PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah konsep katarak ?
2. Bagaimanakah konsep proses keperawatan pada katarak ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi katarak
2. Mengetahui etiologi katarak
3. Mengetahui patofisiologi katarak
4. Mengetahui manifestasi klinis katarak
5. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada katarak
6. Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan katarak
D. Manfaat
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Katarak
3
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan
ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak
akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas
selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang
salah arah. Misalnya dengan mengenakan topi berkelapak lebar atau kaca
mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil
pada siang hari.
4
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan
kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak
kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda,
yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile
biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa
dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. ( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit
Mata, ed. 3 )
5
2. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan
yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa
sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan
perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan
sehingga bilik mata depan akan lebih sempit. ( Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2, )
3. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan
terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui
kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman
normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna
sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium
( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif. ( Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2, )
4. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair
sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan
korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah ( jam 6 ) (
katarak morgagni ). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang
keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2, )
5. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
6
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa. ( Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2, )
6. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (
katarak nigra ) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak
pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan
lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior. ( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3 )
7
Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
B. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain ( Corwin,
2000 ) :
8
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
C. Patofisiologi
9
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral.
Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan
densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat
lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral.
Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.
D. Manifestasi Klinis
10
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
E. Penatalaksanaan katarak
11
penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea.
Uvea ( disebut juga saluran uvea ) terdiri dari 3 struktur:
12
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
13
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan
antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah
beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk
pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak
jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa
intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan
14
BAB 3
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar
matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
15
3. Riwayat penyakit dahulu
a) DM
b) Hipertensi
c) Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
d) Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
e) Ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin
4. Kaji riwayat alergi
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat
stress,
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian - bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat
lensa mata melalui senter tangan ( penlight ), kaca pembesar, slit lamp, dan
oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45
derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar
pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan
besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil
terjadi pada katarak matur.
16
3. Pemeriksaan Diagnostik
17
B. KASUS
Ny. S umur 36 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 13 Maret 2010, dengan
keluhan penurunan ketajaman penglihatan dan silau, pandangan kabur atau redup,
susah melihat pada malam hari, serta pengembunan seperti mutiara keabuan pada
kedua pupil mata. Pasien tampak gelisah dan mengatakan 1 Tahun yang lalu
pernah mengalami konjungtivitis. Di RS pasien di periksa dan di diagnosa
menderita katarak. Pasien mengungkapkan tidak tahu banyak mengenai
penyakitnya.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a) Identitas Pasien
Nama : Ny . S
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta
Kebangsaan : Indonesia
18
2. Data Umum
a) Keluhan Utama
Pasien mengatakan saat melihat mata terasa kabur.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan pandangan mata kabur sejak 2 tahun yang lalu,
sering ditetesi dengan obat tetes mata tapi pandangan masih tetap
kabur.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami konjungtivitis setahun yang
lalu.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
19
c) Pola Istirahat dan Tidur
- Sebelum Sakit
Pasien mulai tidur malam jam 21.00 selama 8 jam, Kualitas tidur
nyenyak.
- Saat Sakit
Pasien tidur selama 6 jam saat tidur pada waktu malam hari, tidur
nyenyak
d) Pola Eliminasi
- Sebelum Sakit
BAB 1 - 2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.
- Saat Sakit
BAB 1 - 2 kali sehari, BAK 4 - 5 kali sehari.
e) Pola Koping
- Sebelum Sakit
Pandangan pasien terhadap masa depan sangat optimistis, tidak ada
perasaan kehilangan.
- Saat Sakit
Masalah utama pasien selama masuk RS adalah masalah keuangan
karena pasien harus di operasi sehingga memerlukan biaya yang besar.
Sedangkan pandangan terhadap masa depan agak pesimistis.
f) Pola Kognitif Perseptual
- Sebelum Sakit
Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal,
Penglihatan : Normal.
- Saat Sakit
Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal,
Penglihatan : Terganggu dan kabur. Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft)
20
g) Pola Konsep Diri
- Sebelum Sakit
Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri, dan peran diri tidak
terganggu.
- Saat Sakit
Harga diri, ideal diri, dan identitas diri tidak terganggu sedangkan
gambaran diri terganggu karena ada warna putih keabuan pada mata,
peran diri terganggu karena pasien merasa tidak dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik.
h) Pola Peran Berhubungan
- Sebelum Sakit
Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya
sangat mendukungnya.
- Saat Sakit
Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya
sangat mendukungnya untuk berobat ke RS.
i) Pola Seksual
- Sebelum Sakit
Pasien melakukan hubungan seksual dengan suami, pasien telah
menopause
- Saat Sakit
Pasien tidak melakukan hubungan seksual dengan suami. Pasien telah
menopause.
j) Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum dan saat sakit pasien selalu yakin dengan berdoa dan
berusaha percaya bahwa sakitnya bisa sembuh dan dia dapat pulih
kembali.pasien beragama islam.
21
4. Pemerikasaan Fisik
a) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 37 0C
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 60 x/menit
b) Keadaan Umum
1. Kesan umum : baik
2. Wajah : baik
3. Kesadaran : CM
4. Umur : 36 tahun
5. Bicara : jelas dan lancar
6. Pakaian, kerapian dan kebersihan badan : bersih dan rapi.
f) Kepala
1. Inspeksi : muka simetris, kulit kepala normal, rambut normal.
2. Palpasi : kulit kepala normal
g) Mata
1. Bentuk bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, iris
semua normal
2. Pupil : ada warna keabuan
3. Ada penurunan ketajaman penglihatan dan silau terhadap cahaya.
Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )
h) Telinga
1. Inspeksi : daun telinga dan liang telinga normal
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada prosessus mastoideus
22
i) Hidung
Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan dan
penyumbatan.
j) Mulut
Tidak ada stomatitis ataupun sianosis, tidak ada lubang pada gigi, tidak
ada karang gigi, tidak ada tonsilitis.
k) Leher
bentuk normal, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid.
l) Dada dan Paru-paru
1. Inspeksi : Bentuk normal ( Diameter anteroposterior dalam proporsi
terhadap diameter lateral adalah 1:2 ), kulit normal
2. Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
3. Perkusi : normal ( Resonan )
4. Auskultasi : sonor dan suara nafas : vesikuler
m) Jantung : normal
n) Abdomen
1. Inspeksi : bentuk normal dan simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada distensi
2. Auskultasi : peristaltik 29 x/menit (normal 5-35 x/ menit)
3. Perkusi : normal ( timpani pada lambung, dan pekak pada hepar )
4. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan, tidak
ada distensi
o) Anus dan rectum : normal tidak ada hemoroid
p) Alat kelamin : tidak ada gangguan (normal)
q) muskuloskeletal
1. Otot : Normal ( kekuatan otot ekstremitas ka-ki adalah 5, kontraksi
normal)
2. Tulang : Tidak ada deformitas ( kurva normal tulang belakang :
konveks pada bagian dada, konkaf sepanjang leher dan pinggang )
tidak ada pembengkakan, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada krepitasi.
23
3. Persendian : Normal ( sendi bergerak secara halus) tidak ada nyeri
tekan, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan sendi.
5. Pemeriksaan penunjang :
Test tajam penglihatan
Pemeriksaan oftalmoskopi
B. ANALISA DATA
No symptom Etiologi Problem
1. Do : Lensa mata pasien tampak keruh. Kedua pupil tampak terlihat
keabuan.
Ds : Pisien mengeluh pandangan kabur / redup dan ketajaman
penglihatan menurun dan silau, pasien susah melihat pada malam hari.
perubahan penerimaan sensori atau status organ indera penglihatan.
Gangguan sensori persepsi ( visual )
24
3. Do : -
Ds : Pasien mengungkapkan tidak tahu banyak mengenai penyakitnya.
Tidak familiar dengan sumber informasi
Kurang pengetahuan.
4. Do : Pasien tampak kurang percaya diri
Ds : Pasien mengatakan malu dengan penyakitnya
Gangguan gambaran diri
Harga diri rendah
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori persepsi ( visual ) b.d Perubahan penerimaan
sensori atau status organ indera penglihatan.
2. Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan.
3. Kurang pengetahuan b.d Tidak familiar dengan sumber informasi.
4. Harga diri rendah b.d Gangguan gambaran diri
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx Tujuan ( NOC ) Intervensi ( NIC )
NOC : Vision Compensation Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
Px dengan KH :
1. Posisikan diri untuk meningkatkan penglihatan.
2. Anjurkan anggota keluarga untuk menggunakan tekni untuk
meningkatkan penglihatan.
3. Gunakan alat bantu penglihatan
4. gunakan kacamata
Criteria NOC :
1. Tidak dilakukan sama sekali
2. Jarang dilakukan
3. Sedang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
25
NIC : EYE CARE
1. Monitor adanya kemerahan dan adanya eksudat
2. Tentukan derajat penurunan penglihatan atau tes tajam penglihatan
3. Instruksikan pasien untuk tidak menyentuh matanya
4. Monitor refleks kornea
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak
6. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan
penglihatan.
7. Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
penglihatan.
26
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
- Instruksikan pasien untuk menurunkan cemas dengan teknik
relaksasi
Coping Enhancement
- Gunakan pendekatan yang tenang dan memberi jaminan
- Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi
- Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
- Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
- Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat
- Sediakan pilihan yang realistic tentang aspek perawatan saat ini
Criteria NOC :
1. Tidak dilakukan sama sekali
2. Jarang dilakukan
3. Sedang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Teaching Disease Process ( 5602 )
- Berikan penilaian tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang specifik
- Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
- Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
27
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi yang akan datang
28
E. IMPLEMENTASI
- Menyarankan pasien untuk tidak menyentuh matanya
- Melakukan tes tajam penglihatan ( test SNELLEN )
- Memonitor refleks kornea
- Menganjurkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak
- Melakukan tindakan untuk membantu pasien menangani
keterbatasan penglihatan mengurangi pencahayaan secara langsung
- Mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan penglihatan.
- Memberi informasi tentang diagnosa dan tindakan
- Menggunakan pendekatan yang menenangkan ( melakukan
komunikasi terapeutik )
- Mengidentifikasi tingkat kecemasan
- Membantu pasien mengenal situasi yang menunjukkan kecemasan (
misal : tindakan pembedahan )
- Mendorong pasien mengungkapkan perasaan dan ketakutan
- Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan ( STELAZIN yang
mengandung trifluoperazina 2 mg/kapsul, dosis 2 x sehari peroral )
- Menginstruksikan pasien untuk menurunkan cemas dengan teknik
relaksasi ( mental imagery yaitu pasien diajak relaksasi dengan
membayangkan dirinya pada suatu tempat yang menyenangkan )
- Memberikan penilaian tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang specifik
- Menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi
- Mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan ( tanyakan kepada
pasien mau dilakukan terapi bedah atau tidak )
- Menjelaskan pada pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat
- Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi yang akan datang.
29
- Membantu pasien untuk meningkatkan penilaian dirinya terhadap
penghargaan dirinya
- Membantu pasien untuk meningkatkan kepercayaan dirinya
- Memberikan dorongan kuat untuk pasien
- Memdorong kontak mata dalam komunikasi dengan semua orang
- Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang penyakit
dan kepada keluarga
E. EVALUASI
1. 14 Maret 2010
S = Pasien mengatakan kedua mata tidak mampu melihat
O = Pasien tampak kesulitan melihat pada tes tajam penglihatan
A = Masalah belum teratasi.
P = Lanjutkan intervensi : Pantau status tajam penglihatan pasien
2. 15 Maret 2010
S = Pasien dapat menerima keadaan yang dihadapi, pasien mengatakan
sudah baikan.
O = TD normal ( 120/80 mmHg ), nadi normal ( 80 x/menit ), klien
tampak rileks dan tidak gelisah, klien dapat menjalin hubungan baik
dengan perawat.
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi : atasi kecemasan klien dengan menurunkan
tingkat kecemasan atau menghilangkan kecemasan.
30
3. 16 Maret 2010
S = Pasien mengatakan mengerti tentang penyakit yang diderita
O = Pasien mampu menjelaskan tentang penyakitnya baik itu
mengenai factor penyebab, tanda dan gejala serta komplikasi yang
terjadi dan cara pencegahan supaya tidak terjadi komplikasi.
A = Masalah teratasi
P = Hentikan intervensi
4. 17 Maret 2010
S = Pasien mengatakan rasa percaya dirinya mulai tumbuh kembali
O = Pasien mampu menerima bagian tubuh yang terganggu
A = Masalah teratasi
P = Hentikan intervensi
31
Intervensi
32
kurang terpapar mengungkapkan dan
terhadap informasi - Kaji tingkat mendiskusikan rasa
tentang prosedur kecemasan pasien cemas/takutnya. - Derajat kecemasan
tindakan dan catat adanya akan dipengaruhi
pembedahan tanda - tanda verbal
b. Pasien tampak bagaimana informasi
dan nonverbal. rileks tidak tegang dan tersebut diterima oleh
melaporkan individu.
- Beri kesempatan kecemasannya mengungkapkan rasa
Pasien untuk berkurang sampai takut secara terbuka
mengungkapkan isi pada tingkat dapat dimana rasa takut
pikiran dan diatasi. dapat ditujukan.
perasaan takutnya.
c. Pasien dapat - Mengetahui respon
- Observasi tanda mengungkapkan fisiologis yang
vital dan keakuratan ditimbulkan akibat
peningkatan respon pengetahuan tentang kecemasan.
fisik pasien pembedahan
Edukasi
Edukasi
- Meningkatkan
- Beri penjelasan pengetahuan pasien
pasien tentang dalam rangka
prosedur tindakan mengurangi
operasi, harapan kecemasan dan
dan akibatnya. kooperatif.
33
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup
tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca
operasi juga sangat jarang terjadi
B. Saran
Dari pembahasan makalah ini kami menyarankan kepada pembaca
agar dapat memberikan masukan-masukannya berupa saran, tanggapan
dan kritikan atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam makalah ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
35