
monitor 5 TV 440
- akral hangat,
- Memonitor TPM
pulsasi arteri
- Memonitor teraba kuat.
intake dan out - oedem tidak ada
put - Hemodinamik
- Memeriksa belum stabil,tensi
pulsasi arteri dan cenderung tinggi
perfusi perifer BP 170/70(98)
mmHg, HR 90
- Memberikan
bpm standby on
makan via TPM
ngt - EF 37 % SVR1240
- Memberikan - EKG ada evolusi,
obat-obatan terbentuk T
sesuai jadwal inversi di lead V3-
- Melakukan V6
kolaborasi : Terpasang
echo
1. Arteri line di
radialis sinistra
2. Vena dalam di
femoralis sinistra,
tersambung :
- Fentanyl

63
500mg/50 cc
12,5mg/jam
- Insulin 50 ui/50
cc nacl 0,9%--> 1
ui/jam
- Nacl 0,9%--> 500
/24jam
- Milirinone 125
mcg/kgBB/jam
3. TPM di femoralis
dekstra (13/9/23)
standby off sejak (
15/09/2023,jam
09.00 wib
- Dowercath silikon
(01-09-23)
produksi urine >
warna jernih, urine
out put 2700 ml/24
jam ( 1,3
cc/kgBB/jam )

- Intake 2800
ml/24 jam

A.
Penurunan curah
jantung

P
Lanjutkan intervensi

- perawatan
jantung

64
15 / 09 / 2023 Resiko infeksi - Melakukan cuci S
berhubungan tangan ( 5 Pasien terintubasi hari ke
momen dan 6 II
dengan efek
langkah) O
prosedur invasif - Monitor
- keadaan umum
kebersihan
tampak sakit
daerah port the
berat, kesadaran
entri ( ETT, vena
SAS 2 on sedasi,
dalam, sheat

TPM ) - Terpasang
- Mengganti 1.Vena dalam
transparant IV - Suhu 36.6
vena dalam 0
c 2.ETT
- Memandikan 3. dower catheter
pasien 4. Sheat TPM
- Melakukan oral 5.NGT
hygiene - Pasien tirah
- Merapikan baring
tempat tidur - ada hematoma
pasien sekitar
- Menjaga pemasangan
kebersihan Vena dalam
lingkungan - suhu 36,50c
pasien
A.
- Menjaga agar
badan pasien - Resiko infeksi
tetap hangat P
Lanjutkan intervensi:
Pencegahan infeksi

TGL &JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

65
16 / 09 / 2023 Bersihan jalan - Serah terima S
14.00 napas tidak efektif dengan perawat Pasien post ekstubasi
jaga pagi jam 19.30 , pasien
berhubungan
- Merapikan dan mengeluh slem kental
dengan sekresi mengatur posisi dan susah dikeluarkan
yang tertahan pasien semifowler O
- Memonitor tanda-
tanda vital pasien ( - Keadaan umum
BP, HR, RR, lemah
SPO2,suhu) kesadaran
- Memonitor intake compos mentis.
dan out put Pasien
- Menjaga kooperatif
kepatenan jalan - Pasien nafas
nafas ( suara spontan dengan
nafas, memeriksa suport O2 nasal
selang ventilator kanul 3 lpm
tidak tertekut, RR 20 x/menit
memeriksa tidak SPO2 98 %
ada cairan ) - Pasien bisa
- Melakukan batuk efektif

66
penghisapan lendir - Sekret minimal
- Melakukan - Vena dalam di
persiapan femoralis
ekstubasi sinistra (tidak
- Merubah modus ada pemakaian
ventilator dari PS 6 sedasi),
ke Tviece terpasang
- Melakukan NTG 50 mg/50
ekstubasi ml nacl 0,9%-->
20 micro/menit
Aminophylin
240 mg/50 ml
nacl 0,9%--> 0,2
micro/kgbb/jam

A
Bersihan jalan nafas
meningkat
P
Intervensi manajemen
jalan nafas masih perlu
dipertahankan

- edukasi batuk
efektif
- posisi
semifowler

67
16 / 09 / 2023 Penurunan curah - serah terima S
jantung dengan perawat Pasien post ekstubasi
berhubungan jaga pagi jam 19.30 wib
dengan - Merapikan dan O
perubahan mengatur posisi
- Keadaan
kontraktilitas, pasien semifowler
umum lemah
perubahan irama - Memonitor tanda-
kesadaran
jantung tanda vital pasien (
compos mentis.
BP, HR, RR,
Pasien
SPO2,suhu
kooperatif
- Memonitor irama
- EF 37
ekg monitor
- Memonitor TPM - TPM di
- Memonitor intake femoralis
dan out put dekstra
- Memeriksa pulsasi (13/9/23) sudah
arteri dan perfusi aff jam 11.30
ini. EKG SR, HR

68
perifer 100 x/menit
- Memberikan - BP 144/73
makan via mmHg ( 97 )
ngt - Akral hangat
- pulsasi arteri
teraba kuat
- Ekstremitas
motorik baik,
- Oedem tidak
ada
- produksi urine:
1,24cc/kgbb/ja
m
- -Input: 2002
cc/24 jam
-Output:
2000 cc/24
jam

A
curah jantung sudah
mulai meningkat
P
Intervensi perawatan
jantung tetap
dilanjutkan

69
16 / 09 / 2023 Resiko infeksi - Melakukan cuci S
berhubungan tangan ( 5 momen Pasien post ekstubasi
dan 6 langkah) jam 19.30 wib
dengan efek
- Monitor O
prosedur invasif kebersihan daerah
port the entri - Keadaan
( ETT, vena dalam, umum lemah
sheat TPM ) kesadaran
compos mentis.
- Memandikan
pasien Pasien
- Melakukan oral kooperatif
hygiene - Leukosit
- Membersihkan - 10.730 ,
dan merapikan - Terpasang
tempat tidur 1.Vena dalam
,,daerah

70
pasien tusukan bersih
- Menjaga tidak tampak
kerapihan kemerahan
lingkungan 2.dower
pasien catheter (
- Memeriksa tanggal sudah
kadaluarsa line terpasang
infus,kateter,obat- silikon)
obat,cairan,NGT 3. Sheat TPM
sudah di aff,
tidak ada
kemerahan,
bengkak bekas
daerah tusukan
4.NGT
- Pasien tirah
baring
- hematoma
sekitar
pemasangan
Vena tidak,
bertambah
besar dan tidak
melebar, ,
daerah luka
tusukan bersih.

A.
- Resiko infeksi
P
Lanjutkan intervensi:
Pencegahan infeksi

TGL &JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

71
17 / 09 / 2023 Bersihan jalan - Merapikan dan S
14.00 napas tidak efektif mengatur posisi
pasien - Pasien
berhubungan semifowler mengeluh batuk
dengan sekresi - Memonitor susah
tanda-tanda vital mengeluarkan
yang tertahan
pasien ( BP, HR, lendir
RR, SPO2,suhu) O
- Mengajarkan
batuk efektif - Keadaan umum

- Memberikan tenang, pasien


pasiemminum kooperatif,
air hangat kesadaran
kuku compos mentis.
pasien nafas
spontan dengan
suport O2 nasal
kanul 2 lpm
- pasien mampu
batuk efektif.
- BP 129/54 (79)
mmHg, HR 100
x/menit RR 19
x/menit SPO2
98%

A. bersihan jalan nafas


tidak efektif teratasi.

P
Intervensi stop

72
Penurunan curah - Merapikan dan S
jantung mengatur posisi Pasien mengatakan
berhubungan pasien badan lemas
dengan perubahan semifowler O
kontraktilitas, - Memonitor
- Keadaan umum
perubahan irama tanda-tanda vital
lemah
jantung pasien ( BP, HR,
kesadaran
RR, SPO2,suhu
compos mentis.
- Memonitor
Pasien
irama EKG
kooperatif
dimonitor
- EF 37 SVR 1240
- Memonitor
- EKG SR, HR 96
intake dan out
x/menit
put
- BP 144/73
- Memeriksa
mmHg ( 97 )
pulsasi arteri dan
Akral hangat,
perfusi perife
pulsasi arteri
- Memberikan
teraba kuat.
obat-obatan
Ekstremitas
sesaui jadwal
motorik
baik,Oedem
tidak ada

73
-Input: 2002
cc/24 jam
-Output: 2000
cc/24 jam
-Balans: +2
cc/24 jam
- produksi urine
> 1ml/kgbb/jam
-UO: 1,24
cc/kgbb/jam

A
curah jantung sudah
mulai meningkat
P
Intervensi perawatan
jantung tetap
dilanjutkan

74
17 / 09 / 2023 Resiko infeksi - Melakukan cuci S
berhubungan tangan ( 5 Pasien mengatakan
momen dan 6 tidak ada nyeri tekan di
dengan efek
langkah) daerah luka tusukan
prosedur invasif - Monitor
kebersihan - O Keadaan
daerah port the umum lemah
entri ( ETT, vena kesadaran
dalam, sheat compos mentis.
TPM ) Pasien
- Memandikan kooperatif
pasien - Terpasang
- Melakukan oral 1.Vena dalam
hygiene 2.dower
- Merapikan dan catheter ,
menjaga terpasang, tidak
kebersihan ada nyeri
tempat tidur 4.NGT
pasien - Di daerah luka
tusukan tidak
bengkak,kemera
han, dan nyeri
tekan

A.
- Resiko infeksi teratasi
sebagian
P
Lanjutkan intervensi:
Pencegahan infeksi

Tanggal 18/09/2023 pasien pindah ke IW Medikal

75
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kasus Terkait dengan Faktor Risiko

SKA merupakan penyakit jantung coroner yang penyebabnya adalah


aterosklerosis dimana terjadinya plak pada pembuluh darah koroner, akan
berpotensi untuk menurunkan aliran darah ke coroner dan akhirnya menyumbat
aliran darah baik partial ataupun total. Dari terbentuknya sumbatan tersebut aliran
darah ke sirkulasi koroner ke miokard terhambat, sehingga akan timbul keluhan
angina yang tipikal dengan ST elevasi atau tanpa ST elevasi inilah yang
diklasifikasikan sebagai SKA. Ada beberapa faktor risiko dari SKA seperti factor
yang dapat diubah (merokok, hiperlipidemia, hipertensi, diabetes) dan faktor yang
tidak dapat diubah (usia, jenis kelamin dan genetik). Pernyataan diatas sesuai
dengan pasien yang Tn. AM dengan usia tahun dan mempunyai faktor risiko
riwayat DM dan hipertensi.
4.2 Analisis Kasus Terkait dengan Klasifikasi Kategori SKA

Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan STEMI ditandai dengan adanya angina
tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran segmen STelevasi dan peningkatan
biomarker jantung (Perki, 2018). Sumbatan secara pada miokard partial ataupun
total di aliran pembuluh darah koroner akan menghambat aliran oksigen yang
dibawa oleh hemoglobin menuju miokard, jika dalam 20 menit miocard tidak
mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi maka akan terjadi infark atau kerusakan
jarigan miocard.
Pada data yang diambil tn. AM pasien mempunyai faktor resiko penyakit DM
dan hipertensiyang tidak terkontrol.
Pada diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang berhubungan dengan
kadar glukosa dalam darah. Saat hiperglikemia terjadi, menyebabkan peningkatan
trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus. Pada hiperglikemia,
darah juga akan mengalami kekentalan sehingga suplai darah ke jaringan akan
terhambat dan berisiko tinggi untuk kejadian aterosklerosis vaskular. (Soelustijo,
soebagjo Adi .2023)
Sedangkan pada hipertensi, aterosklerosis yang terjadi disebabkan tekanan
darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap

76
dinding pembuluh darah arteri koronaria Penyempitan pembuluh darah ini akan
menyebabkan aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi
oksigen ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan menyebabkan
otot jantung menjadi lemah, nyeri dada, serangan jantung bahkan kematian
mendadak(Mawardi et al., 2014).
Pada pasien SKA tindakan yang perlu dilakukan adalah terapi referfusi
dengan tujuan untuk membuka oklusi yang terjadi di pembuluhdarah. Pada pasien
tn AM dilakukan tindakan primary PCI dengan hasil CAD 2VD
4.3 Analisis Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan


Pasien yang menggunakan ventilator mekanik dan ETT biasanya
mengalami hambatan dalam proses batuk alami, yang merupakan mekanisme
pertahanan alami tubuh terhadap bentuk resistensi terhadapinfeksi saluran
pernapasan, menghindari aspirasi sekret saluran pernapasan bagian atas, yang
biasanyadapat melindungi saluran napas dari patogen invasif. Pasien yang
dirawat di perawatan intensif dan ventilasi mekanik menerima sedasi, obat
penghilang rasa sakit yang kuat dan relaksasi otot. Kondisi ini mencegah
pasien membersihkan sekretnya sendiri. Apabila sekret menumpuk pada jalan
nafas, maka akan terjadi distress pernafasan (Siti, 2014)
Pada pasien Tn. AM terintubasi dengan no ETT 7,5 dan batas bibir 22
cm terpasang support ventilator dengan mode PRVC (-2 ), Fio2 90%,PEEP 5,
RR 14 x/menit TV 500. Impementasi yang dilakukan terhadap pasien Tn. Z
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yaitu manajemen jalan
nafas.
Masalah bersihan jalan nafas pasien Tn. AM setelah dilakukan
intervensi keperawatan, sudah teratasi.

2. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas, perubahan irama


jantung Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan jantung
memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. ( SDKI, 2017 )
Diagnosa keperawatan ini diambil berdasarkan hasil pengkajian dimana
Tn. AM mempunyai riwayat hipertensi dan DM serta dari pemeriksaan
penunjang EKG didapatkan gambaran stemi anteroseptal, dari hasil
angigraphy terdapat CAD dengan 2VD, hasil echo dengan EF 35 %, riwayat
TDP, VT/VF berulang dan saat ini terpasang TPM untuk overdrive
77
Intervensi yang dilakukan adalah perawatan jantung dimana dilakukan oleh
perawat untuk mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi akibat
ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard. Untuk
mengatasi masalah penurunan curah jantung pada Tn. AM yang terpasang
ventilator.
Masalah penurunan curah jantung pasien Tn.AM sudah teratasi karena
dari hasil evaluasi sudah memenuhi kriteria hasil.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif


Resiko infeksi artinya beresiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik infeksi atau sepsis terkait layanan kesehatan ( HAIS )
mempersulit perawatan pasien kritis yang dirawat di rumah sakit sehingga
menyebebkan potensi cedera atau kegagalan organ, lama rawat inap ( LOS )
yang berkepanjangan, peningkatan biaya medis dan kematian. ( Erin
E.Bennet. et al . 2018 ).
Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana tindakan
yaitu pencegahan infeksi. Dan selama proses pemberian asuhan keperawatan,
tidak terjadi infeksi pada pasien.

4. Resiko gangguan integritas kulit


Beresiko mengalami kerusakan kulit ( dermis dan /atau epidermisatau
jaringan ( membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago,kapsul sendi dan/ atau ligamen.
Kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi dari penyakit akibat
gangguan persyarafan, injuri tulang belakang, dan pasien dengan penurunan
kesadaran yang tirah baring lama.( Widiyani, LN. 2018 )
Implementasi yang dilakukan pada pasien tn. AM untuk mencegah
gangguan integritas kulit adalah melakukan perawatan integritas kulit.

5. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek agen farmakologis


Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam
tubuh) maupun ekternal (Terjadi hingga keluar tubuh) ( SDKI, 2017).
Perdarahan merupakan salah satu efek samping yang terjadi pada pasien
yang menggunakan antikoagulan.
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yaitu pencegahan
perdarahan. Pada pasien Tn AM tidak terjadi perdarahan selama mendapatkan
obat antikoagualan ini.

78
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Sindrom koroner akut (SKA) adalah penurunan aliran darah di arteri


koronersehingga sebagian otot jantung tidak dapat berfungsi dengan baik atau
mati. SKA merupakan masalah kardiovaskuler utama yang menyebabkan angka
perawatan di rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Faktor risiko dari
SKA dapat klasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu faktor risiko yang
dapat diubahseperti hiperlipidemia, hipertensi, diabetes dan faktor risiko yang
tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin dan genetik. Faktor - faktor
risiko tersebut sangat berpengaruh dalam proses terbentuknya aterosklerosis pada
arterikoroner.
Klasifikasi SKA berdasarkan, adanya angina yang tipikal khas SKA,
pemeriksaaan elektrokardiogram ( EKG ), dan pemeriksaan marker jantung. SKA
dibagi menjadi STEMI ( ST segment elevasition myocardial infarction), NSTEMI
( non ST segment elevation myocardial infarction ), UAP ( unstable angina
pectoris ). Pada tn.AM ditemukan gambaran EKG Sinus rithme ddisertai dengan
infarc di V1 – V6, enzim jantung troponin 315 ng/L
Dari data diatas diagnosis keperawatan yang ditegakan yaitu bersihan jalan
nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan, penurunan curah jantung b.d
perubahan kontraktilitas dan perubahan irama jantung,Resiko infeksi b.d efek
prosedur invasif, resiko gangngguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas,
resiko perdarahan b.d efek agen farmakologi.
5.2 Saran

Studi kasus ini diharapkan mampu memberi gambaran tentang asuhan


keperawatan pasien dengan Sindrom Koroner Akut (STEMI) yang terpasang alat
Ventilasi mekanik. Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
1. Rumah Sakit
Pasien dengan SKA di rumah sakit mempunyai angka kejadian yang
cukup tinggi, sehingga sangat diharapkan penanganan dapat diberikan
dengan cara yang tepat dan tidak menimbulkan komplikasi yang lebih
besar. Dengan perawatan yang tepat dapat meningkatkan mutu pelayanan
di rumah sakit.

79
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Studi kasus ini dapat menambah pengetahuan dan dijadikan
sebagai dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien SKA dengan
pemasangan alat bantu intensif untuk meningkatkan kualitas perawatan.

80
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). (2018). About Heart Attacks. American


Heart Association.
https://www.heart.org/en/health-topics/heart-attack/about- heart-attacks by
on May, 26,2023

American Heart Association (AHA). (2020). Circulation : Cardiovascular Quality


and Outcomes.http://ahajournals.org by on May 24,2023

Arif R., & Muhani, N. (2019). Hubungan Dislipidemia, Hipertensi, Riwayat


Diabetes melitus Terhadap Kejadian Sindroma Koroner Akut Pada Pasien
Poli Jantung Di RSUD Ahmad Yani Metro Lampung 2019.
https://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kesehatan/article/view/2737 -
diakses tanggal 2 juni2023

Dakota, Iwan. (2019). Modul pelatihan keperawatan kardiovaskular tingkat dasar.


Jakarta: Aksara Bermakna.

Ghani, L., Susilowati, D.M &Novriani, H. (2016). Faktor Risiko Dominan


Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan Vol.
44 (3) : 153-
164.https://www.researchgate.net/profile/Made-Dewi-Susilawati-
2/publication/312270191_Faktor_Risiko_Dominan_Penyakit_Jantung_Koro
ner_di_Indonesia/links/5ee2c6ae299bf1faac4e610a/Faktor-Risiko-
Dominan-Penyakit-Jantung-Koroner-di-Indonesia.pdf - Diakses 02 juni 2023

Oktaviano, Y.H. (2020). Tatalaksana Khusus pada Intervensi Koroner Perkutan.


Surabaya : Perpustakaan Nasional RI.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesai (PERKI). (2018).


Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut edisi 4. Jakarta: Centra
Communicati

81
RSJPDHK. (2023). Data buku registrasi tahun 2023. Data tidak dipublikasi.

Rifki, S., & Bahrudin. (2022). Sindrom Koroner akut : Klinis dan Data Penelitian.
Semarang: FK UNDIP.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan penelitian dan pengembangan


kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2
018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses 02 Juni 2023

Tim Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

World Health Organization (WHO). (2017). Cardiovascular Diseases (CVDs),


Available at: http://.who.int/mediacentre/factseets/fs317/en/ – Diakses 02 Juni
2023

Frits Suling. R. W, dkk. (2020). Prevalensi dan Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut
di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia. Majalah Kedokteran UKI
2018 Vol XXXIV No.3. Kemenkes RI (2020). (http://p2ptm.kemkes.go.id)

Andrianto. (2021). Kompilkasi Aritmia pada Sindroma Koroner Aku.t universitas air
langga.. http : https://www.annalsmedres.org/articles-and-issues/current-
issues/item/3676-
I Ketut, S. Et al. ( 2022 ). Infark miokard akut dengan elevasi segmen st ( ima- est )
anterior ektensif : laporan kasus : ganesha medicina journal :
http//sg.docworkspac.
Novensia Hutajulu, 2020. Mengenal Sindrom Koroner Akut/SKA: Fakultas Keperawatan air
langga, diakses : https://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/623-mengenal-
sindrom-koroner-akut-ska
Efendi Ramadhan , MS.( 2021 ) Hubungan Dislipidemia Dengan Kejadian Penyakit

82
Jantung Koroner : Jurnal Edika Hutama :http://jurnalmedikahutama.com
Dwiputra, Bambang. (2018). Mengenali Tanda dan Gejala Serangan Dini Serangan
Jantung Koroner. Diakses melalui p2ptm.kemkes.go.id › 2018/09PDF Penyakit
Jantung Koroner - P2PTM Kementerian Kesehatan diakses pada Desember, 12,
2020.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Jantung Sehat
(http://p2ptm.kemkes.go.id)
GabrieleCioni , ... Ion S. Jovin , masuk Trombus Kardiovaskular, 2018. Sindrom
koroner akut Jurnal dan buku https://www-sciencedirect/topics/nursing-and-
health-professions/acute-coronary-syndrome
Sean M. Cupang ; Al O. Giwa .2023 Ventilasi Mekanik Rumah Sakit Gunung Sinai
Fakultas Kedokteran Icahn di Gunung Sinai https://www-ncbi-nlm-nih-gov./
/books/NBK539742/?
Nasrun Pakaya. At al. ( 2022 ). Intervensi Clapping, Vibrasi Dan Suction Terhadap
Saturasi Oksigen Pasien Dengan Ventilator Di Ruang Intensive. Jurnal
Keperawatan. http://stikeskendal.ac.id/index.php/keperawatan. Diakses Juni
2022.
Soebagjo Adi Soelistijo, Dr, Sp.PD-KEMD.FINASIM. (2023)’Faktor Risiko untuk
Aterosklerosis pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
http://www.ncbi.nlm.nih.goc/pmc/articles/PMC8881409/
Alfaray RI, Muhammad IM, dan Rafiqy S. 2019. Duration Of Ventilation Support
Usage And Development Of Ventilator-Associated Pneumonia: When Is The
Most Time At Risk. Indonesian Journal od Anesthesiology and Reanimation. 1
(1): 26–31.
Awanis, Marini, Kenanga MS, dan Asnawati A. 2021. Korelasi Antara Skor
Intracerebral Hemorrhage (ICH) Dengan Mortalitas Pasien Perdarahan
Intraserebral Di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Neuroanestesi Indonesia. 10
(1): 1–7. https://doi.org/10.24244/jni.v10i1.266. .
Chiwhane A, dan Diwan S. 2016. Characteristics, Outcome of Patients on Invasive
Mechanical Ventilation: A Single Center Experience from Central India. The
Egyptian Journal of Critical Care Medicine. 4 (3): 113–18.
https://doi.org/10.1016/j.ejccm.2016.10.003
. Czajka, Szymon, Katarzyna Z, Konstanty M, Barbara P, Anna JS, dkk. 2020.
Validation of APACHE II, APACHE III and SAPS II Scores in in-Hospital and

83
One Year Mortality Prediction in a Mixed Intensive Care Unit in Poland: A
Cohort Study. BMC Anesthesiology. 20 (1): 1–8.
https://doi.org/10.1186/s12871-020-01203-7.
Deshmukh, Babasaheb, Suhas K, Thirumugam M., dan Rajesh K. 2017. Clinical
Study of Ventilator-Associated Pneumonia in Tertiary Care Hospital, Kolhapur,
Maharashtra, India. International Journal of Research in Medical
Sciences. 5 (5): 2207. https://doi.org/10.18203/2320-6012.ijrms20171870
El-Shahat, Hammad, Suzan S, Safaa W, dan Hassan B. 2016. Risk Factors for
Hospital Mortality among Mechanically Ventilated Patients in Respiratory ICU.
Egyptian Journal of Bronchology. 9 (3): 231–37. https://doi.org/10.4103/1687-
8426.165895.
wicaksono, A. 2021. Resiko efek samping perdarahan pada penggunaan fondaparint
( arixtra ) sebagai antikoagulan. Jurnal pendidikan tambusai. Home archives.
Vol,5 no 3 ( 2021 ) ; 2021. Doi: http://doi.org/10.31004/jptam.b5i3.3076
widiyani,LN.2018. resiko kerusakan integritas kuli. Vol 11. No.3 ( 2018 ).
http://journal.poltesdepkes-sby.ac.id
erin.E.Bennet et al.2018. kehadiran perangkat invasif dan resiko infeksi dan sepsis
terkait layanan kesehatan. Jurnal perawatan intensive pediatri. Desember
2018.j.7(4):188-195, diterbitkan online 23 Mei 2018. Doi : 10.1055/5-0038-
1656535. www.nbi.nlm.nih.gov
Gokhan M Mutlu 1, Ece A Mutlu , Faktor Phillip .2018.Pencegahan dan pengobatan
komplikasi gastrointestinal pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanis.
2018;2(5):395-411.doi:10.1007/BF03256667.https://pubmed-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/14719992/
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULER INDONESIA
( PERKI ), 2016. PANDUAN PRAKTEK KLINIK DAN CLINIKAL
PATHWAY PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH.
https://spesialis1.kardio.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/PERKI-
PPK-2018.

84
LAMPIRAN
1. EKG
a. EKG VT

85
86
87

Anda mungkin juga menyukai