Anda di halaman 1dari 235

A.

Definisi Katarak
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan

berkurang (Corwin, 2000).

B. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3.

Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.

4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)

dan

obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).


Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan
metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4.

Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti


kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.

5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).

C. Patofisiologi

D. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta

gangguan

fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.


2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.

dengan

bukannya

Hasilnya

adalah

pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau
putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil

mata seakan akan bertambah putih.

2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
Peka terhadap sinar atau cahaya.
Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Kesulitan melihat pada malam hari
Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
E.Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus
yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital

adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari
1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakitpenyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia,
lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat
kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a) Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak
terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai
dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ).
Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat

anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia
oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap

untuk

waktu

yang

lama.

(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).


b) Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum
mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada
stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata
depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c) Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil
desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang
pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d)

Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma
fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

4) Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol

pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
5) Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada
lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia
lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta:
Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)


Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan Lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans

Bilik mata depan

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Sudut bilik mata

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow test

(-)

(+)

(-)

+/-

Visus

(+)

<

<<

<<<

Penyulit

(-)

Glaukoma

(-)

Uveitis+glaukoma

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:


1. Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari
lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi
lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3. Katarak Subkapsular.

Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM,
renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat
mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.

F. Penatalaksanaan katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,
tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan
jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika
katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris

: Cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.

2. Badan silier
3. Koroid

: Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.


: Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf

optikus di bagian belakang mata.


Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris
disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan
bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat
setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin
terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas
indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Indikasi dilakukannya operasi
katarak :
1. Indikasi sosial

: Jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam


melakukan rutinitas pekerjaan.

2.

Indikasi medis : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.

3. Indikasi optic

: Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3m
didapatkan hasil visus 3/60.

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya
itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
1. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.
2. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti
nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai
waktu pemulihan yang lebih cepat.

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata
baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan

Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya,
tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi
keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan
dapat kembali menjadi jelas.

G. Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan
palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi
bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan
dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan
intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis,
biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu,
kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi.
Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea,
kamera
anterior,
iris,
dan
pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah :
a. Melakukan
obsevasi
keadaan
umum
mata
dari
jauh.
b. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata
diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
c. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda
asing.

H. PemeriksaanDiagnostik
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral
2. Lapang penglihatan
3. Pengukuran tonografi
4. Test provokatif
5. Pemeriksaanoftalmoskopi
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
7. Test toleransi glaukosa/ FBS
I. Komplikasi

penglihatan)

Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan strabismus dan bila katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi penyakit
berupa
glukoma
dan
uveitis.
J. Pencegahan Katarak
a. Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang
mempercepat terbentuknya katarak.
b. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi
jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c.
d.

Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.

Mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit C, vit A dan vit E

1. Asuhan keperawatan katarak


PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama klien : Tn. B
Umur
: 45 Tahun
Diagnosa Medik
: Katarak
Tanggal Masuk
: 13 05 - 2013
Alamat
: Kampung rawa
Suku
: Sulawesi
Agama
: islam
Pekerjaan
: PNS
Status perkawinan: Menikah
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh penglihatan kabur seperti berawan, padahal Tn. B sudah
menggunakan kaca mata plus 1dan minus 2,5 pada obita dextra dan sinistra.
Pemeriksaan fisik dengan Opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih. Sudah 2
tahun ini Tn. B dinyatakan menderita diabetes mellitus, dan menjalankan pengobatan
secara teratur. Oleh dokter spesialis mata Tn. B dinyatakan katarak. Tn. B dipersiapkan
untuk dilakukan operasi katarak 2 hari lagi jika kadar gula darahnya sudah normal. TTV
saat ini
a. TD : 140/90 mmhg
b. Nadi : 84 x/menit

c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit

DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
1. Klien mengatakan penglihatan kabur 1. Hasil pemeriksaan fisik dengan
seperti berawan, padahal sudah

opthalmoscope bagian kornea ada

menggunakan kaca mata plus 1 dan

selaput putih
Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
Hasil pemeriksaan : BB : 78 kg dan
GDS terakhir 210
Kemungkinan klien terlihat sulit untuk

2.
minus 2.5 pada orbita dextra dan
a)
b)
sinistra.
2. Klien mengatakan sudah 2 tahun ini c)
d)
mempunyai Diabetes Melitus, dan
3.
menjalankan pengobatan secara teratur4.
5.
3. Klien mengatakan tidak mengerti

beraktivitas.
kenapa sampai mengalami katarak
4. Kemungkinan klien mengatakan cemas6. Kemungkinan klien wajahnya
memikirkan biaya untuk operasinya.
5. Kemungkinan klien mengatakan
kesulitan untuk beraktivitas
6. Kemungkinan klien mengatakan
penglihatannya tidak jelas
7. Kemungkinan klien mengatakan jika
terkena sinar/paparan matahari
menyilaukan mata
8. Kemungkinan klien mengatakan jika
melihat sesuatu berbayang-

tampak gelisah
7. Kemungkinan klien terlihat terus
bertanya-tanya dengan
pertanyaan yang sama.
8. Kemungkinan klien terlihat
bingung.
9. Kemungkinan klien terlihat
cemas.
10. Kemungkinan klien terlihat takut
11. Kemungkinan klien terlihat tegang.
12. Kemungkinan klien terlihat

bayang/menjadi dua bayangan.


memfokuskan pada dirinya sendiri.
9. Kemungkinan klien mengatakan takut 13. Kemungkinan skla nyeri (6)
14. Kemungkinan klien terlihat menahan
akan kondisinya.
10. Kemungkinan klien mengatakan tidak
rasa sakit.
tahu sama sekali tentang penyakitnya. 15. Kemungkinan klien terlihat merintih
11. Kemungkinan klien mengatakan cemas

takut tidak berhasil menjalankan

kesakitan ( nyeri )
16. Kemungkinan terlihat pada bagian

operasinya.
12. Kemungkinan klien mengatakan gelisah luka oprasi klien terdapat kemerahan.
13. Kemungkinan klien mengatakan cemas17. Kemungkinan terlihat pada bagian
terhadap penyakit yang dideritanya.
luka klien mengalami iritasi.
14. apakah sembuh/tidak.
18. Kemungkinan klien dan keluarganya
15. Kemungkinan klien mengatakan pada
tampak masih bingung dengan
bagian mata nyeri.
perawatan luka post operasi.
16. Kemungkinan klien mengatakan tidak
tahan terhadap nyerinya.
17. Kemungkinan klien mengatakan
badannya panas sehabis operasi
beberapa hari kemudian.
18. Kemungkinan klien mengatakan tidak
tahu dengan cara perawatan luka post
operasi.
19. Kemungkinan klien mengatakan berasal
dari keluarga kurang mampu.

ANALISA DATA
No.

Tanggal

Data Fokus

Ditemuk

DS :

Etiologi

Keperawat

an
1

Masalah

an
PRE OPERASI
Gangguan

Par
af

Gangguan

Klien mengatakan

persepsi

penerimaan

penglihatan kabur

sensori-

sensori/stat

seperti berawan,

perseptual

us organ

padahal Tn.B sudah

penglihatan.

indera

menggunakan kaca

ditandai

mata plus 1 dan minus

dengan

2.5 pada orbita dextra

menurunnya

dan sinistra
Kemungkinan klien

ketajaman
penglihatan.

mengatakan kesulitan

untuk beraktivitas
Kemungkinan klien
mengatakan
penglihatannya tidak

jelas
Kemungkinan klien
mengatakan jika
terkena sinar/paparan
matahari menyilaukan

mata
Kemungkinan klien
mengatakan jika
melihat sesuatu
berbayangbayang/menjadi dua
bayangan

DO:
Hasil pemeriksaan
fisik dengan
opthalmoscope bagian
kornea ada selaput

putih
Kemungkinan klien
terlihat sulit untuk
beraktivitas.
DS

Ansietas.

Perubahan

Klien mengatakan

pada status

cemas memikirkan

kesehatan.

biaya untuk

operasinya.
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
takut tidak berhasil
menjalankan

operasinya
Kemungkinan klien

mengatakan gelisah
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
terhadap penyakit yang
dideritanya.
DO

Kemungkinan
terlihat wajah klien

tampak gelisah.
Kemungkinan klien

terlihat tegang.
Kemungkinan klien
terlihat memfokuskan

pada diri sendiri.


Kemungkinan klien

terlihat cemas.
Kemungkinan klien

terlihat takut
DS :

Kurang

kurang

Klien mengatakan

Pengetahuan.

informasi

tidak mengerti kenapa

tentang

sampai mengalami

penyakit.

katarak

Kemungkinan klien
mengatakan takut akan

kondisinya.
Kemungkinan klien
mengatakan tidak tahu
sama sekali tentang

penyakitnya.
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
terhadap penyakit yang
dideritanya apakah

sembuh/tidak
DO:
Kemungkinan wajah

tampak gelisah
Kemungkinan klien
terlihat terus bertanyatanya dengan

pertanyaan yang sama.


Kemungkinan klien
terlihat bingung.
POST OPERASI
DS :
Nyeri.

Luka pasca

Kemungkinan klien

operasi.

mengatakan nyeri pada


bagian mata pasca

operasi.
Kemungkinan klien
mengatakan tidak
tahan ternhadap
nyerinya
DO :


a)
b)
c)
d)

Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
Kemungkinan skla

nyeri (6)
Kemungkinan klien
terlihat menahan rasa

sakit.
Kemungkinan klien
terlihat merintih
kesakitan ( nyeri )

DS

Resiko tinggi

Keterbatasa

Klien mengatakan

terhadap

penglihatan kabur

cidera.

penglihatan.

seperti berawan,
padahal sudah
menggunakan kaca
mata plus 1 dan minus
2.5 pada orbita dextra

dan sinistra
Kemungkinan klien
mengatakan kesulitan

untuk beraktivitas
Kemungkinan klien
mengatakan
penglihatannya tidak

jelas
Kemungkinan klien
mengatakan jika
melihat sesuatu

berbayangbayang/menjadi dua
bayangan
DS :

Risiko infeksi. Prosedur

Kemungkinan klien

invasif

mengatakan badannya

(operasi

panas sehabis operasi

katarak).

beberapa hari
kemudian
DO :

a)
b)
c)
d)
7

Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
DS :

Resiko

kurang

Kemungkinan klien

ketidak

pengetahuan

mengatakan tidak tahu

efektifan

, kurang

dengan cara perawatan

penatalaksan

sumber

luka post operasi.


Kemungkinan klien

aan regimen

pendukung.

mengatakan berasal
dari keluarga kurang
mampu.
DO :

Kemungkinan klien
dan keluarganya
tampak masih bingung
dengan perawatan luka
post operasi.

terapeutik.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.

Tanggal

Tanggal

Gangguan persepsi sensori-perseptual

ditemukan
12 05 /

Teratasi
15 05 /

penglihatan b.d Gangguan penerimaan

2013

2013

2.

dengan menurunnya ketajaman.


Ansietas b.d Perubahan pada status

12 05 /

15 05 /

3.

kesehatan.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi

2013
12 05 /

2013
12 05 /

4.

tentang penyakit
Nyeri b.d Luka pasca operasi.

2013
15 05 /

2013
18 05 /

5.

Resiko

2013
15 05 /

2013
18 05 /

6.

Keterbatasan penglihatan.
Risiko infeksi b.d Prosedur invansif

2013
15 05 /

2013
18 05 /

7.

( operasi katarak )
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan

2013
15 05 /

2013
18 05 /

2013

2013

1.

Diagnosa keperawatan

sensori/status organ indera ditandai

tinggi

terhadap

cidera

b.d

regimen terapeutik b.d kurang


pengetahuan, kurang sumber pendukung.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N

Diagnos

Keperaw

atan
Gangguan

Setelah

persepsi

dilakukan

gangguan

penglihatan, catat tiap individu

sensori-

tindakan

sensori danber

apakah satu atau

perseptual

keperawa

kompensasi

penglihata

tan

terhadap

n b.d

selama

perubahan.

Gangguan

Tujuan

3x24 jam

Kriteria hasil

Mengenal

Intervensi

1. Kaji ketajaman

dua mata terlibat.


2. Orientasikan
klien
tehadaplingkunga

Rasional

1. Kebutuhan
dan pilihan
intervensi
bervariasi
sebab
kehilanganpe

penerimaa

diharapka

Mengidentifikasi

sensori/st

masalah

/memperbaiki

atus organ

presepsi

potensial

indera

sensori

bahaya dalam

ditandai

penglihat

lingkungan.

dengan

an

menurunny teratasi
a
ketajaman
penglihata
n.

n.
3. Observasi tanda-

nglihatan
terjadi

tandadisorientasi.
lambatdan
4. Pendekatan dari
progresif.
sisi yangtak
2. Memberikan
dioperasi,
peningkatank
bicaradengan
enyamanan
menyentuh.
dan
5. Ingatkan klien
kekeluargaan,
menggunakan
menurunkan
kacamata katarak
cemas dan
yang tujuannya
disorientasip
memperbesar
asca operasi.
kurang lebih 25%,
3. Terbangun
penglihatan
dalam
perifer hilang.
lingkungan
6. Letakkan barang
yang tidak
yang
dikenal dan
dibutuhkan/posis
mengalamiket
i bel pemanggil
erbatasan
dalam
penglihatanda
jangkauan/posisi
pat
yang sehat.
mengakibatka
nkebingungan
terhadap
orang tua.
4. Memberikan
rangsangsens
ori tepat
terhadapisola
si dan

menurunkanb
ingung.
5. Perubahan
ketajaman
dankedalama
n persepsi
dapat
menyebabkan
bingung
penglihatan
dan
meningkatkan
resiko cedera
sampai
pasien belajar
untuk
mengkompen
sasi.
6.
Memungkinka
n
pasienmelihat
objek lebih
mudah dan
memudahkan
panggilan
untuk
pertolongan
biladiperlukan
.

Ansietas

Setelah

b.d

dilakukan

mengungkapkan

kecemasan

kecemasan

Perubahan

tindakan

dan

pasien dan catat

akan

pada

keperawa

mendiskusikan

adanya tanda-

dipengaruhi

status

tan

rasa

tanda verbal dan

bagaimana

kesehatan.

selama

cemas/takutnya

Pasien

3x24 jam

diharapka Pasien tampak

1. Kaji tingkat

nonverbal.
2. Beri kesempatan

n : tidak

rileks tidak

terjadi

tegangdan

isipikiran dan

kecemas

melaporkan

perasaan

an pada

kecemasannya

klien dan

berkurang

tidak ada

sampai pada

perubaha

tingkat dapat

n status

diatasi.

n.

informasi
tersebut

pasien untuk
mengungkapkan

kesehata

1. Derajat

diterima oleh
2.

Mengungkapk

takutnya.
3. Observasi tanda

an rasa takut
secara

vital

terbuka

danpeningkatan

dimana rasa

respon fisik
pasien.
4. Beri penjelasan
pasien tentang

takut dapat
ditujukan.
3. Mengetahui

prosedur tindakan
operasi,

pasienterhadap
ruangan,petugas,
dan
peralatanyang
akan digunakan.

fisiologis
ditimbulkan

akibatnya.
5. Lakukan
danperkenalan

respon
yang

harapandan

orientasi

individu.

akibat
4.

kecemasan.
Meningkatkan
pengetahuan
pasien dalam
rangka
mengurangi
kecemasan

6. Beri penjelasan
dansuport pada
pasien

dan
kooperatif.
5. Mengurangi
kecemasan

padasetiap

dan

melakukan
prosedurtindakan.

meningkatkan

pengetahuan.
6. Mengurangi
perasaan
takutdan
cemas.

Kurang

Setelah

pengetahu

dilakukan

menyatakan

tentang kondisi

meningkatkan

an b.d

tindakan

pemahaman

individu,

pemahaman

Kurang

keperawa

mengenai

prgnosis, tipe

dan

informasi

tan

kondisi/proses

tentang

selama

penyakit &

penyakit.

3x24 jam

pengobatan.

diharapka
n:
Klien
lebih
mengerti
akan
penyakitn
ya

Klien

1. Kaji informasi

1.

prosedur/lensa.
2. Informasikan

meningkatkan
kerja sama

pasien untuk

dengan

menghindari tetes

perawat.
mata yang dijual 2. Dapat
bebas.
3. Tekankan
pentingnya
evaluasi
perawatan rutin.
Beri tahu untuk

bereaksi
silang/campu
r dengan obat
yang
diberikan.
3. pengawasan

melaporkan

periodik

penglihatan

menurunkan

berawan.
4. Anjurkan pasien
menghindari

risiko
komplikasi
serius.

membaca,

4. aktivitas

berkedip;

yang

mengangkat

menyebabkan

berat, mengejan

mata

saat defekasi,

lelah/regang,

membongkok

manuver

pada panggul,

Valsalva, atau

meniup hidung.

meningkatkan
TIO dapat
mempengaru
hi hasil bedah
dan
mencetuskan

Nyeri b.d

Luka

perdarahan.
1. Nyeri

Setelah

pasca

Nyeri berkuran. 1. Dorong pasien


dilakukan Klien terlihat
untuk melaporkan dirasakan
lebih rileks
tindakan
tipe, lokasi dan
dimanifestasi

operasi.

keperawa
tan
selama
3x24 jam
diharapka
n : nyeri
berkurang
, hilang
dan
terkontrol
.

intensitas nyeri,
rentang skala.
2. Pantau TTV.
3. Berikan tindakan

kan dan
ditoleransi
secara

individual.
kenyamanan.
2. Kecepatan
4. Beritahu pasien
jantung
bahwa wajar
biasanya
saja , meskipun
meningkat
lebih baik untuk
karena nyeri.
meminta
3.
analgesik segera
meningkatkan
setelah
relaksasi.
ketidaknyamanan 4. adanya nyeri
menjadi

menyebabkan

dilaporkan.
Kolaborasi :
5. Berikan obat
sesuai indikasi

tegangan otot
yang
menggangu
sirkulasi
memperlamb
at proses
penyembuhan
dan
memperberat
nyeri.
5. Rasionalisasi
: Untuk
mengontrol
nyeri adekuat
dan
menurunkan

tegangan.
1. Diskusikan apa1. Membantu

Resiko

Setelah

tinggi

dilakukan

pemahaman

yang terjadi

mengurangi

terhadap

tindakan

factor yang

pada

rasa takut

cidera b.d

keperawa

terlibat dalam

pascaoperasi

dan

Keterbatas

tan

kemungkinance

tentang nyeri,

meningkatk

an

selama

pembatasan

an kerja

aktivitas,

sama dalam

penampilan,

pembatasa

penglihata
n.

Menyatakan

dera
3x24 jam Mengubah
diharapka lingkungan
n:

sesuai indikasi

cedera

untuk

dapat

meningkatkan

dicegah

keamanan

balutan mata.
2. Beri pasien
posisi

n yang
diperlukan.
2. Istirahat

bersandar,

hanya

kepala tinggi

beberapa

atau miring ke

menit

sisi yang tak

sampai

sakit sesuai

beberapa

keinginan.
3. Batasi

jam pada
bedah

aktivitas

rawat jalan

seperti

atau

menggerakkan

menginap

kepala tiba-

semalam

tiba,

bila terjadi

menggaruk

komplikasi.

mata,

Menurunka

membongkok.
4. Ambulasi

n tekanan
pada mata

dengan

yang sakit,

bantuan;

meminimal

berikan kamar

kan risiko

mandi khusus

perdarahan

bila sembuh

atau stres

dari anastesi.

pada
jahitan/jahit
an terbuka.
3.
Menurunka
n stres
pada area
operasi/me
nurunkan
TIO.
4.
Memerlukan
sedikit

regangan
daripada
penggunaa
n pispot,
yang dapat
meningkatk
6

Risiko

Setelah

infeksi b.d

dilakukan

tanda-tanda

pentingnya

jumlah

efek

tindakan

infeksi seperti

mencuci tangan

bakteri pada

samping

keperawa

kemerahan dan

sebelum

tangan,

prosedur

tan

iritasi.

menyentuh /

mencegah

invasive.

selama
3x24 jam
diharapka
n : tidak
terjadi
infeksi.

Tidak ada

1. Diskusikan

an TIO.
1. Menurunkan

mengobati mata.
2. Gunakan /

kontaminasi

area operasi.
tunjukkan tekhnik 2. Tekhnik
yang tepat untuk

aseptik

membersihkan

menurunkan

bola mata.
3. Tekankan
pentingnya tidak
menyentuh /
menggaruk mata
yang dioperasi.
4. Berikan obat
sesuai indikasi.
Kolaborasi :
5. Berikan obat
sesuai indikasi.

resiko
penyebaran
bakteri dan
kontaminasi
silang.
3. Mencegah
kontaminasi
dan
kerusakan
sisi operasi.
4. Digunakan
untuk
menurunkan
inflamasi.

5. Sediaan
topikal
digunakan
secara
profilaksis,
dimana
terapi lebih
diperlukan
bila terjadi
7

Resiko

Setelah

ketidakefe

dilakukan

mengidentifikasi

pengetahuan

modalitas

ktifan

tindakan

kegiatan

pasien tentang

dalam

penatalaks

keperawa

keperawatan

perawatan paska

pemberian

anaan

tan

rumah (lanjutan)

regimen

selama

yang diperlukan

Klien mampu

1. Kaji tingkat

infeksi.
1. Sebagai

hospitalisasi.
2. Terangkan cara

3x24 jam Keluarga

b.d kurang

diharapka

menyatakan

pengetahu

n:

siap untuk

an, kurang

perawata

mendampingi

sumber

n rumah

klien dalam

pendukung

berjalan

melakukan

kesiapan klien

. Yang

efektif.

perawatan

paska

dengan,
pertanyan
atau
peryataan
salah
konsepsi,

kesehatan

penggunaan obat-

terapeutik

ditandai

pendidikan

obatan.
3. Berikan
kesempatan
bertanya.
4. Tanyakan

tentang
perawatan di
rumah.
2. Klien
mungkin
mendapatkan
obat tetes
atau

hospitalisasi.
5. Identifikasi
kesiapan
keluarga dalam
perawatan diri
klien paska
hospitalisasi.

salep(topical)
3.

.
Meningkatkan
rasa percaya,
rasa aman,
dan

tak akurat

6. Terangkan

mengeksplora

mengikuti

berbagai kondisi

si

instruksi,

yang perlu

pemahaman

dikonsultasikan.

serta hal-hal

terjadi
komplikasi

yang mungkin

yang dapat

belum

dicegah

dipahami.
4. Respon
verbal untuk
meyakinkan
kesiapan
klien dalam
perawatan
hospitalisasi.
5. Kesiapan
keluarga
meliputi
orang yang
bertanggung
jawab dalam
perawatan,
pembagian
peran dan
tugas serta
penghubung
klien dan
institusi
pelayanan
kesehatan.
6. Kondisi yang
harus segera

dilaporkan :
Nyeri pada
dan disekitar
mata, sakit
kepala
menetap.
Setiap nyeri
yang tidak
berkurang
dengan obat
pengurang
nyeri.
Nyeri disertai
mata merah,
bengkak,
atau keluar
cairan :
inflamasi dan
cairan dari
mata.
Nyeri dahi
mendadak.
Perubahan
ketajaman
penglihatan,
kabur,
pandangan
ganda,
selaput pada
lapang
penglihatan,

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). buku saku patofisiologi. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Jenis Operasi
Upaya penyembuhan katarak yang paling efektif adalah dengan operasi
pengangkatan lensa yang keruh dan diganti dengan lensa buatan yang disebut
sebagai keratoplasty.
Dikenal dua jenis operasi pada katarak yaitu tanpa implantasi IOL (Intra Ocular Lens
Lensa tanam) dan dengan implantasi IOL.
1. Operasi katarak ekstrakapsuler (ECCE): tindakan pembedahan pada lensa
katarak, di mana dilakukan pengeluaran isis lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior sehingga masa lensa atau korteks lensa dapat keluar melalui
robekan terebut. Teknik ini bisa dikerjakan pada semua stadium katarak kecuali
pada luksasio lentis. Memungkinkan diberi lensa tanam (IOL) untuk pemulihan
visus. Komplikasi lebih jarang timbul durante operasi dibanding ICCE.
2. Phacoemulsification (PE) atau phaco: teknik operasi ini tidak berbeda jauh
dengan cara ECCE, tetapi nucleus lensa diambil dengan menggunakan gelombang
suara berfrekuensi tinggi (emulsifier). Dibanding ECCE, maka irisan luka operasi
lebih kecil sehingga setelah diberi IOL rehabilitasi visus lebih cepat, di samping itu
penyulit pascabedah lebih sedikit ditemukan.
Pada saat operasi katarak, dokter akan membuka daerah depan mata dengan
bantuan mikroskop untuk mengangkat lensa yang keruh untuk digantikan dengan
lensa buatan. Operasi tidak menimbulkan rasa sakit karena pasien akan diberi
anestasi lokal berupa tetes mata.
RESIKO OPERASI
Sama seperti pada operasi lainnya, resiko yang mungkin terjadi adalah infeksi dan
pendarahan. Infeksi atau pendarahan yang terjadi dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan. Karena itu dokter akan meminta pasien untuk menghentikan
pengobatan tertentu yang sedang dijalani yang memungkinkan terjadinya resiko ini.

Operasi katarak juga dapat menyebabkan terjadinya inflammation (sakit, mata

merah, bengkak), kehilangan penglihatan, penglihatan ganda, dan tekanan tinggi


pada bola mata yang menyebabkan rasa nyeri.
Di beberapa kasus, IOL kemudian dapat menyebabkan mata keruh dan
menyebabkan kaburnya penglihatan. Kondisi ini dikenal dengan istilah after-cataract
dan biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sejak operasi katarak
dilakukan. After-cataract dapat diatasi dengan membuat lubang kecil pada selaput
mata dengan menggunakan laser supaya cahaya dapat masuk kedalam lensa mata.
Namun demikian, operasi katarak juga merupakan operasi teraman dan efektif
dibanding jenis operasi lainnya. Sekitar 90% kasus operasi katarak di Amerika,
mereka yang menjalani operasi katarak dapat pulih dan memiliki penglihatan yang
jelas kembali.

SEBELUM OPERASI
Satu atau dua minggu sebelum operasi, dokter akan melakukan berbagai tes,
seperti mengukur kurva kornea dan bentuknya. Tes ini diperlukan agar dokter dapat
menentukan tipe IOL yang tepat. Disamping itu dilakukan berbagai tes lain standard
operasi, seperti gula darah, tekanan darah, jumlah darah dll.
Yang perlu diperhatikan adalah 12 jam sebelum operasi, pasien harus puasa makan
dan minum.
SELAMA OPERASI
Di klinik mata atau rumah sakit, mata akan dicuci dan dibersihkan sebelum operasi.
Operasi biasanya akan dilakukan kurang dari 1 jam dan biasanya pasien hampir
tidak merasakan sakitnya. Banyak pasien yang memilih untuk tetap sadar selama
operasi, hanya dibagian mata diberikan bius lokal. Jika tidak terjadi pendarahan dan
keadaan memungkinkan, pasien bahkan dapat diijinkan pulang pada hari itu juga.
SETELAH OPERASI
Setelah operasi mata yang dioperasi akan ditutup dengan kasa dan tidak boleh
kena air selama 2-4 hari, tidak boleh terpukul dan jangan digosok-gosok.
Jaga kebersihan mata, cuci tangan sebelum menyentuh mata, dan minum obat2an
atau menggunakan obat tetes mata sesuai dengan petunjuk dokter untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Untuk melindungi mata dari cedera, pasien sebaiknya menggunakan kacamata atau
pelindung mata yang terbuat dari logam termasuk waktu tidur (siang dan malam)
minimal selama 1 (satu) minggu setelah operasi atau sampai luka pembedahan
benar-benar sembuh.
Pada awalnya penglihatan memang belum sejelas seperti yang diharapkan, tetapi
makin hari akan bertambah jelas. Beberapa minggu setelah operasi dilakukan,
pasien dapat diberi resep untuk kacamata khusus yang membantu agar mempunyai

penglihatan yang tepat setelah pengangkatan lensa.


Jangan menunduk atau membongkokan badan (kepala lebih rendah dari dada)
untuk mengangkat benda dari lantai. Jangan mengangkat barang yang berat dan
tidur tengkurap.
Selain itu pemeliharaan pasca operasi tidak hanya mata tetapi gula darah, tekanan
darah, pola istirahat, yang kemudian ikut mempengaruhi kesiapan mata untuk
beradaptasi dengan lensa yg dipasangkan pengganti tersebut.
Di banyak kasus, diperlukan 8 minggu untuk kesembuhan total.

PENCEGAHAN
Walaupun pencegahan katarak secara ilmiah belum dapat dibuktikan, namun
menggunakan ultraviolet-protecting sunglasses ketika berada di luar ruangan pada
siang hari dapat mengurangi resiko timbulnya katarak. Penggunakan antioksidan
seperti vitamin C & E serta karotenoid secara teori juga dapat mencegah terjadinya
katarak. Disamping itu upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mengasup
makanan bergizi seimbang dan juga memperbanyak porsi buah dan sayuran.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah
1. Identitas
Nama
: Tn./Ny./ An
Usia
: Bisa terjadi pada semua umur
Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan
Alamat
:
Dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada katarak kongenital biasanya
terlihat pada usia dibawah 1 tahun, sedangkan pasien dengan katarak juvenile
terjadi pada usia <40 tahun, pasien dengan katarak persenil terjadi pada usia
sesudah 30 40 tahun,dan pasien dengan katarak senilis terjadi pada usia >40
tahun.

2.
-

Keluhan utama:
Penglihatan kabur
Persepsi warna turun
Diplopia dan visus menurun

Ada hailo
Penglihatan memburuk pada siang hari/silau
Mata basah
Perawat harus menentukan apakah masalahnya hanya mengenai satu atau dua
mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.

3. Riwayat penyakit dahulu


Akibat trauma
Akibat radasi
Penggunaan kortikosteroid yang lama
Kelainan congenital
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya , dan penyakit metabolic lainya yang
memicu resiko katarak.

4. Riwayat penyakit sekarang


Penglihatan kabur
Persepsi warna turun
Diplopia dan visus menurun
Ada hailo
Penglihatan memburuk pada siang hari
Merupakan penjelasan dari keluhan utama.
5.
-

Riwayat keluarga
Katarak bisa karena kongenital
Adanya riwayat kelainan mata famili derajat pertama.

Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk mengidentifikasi


kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.

B. DATA DASAR PENGKAJIAN


1.

Aktifitas/istirahat

Gejala
penglihatan.
2.
-

: perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan

Makanan/cairan
Gejala
: muntah/mual (glaukoma akut ).

3. Neurosensori
Gejala
: gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotopobia (glaukoma akut ). Perubahan kacamata/ pengobatan
tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil ( katarak ). Pupil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan ( glaukoma darurat ).
Peningkatan air mata.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri
tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata,sakit kepala (glaukoma
akut).
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor,(contoh peningkatan tekanan vena ),
ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma). Terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.

C. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.

2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan


kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat,
keterbatasan kognitif.
4. Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan
5. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

b.

Post operasi

1. Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.


2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi
jaringan tubuh
3. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan
kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi Rasional
1. Diskusi tentang pembatasan aktivitas

2. Ambulasi dengan bantuan berikan kamar mandi khusus


3. Dorong nafas dalam bentuk untuk bersihan paru
4. Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres, contoh bimbingan imajinasi,
visualisasi, nafas dalam dan latihan relaksasi
5. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
6. Berikan obat sesuai indikasi antiemetic 1. Membantu mengurangi rasa takut
dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan
2. Memerlukan sedikit dari pada pispot yang dapat menyebabkan TIO
3. Batuk meningkatkan TIO
4. Meningkatkan relaksasi dan koping menurunkan TIO

5. Digunakan untuk melindungi dari cidera dari kecelakaan untuk menurunkan


gerakan mata
6. Mual/muntah dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk
mencegah cidera okuler

Diagnosa 2
Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasif
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup dan meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam serta
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke
luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukkan
lensa kontak bila menggunakan.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
4. Observasi tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak bengkak,
drainase purulen. Identifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topical, parenteral, atau subkonjungtival)

2. Steroid
3. Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah area kontaminasi area
operasi
4. Teknik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang

5. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi


6. Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlikan upaya intervensi.
Adanya ISK meningkatkan adanya resiko kontaminasi silang.

1. Topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
terjadi infeksi.
2. Digunakan untuk menurunkan inflamasi.

Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubunan denan peningkatan TIO
Tujuan : menyatakan pemahaman faktor yang terlibat kemungkinan cedera
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata
2. Beri pasien posisi bersandar, atau miring ke sisi yang tidak sakit sesuai
keinginan

3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,


membungkuk
4. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anestesi
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk bersih paru
6. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
7. Minta pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri mata tajam
tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hipema
(perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
8. Observasi pembengkakan luka, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi

1. Berikan antiemetik sesuai indikasi

2. Berikan analgesic
1.
Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam
pembatasan yang diperlukan
2. Istirahat beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau
menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang
sakit, meminimalkan resiko perdarahan atau stres pada jahitan terbuka
3. Menurunkan stress pada area operasi/menurunkan tio
4. Memerlukan sedikit regangan dari pada penggunaan pispot yang dapat
meningkatkan tio
5. Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO
6. Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan
mata
7. Ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan, nyeri akut
menunjukkan TIO atau perdarahan, terjadi karena regangan .

8. Menunjukkan proptar iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan
atau tekanan mata.

1. Mual/muntah dapat meningkatkan TIO, memerlukan tindakan segera untuk


mencegah cedera intraokuler.
2. Digunakan untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat/mencegah
gelisah yang dapat mempengaruhi TIO.
Diagnosa 4
Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada
lensa mata.
Tujuan : klien akan mendemontrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses
rangsangan visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar
2. Dapatkan deskripsi fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh
klien
3. Adaptasikan lingkungan dengan kebutuhan visual klien dengan cara
orientasikan klien padalingkungan
4. Letakkan alat-alat yang sering digunakan dalam pandangan klien (seperti, tv
control, teko, tisu)
5. Berikan pencahayaan yang paling sesuai dengan klien

6.

Cegah glare (sinar yang menyilaukan)

7.

Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat

8.

Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, birara dan menyentuh sering

9.

Orientasikan pasien terhadap lingkungan dan orang lain di areanya

10. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar


kurang lebih 25%, penglihatan ferifer hilang. Dan buta titik mungkin ada
11. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana
dapat terjadi bila menggunakan tetes mata
12. Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan pada sisi yang tak
dioperasi 1. Menentukan seberapa bagus visus klien
2. Memberikan data dasar tentang pandangan akurat klien dan bagaimana hal
tersebut memengaruhi perawatan
3. Memfasilitasi kebebasan bergerak dengan aman
4. Mengemambangkan tindakan indevenden dan meningkatkan keamanan
5. Meningkatkan penglihatan klien lokasi katarak akan memengaruhi apakah
cahaya gelap atau terang yang lebih baik
6. Mencegah distres. Katarak akan memecah sinar lampu yang akan
menyebabkan distres
7. Kehilangan pengihatan terjadi lambat dan progresif, tiap mata dapat berlanjut
dengan laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata yang diperbaiki per
prosedur.
8. Memberikan rangsangan sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan
bingung
9. Memberikan peningkatan kenyamanan, menurunkan cemas dan disorientasi
pascaoperasi
10. Perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan
bingung penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi
11. Gangguan penglihatan iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi
secara bertahap menurun dengan penggunaan
12. Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah

Diagnosa 5
Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman nyeri/timbulnya secara tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini

2. Dorong pasien untuk mengukur masalah dan mengekspresikan perasaan

3. Identifikasi sumber orang yang mendorong 1. Faktor ini mempengaruhi


persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus ansietas dan dapat
mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO
2. Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata mengklasifikasi
salah satu konsepsi dan pemecahan masalah
3. Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan berhubungn dengan perawatan/pengobatan
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur lensa
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas
3. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat,
mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung, penggunaan
sprey, bedak bubuk, merokok
4. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari

pembedahan atau penutup padaa malam


5. Anjurkan pasien tidur telentang mengatur intensitas lampu dan menggunakan
kaca mata gelap bila keluar atau dalam ruangan terang, batuk dengan mulut atau
mata terbuka
1. Meningkatkan pamahaman dan kerja sama dengan program
pasca operasi
2.

Dapat bereaksi silang campur dengan obat yang diberikan

3. Aktivitas yang menyebabkan mata lelah atau regang atau meningkatkan TIO
dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan perdarahan

4. Mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan


TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala
5. Mencegah cedera kecelakaan pada mata

Diagnosa 7
Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketekutan dan depresi : penerimaan
pembedahan dan pemahaman instruksi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui
keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman. Jawab pertanyaaan,
memberi dukungan, membantu pasien melengkapi metode koping.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.

3. Jelaskan rutinitas perioperatif.


Preoperatif : tingkat aktivitas, pembatasan diet, obat-obatan.
Intraoperatif : pentingnya berbaring diam selama pembedahan atau
memberi peringatan kepada ahli bedah ketika terasa akan batuk atau akan berganti
posisi. Muka ditutup dengan kain, dan diberikan O. Suara bising dan peralatan yang
tak biasa. Pemantauan, termasuk pengukuran tekanan darah yang sering.
Pasca operasi : pemberian posisi,pembalutan, tingkat aktivitas , pentingnya
bantuan untuk ambulasi sampai stabil dan adekuat secara visual.
4. Jelaskan intervensi sedetil-detinya ; perkenalkan diri anda pada setiap interaksi ;
terjemahkan setiap suara asing; pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi
verbal.
5. Dorong untuk menjalankan kebiasaaan hidup sehari-hari bila mampu. Pesan

makanan yang bisa diamakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat melihat
dengan baik atau tak dapat melihat dengan baik atau tak mempunyai keterampilan
koping untuk menggunakan peralatan makan.
6. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
7. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan
( pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan tangan permainan)
1. Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui. Mekanisme
koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran, ketakutan,
depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan, dan penolakan.
2. Pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan
meningkatkan keamanan.
3. Pasien yang telah mendapat informasi banyak informasi lebih mudah menerima
penaganan dan mematuhi intruksi.

4. Pasien yang mengalami ganguan visual bergantung pada masukan indera yang
lain untuk mendapatkan informasi.
5.

Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat.

6. Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan


penanganan dan perawatan diri.
7. Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan
negatif.
Diagnosa 8
Resiko terhadap cedera dan yag berhubugan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.
Tujuan : pencegahan cedera.

INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Ingat bahwa
balutan bilateral menjadikan pasien tak dapat melihat, mengunakan tekhnik
bimbingan penglihatan.
2. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataaan meja-kursi tanpa
pasien diorentasi terlebih dahulu.
3. Orintasikan pasien pada ruangan.
4. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperintahkan.
5. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma.
6. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata. 1.
Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak
mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan.

2.

Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cedera.

3.
4.
5.
6.

Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.


Temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera.
Tekanan pada mata dapat mengakibatkan kerusakan serius lebih lanjut.
Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.

E. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien dan tergantung pada kondisinya.
Sasaran utama pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan
deteriosasi visual yang lebih berat , pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi
sosial, dan tanpa komplikasi.
F. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang
telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien. Hasil
yang diharapkan :
1. Mengalami peredaan nyeri.
2. Tampak tenang dan bebas dari ansietas.
3. Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.
4. Menerima program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan
tepat.
5. Mempraktikan aktifitas perawatan diri secara efektif.
6. Berpartisipasi dalam aktifitas diversional dan sosial.
7. Mengucapkan pemahaman program terapi, perawatan tindak lajut, dan
kunjungan ke dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer,dkk.(1999). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). buku saku patofisiologi. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Dorland. (1998).Kamus Saku Kedokteran Dorland.Edisi 25. EGC : Jakarta
Darling,H Vera dan Thorpe, R Margaret. (1996) Perawatan Mata. Yayasan Essentia
Medica dan Andi : Yogyakarta
Ilyas Sidarta, dkk.(2008). Sari Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta
Juall Lyanda Carepnito.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. EGC:
Jakarta
N, Indriana Istiqomah.(2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. EGC :
Jakarta
Pearce C, Evelyn.(2009). Anatomi dan fisiologi. Gramedia : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

HERNIA INGUINALIS
A Pengertian
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal
atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi
secara normal (Lewis,SM, 2003).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis
menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis
externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000).
Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas
kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang
bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004).
Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui
dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).

B Anatomi Fisiologi
Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni musculus rectus abdominis, musculus,
obliqus abdominis internus, musculus transversus abdominis. Kanalis inguinalis
timbul akibat descensus testiculorum, dimana testis tidak menembus dinding perut
melainkan mendorong dinding ventral perut ke depan. Saluran ini berjalan dari
kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis, panjangnya : + 4 cm.
(Brunner & Suddarth, 2000)
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag
merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus
transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini
dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus
dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta
sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas
bagian proksimedial (Martini, H 2001).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia

inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus
oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum
hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada
mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Martini, H 2001)
C Klasifikasi
Hernia inguinalis, terdiri dari 2 macam yaitu :
1. Hernia inguinalis indirect atau disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia
yang terjadi melalui cincin inguinal dan mengikuti saluran spermatik melalui kanalis
inguinalis (Lewis,SM, 2003).
2. Hernia inguinalis direct yang disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia
yang menonjol melalui dinding inguinal posterior di area yang mengalami
kelemahan otot melalui trigonum hesselbach bukan melalui kanalis, biasanya terjadi
pada lanjut usia (Ignatavicus,dkk 2004).

D Etiologi
Menurut Black,J dkk (2002).Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B
Saunders, penyebab hernia inguinalis adalah :
Kelemahan otot dinding abdomen.
1. Kelemahan jaringan
2. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
3. Trauma
Peningkatan tekanan intra abdominal.
1. Obesitas
2. Mengangkat benda berat
3. Mengejan Konstipasi
4. Kehamilan
5. Batuk kronik

6. Hipertropi prostate
Faktor resiko: kelainan congenital

E Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan
seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air
besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan
kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding
abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja
melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat
parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi
atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat
menyebabkan ganggren (Oswari, E. 2000).
Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat.
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang
berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan
daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan
peningkatan tekanan intra abdomen (Nettina, 2001).

PATHWAY HERNIA

F Manifestasi Klinik

1. Penonjolan di daerah inguinal


2. Nyeri pada benjolan/bila terjadi strangulasi.
3. Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti kram dan
distensi abdomen.
4. Terdengar bising usus pada benjolan
5. Kembung
6. Perubahan pola eliminasi BAB
7. Gelisah
8. Dehidrasi
9. Hernia biasanya terjadi/tampak di atas area yang terkena pada saat pasien
berdiri atau mendorong.

G Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi
usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000
18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit.

H Komplikasi
1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus.
2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk.
Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran
isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata.
3. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis
strangulata.
4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis.
5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi.
6. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
7. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah,
8. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
9. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.

I Manajemen bedah
Perawatan pre operasi
Persiapan fisik dan mental pasien dan pasien puasa dan dilavamen pada malam
sebelum hari pembedahan.
2. Perawatan post operasi
a. Hindari batuk, untuk peningkatan ekspansi paru, perawat mengajarkan nafas
dalam.
b. Support scrotal dengan menggunakan kantong es untuk mencegah
pembengkakan dan nyeri.
c. Ambulasi dini jika tidak ada kontraindikasi untuk meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan resiko komplikasi post operasi.
d. Gunakan tehnik untuk merangsang pengosongan kandung kemih.
e. Monitoring intake dan output.
f. Palpasi abdomen dengan hati-hati.
g. Intake cairan > 2500 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi) untuk mencegah
dehidrasi dan mempertahankan fungsi perkemihan.
h. Bila pasien belum mampu BAK, dapat dipasang kateter karena kandung kemih
yang distensi dapat menekan insisi dan menyebabkan tidak nyaman.
i. Pemakaian celana suppensoar.
3. Discharge Planning :
a. Hindari mengejan, mendorong atau mengangkat benda berat.
b. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, mengganti balut steril setiap
hari dan kalau perlu.
c. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi diet tinggi
serat dan masukan cairan adekuat.

J Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,
antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah
sembelit.
f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan
dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan
mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol
yang dapat memperburuk gejala-gejala.
2. Pembedahan (Operatif) :
a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.
b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan
muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.

K Diagnosa yang mungkin muncul :


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, rencana operasi
3. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya
berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber-sumber
informasi, terbatasnya kognitif pasien.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, lika post pembedahan

5. Defisit / syndrom defisit self care berhubungan dengan kelamahan

RENPRA HERNIA
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi

1 Nyeri Akut b/d agen injuri fisik


Setelah dilakukan askep . jam nyeri terkontrol, peningkatan kenyamanan dengan
KH:
Klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3
Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.
V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).
Manajemen nyeri :
Kaji nyeri secara komprehensif ( Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi ).
Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
Berikan lingkungan yang tenang
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Monitor V/S
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2 Cemas berhubungan dengan krisis situasional, rencana operasi


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x 24 jam, cemas klien terkontrol.
Kriteria Hasil
a. Ekspresi wajah tampak tenang, rileks dan kooperatif.
b. Mengenali, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol
kecemasan.
c. Menemukan sikap tubuh, ekspresi wajah, isyarat dan tingkat kegiatan yang
menggambarkan berkurangnya penderitaan.
d. Menunjukkan beberapa kemampuan untuk menenangkan diri
Penurunan kecemasan
Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (tachicardia,
tachypnea, ekspresi cemas non verbal)
Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat melakukan tindakan.
Berusaha memahami keadaan klien
Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas.

Tentukan kemampuan pasien untuk mengambil keputusan


Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Kolaborasi untuk pemberian obata penurun cemas , jika memungkinkan
Peningkatan Koping
Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi.
Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan.
Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan dan prognosis.
Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan saat ini.
Libatkan keluarga atau orang terdekat dengan klien.
Bantu klien untuk mengidentifikasi penggunaan koping yang efektif.
Beri penyuluhan tentang prosedur pre operasi dan post operasi.
Berikan pujian untuk menggunakan sumber koping yang efektif.

3 Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya


berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber-sumber
informasi, terbatasnya kognitif pasien.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x 24 jam, pengetahuan klien
meningkat. Dengan Kriteria Hasil
a. Pasin mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan pengobatan.
b. Berpartisipasi dalam pengobatan
Peningkatan pengetahuan
Kaji tingkat pengetahuan tentang proses penyakit.
Jelaskan proses penyakit

Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi khusus.


Berikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi
bila dipelrukan.
Ikutsertakan keluarga atau anggota keluarga lain.
Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobatan.
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah
komplikasi.
Diskusikan tentang terapi dan pilihannya.
Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/mendukung.
Instruksikan kapan harus kepelayanan.
Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan
pengobatan.

4 Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep . jam risiko infeksi Terkontrol, terdedekti dg KH:
Bebas dari tanda & gejala infeksi
Angka lekosit normal (4-11.000)
Suhu normal ( 36 37 c
Kontrol infeksi :
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

Gunakan baju, masker dan sarung tangan sebagai alat pelindung.


Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka sesuai indikasi
Lakukan dresing infus,dan dresing kateter sesuai indikasi.
Tingkatkan intake nutrisi. & cairan yang adekuat
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya
Monitor perubahan tingkat energi.
Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan
kecurigaan infeksi.

5 Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya


Setelah dilakukan askep jam klien dan keluarga dapat merawat diri : activity daily
living (adl) dengan kritria :

kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias,


hygiene, oral higiene)
klien bersih dan tidak bau.
Bantuan perawatan diri
Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri
Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan,
berhias
Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.
Kumpulan Tugas
Selasa, 15 Oktober 2013
ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN POST HERNIA INGUINALIS

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PRE DAN POST HERNIATOMI PADA Tn. T DENGAN HERNIA
INGUINALIS DI RUANG MELATI RSUD CIBINONG
DISUSUN OLEH:
SUSI FEBRINA

10.030

SMK KESEHATAN LOGOS


JALAN RAYA BOJONG GEDE NO. 53 PABUARAN BOGOR
TAHUN 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja

Industri. Tujuan dibuatnya Laporan Praktek Kerja Industri ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Sekolah dan Ujian
Nasional serta melatih siswa/siswi membiasakan diri untuk memahami keadaan
lingkungan di luar sekolah. Saya berharap dengan diselesaikannya laporan ini,
dapat mengetahui lebih dalam mengenai dunia kerja/industri yaitu di tempat
prakerin di RSUD Cibinong, dalam pembahasan yang saya akan ulas tentang
Asuhan Keperawatan pada Hernia, saya selaku siswi mengucapkan terima kasih
kepada:
1.

Orang tua kami yang telah memberikan semangat dan doa kepada kami dalam
menjalani pendidikan di SMK Kesehatan LOGOS.

2.

Direktur RSUD Cibinong yang telah mempercayai SMK Kesehatan LOGOS untuk
memperdalam teori ke dunia yang nyata.

3.

Wahyu Budi S,SKM selaku kepala sekolah yang telah membimbing kami dalam
belajar selama kami di SMK Kesehatan LOGOS.

4.

Nawangsih, S.Pd selaku wakil kepala sekolah yang juga telah memberikan
pengarahan kepada kami dalam pembuatan laporan.

5.

Dra. Hj. Ida Faridah sebagai wali kelas kami yang telah memberikan dukungan dan
semangat tentang penulisan karya tulis ilmiah.

6.

Herniaty S.Kep selaku ketua Prodi yang telah membimbing kami dalam pembuatan
Asuhan Keperawatan.

7.

Endri Wahyuni, S.Kep selaku pembimbing I dalam tehnik penulisan karya tulis
ilmiah.

8.

Lilik Suryani, S.Kep selaku pembimbing II kami dalam tehnik penulisan Karya Tulis
Ilmiah.

9.

Para instansi di RSUD Cibinong khususnya di Teratai atas dan Melati yang telah
memberikan ilmu baru dalam Asuhan Keperawatan.

10. Dan semua instansi yang terkait di sekolah SMK Kesehatan LOGOS untuk adikku,
dan teman-teman seperjuangan selama belajar di SMK Kesehatan LOGOS.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan, baik dalam hal pelaporan studi kasus,
nama dan gelar, serta hal-hal yang menyangkut tentang pembahasan tugas karya
tulis ilmiah. Untuk itu, saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan agar menjadi acuan di waktu yang mendatang.

Bojonggede, 06 Mei 2013


Penyusun

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan

..................................

i
Lembar Persembahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Daftar Isi
..................................

ii
iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
............................
1
B. Tujuan Penulisan
............................
1. Tujuan Umum
............................
3
2. Tujuan Khusus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
C. Ruang Lingkup
............................
4
D. Metode Penulisan
............................
E. Sistematika Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5

BAB II TINJAUAN TEORI


A.
B.
C.
1.
2.
3.
4.
D.
1.
2.
E.
F.
G.
H.
I.
J.

Pengertian
.................................
Etiologi
.................................
10
Patofisiologi
.................................
10
Proses perjalanan penyakit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
Manifestasi klinik
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
Komplikasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
Derajat / klasifikasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
Penatalaksanaan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
Terapi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
Tindakan medis
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
Konsep Hospitalisasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Pengkajian Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
Diagnosa Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
Perencanaan Keperawatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
Pelaksanaan Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
Evaluasi Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Perencanaan
D. Pelaksanaan
E. Evaluasi
F. Tinjauan Kasus

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.

.
.
.
.
.

..................
..................
..................
..................
..................
..................

. . . . 26
44
45
48
50
53

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Perencanaan
D. Pelaksanaan
E. Evaluasi

.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.
.

..................................
..............................
60
..............................
61
..............................
62
..............................
63

59

BAB V EVALUASI
A. Kesimpulan
B. Saran

..................................
..................................

65
67

Daftar Pustaka

..................................

68

Lampiran

..................................

70

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan masalah berharga dan sangat penting dalam berbagai
tatanan kehidupan manusia. Perhatian masyarakat terhadap kesehatan saat ini
semakin besar, sehingga meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap perawatan
yang berkualitas. Perkembangan ilmu pengetahuan tentang ilmu bedah saat ini
sangat pesat. Hal ini juga harus didukung dengan peningkatan pemberian
perawatan pada pasien penderita penyakit bedah. Salah satunya adalah penyakit
Hernia yang paling sering ditemui di RSUD Cibinong. Hernia adalah tonjolan yang
timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya menghilang
secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.

Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui jaringan ikat
tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk

suatu kantong dengan pintu berupa cincin atau lubang. Lubang itu dapat timbul
karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, dan akibat tekanan
rongga perut yang meninggi.

Menurut keluhan pasien, sakit dirasakan di perut kanan bawah (inguinalis) dan
dibagian skrotum ketika pasien mengangkat beban yang berat dan akan hilang
ketika pasien beristirahat.
Menurut data dari National Center for Health Statistics, Hernia Inguinalis
menduduki peringkat pertama lima besar tindakan operasi yang paling banyak
dilakukan oleh ahli bedah Amerika pada tahun 1991 yaitu sebanyak 680.000 kasus
(Eubanks, 2001). Penelitian terhadap 2.538 veteran pemerintah di Amerika yang
menjalani Hernioraphy pada tahun 1966-1980 memperlihatkan 57% kasus Hernia
Inguinalis Lateralis (Kong & Hiatt, 1997).

Menurut Ilham (2008) dalam Nurlaili Hidayati (2009), di Indonesia diperkirakan


102.000 anak menderita penyakit Hernia. Untuk data di Jawa Tengah, mayoritas
usia penderita selama Januari-Desember 2007 berkisar antara 2-5 tahun, dengan
rincian umur kurang dari 1 tahun sebanyak 51-211 penderita, dan umur 5 tahun
berkisar antara 10.214 penderita.

Insiden Hernia adalah insiden yang paling tinggi dilokasi praktek, yaitu sekitar 58 %
yang dirawat di ruang melati bedah RSUD Cibinong dibanding kasus lain yang
dirawat. Setengah dari kasus-kasus Hernia Inguinalis selama kanak-kanak terjadi

pada bayi di bawah 5 tahun. Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada Hernia sisi
kiri (2 : 1) dan sekitar 29 % pasien menderita Hernia Bilateral.

Resiko yang ditimbulkan dari penyakit Hernia kebanyakan dialami oleh pria dewasa,
ada juga resiko Hernia pada anak-anak. Jika Hernia sudah menyebabkan infeksi
didalam tubuh, kebanyakan penderita akan terserang resiko nyeri. Untuk
menghindari terjadinya komplikasi, maka diperlukan tindakan bedah Herniotomi.
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal
pencernaan dan penyerapan.

Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika menggunakan
anestesi spinal. Selain itu, nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya
kontinuitas jaringan sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan metabolisme anaerob. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan
pergerakan sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Kondisi yang seperti ini
mengharuskan adanya Asuhan Keperawatan yang tepat agar dapat mencapai
kesehatan yang optimal serta untuk menghindari komplikasi pada pasien dengan
post operasi Hernia Ingunalis.

Dalam mencermati masalah-masalah tersebut maka penulis tertarik untuk


mengetahui secara nyata pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
post operasi Hernia Inguinalis. Dengan mengetahui pengertian, etiologi, pathway,
dan Asuhan Keperawatan pada pasien Hernia.

B.
1.

TUJUAN PENULISAN

Tujuan Umum
Siswa mampu mendiskripsikan dan melaporkan Asuhan Keperawatan pada Tn. T
dengan post operasi Hernia Inguinalis di RSUD Cibinong dengan pendekatan proses
keperawatan dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
2. Tujuan Khusus

a.
b.

Mampu melakukan pengkajian pada Tn. T dengan post operasi Hernia Inguinalis.
Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Tn. T dengan post operasi Hernia

c.

Inguinalis.
Mampu mengidentifikasi rencana tindakan keperawatan pada Tn. T dengan post

d.

operasi Hernia Inguinalis.


Mampu mendiskripsikan tindakan dari Asuhan Keperawatan pada Tn. T dengan

post operasi Hernia Inguinalis.


e.
Mampu melaksanakan evaluasi tindakan dari Asuhan Keperawatan yang dilakukan
f.

pada Tn. T dengan post operasi Hernia.


Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Tn. T
dengan post operasi Hernia Inguinalis.

D.

RUANG LINGKUP

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis hanya membatasi permasalahan
Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. T dengan Hernia di RSUD Cibinong yang

dilaksanakan dari tanggal 17 Juni sampai dengan 19 Juni 2012 di ruang melati
bedah di RSUD Cibinong.

E.

METODE PENULISAN

Metode yang digunakan pada penyusunan laporan ini adalah Metode Deskriptif,
dimana penyusun melaporkan kondisi pasien dengan apa adanya. Untuk
memperoleh data yang akurat dalam penyusunan laporan inti ini maka penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1.

TEKNIK WAWANCARA: Dilakukan secara langsung pada keluarga pasien dan

2.
3.

perawat ruangan
OBSERVASI: Yaitu mengamati secara langsung prilaku pasien sehari-hari
STUDY LITERATUR: Untuk memperkuat landasan teori, penulis mencari informasi

4.

dari buku-buku yang terkuat dengan kasus tersebut.


PEMERIKSAAN FISIK: Melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada pasien

5.

dengan inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi.


STUDI DOKUMENTASI: Dengan mempelajari dokumentasi pasien yang terdapat
dalam status yang berisikan catatan keperawatan pasien.

F.

SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penyusunan Karya Tulis Ilmiah,
maka disusunlah Sistematika Penulisan yang terdiri dari 5 bab yaitu:
BAB I: Berisi tentang PENDAHULUAN yang terdiri dari :

a.
b.
c.
d.
e.

Latar belakang
Tujuan penulisan
Ruang lingkup
Metode penulisan dan
Sistematika penulisan.
Bab II : Berisi tentang TINJAUAN TEORI yang meliputi:

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Pengertian
Etiologi
Patofisiologi,
Manifestasi klinik
Komplikasi
Klasifikasi
Konsep hospitalisasi
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawatan
Implementasi dan
Evaluasi.
Bab III: Berisi tentang TINJAUAN KASUS yang membahas kasus pasien meliputi:

a.
b.
c.
d.
e.

Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawatan
Implementasi, dan
Evaluasi.
Bab IV: Berisi tentang PEMBAHASAN KASUS yang bertujuan untuk menemukan
kesenjangan antara konsep teori dan fakta kasus yang ada, meliputi:

a.
b.
c.
d.
e.

Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawatan
Implementasi dan
Evaluasi.
Bab V : Berisi PENUTUP terdiri dari:

a.
b.

Kesimpulan
Saran.

Daftar Pustaka
Lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

PENGERTIAN
Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding
otot perut. Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan,
peritoneal kantung, dan yang mendasarinya adalah Visera, seperti loop usus atau
organ-organ internal lainnya. Faktor yang termasuk pembedahan mendadak pada
peningkatan tekanan intra-abdomen, yang mungkin terjadi selama mengangkat
beban berat atau batuk yang lebih bertahap dan berkepanjangan sehingga
peningkatan tekanan intra-abdomen berhubungan dengan kehamilan, obesitas,
atau asites. (Seymour I. Schwartz, et.All. Principles of Surgery. Companion
handbook. Jakarta: EGC,2000).

Hernia adalah kelemahan dinding otot abdominal yang melewati sebuah segmen
dari perut atau struktur abdominal yang lain yang menonjol. Hernia dapat juga
menembus melewati beberapa defect yang lain di dalam dinding abdominal,
melewati diafragma, atau melewati struktur lainnya di rongga abdominal.
(Ignatavicius, Donna, et.All. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B
SaundersCompany,2000)

Hernia adalah penonjolan sebuah organ-organ atau struktur melalui deteksi di


dinding otot perut atau kelemahan pada dinding rongga perut dimana berisi bagianbagian tersebut secara normal.
Hernia mungkin terjadi di beberapa bagian tubuh, tetapi biasanya itu terjadi di
rongga abdominal. Itu diketahui sebagai penurunan. Jika Hernia tidak dapat
ditempatkan kembali di rongga abdominal, maka hal itu diketahui sebagai
incarcerated. Dalam situasi ini aliran mungkin menjadi obstruksi. Ketika Hernia
ireduksi dan aliran intestinal dan supply darah obstruksi, Hernia menjadi terjepit. Ini
akibat dari obstruksi intestinal akut. (Lewis, Heitkemper, Dirksen. Medical Surgical
Nursing: Assessment and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition.
Mosby,2000)

Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang
normal melalui sebuah defek Kongenital atau yang di dapat. Hernia adalah defek
dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti Peritoneum,
lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul
kantong berisikan materi abnormal. (dr. Jan Tambayong, Patofisiologi untuk
Keperawatan. Jakarta : EGC,2000)

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong,
dan isi Hernia. (Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Revisi. Jakarta: EGC,2005)

Hernia adalah masuknya organ kedalam rongga yang disebabkan oleh prosesus
vaginalis berobliterasi (paten). (Mansjoer, Arief, Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.
Jakarta,2000).
Kesimpulan pengertian dari beberapa ahli yaitu: Hernia adalah suatu benjolan
diperut dari rongga yang normal melalui lubang congenital atau didapat.
B.

ETIOLOGI
Penyebab penyakit Hernia dapat diakibatkan beberapa hal seperti :

1.

Kongenital disebabkan kelemahan pada otot merupakan salah satu faktor resiko
yang berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan intra abdomen. Kelemahan
otot tidak dapat dicegah dengan cara olahraga atau latihan-latihan.

2.

Obesitas adalah salah satu penyebab peningkatan tekanan intra-abdomen karena


banyaknya lemak yang tersumbat dan perlahan-lahan mendorong peritoneum. Hal
ini dapat dicegah dengan pengontrolan berat badan.

3.

Pada Ibu hamil biasanya ada tekanan intra-abdomen yang meningkat terutama
pada daerah rahim dan sekitarnya.

4.

Mengedan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen.

5.

Dan terlalu seringnya mengangkat beban berat.

C.

PATOFISIOLOGI

1.

PROSES PERJALANAN PENYAKIT


Menurut Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2,1996. Hernia
diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka muncul. Sekitar 75% dari Hernia
terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai Hernia Inguinalis atau Femoralis.
Sekitar 10% adalah Hernia Ventral atau insisional dinding abdomen, 3% adalah
Hernia Umbilikalis.

Hernia Inguinalis dibagi lagi menjadi Hernia direct dan Hernia indirect. Hernia
Inguinalis indirect yang paling jenis umum dan biasanya mempengaruhi laki-laki.
Hernia Inguinalis indirect disebabkan oleh penutupan saluran yang berkembang
sebagai testis turun ke dalam skrotum sebelum kelahiran. Sebuah kantung yang
berisi peritoneum, usus, atau omentum muncul melalui cincin Inguinalis dan
mengikuti spermatika kabel melalui Kanalis Inguinalis. Sering turun ke dalam
skrotum. Meskipun tidak langsung Hernia inguinalis cacat bawaan, mereka
seringkali tidak menjadi jelas sampai dewasa, ketika peningkatan tekanan intraabdomen dan pelebaran dari cincin inguinalis memungkinkan isi perut untuk
memasuki saluran tersebut.

Hernia Inguinalis direct selalu cacat yang diperoleh hasil dari kelemahan dinding
Inguinal posterior. Hernia Inguinalis langsung terjadi lebih sering pada orang dewasa
yang lebih tua. Hernia Femoral cacat juga diperoleh di mana kantung peritoneal
menonjol melalui cincin femoral. Hernia ini biasanya terjadi pada obesitas atau
wanita hamil.

Hernia Inguinalis seringkali tidak menghasilkan gejala dan ditemukan selama


pemeriksaan fisik rutin. Hanya mungkin menghasilkan benjolan, bengkak, atau
tonjolan di selangkang, terutama dengan mengangkat atau tegang. Pasien laki-laki
biasanya terdapat pengalaman baik nyeri atau rasa nyeri yang
memancar\Collaborative Care ke dalam skrotum, meskipun hanya dapat dirasakan
dengan peningkatan tekanan intra-abdomen (seperti yang terjadi selama batuk)
dan dalam vagina dari skrotum ke arah cincin inguinal.

Jika Hernia Inguinalis dapat dikembalikan, isi kantung kembali ke rongga perut, baik
secara spontan sebagai tekanan intra-abdomen berkurang (seperti dengan
berbaring) atau dengan tekanan manual. Beberapa komplikasi yang terkait dengan
Hernia direduksi. Bila isi hernia tidak dapat dikembalikan ke rongga perut, itu
dikatakan dapat diminimalkan atau dipenjara. Isi Hernia yang dipenjara terjebak,
biasanya dengan leher yang sempit atau membuka ke hernia. Penahanan
meningkatkan risiko komplikasi, termasuk obstruksi dan cekikan. Obstruksi terjadi
ketika lumen usus yang terkandung dalam hernia menjadi tersumbat, sangat mirip
dengan Crimping dari sebuah selang.

Jika suplai darah ke isi Hernia terganggu, hasilnya adalah Hernia terjepit. Komplikasi
ini dapat mengakibatkan infark usus yang terkena bencana dengan rasa sakit yang
parah dan perforasi dengan kontaminasi dari rongga peritoneal. Perwujudan dari

sebuah Hernia terjepit meliputi nyeri dan distensi perut, mual, muntah, takikardia,
dan demam.

Pembedahan sering dilakukan terhadap Hernia yang besar atau terdapat resiko
tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan Herniorrhaphy terdiri atas tindakan
menjepit defek di dalam Fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti
peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum.
Setelah perbaikan Hernia Inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa
nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es
akan membantu mengurangi nyeri (Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid
2,1996)

2. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Oswari E. Pada buku Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993.
Manifestasi klinik yang terdapat pada Hernia Inguinalis adalah:
a.

Terdapat benjolan didaerah vaginal dan atau scrotal yang hilang dan timbul.
Timbul bila terjadi peningkatan tekanan peritonela misalnya mengedan, batukbatuk, menangis. Jika pasien tenang dan berstirahat, maka benjolan akan hilang
secara spontan.

b.

Pada pemeriksaan terdapat benjolan dilipat paha atau sampai scrotum, pada bayi
bila menangis atau mengedan. Benjolan menghilang atau dapat dimaksudkan
kembali rongga abdomen.

c.

Isi Hernia dapat kembali kerongga peritorium disebut Hernia Inguinal reponibilitas,
bila tidak dapat kembali disebut Hernia Inguinal ireponbilitis. Bila usus tidak kembali
karena jepitan oleh Annulus Inguinali, maka akan terjadi gangguan pembuluh darah
dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut Hernia
Strangulata.

d.

Hernia strangulata lebih sering terjadi Hernia sebelah kanan. Insiden tertinggi pada
usia sekolah dibawah 1 tahun (31 %), namun rata-rata terjadi pada 12 % kasus
Hernia.

e.

Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai
perasaan mual. Bila terjadi Hernia Inguinalis Stragulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.

f.

Hernia Femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga


menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah)
disamping benjolan di bawah sela paha.

g.

Hernia Diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak


nafas.

h.

Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan Hernia akan bertambah besar.

2.

KOMPLIKASI

a.

Hernia berulang,

b.

Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,

c.

Pendarahan yang berlebihan / infeksi luka bedah,

d.

Luka pada usus (jika tidak hati-hati),

e.

Setelah Herniografi dapat terjadi Hematoma,

f.

Fostes urin dan feses,

g.

Residip,

h.

Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.

4. KLASIFIKASI
a.

Menurut Tofografinya: Hernia Inguinalis, Hernia Umbilikalis, Hernia Femoralis dan


sebagainya.

b.

Menurut isinya: Hernia usus halus, Hernia omentum, dan sebagainya.

c.

Menurut terlibat/tidaknya: Hernia eksterna (Hernia ingunalis, Hernia serofalis dan


sebagainya).

d.

Hernia inferna tidak terlihat dari luar (Hernia Diafragmatika, Hernia Foramen
Winslowi, Hernia Obturatoria).

e.
f.

Causanya : Hernia Kongenital, Hernia Traumatika, Hernia Visional dan sebagainya.


Keadaannya: Hernia responsibilis, Hernia irreponibilis, Hernia inkarserata, Hernia
skrotalis dan Hernia strangulata.

D.

PENATALAKSANAAN

a.

Pada Hernia Femoralis tindakan operasi kecuali ada kelainan lokal atau umum.
Operasi terdiri atas Herniatomi disusul dengan Hernioplastik dengan tujuan
menjepit Anulus femonialis. Bisa juga dengan pendekatan krural, Hernioplastik
dapat dilakukan dengan menjahitkan Ligamentum Inguinale ke ligamentum cooper.
Tehnik Bassini melalui region Inguinalis, ligamentum inguinale di jahitkan
keligamentum lobunase Gimbernati.

b.

Hernia Inguinalis Responsibilis yaitu Herniatomi berupa ligasi Plofesis vaginalis,


soproksimal mungkin dilakukan secara efektif namun secepat mungkin kaena resiko
terjadinya inkarserata.

c.

Hernia Inguinalis inkarserata: Pada keadaan ini pasien dipuasakan, pasang NGT,
infus dan disuntik sedaiba sampai pasien tertidur dalam posisi trendelenburg
dengan tertidur tekanan intra peritoneal. (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 1,2000)

1.

TERAPI

a.

Pra Operasi:

1.

Beri posisi semi-fowler (Hernia Diafragmatik), terlentang (Hernia Femoralis)

2.

Lakukan perawatan rutin jalur IV. Puasakan.

3.

Hindari melakukan tindakan sendiri.

4.

Jaga agar kantong atau Visera tetap lembab.

5.

Gunakan tindakan kenyamanan.

b.

Pasca Operasi:

1.

Lakukan perawatan dan observasi secara rutin

2.

Berikan tindakan kenyamanan

3.

Dukungan keluarga. (Wong, Wongs nursing care of infant and children. St.
Louis,2004)

2.

TINDAKAN MEDIS YANG BERTUJUAN UNTUK PENGOBATAN


Menurut Oswari E. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993. Yaitu:

a.

Herniatomi: Melakukan dengan segera bila terdapat Hernia inkarserata, elektif bila
Hernia responibilis. Operasi dengan cara ini dilakukan dengan pembebasan kantung
Hernia sampai kelehernya, kantung dibuka dan isi Hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantung Hernia di jahit-ikat setinggi mungkin lalu
di potong.

b.

Herniorrhaphy : Membuang kantong Hernia disertai tindakan bedah plastik untuk


memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang Kanalis Inguinalis.

E.

KONSEP HOSPITALISASI PADA PASIEN

a.

Definisi

Hospitalisasi adalah hak masuk ke rumah sakit sebagai pasien bagi pasien yag
merasa sakit.
b.

(Hand out, hospitalisasi. Prodi keperawatan, Semarang,2007)

Tujuan
Pasien masuk ke rumah sakit untuk beberapa alasan antara lain: untuk jadwal test
kesehatan, prosedur tindakan atau pembedahan, pengobatan emerjensi, pemberian
obat atau memonitor keadaan pasien.

c.

Persiapan

1.

Mempelajari tentang Rumah Sakit.

2.

Pendaftaran masuk Rumah Sakit.

3.

Ruangan Rumah Sakit.

4.

Tim tenaga kesehatan.

d.

Stressor

1.

Stressor Fisik

a.

Nyeri dan rasa tidak nyaman.

b.

Immobilisasi.

c.

Kurang tidur.

d.

Tidak mampu makan.

e.

Perubahan kebiasaan eliminasi.

2.

Stressor di lingkungan.

a.

Lingkungan yang asing.

b.

Orang-orang yang asing.

c.

Bau yang asing, tidak enak.

d.

Cahaya yang terus menerus.

e.

Aktifitas pasien lain.

f.

Kesigapan atau kesiapan petugas.

3.

Stressor Psikologis

a.

Kurang privacy

b.

Tak mampu berkomunikasi

c.

Tak cukup tahu dan paham tentang situasi

d.

Penyakit yang berat

e.

Perilaku keluarga (ekspresi terhadap kepedulian)

F.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
serta review catatan sebelumnya. Pada pengkajian fisik, pasien sering seperti
mengejan atau mengangkat ketika ada sesuatu yang muncul. Ketika melakukan
sebuah penilaian perut, perawat harus memeriksa perut ketika pasien berbaring

dan berdiri. Jika Hernia dapat dikembalikan, Herniasi akan menghilang ketika pasien
berbaring datar. Perawat juga dapat melakukan regangan pasien, untuk mengamati
bukti menggembung. (Wong, Donna L. Wongs nursing care of infant and
children. St. Louis,2003)

Perut adalah tempat untuk melakukan Auskultasi untuk memastikan kehadiran aktif
suara bising usus. Usus mungkin akan menunjukkan obstruksi dan cekikan. Untuk
meraba Hernia, dokter atau perawat dengan lembut memeriksa cincin dan isinya,
dengan memasukkan jari di cincin dan mencatat setiap perubahan ketika pasien
batuk. Perawat tidak boleh memaksa pasien Hernia untuk mengurangi frekuensi
batuk pasien, sebagai manuver ini dapat menyebabkan pecahnya usus yang
terjepit. (Oswari E. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993). Berikut,
adalah berbagai pemeriksaan pada pasien Hernia:
1.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah Inguinal dan femoral.
Meskipun Hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan Viskus, atau
sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua
Hernia ditemukan di daerah Inguinal. Biasanya, impuls Hernia lebih jelas dilihat dari
pada diraba. Ajak pasien memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Lakukanlah inspeksi daerah Inguinal dan Femoral untuk melihat timbulnya benjolan
mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan Hernia. Jika terlihat benjolan
mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan

impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah
lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah tersebut.
b. Palpasi Hernia Inguinal
Palpasi Hernia Inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan memeriksa
didalam skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada
kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari
harus diletakkan dengan kuku menghadap keluar dan bantalan jari kedalam. Tangan
kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang
lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral
masuk kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan
ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari
tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari
tangan.

Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Seandainya ada Hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau
bantalan jari pemeriksa. Jika ada Hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikanlah apakah Hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan
terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan Hernia dilakukan dengan kulit
skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini
tidak menimbulkan nyeri. (dr. Jan. Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan.
Jakarta : EGC,2000)

Uraian tentang ciri-ciri Hernia akan dibahas setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini
diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian
pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan
pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Jika ada massa
skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu Hernia Inguinal indirek
mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk
menentukan apakah ada bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna
untuk menegakkan diagnosis Hernia Inguinal indirek.
Tes Diagnostik yang dilakukan seperti:
a.

Foto Rontgen Spinal

b.

Elektromiograf

c.

Venogram epidural

d.

Scan CT

e.

MRI

f.

Mielogram

g.

Kolaborative Care

G.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau


potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial pasien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis pasien
masa lalu, dan konsultasi dengan professional lain. Adapun diagnosa keperawatan
yang timbul pada pasien dengan post Herniotomy menurut Doengoes E. Marilynn
2000, adalah :
1.

Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit)

2.

Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah)

3.

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan hemorargi.

4.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan


primer.

5.

Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

6.

Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

7.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op.

8.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

H.

PERENCANAAN KEPERAWATAN

Perencanaan tujuan utama adalah bahwa Pasien tidak akan mengalami pencekikan.
Jika hal itu terjadi, deteksi dini dan pengobatan cepat dan mencegah timbulnya
komplikasi. Perawat harus memahami penyakit dan implikasinya. Disarankan bahwa
jika ada gejala penahanan atau pencekikan, segera menghubungi dokter.

Herniorrhaphy adalah pengobatan pilihan untuk hernia. Prosedur ini melibatkan


mengganti isi kantung Hernia ke dalam rongga perut dan menutup lubang.
Perawatan sebelum operasi, yaitu perawat harus mempersiapkan individu untuk
operasi sebagai salah satu dalam mempersiapkan pasien untuk bedah umum. Jika
prosedur dilakukan pada pasien rawat jalan dasar, perawat harus membantu klien
untuk membuat pengaturan yang sesuai untuk perjalanan pulang dan rumah
perawatan. Perawatan pasca-operasi, yaitu: bahwa pasien yang menjalani operasi
Hernia diberitahukan untuk menghindari batuk. Sarankan untuk meninggikan
daerah skrotum dengan bantal yang lembut dan istirahat akan membantu
mengontrol pembengkakan. Jika tidak kontraindikasi oleh pembengkakan skrotum
atau pra-kondisi yang ada, ini akan meningkatkan kenyamanan dan rasa
kesejahteraan. (Lewis,etc. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management
of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby,2000.)

I.

PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan,
dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk

menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam
rencana keperawatan pasien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan pasien. Kemudian
bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan
kesehatan keluarga.
Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan komunikasi
terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien.
Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen.
(Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC,2000)

Herniotomi adalah pembesaran kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka


dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia
dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Syamsuhidayat, et.al. Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Jakarta : EGC,2002)

Herniorrhaphy umumnya prosedur yang tidak rumit, sering dilakukan sebagai hari
yang sama operasi. Beberapa pasien memiliki kebutuhan perawatan akut selain dari
penilaian dan segera sebelum operasi perawatan pasca-operasi. Perawatan operasi
mirip dengan perawatan klien dengan operasi usus
buntu. (http://nugealjamela.blogspot.com,diakses 12 agustus 2010)

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa Hernia telah ditegakkan. Antibotik


diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan. Dalam melakukan pengkajian penulis tidak menemukan
hambatan yang berarti, sedangkan faktor pendukung yang mempermudah penulis
mendapatkan data adalah kerjasama yang baik antara penulis dengan pasien
disebabkan karena pasien yang sangat kooperatif dan terbuka dalam
mengemukakan keluhan yang dirasakannya, selain itu adanya bantuan dari perawat
ruangan yang membantu memberikan informasi pada penulis, juga tersedianya
alat-alat pemeriksaan fisik. (Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC, 2005)

J.

EVALUASI KEPERAWATAN

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi


berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan. Tahap
evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Menurut John L. Cameron. Current Surgical Therapy. (Jakarta: Binarupa Aksara.


1997). Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas Asuhan
Keperawatan antara dasar tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan
dengan respon prilaku pasien yang tampil. Evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur
respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah
pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon pasien
mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan
atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah
respon pasien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam
hasil yang diharapkan.

Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap rencana
asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat
menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan analisa masalah
teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi
mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi rencana
Asuhan Keperawatan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN HERNIA

A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian

: 17 Juni 2012

Tanggal Masuk

: 17 Juni 2012

Ruang/Kelas

: Melati/III

Nomor Register

: 10763139

Diagnosa Medis

Inguinalis Lateral Skrotalis

Hernia

1. Identitas Klien
Nama

: Tn. T

Jenis Kelamin
Usia

: Laki-laki
: 69 Tahun

Status Perkawinan
Agama

: Menikah

: Islam

Suku/Bangsa

: Sunda/Indonesia

Pendidikan

: SD

Bahasa yang digunakan

Indonesia
Pekerjaan

: Buruh

Alamat

Padurenan

RT

02/13 Cibinong, Bogor


Sumber Biaya

: Jamkesmas

Sumber Informasi

Pasien

dan

Keluarga
2. Resume
Sakit dirasakan pasien pada bulan
April 2012 yang lalu saat membantu

mengangkat beban berat. Tiba-tiba


pasien

meringis

tetangganya,

kesakitan.
pasien

Oleh
dibawa

kerumahnya dan diberi obat ramuan


tradisional

dengan

istirahat

yang

cukup. Namun, bertahap selama 2


bulan kemudian pasien merasakan
adanya benjolan pada lipatan paha
tepatnya

pada

skrotum.

Disertai

dengan keluhan batuk dan bersin

Akhirnya, keluarga membawa pasien


ke poliklinik RSUD Cibinong, dan dari

diagnosa medis, pasien dinyatakan


harus segera dioperasi.

3.

Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang


1). Keluhan Utama

: Nyeri dan

ada benjolan pada skrotum.


2). Kronologis Keluhan
a) Faktor Pencetus :

Pasien

mengangkat beban yang berat.

sering

b) Timbul Keluhan : ( ) Mendadak

()

Bertahap
c) Lamanya

: 1 tahun

d) Upaya mengatasi : Rasa nyeri dan


benjolan berkurang/hilang.
b. Riwayat masa lalu
1. Riwayat Penyakit sebelumnya :
Pasien

tidak

ada

riwayat

penyakit operasi lain sebelumnya.


2. Riwayat Alergi:

Tidak ada alergi.


3. Riwayat pemakaian obat:
Hanya bila merasakan sakit, pasien
meminum

obat.

Tetapi

pasien

mengatakan, ia lebih baik istirahat


daripada

meminum

obat.

Kecuali

benar-benar membutuhkan.
c.

Riwayat

Kesehatan

(Genogram tiga generasi):

Keluarga

Keterangan:
: Orang tua yang sudah meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

: Tinggal satu rumah


d. Penyakit yang pernah diderita oleh
anggota keluarga yang menjadi faktor
resiko: Tidak ada.
e. Riwayat Psikososial dan Spiritual
1) Adakah orang yang terdekat dengan
klien:
Istri dan anak pertamanya.

2) Interaksi dalam keluarga


a) Pola Komunikasi

: Baik

b) Pembuatan Keputusan

: Istri dan

anak pertama
c) Kegiatan Kemasyarakatan : Baik
3)

Dampak penyakit klien terhadap

keluarga
Pasien

masih

bekerja,

keluarga

mengandalkan pasien. Maka, keluarga


kehilangan
nafkah.

orang

yang

mencari

4) Masalah yang mempengaruhi klien:


Biaya Operasi yang terlalu mahal
membuat pasien cemas, dan keluarga
harus

berusaha

mencari

biaya

tersebut.
5) Mekanisme Koping terhadap stress:
() Pemecahan masalah
Pasien menghadapi masalah dengan
tenang,

semua

masalah

bersama oleh keluarga.


() Makan

diatasi

Pola makan pasien dirumah cukup


baik, 3x dalam sehari dengan lauk
yang

beragam

dan

dirumah

sakit

pasien hanya mampu menghabiskan


setengah porsi karena tidak adanya
nafsu makan.
() Tidur
Pola

istirahat

atau

tidur

pasien

dirumah cukup baik, namun pasien


kurang

tidur

siang

karena

pasien

bekerja hingga sore hari. Tidur malam


antara 7-8 jam permalam.
() Minum obat
Pasien sangat menaati aturan minum
obat yang diberikan oleh perawat jaga
diruangan, pola minum obat pasien 2x
dalam sehari.
() Cari pertolongan
Dalam

masalah

kesehatan,

pasien

akan mencari pertolongan ke mantri


didaerah rumahnya.

() Lain-lain (Diam)
Dalam menghadapi masalah, pasien
lebih banyak diam dan memikirkan
jalan keluar dari masalah tersebut.
6) Persepsi klien terhadap penyakitnya.
a) Hal yang sangat di pikirkan saat ini:
Apakah saya bisa sembuh?
b)

Harapan

setelah

menjalani

keperawatan:
Dapat sembuh total dan menjalani
aktifitas seperti biasa.

c) Perubahan yang dirasakan setelah


jatuh sakit:
Lebih banyak diam dan beristirahat.
7) Sistem penilaian kepercayaan
a) Nilai-nilai yang bertentangan dengan
kesehatan:
Lebih baik ke Pengobatan Alternatif
daripada ke dokter yang biayanya
mahal.
b) Aktivitas Agama / kepercayaan yang
dilakukan:

Terus

menerus

berdzikir

dan

beribadah kepada Allat SWT.


8) Kondisi lingkungan rumah:
Hygiene
akibatkan

yang

kurangnya

yang baik.

9) Pola Kebiasaan:

kurang,

di

pengetahuan

POLA KEBIASAAN
HAL YANG DIKAJI
Sebelum di
RS

Di RS

3x/hari

3x/hari

Baik

Tidak

Alasan:(mual/muntah/sariawan)

Mual

c.

Porsi Makanan yang di habiskan

1 Porsi

Porsi

d.

Makanan yang tidak di sukai

Bubur/Nasi yang

e.

Makanan yang membuat alergi

1. Pola Nutrisi
a.

Frekuensi makanan :X/hari

b.

Nafsu Makan

: Baik/tidak

f.

Makanan Pantangan

g.

Penggunaan obat-obatan sebelum

makan
h.

lembek.
Pedas dan santan.
-

Penggunaan alat bantu

IVFD terpasang
ditangan kirinya.

2.Pola Eliminasi
a.

B.a.k :
1). Frekuensi

:..X/hari

2). Warna

:.

3). Keluhan

:.

4). Penggunaan alat bantu

4x/hari
5x/hari
Kuning
Kuning
Nyeri post-op
-

4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum:
1) Berat badan

68

kg

(Sebelum sakit 72 kg)


2) Tinggi badan

: 174 cm

3) Keadaan umum

: Sedang

4) Pembesaran kelenjar getah bening


: ( ) Ya

() Tidak

b. Sistem Penglihatan:

1) Posisi mata

()

Simetris

( ) Asimetris
2) Kelopak mata

()

Normal

( ) Ptosis
3) Pergerakan bola mata
Normal

()

( ) Abnormal

4) Konjungtiva

: () Merah Muda

( ) Anemis
5) Kornea

( ) Keruh/Berkabut

()

Normal

6) Sklera

Ikterik

: () Isokor

() Anikterik
7) Pupil
) Anisokor
8) Otot-otot mata

: () Tidak ada

kelainan
9) Fungsi penglihatan

()

Baik

( ) Kabur
10) Tanda-tanda radang
11) Pemakaian kaca mata
Tidak

( ) Ya

: Tidak ada
:

()

12) Pemakaian lensa kotak


Tidak

()

( ) Ya

13) Reaksi terhadap cahaya

: Baik

c. Sistem Pendengaran:
1) Daun telinga

()

Normal

( ) Tidak
2) Karakteristik serumen
a. Warna
b. Konsistensi
c. Bau

: Kuning muda
: Cair
: Khas

3) Kondisi telinga tengah


Normal

()

()

Tidak

( ) Kemerahan

4) Cairan dari telinga

( ) Ada
5) Perasaan penuh di telinga
Tidak

()

( ) Ada

6) Tinitus

: ( ) Ya

()

Tidak
7) Fungsi pendengaran
Normal

() Kurang

8) Gangguan keseimbangan
Tidak

( ) Ya

9) Pemakaian alat bantu


Tidak

()

( ) Ya

d. Sistem Wicara
Normal

()

()

( ) Tidak

e. Sistem Pernafasan:
1) Jalan nafas

()

Bersih

()

Tidak

( ) Ada Sumbatan
2) Pernafasan
sesak ( ) Sesak

3) Menggunakan otot bantu pernafasan


: ( ) Ya

() Tidak

4) Frekuensi

: 30 x/menit

5) Irama

:() Teratur (

) Tidak Teratur
6) Jenis pernafasan

()

Dalam

Spontan
7) Kedalaman

() Dangkal
8) Batuk
Ya

: ( ) Tidak

()

9) Sputum

Tidak

() Ya, Putih
10) Konsistensi

: () Encer

) Kental
11) Terdapat darah

Ya

() Tidak
12) Palpasi dada

Detak

jantung normal
13) Perkusi dada
tanda-tanda nyeri

: Tidak ada

14) Suara nafas

: () Vesikuler

( ) Ronkhi
15) Nyeri saat bernafas

: ( ) Ya

() Tidak
16) Penggunaan alat bantu nafas

() Tidak ( ) Ya
f. Sistem Kardiovaskular:
1) Sirkulasi Peripher
a. Nadi : 74 x/menit

: Irama

Teratur ( ) Tidak Teratur

: ()

Denyut : ( ) Lemah

()

Kuat
b. Tekanan darah

: 130/90 mmHg

c. Distensi vena jugularis

: Kanan: ( )

Tidak () Ya
Kiri : ( ) Tidak () Ya
d. Temperature Kulit

()

Hangat

( ) Dingin
e. Warna kulit

: () Pucat

Kemerahan
f. Pengisian kapiler

: detik

()

g. Edema

: () Ya, Skrotalis

( )

Tidak
2) Sirkulasi Jantung
a). Kecepatan denyut capital : Teratur
b). Irama

: () Teratur

( )

Tidak Teratur
c). Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
d). Sakit dada

: ( ) Ya

g. Sistem Hematologi:
Gangguan Hematologi:

() Tidak

1). Pucat
2). Perdarahan

: ( ) Tidak

() Ya

: () Tidak ( ) Ya

h. Sistem Syaraf Pusat:


1). Keluhan sakit kepala

: Vertigo

2). Tingkat kesadaran

()

ComposMentis ( ) Apatis
3). Glasgow coma scale

: E: 4 V:

5 M: 6
4). Tanda-tanda peningkatan TIK
: () Tidak

( ) Ya

5). Gangguan Sistem persyarafan


: Tidak ada
6). Pemeriksaan Refleks
a. Refleks fisiologis

()

Normal ( ) Tidak
b. Refleks Patologis
Tidak

() Ya

i. Sistem Pencernaan:
Keadaan mulut:
1). Gigi
Tidak

: () Caries ( )

2). Penggunaan gigi palsu


( ) Ya

() Tidak

3). Stomatitis

: ( ) Ya

() Tidak
4). Lidah kotor

: ( ) Ya

() Tidak
5). Salifa

()

Normal ( ) Abnormal
6). Muntah
( ) Ya

: () Tidak

7). Nyeri daerah perut

() Ya, luka post-op


8). Skala nyeri

:3-4

9). Lokasi dan Karakter nyeri


: () Kanan Bawah
10). Bising usus

15x/menit
11). Diare

: () Tidak

( ) Ya
12). Konstipasi
Tidak () Ya, 2 hari.

13). Hepar

: () Teraba

()Tidak Teraba
14). Abdomen

Distensi () Kembung
j. Sistem Endokrin:
a. Pembesaran Kelenjar Tiroid

()

Tidak ( ) Ya
b. Nafas berbau keton

()

Tidak ( ) Ya
c. Luka ganggren
( ) Ya

: () Tidak

k. Sistem Urogenital:
a. Balance Cairan

: Intake 1000

ml ; Out 500 ml
b. Perubahan pola kemih

()

Retensi ( ) Dysuria
c. B.a.k

: () Kuning Jernih

() Putih
d. Distensi/ketegangan kandung kemih
: ( ) Ya

() Tidak

e. Keluhan sakit pinggang


() Tidak

: ( ) Ya

f. Skala nyeri

:0

l. Sistem Integumen
a. Turgor kulit

()

Tidak

Elastis
b. Temperatur kulit

: ( ) Hangat

()Dingin
c. Warna kulit

: () Pucat ( )

Cyanosis
d. Keadaan kulit

: ( ) Baik ()

Lesi
: () Insisi Operasi, lokasi

daerah skrotum.
e. Kelainan kulit

: () Tidak

( ) Ya
f. Kondisi kulit yang terpasang infus :
Normal, tidak ada oedeme
g. Keadaan rambut

: - Tekstur

: Baik
- Kebersihan :Ya
m. Sistem Muskuloskeletal
a. Kesulitan dalam bergerak
Ya, terpasang infus (+)

()

b. Sakit pada tulang

: ( ) Ya

() Tidak
c. Fraktur

: ( ) Ya

()

Tidak
d. Kelainan bentuk tulang sendi

Tidak Ada
e. Kelainan struktur tulang belakang :
Tidak Ada
f. Keadaan otot

5. Data Penunjang

: Baik

a. Laboratorium:

Hari/
No

tanggal

1.

Minggu
17-06-a.
b.
12 c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Jenis

Nilai

Nilai Normal

14.4

L: 13.0-16.0 ; P: 12.0-

1. Darah rutin:
HB
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hematrokrit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
2. Masa pendarahan

4.72

14.0

6.800

4.5 - 5.9 (4.5 - 5.5)

291.000

5.000 - 10.000

40.0

150.000 450.000

L: 40 48 ; P: 36 42

01%

13%

60

36%

40

50 70 %

20 40 %

3. Masa pembekuan
4. Gol. Darah
Diabetes:
5. Glukosa sewaktu:
Imunologi/
serologi
HBs Ag / negatif

2-8 %

(-)
2
1 3 mnt
11
9 15 mnt
/ Rh (+)
-

95
75 200 mg/dl

b. Rontgen:
Hasil:

Pemeriksaan

nampak

Hernia

radiologi

Inguinalis

Dextra Skrotalis.
6. Penatalaksanaan

yaitu

Lateralis

Tanggal

Waktu

Jenis

Dosis

Cara
Pemberian

06.00

Infus RL

500 cc

20 tts/mnt

Senin

06.30

Captrofil

25 mg

IV

18-06-12

15.00

Cefotaxime

1 gr

IV

15.00

Ketorolac

1 amp

IV

17.30

Infus D 5 %

500 cc

20 tts/mnt

22.00

Ketorolac

1 amp

IV

22.00

Ceftriaxone

1 gr

IV

Selasa

06.00

Ketorolac

19-06-12

06.00

Ceftriaxone

06.00

Infus RL

1 amp

IV

1 gr

IV

500cc

IV

Data Fokus
Tanggal

Data Subjektif

Data Objektif

Minggu

Pasien mengatakan ada

Pasien tampak meringis

17 Juni 2012

rasa nyeri di perut kanan


bawah di bagian

Jam 16.55

skrotum.

kesakitan,

benjolan

pada kemaluan (+)


S: 37C N: 72x/mnt RR:
34x/mnt

TD:

120/90

7.

mmHg, oedeme (+)

Senin
18 Juni 2012

Pasien mengatakan
timbul rasa nyeri setelah
operasi.

Jam 14.45

Keluhan
kesadaran

lemah,
CM,

tampak

pasien

meringis

kesakitan, dan berhatihati saat bergerak.


S: 36C , N: 80 x/mnt ,
RR:

34

x/mnt

TD:

160/70 mmHg, oedeme


(-), BAB (-), BAK (+)
kuning jernih, Flatus (-)
Selasa
19 Juni 2012

Pasien mengatakan nyeri


bagian operasi
berkurang, namun pasien

Jam 08.00

merasa mual dan lemas.

Keluhan
kesadaran

sedang,
CM,

pasien

tampak lemas.
S: 37C , N: 82 x/mnt ,
RR

32

x/mnt,

TD:

130/70 mmHg, oedeme


(-) , mual (+), muntah
(-), flatus (+) BAB (+)
agak keras kecoklatan,
BAK (+) kuning jernih.

8. Analisa Data
No

Data

Masalah

Etiologi

1.

DS: Pasien datang

Nyeri berhubungan

Terjadinya gangguan

dengan keluhan

dengan trauma

aliran darah di usus yang

ada rasa nyeri di

jaringan (usus

terjepit yang

perut kanan

terjepit)

menyebabkan kematian

bawah dan ada

jaringan (Nekrosis) dan

benjolan di

menimbulkan Perforasi.

skrotum.
DO: Pasien
tampak meringis
kesakitan, ada
benjolan pada
kemaluan (+)
S: 37C N:
72x/mnt RR:
34x/mnt TD:
120/90 mmHg,
oedeme (+)
2.

DS: Pasien

Nyeri berhubungan

Terputusnya kontuinitas

mengeluh nyeri

dengan trauma

jaringan kulit pada post-

bagian luka post-

jaringan (insisi

op, yang menstimulasi

bedah)

saraf nyeri dan

op.
DO: Keluhan
lemah, kesadaran
CM, pasien

menimbulkan rasa nyeri.

tampak meringis
kesakitan, dan
berhati-hati saat
bergerak.
S: 36C , N: 80
x/mnt , RR: 34
x/mnt TD: 160/70
mmHg, oedeme
(-), BAB (-), BAK
(+) kuning jernih,
Flatus (-)
3.

DS: Pasien
mengatakan nyeri
bagian operasi
berkurang, namun
pasien merasa
mual dan lemas.
DO: Pasien telihat
lemas.
S: 37C, N: 82
x/mnt , RR 32
x/mnt, TD: 130/70
mmHg, oedeme (-)
, mual (+) muntah

Intoleransi aktifitas

Efek luka operasi yang

berhubungan

menimbulkan rasa mual

dengan respon

yang memicu terjadinya

tubuh akibat luka

intoleransi aktifitas

post-op.

terhadap respon tubuh.

(-) flatus (+) BAB


(+) agak keras
kecoklatan, BAB
(+) kuning jernih.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No

1.

Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan


trauma jaringan (usus

Tanggal

Tanggal

Nama

Ditemukan

Teratasi

Jelas

17-06-

18-06-

2012

2012

18-06-

18-06-

2012

2012

terjepit).
2.

Nyeri berhubungan dengan


trauma jaringan post-op
(insisi bedah)

3.

Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
respon tubuh akibat luka
post-op.

19-06-

19-06-

2012

2012

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tgl

No

Diagnosa

Tujuan dan

Rencana

Paraf &

Keperawatan

Kriteria Hasil

Tindakan

nama
jelas

(PES)
18
Juni
2012

1.

Nyeri berhubungan

Tujuan: Nyeri a.

Mengkaji

dengan trauma

berkurang/hilan

tanda-tanda

jaringan (usus

g (1-2 hari)
b.

nyeri pasien.
Mengajarkan

c.

tehnik relaksasi.
Memberi posisi

d.

semi fowler.
Memberi

terjepit).

Kriteria Hasil:
Pasien tampak
rileks dan
keluhan nyeri

informasi yang

(-)

akurat untuk
mengurangi rasa
e.

sakit.
Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi.

18

2.

Nyeri berhubungan

Tujuan: Nyeri a.

Mengkaji

Juni

dengan trauma

berkurang/hilan

pengalaman

2012

jaringan post-op

g (1- 5 hari)

nyeri pasien,

(insisi bedah)

tentukan tingkat

Kriteria Hasil:

nyeri yang

Keluhan nyeri
berkurang,

b.

pasien rileks,
c.
dan skala nyeri
0.

dialami.
Memantau
keluhan nyeri.
Mengjarkan

tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan
e.

mobilisasi dini.
Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi.

19
Juni
2012

3.

Intoleransi aktifitas

Tujuan: Aktifitas
a.

berhubungan

dapat maksimal batasan aktifitas

dengan respon tubuh

terjadi.

pasien sesuai

Kriteria Hasil: b.

kondisi
Meningkatkan

Memperlihatka

aktifitas secara

n kemajuan

bertahap.
Merencanakan

akibat luka post-op.

aktifitas s.d

c.

waktu istirahat

mandiri dan
ada respon

Menjelaskan

d.

positif terhadap

sesuai jadwal.
Memotivasi

aktifitas.

peningkatan dan
beri
penghargaan
pada kemajuan
yang telah
dicapai.

D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Tanggal/Wa

No. DK

Tindakan Keperawatan dan Hasil

ktu

Paraf
dan
nama
jelas

17 Juni
2012

1.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.

Tindakan:
Kaji tanda-tanda nyeri (0-10)
Ajarkan tehnik relaksasi.
Berikan posisi semi fowler.
Berikan informasi yang akurat untuk
mengurangi rasa sakit.
Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Hasil:
Skala nyeri sedang (4-5)
Pasien tampak lebih rileks.
Keluhan nyeri berkurang.

18 Juni

2.
a.

Tindakan:
Kaji pengalaman nyeri pasien, dan

2012
menetukan tingkat nyeri yang dialami.
Pantau keluhan nyeri.
Ajarkan tehnik relaksasi.
Anjurkan mobilisasi dini.
Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Hasil:
a. Skala nyeri sedang 4-5
b. Keluhan nyeri berkurang.
c. Pasien sudah bisa beristirahat dengan
b.
c.
d.
e.

tenang.
19 Juni
2012

3.
a.

Tindakan:
Jelaskan batasan aktifitas pasien

b.
c.

sesuai kondisi.
Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rencanakan waktu istirahat sesuai

d.

jadwal.
Berikan motivasi peningkatan dan
memberi penghargaan pada kemajuan
yang telah dicapai.
Hasil:

a.
b.

Pasien tampak lebih rileks.


Pasien sudah dapat melakukan

eliminasi sendiri.
c. Keluhan nyeri 0.
d. Pasien diizinkan pulang.

E.

EVALUASI

(CATATAN

PENGEMBANGAN)
No.DK

Tgl/Jam

Evaluasi Hasil (SOAP)

Paraf dan
Nama jelas

17 Juni
2012

S: Pasien datang dengan keluhan


ada rasa nyeri di perut kanan
bawah.
O: Pasien tampak meringis
kesakitan, ada benjolan pada

kemaluan (+) S: 37C N: 72x/mnt


RR: 34x/mnt TD: 120/90 mmHg,
oedeme (+)
A: Nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan (usus terjepit).
P:
a.

Mengkaji tanda-tanda nyeri


pasien.

b.

Mengajarkan tehnik relaksasi.

c.

Memberikan posisi semi fowler.

d.

Memberikan informasi yang


akurat untuk mengurangi rasa
sakit.

e.

Kolaborasi dalam pemberian


terapi.

18 Juni
2012

S: Pasien mengeluh nyeri bagian


luka post-op.
O: Keluhan lemah, kesadaran
CM, pasien tampak meringis
kesakitan, berhati-hat saat
bergerak.
S: 36C , N: 80 x/mnt , RR: 34

x/mnt TD: 160/70 mmHg,


oedeme (-), BAB (-), BAK (+)
kuning jernih, Flatus (-)
A: Nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan post-op (insisi
bedah)
P:
a.

Mengkaji pengalaman nyeri


pasien, dan menetukan tingkat
nyeri yang dialami.

b.

Memantau keluhan nyeri.

c.

Mengajarkan tehnik relaksasi.

d.

Menganjurkan mobilisasi dini.

e.

Kolaborasi dalam pemberian


terapi.

19 Juni
2012

S: Pasien mengatakan rasa nyeri


sudah berkurang, namun ada
rasa lemas, dan mual.
O: Pasien telihat lemas.
S: 37C, N: 82 x/mnt , RR 32
x/mnt, TD: 130/70 mmHg,
oedeme (-) , mual (+) muntah (-)

flatus (+) BAB (+) agak keras


kecoklatan, BAB (+) kuning
jernih.
A: Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan respon
tubuh akibat luka post-op.
P:
a.

Menjelaskan batasan aktifitas


pasien sesuai kondisi.

b.

Meningkatkan aktifitas secara


bertahap.

c.

Merencanakan waktu istirahat


sesuai jadwal.

d.

Memotivasi peningkatan dan


memberi penghargaan pada
kemajuan yang telah dicapai.

TINJAUAN KASUS

1.

Nyeri

trauma

berhubungan
jaringan

ditandai dengan:

(usus

dengan
terjepit)

Data Subjektif: Pasien mengatakan


ada rasa nyeri di perut kanan bawah.
Data Objektif: Pasien tampak meringis
kesakitan, benjolan pada kemaluan
(+)

S: 37C N: 72x/mnt RR: 34x/mnt

TD: 120/90 mmHg, oedeme (+)


Tujuan: Nyeri berkurang/hilang (1-2
hari)
Kriteria Hasil: Pasien tampak rileks
dan keluhan nyeri (-)
Rencana Tindakan:

a. Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien.


b. Mengajarkan tehnik relaksasi.
c. Memberi posisi semi fowler.
d.

Memberi

informasi

yang

akurat

untuk mengurangi rasa sakit.


e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Pelaksanaan:
Tanggal 17 Juni 2012
Pukul
120/90

16.55

mengukur

mmHg,

Suhu:

TTV,

37C,

TD:
Nadi:

74x/mnt, Pernafasan: 30x/mnt; Pukul:


17.10

mengkaji

tanda-tanda

nyeri

pada Tn.T dan mengajarkan tehnik


relaksasi agar tidak tegang; Pukul
18.25

memotivasi

pasien

untuk

banyak minum dan beristirahat serta


memberikan posisi semi fowler; Pukul
21.30 memotivasi ulang pasien untuk
istirahat, puasa, mandi dan cukur.

Tanggal 18 Juni 2012

Pukul

06.00

mengukur

TTV,

TD:

130/90 mmHg, Suhu: 36,5C, Nadi


72x/mnt,

Pernafasan:

32x/mnt

dan

memasang infus Ringer Laktat 20


tpm; Pukul 06.10 skin test Cefotaxime;
Pukul 06.30 memberi terapi Captrofil
25mg melalui I.V dan mengajarkan
tehnik nafas dalam agar lebih rileks
dalam menjalani operasi. Pukul 09.00
mengantar pasien ke ruang Operasi.
Evaluasi:

Tanggal 17 Juni 2012


Subjektif: Pasien mengatakan ada
rasa nyeri di perut kanan bawah.
Objektif:
kesakitan,

Pasien
ada

tampak

meringis

benjolan

pada

kemaluan (+),
S: 37C, N: 72x/mnt RR: 34x/mnt TD:
120/90 mmHg, oedeme (+)
Analisa: Nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan (usus terjepit)
Perencanaan:

a. Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien.


b. Mengajarkan tehnik relaksasi.
c. Memberikan posisi semi fowler.
d. Memberikan informasi yang akurat
untuk mengurangi rasa sakit.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
2.

Nyeri

trauma

berhubungan
jaringan

post-op

dengan
(insisi

bedah) ditandai dengan:


Data Subjektif: Pasien mengeluh
nyeri bagian luka post-op.

Data Objektif: Keluhan lemah,


kesadaran CM, pasien tampak
meringis kesakitan, dan berhati-hati
saat bergerak. S: 36C , N: 80 x/mnt ,
RR: 34 x/mnt TD: 160/70 mmHg,
oedeme (-), BAB (-), BAK (+) kuning
jernih, Flatus (-).
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang (1- 5
hari)

Kriteria Hasil: Keluhan nyeri


berkurang, pasien rileks, dan skala
nyeri 0.
Rencana Tindakan:
a. Mengkaji pengalaman nyeri pasien,
tentukan tingkat nyeri yang dialami.
b. Memantau keluhan nyeri.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan mobilisasi dini.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.

Pelaksanaan:
Tanggal 18 Juni 2012
Pukul 14.45 pasien datang dari ruang
operasi; Pukul 14.50 mengukur TTV,
TD: 160/70 mmHg, Suhu: 37C, Nadi:
80x/mnt, Pernafasan 37x/mnt; Pukul
15.00 memberikan terapi Cefotaxime
1gr

melalui

I.V

dan

memberikan

Ketorolac 1 amp melalui cairan infus,


mengkaji

tanda-tanda

membandingkan

nyeri

tingkat

dan
nyeri

sebelum operasi dan setelah post-op


dan

memotivasi

istirahat;

Pukul

pasien
17.30

untuk

mengganti

cairan infus dengan D 5% melalui I.V


dengan 20 tpm; 17.45 memotivasi
pasien
secara

untuk

makan

bertahap;

dan

minum

Pukul

22.00

memberikan terapi Cefotaxime 1gr


melalui I.V dan memberikan Ketorolac
1 amp dan mengobservasi pasien
untuk

melakukan

mobilisasi

sesuai dengan batas kemampuan.

dini

Tanggal 19 Juni 2012


Pukul 06.00 mengganti cairan infus
dengan Ringer Laktat melalui I.V 20
tpm,

dan

Cefotaxime

memberikan
1gr

melalui

terapi
I.V

dan

memberikan Ketorolac 1 amp melalui


cairan infus.
Evaluasi:
Tanggal 18 Juni 2012
Subjektif:

Pasien

bagian luka post-op.

mengeluh

nyeri

Objektif: Keluhan lemah, kesadaran


CM,

pasien

tampak

meringis

kesakitan, berhati-hat saat bergerak.


S: 36C , N: 80 x/mnt , RR: 34 x/mnt
TD: 160/70 mmHg, oedeme

(-), BAB

(-), BAK (+) kuning jernih, Flatus (-)


Analisa: Nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan post-op (insisi bedah)
Perencanaan:

a. Mengkaji pengalaman nyeri pasien,


dan menetukan tingkat nyeri yang
dialami.
b. Memantau keluhan nyeri.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan mobilisasi dini.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
3.

Intoleransi

berhubungan

dengan

aktifitas
respon

tubuh akibat luka post-op ditandai


dengan:

Data Subjektif: Pasien mengatakan


lemas, dan mual.
Data Objektif: Pasien telihat lemas,
kesadaran CM, S: 37C, N: 82 x/mnt,
RR 32 x/mnt, TD: 130/70 mmHg,
oedeme (-) , mual (+) muntah (-)
flatus

(+)

BAB

(+)

agak

keras

kecoklatan, BAB (+) kuning jernih.


Tujuan: Aktifitas dapat maksimal
terjadi.

Kriteria

Hasil:

Memperlihatkan

kemajuan aktifitas s.d mandiri dan


ada respon positif terhadap aktifitas.

Rencana Tindakan:
a. Menjelaskan batasan aktifitas pasien
sesuai dengan kondisi.
b.

Meningkatkan

aktifitas

secara

bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai
jadwal.

d.

Memotivasi peningkatan dan beri

penghargaan pada kemajuan yang


telah dicapai.
Pelaksanaan:
Tanggal 19 Juni 2012
Pukul 08.00 memotivasi pasien untuk
melakukan

aktifitas

sesuai

dengan

kondisi pasien, melakukan mobilisasi


seperti

yang

diinstruksikan

oleh

perawat jaga, dan harus berlatih agar


dapat melakukan kegiatan eliminasi

secara mandiri; Pukul 10.00 mengukur


TTV, TD: 130/70 mmHg, Suhu: 37C,
Nadi: 70x/mnt, Pernafasan: 32x/mnt.
Pukul

12.00

memberikan

makanan

siang dengan diet lunak; Pukul 14.30


mengikuti

visite

dokter

dengan

instruksi pasien dapat pulang.


Evaluasi:
Tanggal 19 Juni 2012
Subjektif: Pasien mengatakan lemas,
dan mual.

Objektif: Pasien telihat lemas,


kesadaran CM, S: 37C, N: 82 x/mnt ,
RR 32 x/mnt, TD: 130/70 mmHg,
oedeme (-), mual (+) muntah (-) flatus
(+) BAB (+) agak keras kecoklatan,
BAB (+) kuning jernih.
Analisa: Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan respon tubuh
akibat luka post-op.
Perencanaan:

a. Menjelaskan batasan aktifitas pasien


sesuai kondisi.
b.

Meningkatkan

aktifitas

secara

bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai
jadwal.
d.

Memotivasi

memberi

peningkatan

penghargaan

kemajuan yang telah dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

dan
pada

Darmawan Kartono,dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:


Binarupa Aksara.
Doenges,

Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.

Jakarta : EGC
dr. Jan Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
dr. Taufan Nugroho, 2011. Kumpulan Asuhan Keperawatan Maternitas,
Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Jakarta:
Hand out. 2007. hospitalisasi. Prodi keperawatan, Semarang.
http:// nugealjamela.blogspot.com, diakses 12 agustus 2010
Ignatavicius, Donna, et.All. 2000. Medical Surgical Nursing. Philadelphia:
W.B SaundersCompany.
John L. Cameron. 1997. Current Surgical Therapy. Jakarta: Binarupa
Aksara.
LeMone, and Burke, M.K. 2000. Medical Surgical Nursing:Critical Thinking
in ClientCare. Second Edition. New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment
and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment
and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Long C, Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: EGC

Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia.


Seymour I. Schwartz, et.All 2000. Principles of Surgery. Companion
handbook. Jakarta: EGC.
Syamsuhidayat, et.al. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Revisi. Jakarta: EGC
Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wong, 2004. Wongs nursing care of infant and children. St. Louis.

Definisi Hernia adalah prostusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital
pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. (Barbara Engram Hernia adalah prostusi
abnormal organ atau jaringan, atau bagian organ yang melalui struktur yang secara abnormal
berisi bagian ini. (Monika Ester) Hernia adalah penonjolan isi perut, dari rongga yang normal
melalui defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut. (Mansjoer,Arif dkk.Kapita
Selekta Kedokteran) Hernia adalah: suatu tonjolan yang abnormal dari organ organ intra
abdominal keluar dari cavum abdomen tapi masih di capai oleh peritonium.(purnawan djumadi
1999) Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari berbagai
organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yang mengelilinginya dan
kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994). Hernia adalah: kelemahan
pada dinding otot abdomen dimana segmen dari isi perut atau struktur abdomen lain yang
menonjol atau turn (Ignatavicius Donna, and Bayne Marilynn, 2002). Medical Surgical Nursing:
Assessment and Management of Clinical Problems, hal 1368) Hernia adalah suatu penonjolan isi
suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu
dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis, Sharon Mantik, 2000, Medical
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth Edition. By Mosby
Inc) Hernia scrotalis adalah merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai skrotum
(Syamsuhidajat, 1997, Buku Ilmu Bedah, hal 717). Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu
organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang
didapat. (Long, 1996 : 246) Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga

melalui lubang (Oswari, 2000 : 216). Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau
struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut
(Nettina, 2001 : 253). Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha
(regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216). 2. Etiologi Penyebab dari timbulnya hernia yaitu dapat
berupa: - Kongenital: kanalis inguinalis belum menutup. - Kelemahan dinding abdomen dan
peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat terjadi karena: - Kehamilan - Obesitas Mengangkat beban berat - Batuk - Konstipasi 3. Klasifikasi a)Berdasarkan proses terjadinya
hernia terbagi atas : - Hernia bawaan (Kongenital) - Hernia dapatan (akuisita) b)Berdasarkan
letak, Hernia terbagi atas : - Hernia diafragma - Hernia inguinalis - Hernia umbilical - Hernia
strotalis - Hernia insisional. 1. Hernia congenital: - Hernia umbilikalis - Hernia diafragnatika Hernia inguinalis lateralis 2. Hernia didapat: - hernia inguinalis medialis - Hernia femoralis 1.
Hernia Inguinalis Indirek Terjadi melalui cincin inguinalis dan melalui korola spermatikus
melalui korola inguinalis.Umumnya terjadi pada pria daripada wanita.Insidennya tinggi pada
bayi dan anak kecil.Hernia ini sangat besar dan sering turun keskrotum. 2. Hernia Inguinalis
Direk Hernia ini melewati dinding abdomen diare kelemahan otot,tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis direk;ini lebih umum pada lansia. 3. Hernia Femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita daripada pria.Ini
mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap
menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam kantung.
4. Hernia Umbilikalis Pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan
tekanan abdominal.Ini biasanya terjadi pada orang yang gemik dan wanita Multipara. 4.
Manifestasi klinis - Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan Misalnya:Rasa sakit yang terus
menerus - Adanya nyeri Misalnya:Pasien gelisah dan muntah - Jari tangan dapat masuk pesibulus
spermatikus sampai keanulus inguinalis interus - Nyeri - Muntah, mual - Nyeri abdomen Distensi abdomen - Kram - Ada penonjolan keluar 5. Patafisiologi Hernia berkembang ketika
intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu
yang berat, pada saat buang air besar atau batukyang kuat atau bersin dan perpindahan bagian
usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja
akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau
tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses
perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi
kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organorgan selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat
parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau
mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan
ganggren. 6. Pathway Mengangkat beban berat,kegemukan,batuk kronis Peningkatan tekanan
intraabdominalis Defek dinding otot abdominal Lubang embrional yang tidak
menutup/melebar/cincin hernia Penonjolan isi perut/usus Usus masuk ke kantung hernia Belum
terjadi Penjepitan +_ Penjepitn usus 6 jam Pejempitan 6 jam. Benjolan bisa Belum ada tanda Ada
tanda ilius obstruktiv kembali. Ilius obsteruktiv. Reponibilis. Nyeri daerah hernia Hernia

inkarserta. Hernia ireponsibilis. Catatan: Mengangkat beban berat,kehamilan,kegemikan atau


batuk kronis yang dapat menyebabkan peningkatan tekana intraabdominal.Adanya peningkatan
tekana intraabdominal dapat menimbulkan defek dinding otot abdominal.Defek ini terjadi karena
adanya kelemahan jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal karena adanya defek dinding
otot abdomen menyebabkan lubang embrional serta cincin hernia tidak menutup/melebar dimana
dalam keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk.Karena adanya pelebaran lubang
embrional/cincin hernia menyebakan penonjolan isi perut/usus dari rongga yang normal. 7.
Penatalaksanaan Pemeriksaan Diagnostik Sinar X Pada abdomen akan menunjukkan kuantitas
cairan atau gas Pemeriksaan darah lengkap:Hb yang rendah dapat mengarah pada
anemia/kehilangan darah dan keseimbangan oksigenasi jaringan dan pengurangan Hb yang
tersedia dengan anestesi inhalasi,peningkatan Ht mengidetifikasikan dehidrasi.Penurunan Ht
mengarah pada kelebihan cairan. Waktu koagulasi mempengaruhi hemostatis
intraoperasi/pascaoperasi EKG:penemuan akan sesuatu yang sesuatu yang tidak normal
membutuhkan prioitas perhatian untuk memberikan anestesi. 2. Farmakologi Terapi obat
analgetik 3. Pembedahan Herniatomi Dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
lehernya kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan,kemudian diare posisi
kantong hernia dijahit,ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Henia plastik Dilakukan tindakan
memperkecil anulis inguinalis interus dan memperkuat dinding belakang kanalis linguinalis 8.
Komplikasi 1. Terjadi perlengketan pada isi hernia dengan dinding kantong hernia tidak dapat
dimasukkan lagi 2. Terjadi penekanan pada dinding hernia akibat makin banyaknya usus yang
rusak 3. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinue menyebabkan daerah
benjolan merah 9. Asuhan keperawatan a. Pengkajian Pengkajian pasien Post operatif (Doenges,
1999) adalah meliputi : 1). Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal,
penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus). 2).
Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan
ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis. 3). Makanan / cairan Gejala : insufisiensi
pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi). 4).
Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. 5). Keamanan Gejala :
alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan
risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ;
Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek
dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi
transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. 6). Penyuluhan /
Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.
Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan
anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi). b. Pemeriksaan Umum.

TTV,hipotermi, TD normal , Tachicardi. - Fisik. Kepala : Ekspansi wajah menyeringai ,


merintih , menahan sakit . Dada : Suara nafas normal. Perut : Bising usus bisa normal /
meeningkat ,benjolan ingiunalis nyeri tekan. - Diagnostik. - Foto ronsend spinal.
Memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang belakang kecurigaan patologis lain
seperti tumor osteomilitis. - Elektromigrafi. Dapat melokalisasi tingkat dasar saraf spinal
terutama yang trkena. - Venogram epidural. Dapat di lakukan pada kasus keakuratan dari
miogram terbatas. - Fungsi lumbal. Mengsampingkan kondisi yang berhubungan dengan infeksi
adanya darah. - Scan CT. Dapat menunjukan kanal spinal yang mengecil, adanya proteksi diskus
intervetrebralis. c. Diagnose keperawatan 1. Pre operasi. - Nyeri berhubungan dengan peritonium
teregang. - Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan operasi. 2. Post
operasi. - Nyeri berhubungan dengan terputusnya intergitas jaringan. - Kurang prawatan diri
berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisiksekunder terhadap pembedahan. - Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan luka pembedahan - intoleran aktifitas 1. Analisa data ANALISA
DATA PRE OPERASI NO DATA PENYEBAB MASALAH KEPERAWATAN 1 DS: - Klien
banyak bertanya tentang penyakit yang dideritanya DO: - Ekspresi wajah tegang dan pucat Respirasi, nadi, tekanan darah meningkat Proses hospitalisasi Kurang Informasi Stress
meningkat Ansietas 2 DS: - Klien mengeluh nyeri seperti tertusuk, yang akan memburuk dengan
adanya batuk, membungkukkan badan, defekasi DO: - Nyeri pada palpasi - Wajah tampak
meringis Kongenital dan akuisitas Peningkatan kelemahan tekanan intra otot abdomen
Invaginasi kanalis inguinalis Spasme otot Strangulasi usus Nyeri H. ANALISA DATA POST
OPERASI NO DATA PENYEBAB MASALAH KEPERAWATAN 1 DS. - Klien mengeluh nyeri
pada luka bekas operasi DO: - Ekspresi wajah meringis - Klien memegang daerah yang nyeri
Tindakan pembedahan Terputusnya kontinuitas jaringan Ujung saraf bebas terangsang
lmpuls diterima oleh serabut Diteruskan ke kornu dorsalis di medulla spinalis Hipotalamus
Cortex cerebri Nyeri 2 DS: - Klien mengeluh tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya
dilakukan DO: - Perubahan jalan, berjalan dengan pincang - ADL dilakukan di tempat tidur ADL dibantu perawat keluarga Tindakan pembedahan Terputusnya kontinuitas jaringan
Nyeri di daerah post operasi Takut bergerak Aktivitas menurun Intoleransi aktivitas 3 DO: Hipertemia - Terdapat luka bekas operasi Tindakan pembedahan Terputusnya kontinuitas
jaringan Adanya luka insisi Post dentry kuman Risiko tinggi infeksi 5. 6. 7. I. RENCANA
PERAWATAN PRE OPERASI NO DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN (TUJUAN, KRITERIA RENCANA TINDAKAN) 1 Ansietas berhubungan
dengan kurangnya informasi, ditandai dengan: ekspresi wajah tegang dan pucat, respirasi, nadi,
tekanan darah meningkat T : Kecemasan hilang/berkurang dalam waktu 1 x 24 jam setelah
perawatan K : - Tampak rileks/tenang - Melaporkan ansietas hilang/berkurang I : - Kaji tingkat
ansietas pasien - Beri informasi yang akurat tentang penyakit yang dideritanya. - Beri
kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya. - Ajarkan mekanisme
koping yang baru. 2 Nyeri berhubungan dengan spasme otot, ditandai dengan: wajah tampak
meringis, nyeri pada palpasi. T : Nyeri hilang/terkontrol dalam waktu 2 x 24 jam setelah
perawatan K : - Wajah tampak ceria - Melaporkan nyeri hilang/terkontrol I : - Kaji tingkat nyeri,
catat lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus/yang memperberat - Ajarkan teknik relaksasi -

Lakukan massage pada daerah sekitar nyeri - Observasi TTV - Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi. 8. J. RENCANA PERAWATAN POST OPERASI NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (TUJUAN, KRITERIA RENCANA TINDAKAN) 1
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada luka bekas operasi, wajah tampak meringis T : Nyeri hilang/berkurang dalam waktu 2
x 24 jam setelah perawatan K : - Nyeri hilang/berkurang - Wajah tampak ceria I : - Observasi
keadaan umum dan tanda-tanda vital - Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya serangan - Anjurkan
teknik relaksasi nafas dalam - Anjurkan klien untuk merubah posisi setiap 2 jam - Kolaborasi
pemberian obat analgetik sesuai indikasi 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri yang
dirasakan pada daerah bekas operasi ditandai dengan perubahan jalan, ADL dilakukan di tempat
tidur, ADL dibantu oleh perawat/keluarga T : Klien dapat melakukan aktivitas sendiri dalam
waktu 2 x 24 jam setelah perawatan K : - Klien mampu melakukan aktivitas sendiri I : - Catat
respon emosi/perilaku mobilitas. Berikan aktivitas yang dapat ditoleransi. - Anjurkan pasien
untuk tetap ikut berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu. - Bantu
pasien dalam melakukan aktivitas 3 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan
pembedahan ditandai dengan DS: - DO: - Hipertermia - Terdapat luka bekas operasi T : Tidak
terjadi infeksi pada area bekas operasi dalam waktu 3 x 24 jam setelah perawatan K : - Luka
operasi kering - Tidak ada tanda-tanda infeksi I : - Awasi tanda-tanda infeksi - Ganti alat tenun
dan pakaian setiap hari - Jaga kebersihan diri dan lingkungan - Ganti balutan setelah 2 hari post
operasi dan selanjutnya rutin setiap hari dengan teknik septik/aseptik. - Kolaborasi untuk
pemberian obat antibiotik Pre operasi. DX I. - Puasakan klien 12 jam sebelum pembiusan. R/
Pengosongan lambung memerlukan waktu sebelum di lakukan anestesi. - Persiapan mental klen.
R/ Peningkatan pegetahuan klien akan kooperatif dalam tindakan yang akan di lakukan. Bersikan kulit daerah operasi . R/ Mencegah infeksi selama operasi. DX II. - Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tetang tindakan operasi. - Kreteria : . Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi. - Pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan.
Intervensi : - Berikan informasi tentang pemeriksaan diagnostik. R/ Informasi akan mendorong
partisipasi klien dalam pengambilan keputusa dan kemandirian maximum. 2. Post operasi. DX I.
- Berikan HE Tentang tehnik relaksasidan distraksi. R/ Mengurangi rasa nyeri yang ada dengan
pengalihan perhatian. - Perawatan luka pada daerah operasi. R/ Mencegah terjadinya infeksi. Observasi TTV. R/ Mengetahui perkembangan dan tanda tanda penurunan /peningkatan
kesehatan klien. DX II. - Memberikan HE pada keluarga tentang perawatan klien. R/
Memberikan rasa nyaman pada klien. - Observasi TTV. R/ Mengetahui kegawatan / penurunan
kesehatan klien. DX III. - Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan / luka. R/ Deteksi tanda
mulanya peradangan. - Memberikan perawatan pasien sesuai protap. R/ Nenberikan perawatan
yang profesional dan mencegah terjadinya mal praktek. 10. Penutupan A. kesimpulan B. saran
11. Daftar pustaka Doengoes ME (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC , Jakarta.
-Purnawan Djunaidi dkk (1999) , Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Media Ausculapius FKUI ,
jakarta. -Barbara Engran (1999) , Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah Volum 1 , EGC,
Jakarta. Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta, 1998.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta. Griffith H. Winter, Buku Pintar Kesehatan, EGC,
Jakarta, 1994. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan, EGC, Jakarta, 1995. Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :
EGC. Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI. W.A. Dorland Newman,
Kamus Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta, 2002.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ

2.1

Studi

Kasus

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat perlu melakukan


pengkajian melalui wawancara, pengamatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Informasi diperoleh dari klien, catatan medik dan keluarga klien. Untuk
mendapat gambaran pada kasus Tn. D.T.K dengan diagnosa Hernia Inguinalis
lateralis dekstra strangulate, maka dilakukan studi kasus di Ruang Bedah RSUD dr.
T.C.

Hillers

Maumere

pada

tanggal

09

Agustus

2010,

jam

09.00

2.1.1

wita.

Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data yang sistemik berhubungan dengan klien dan
masalahnya

(Doenges,

1999).

Pengkajian

meliputi

pengumpulan

penganalisaan

data

dan
data.

a.

Pengumpulan

data

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 09 Agustus 2010 jam 09.00 klien
berinisial Tn. D.T.K umur 54 tahun, jenis kelamin lakilaki, agama Khatolik, alamat
Misir, pendidikan SMP, pekerjaan wiraswasta, masuk rumah sakit tanggal 05
Agustus 2010, sumber informasi yang diperoleh dari klien sendiri, keluarga dan
catatan

medik,

penanggung

jawab

klien

sendiri.

Riwayat kesehatan, keluhan utama klien mengatakan sakit di daerah operasi pada
perut kanan bawah, keluhan lain yang menyertai klien merasa badannya panas dan
sudah 4 hari belum mandi, menyikat gigi, dan mencuci rambut tapi hanya dilap
saja.
Riwayat penyakit sekarang klien mengatakan pada hari Kamis, tanggal 05 Agustus
2010 jam 13.00 saat kilen mengangkat dos berat berisi kertas, tiba tiba terasa
sakit yang hebat pada perut kanan bawah (sela paha), kemudian klien jatuh
pingsan, selanjutnya klien langsung diantar ke RSUD dr. T.C Hillers Maumere, klien

dioperasi

pada

tanggal

Agustus

2010,

menggunakan

anastesi

umum.

Pada saat pengkajian klien mengatakan sakit di daerah operasi (perut kanan
bawah), wajah klien nampak meringis kesakitan, selalu memegang perut dan
nampak berhati hati saat bergerak. Klien mengatakan badannya terasa panas,
klien nampak bertanya tentang keadaannya. Klien mengatakan sudah 4 hari belum
mandi,

menggosok

gigi

dan

mencuci

rambut.

Riwayat kesehatan masa lalu, klien mengatakan 3 tahun yang lalu klien pernah
dioperasi di Malaysia karena penyakit yang sama. Klien tidak ada alergi obat
apapun. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada
yang

mengalami

penyakit

seperti

ini

tetapi

hanya

batuk

pilek

biasa.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan klien nampak lemah dan berbaring
diatas tempat tidur, kesadaran klien komposmetis, yang ditunjuk dengan hasil
pengukuran GCS diperoleh nilai total 15, dimana respon membuka mata 4, respon
berbicara 5, dan respon motorik 6. Tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 37,80c, nadi
80 x/menit, kuat dan teratur, pernapasan 22x / menit, konjungtiva merah mudah,
sklera putih, bibir nampak kering, klien nampak kotor, gigi dan lidah nampak kotor,
rambut kusam, ada luka operasi pada perut kanan bawah, panjang luka 10 cm dan
jumlah

jahitan

x.

Wajah meringis kesakitan kalau saat bergerak, skala nyeri sedang 46, klien selalu
memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat bergerak, ditemukan
nyeri

tekan

pada

perut

kanan

bawah,

bising

usus

18

x/

menit.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 08 Agustus HB : 12,5 gr %, HT : 34 %,


LED 30 mm, leukosit : 12.400 /L dan trombosit: 175.000 /L, limfosit :12, 0 %,
monosit: 3,3, granulosit:84%, glukosa sewaktu 122 mg / dl, SGOT : 44 U/L dan SGPT
: 31 U/L. pemeriksaan radiologi kesan yaitu nampak hernia inguinalis lateralis
dextra

strangulate.

Therapi yang diperoleh saat pengkajian cefadroxsil 2 x 1 tablet perhari, ibu profen 2
x

b.

200

mg,

dan

paracetamol

Analisa

tablet,

diberikan

kalau

panas.

data

Berdasarkan hasil pengkajian, maka diperoleh data subyektif: klien mengatakan


sakit didaerah operasi pada perut kanan bawah, klien mengatakan sakit saat
ditekan. Data Obyektif: klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri sedang (4),

klien selalu memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat
bergerak. Pemeriksaan tanda tanda vital tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi : 78
x / menit, suhu: 37,8 0 c, pernapasan: 22x/menit. Masalah keperawatan adalah
gangguan

rasa

nyaman

nyeri.

Data subyektif klien mengatakan badannya panas, data obyektif pada pemeriksaan
suhu: 37,8 0 c dan pada pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Agustus hasil
laboratorium leukosit: 12.400/L. Masalah keperawatan adalah terjadinya infeksi
akibat

luka

pembedahan.

Data subyektif klien mengatakn pernah menjalani operasi pada 3 tahun yang lalu
karena penyakit yang sama. Data obyektif klien nampak bertanya tentang
keadaanya.

Masalah

keperawatan

kurang

pengetahuan.

Data subyektif klien mengatakan sudah 4 hari dia belum mandi tapi hanya dilap
saja. Dari hasil pengamatan menunjukan klien nampak kotor, kuku panjang dan
kotor, rambut kusam, lidah dan gigi nampak kotor. Masalah keperawatan adalah
kurangnya

perawatan

2.1.2
Berdasarkan

Diagnosa
analisa

data

tersebut

diri.
keperawatan

maka

dirumuskan

beberapa

diagnosa

keperawatan yaitu: gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan


pembedahan yang ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan sakit didaerah
operasi pada perut kanan bawah, klien mengatakan sakit saat ditekan. Data
obyektif: klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri sedang (4), klien selalu
memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat bergerak.
Pemeriksan tanda tanda vital, tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 78 x / menit,
suhu:

37,80c,

pernapasan:

22x/menit.

Terjadinya infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan yang ditandai data


subyektif: klien mengatakan badannya panas, data obyektif pada pemeriksaan
suhu: 37,8 0c dan hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Agustus hasil
laboratorium

leukosit:12.400/L.

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi, yang


ditandai dengan, data subyektif klien mengatakan pernah menjalani operasi pda 3
tahun yang lalu karena penyakit yang sama, data obyektif klien nampak bertanya
pada

perawat

tentang

keadaannya.

Kurang perawatan diri berhubungan dengan tindakan pembedahan yang ditandai

dengan data subyektif: klien mengatakan sudah 4 hari belum mandi, menggosok
gigi dan mencuci rambut, data obyektif klien nampak kotor, kuku panjang dan kotor,
lidah

dan

gigi

kotor,

2.1.3

rambut

nampak

kusam.

Perencanan

a.

Prioritas

keperawatan
diagnosa

keperawatan

Pada tahap awal untuk menentukan prioritas masalah ada tiga hal penting yang
harus

diperhatikan

mengancam

yaitu

kesehatan

masalah

dan

yang

masalah

mengancam

yang

jiwa,

mengancam

masalah

tumbuh

yang

kembang.

Berdasarkan kasus nyata pada klien Tn.D.T.K, dirumuskan prioritas diagnosa


keperawatan
Diagnosa

I:

sebagai
Gangguan

rasa

nyaman

nyeri

berikut:
berhubungan

dengan

tindakan

pembedahan yang ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan sakit didaerah
operasi pada perut kanan bawah, klien mengatakan sakit saat ditekan. Data
obyektif: klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri sedang (4), klien selalu
memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat bergerak.
Pemeriksan tanda tanda vital tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 78 x / menit,
suhu:

37,80c,

pernapasan:

22x/menit.

Diagnosa II: Terjadinya infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan yang


ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan badannya panas, data obyektif
pada pemeriksaan suhu: 37,8 0 c dan hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8
Agustus

hasil

laboratorium

leukosit:

12.400

/L.

Diagnosa III: Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya


informasi, yang ditandai dengan data subyektif klien mengatakan pernah menjalani
operasi pada 3 tahun lalu karena menderita penyakit yang sama, data obyektif klien
nampak

bertanya

pada

perawat

tentang

keadaanya.

Diagnosa IV: Kurang perawatan diri berhubungan dengan tindakan pembedahan


yang ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan sudah 4 hari belum mandi,
menggosok gigi dan mencuci rambut, data obyektif klien nampak kotor, lidah dan
gigi
b.

kotor,

rambut
Goal

nampak
dan

kusam.
obyektif

Dalam perencanaan keperawatan harus sesuai dengan tujuan keperawatan yakni


goal dan obyektif. Diagnosa I goal: klien akan menunjukan nyeri kurang atau hilang,
obyektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit diharapkan:
klien tidak meringis kesakitan, sakit berkurang, nyeri ringan (skala 2), klien tidak

memegang

perut

saat

bergerak.

Diagnosa II goal: klien akan menunjukan bebas dari tanda tanda infeksi. Obyektif:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak ada
tandatanda

infeksi.

Diagnosa III: goal : klien akan menunjukan peningkatan pengetahuan, obyektif


setelah diberikan penyuluhan selama 1 x 30 menit maka klien mengerti tentang,
penyebab

penyakit,

pengobatan,

pembedahan

dan

perawatan.

Diagnosa IV: goal klien akan menunjukan perawatan diri maksimal. Obyektif setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien akan nampak bersih,
dapat

melakukan

c.

perawatan

diri

Intervensi

secara

dan

mandiri.
Rasional

Dalam memberikan asuhan keperawatan harus memperhatikan intervensi dan


rasional. Intervensi secara teoritis dan disesuaikan dengan kasus yang ditemukan
oleh

Tn.D.T.K.

Diagnosa I: bina hubungan saling percaya antara klien dan perawat, rasionalnya
hubungan saling percaya yang baik akan membantu dalam kemudahan dalam
memberikan asuhan keperawatan, kaji lokasi nyeri, catat karakteristik nyeri, skala
nyeri. Rasional: berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan
penyembuhan.

Anjurkan

klien

untuk

menarik

napas

dalam,

rasionalnya

meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri, alihkan perhatian klien dengan


bercerita, rasionalnya perhatian klien tidak berfokus pada nyeri. Pertahankan
istirahat dengan posisi semi fowler, rasional menghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi terlentang. Kolaborasi: berikan obat analgetik sesuai
indikasi,

rasional

mengurangi

nyeri.

Diagnosa II: kaji area luka, keadaan, luas luka serta kaji tanda tanda infeksi.
Rasional mengidentitikasi masalah dan pedoman dalam pemberian intervensi
selanjutnya. Observasi tanda tanda vital, rasional peningkatan suhu menunjukan
adanya infeksi. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri khususnya daerah
sekitar luka, rasionalnya, menghindari kontaminasi infeksi pada daerah luka akibat
kontaminasi dengan daerah sekitar luka. Ganti verban sesuai aturan dengan
menggunakan teknik aseptic, rasional: Verban yang lembab merupakan media
kultur untuk pertumbuhan bakteri dan dengan mengikuti tekhnik aseptic akan
mengurangi resiko kontaminasi bakteri. Ganti stik laken, atau sprei secara teratur
setiap kali kotor, rasionalnya mencegah kontaminasi silang, Cuci tangan yang benar

sebelum dan setelah merawat pasien, menggunakan sarung tangan steril (hand
Scond) bila menyetuh darah atau cairan tubuh ketika merawat klien. Rasional:
tindakan perlindungan khusus membantu mengurangi resiko infeksi nosokomial,
tindakan pencegahan tersebut melindungi klien dan perawat. Kolaborasi berikan
antipiretik yang ditentukan jika terdapat demam. Rasional: Antipiretik memperbaiki
mekanisme termostatik dalam otak untuk mengatasi demam. Kolaborasi: berikan
antibiotik, rasional menurunkan mikoorganisme dan menurunkan penyebaran serta
pertumbuhan

kuman.

Diagnosa diagnosa III kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang penyebab hernia
dan prosedur pengobatan dan pembedahan, rasionalnya sebagai data dasar untuk
pemberian intervensi selanjutnya, jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat
dari setiap tindakan yang dilakukan kepada klien, rasionalnya meningkatkan
pengetahuan untuk mencegah dan penanggulangan, jelaskan pentingnya nutrisi
dan cairan dalam tubuh, rasional dengan asupan nutrisi yang baik mempercepat
proses penyembuhan luka. Anjurkan untuk mempertahankan area insisi dengan
personal hygiene rasionalnya mencegah infeksi, berikan penyuluhan dengan
bahasa yang mudah dimengerti, rasional meningkatkan pengetahuan klien.
Diagnosa IV: Diskusikan dengan klien kebutuhan aktifitas perawatan diri yang
diperlukan serta aktifitas yang menimbulkan nyeri, rasionalnya pendidikan dapat
memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas klien dalam perawatan diri,
dorong perawatan diri dan sediakan waktu yang adekuat bagi pasien, rasional
meningkatkan perasaan harga diri dari keputusan berikan tindakan perawatan diri,
rasional
2.1.3

memberikan

rasa

nyaman

kepada

klien.

Implementasi

Dilaksanakan berdasarkan diagnosa keperawatan masing masing, diagnosa I:


pada hari senin tanggal 09 Agustus jam 08.00 membina hubungan saling percaya
antara perawat, klien dan keluarga, dengan cara memperkenalkan diri dan
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Hasilnya klien dan keluarga menerima
kehadiran perawat. Jam 09.00 mengkaji adanya keluhan, karakteristik nyeri dan
lokasi nyeri. Hasilnya klien mengatakan sakit pada daerah operasi pada perut
bagian kanan bawah saat bergerak, skala nyeri 4, Jam 09.18 mengobservasi tanda
tanda vital hasil tekanan darah 110/ 70 mmHg. Nadi: 78x / menit, pernapasan:
22x /menit, dan suhu: 37, 8 0 c. Jam 09.20 menganjurkan klien untuk menarik
napas dalam. Hasil klien menerima anjuran mau mengikuti anjuran yang diberikan

dan bersedia melakukannya. Jam 09.30 menganjurkan klien tidur setengah duduk.
Hasil klien tidur dalam posisi semi fowler. Jam 12.00 melayani klien minum obat ibu
profen 1 tablet. Pada hari selasa 10 Agustus membantu klien bangun dan
menganjurkan

teknik

relaksasi

saat

nyeri,

hasil:

klien

nampak

rileks

dan

mengatakan sakit semakin berkurang jam 06.30 melayani klien minum obat ibu
profen

tablet.

Hasil

klien

mengatakan

mau

minum

obat.

Diagnosa II: Senin, tanggal 9 Agustus 2010, jam 09.00 mengkaji adanya tanda
tanda infeksi pada luka opersai. Hasil luka tertutup kasa, tidak ada tanda
kemerahan dan bengkak pada luka. Jam 09.00 mengobservasi suhu, hasil suhu: 37,
8 0 c. Jam 09.15 melayani klien minum obat paracetamol 1 tablet, hasil klien mau
minum. Jam 09.25 mengkaji daerah luka, hasil panjang luka kurang lebih 7 cm,
jumlah jahitan 6 kali. Jam 10.00 merawat luka dengan teknik septic menggunakan
alat alat steril. Hasil: luka dirawat, nampak bersih, kering dan ditutup kasa. Jam
12.00 melayani klien minum obat cefadroksil I tablet, hasil klien mau minum obat.
Hari Selasa, 10 Agustus 2010, Jam 07.00 mengobservasi TTV, hasilnya TD:
110/70mmHg, nadi: 80 X/menit, Suhu: 36,80c, pernapasan: 22x/menit. Jam 07.30
melayani

klien

minum

obat

cefradoxil

hasil

klien

mau

minum

obat.

Diagnosa III: jam 07.00 mengkaji pengetahuan klien terhadap penyakit, pengobatan
dan perawatan, hasil klien mengatakan ia tahu penyakitnya karena pernah
dioperasi, tapi klien tidak mengikuti anjuran yang diberikan oleh perawat, klien
selalu melakukan pekerjaan berat. Jam 11.00 memberikan penuyuluhan tentang
hernia. Hasil: klien dan keluarga mengerti apa yang dijelaskan. Jam 11.45
mengajurkan pada klien untuk selalu makan makanan yang bergizi dan istirahat
yang cukup dan tidak boleh melakukan pekerjaan berat walau sudah sembuh,
karena

ini

operasi

yang

kedua

kalinya.

Diagnosa IV: jam 09.00 menanyakan pada klien tentang aktivitas, hasil: klien
mengatakan semua aktivitas belum bisa dilaksanakan dengan baik karena masih
rasa sakit pada daerah operasi. Jam 09.30 menjelaskan pada klien bahwa
pentingnya perawatan diri, hasil: klien nampak mengerti dan mau mengikuti
anjuran

perawat

Jam 10.00 merapikan tempat tidur pasien, hasil tempat tidur tampak rapi dan klien
nampak

tidur

nyaman.

Hari Selasa, tanggal 10 Agustus 2010, jam 06.00, memandikan pasien, membantu
menggosok gigi, dan menyisir rambut klien, hasil: klien nampak bersih dan rapih.

Jam 06.30 menggantikan sprei yang sudah kotor, hasil: tempat tidur nampak bersih
dan

rapih

klien

nampak

tidur

2.1.4

nyaman.
Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan pelaksanaan atau implementasi terhadap masalah


masalah keperawatan pada kasus Tn. D.T.K maka tahap terakhir dalam proses
keperawatan adalah melakukan evaluasi untuk menilai keberhasilan tindakan
keperawatan. Evaluasi dalam bentuk SOAP, dilakukan pada tanggal 10 Agustus
2010.
Diagnosa I dilakukan pada hari selasa jam 12.00 dengan hasilnya S: klien
mengatakan rasa sakit pada daerah operasi sudah mulai berkurang O: skala nyeri
(2), wajah klien nampak rileks, tanda tanda vital: TD: 110/70mmHg, nadi
80x/menit, pernapasan: 22x/menit dan suhu 36,80c, A: Masalah sudah teratasi P:
intervensi

dihentikan,

pasien

pulang.

Diagnosa II, pada hari selasa jam 12.00, diperoleh data sebagai berikut S: klien
mengatakan tidak panas lagi, O: luka nampak tertutup dan nampak bersih dan
sudah kering, tidak ada tanda tanda infeksi, observasi suhu: 36, 8 0 c, A: masalah
sebagian teratasi, untuk selanjunya klien control di poliklinik untuk aff benang. P:
intervensi

dihentikan

klien

pulang.

Diagnosa III dilakukan pada hari selasa tanggal 10 Agustus 2010 jam 12.00 S: klien
mengatakan ia nampak mengerti dengan penjelasan, klien mengatakan mengikuti
semua anjuran, O: klien nampak paham A: masalah teratasi, P: intervensi
dihentikan

dan

klien

pulang.

Diagnosa IV, dilakukan pada pada hari selasa tanggal 10 Agustus 2010 jam 12.00
diperoleh data sebagai berikut S: Klien mengatakan dia sudah bisa bangun sendiri
dan melakukan aktivitas ringan, O: klien nampak bersih dan rapi, rambut nampak
rapi, A: masalah teratasi, P: intervensi dihentikan, klien pulang klien pulang.
2.2

Pembahasan

Pembahasan adalah unsur yang paling penting dalam penyusunan laporan, dimana
penulis akan menguraikan kesenjangan antara konsep teori dengan kasus nyata.
Pendekatan yang dilakukan adalah sesuai dengan pendekatan proses keperawatan
yaitu dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa, menyusun rencana tindakan,
melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi. Berdasarkan pelaksanaan
kegiatan diatas, maka penulis akan menguraikan temuan yang dihadapi selama
menjalani asuhan keperawatan pada pasien post herniatomi, Tn. D.T.K yang dirawat

di

Ruang

Bedah,

kelas

II

RSUD

dr.T.C

2.2.1.

Hillers

Maumere.
Pengkajian

Pada pengkajian menurut Doenges ( 1999) dan Arief Mansjoer pada pasien post
herniatomi ditemukan tanda dan gejala, perubahan volume cairan, nyeri, infeksi
akibat luka pembedahan,kerusakan integritas kulit, kurangnya pengetahuan. Pada
pasien Tn.D.T.K hanya ditemukan gejala nyeri, adanya infeksi, kurang pengetahuan
dan kurang perawatan diri. Hal ini menunjukan adanya kesenjangan antara teori
dan
2.2.2.

kasus

nyata.

Diagnosa

keperawatan

Diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus ini tidak semuanya pada teori
Doenges. Menurut Doengoes (1999) masalah keperawatan yang muncul pada
pasien post herniatomi adalah infeksi, kurang volume cairan, nyeri, kurang
pengetahuan dan gangguan integritas kulit. Pada kasus nyata Tn. D.T.K adalah,
diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri, resiko
tinggi infeksi, kurangnya pengetahuan dan kurangnya perawatan diri. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara teori dan kasus nyata.
Masalah keperawatan yang tidak ditemukan dalam kasus nyata seperti resiko tinggi
defisit volume cairan , gangguan integritas kulit, karena pada saat dikaji klien sudah
mendapat pengobatan 4 hari. Dan adapun masalah yang tidak ditemukan dalam
teori

doenges

yaitu

masalah

kurang

perawatan

diri.

Dalam penentuan diagnosa yang dijadikan prioritas masalah adalah masalah yang
mengancam nyawa, mengancam kesehatan dan mengancam tumbuh kembang.
Pada kasus Tn. D.T.K proritas masalah yang diangkat adalah gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan karena nyeri selalu dikeluhkan
pasien,

dan

mempengaruhi

2.2.3

aktivitas

dalam

Perencanaan

perawatan

diri.

Keperawatan

Perencanaan, tujuan dan kriteria, evaluasi pada dasarnya tidak ditemukan adanya
kesenjangan karena pada umumnya pada kasus nyata selalu dirujuk kembali ke
dalam
2.2.4

tinjauan

teoritis

yang

disesuaikan

Implementasi

dengan

keadaan

klien.

keperawatan

Pada tahap implementasi sesuai rencana yang dibuat sesuai teori. Pada diagnosa
keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri, resiko tinggi infeksi, kurangnya
pengetahuan dan kurangnya perawatan diri. Semua intervensi diimplementasikan
karena dengan tindakan keperawatan dapat mengatasi gangguan rasa nyaman

nyeri, resiko tinggi infeksi, kurangnya pengetahuan dan kurangnya perawatan diri.
2.2.5

Evaluasi

Pada kasus nyata Tn. D.T.K tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata
pada diagnosa yang diangkat. Setelah dilakukan tahap implementasi maka tahap
akhir dalam proses keperawatan adalah melakukan evaluasi untuk menilai
keberhasilan

tindakan

keperawatan.

Menurut

Doenges

(1999),

diagnosa

keperawatan pada diagnosa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan hasil


yang diharapkan adalah klien akan menunjukan nyeri kurang atau hilang. Pada
kasus

nyata

diagnosa

keperawatan

ini

masalahnya

teratasi

karena

klien

menunjukan nyeri berkurang, skala nyeri 2. Jadi pada diagnosa ini tidak ditemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata dalam mengatasi masalah klien.
Pada

diagnosa

actual

terjadinya

infeksi

berhubungan

dengan

tindakan

pembedahan. Pada diagnosa ini kriteria yang diharapkan adalah tidak terjadi
infeksi. Dengan tidak meningkatnya suhu tubuh, tidak ada bengkak dan kemerahan
pada darah luka operasi dan tidak meningkatnya sel darah putih. Pada kasus nyata
diagnosa keperawatan ini masalahnya teratasi karena luka nampak kering tertutup,
tidak

merah

dan

bengkak,

dan

tidak

terjadi

peningkatan

suhu

tubuh.

Pada diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya


informasi, saat diberikan penyuluhan klien nampak mengerti dan mau mengikuti
anjuran,

pada

kasus

nyata

diagnosa

ini

masalahnya

teratasi.

Pada diagnosa kurang perawatan diri berhubungan dengan tindakan pembedahan


hasil yang diharapkan adalah klien nampak bersih, klien dapat melakukan aktifitas
secara mandiri. Pada kasus nyata diagnosa ini teratasi karena klien bisa melakukan
aktivitas

ringan

dalam

perawatan

diri

secara

mandiri.

Tonsilitis atau kalangan masyarakat awam menyebut dengan istilah penyakit Amandel. Tonsillitis
adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme
(bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun. Tonsillitis, berdasarkan waktu
berlangsungnya (lamanya) penyakit, terbagi menjadi 2, yakni Tonsilitis akut dan Tonsilitis
kronis.
Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu.
Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama

2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun. Adakalanya terdapat
perbedaan penggolongan kategori Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Operasi ini
merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Para ahli belum
sepenuhnya sependapat tentang indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi
alasan (indikasi) tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi relatif.
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian
THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok), oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan
kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan
tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan.
Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif
pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.

ETIOLOGI
Menurut Adams George (1999), tonsilitis akut paling sering disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus grup A.
1.

Pneumococcus

2.

Staphilococcus

3.

Haemalphilus influenza

4.

Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.

Menurut Iskandar N (1993 Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus tonsillitis bakteri yang
paling sering adalah:
1.

Streptococcus B hemoliticus grup A

2.

Streptococcus viridens

3.

Streptococcus pyogenes

4.

Staphilococcus

5.

Pneumococcus

Sedangkan Virus yang berperan menyebabkan penyakit ini adalah Golongan Para influenza
Virus, Adenovirus dan Herpes simplex.

WOC (Web Of Caution)

TANDA DAN GEJALA TONSILITIS


Keluhan yang dapat dialami penderita Tonsilllitis, antara lain:

Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)

Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi
malas makan.

Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga.

Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot.

Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut,
pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.

Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai
pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara
tenggorokan dan rongga hidung).

Pada pemeriksaan, dijumpai pembesaran tonsil (amandel), berwarna merah, kadang


dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan tonsil, warna merah yang menandakan
peradangan di sekitar tonsil dan tenggorokan.

Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu orang penderita. Hal ini karena
keluhan bersifat individual dan kebanyakan para orang tua atau penderita akan ke dokter ketika
mengalami keluhan demam dan nyeri telan.
PENCEGAHAN
Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara umum disebutkan
bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan
yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan
adalah:

Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat
menimbulkan tonsilitis.

Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah
penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapatkan antibiotika.
PENATALAKSANAAN

Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya.
Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga
jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan
penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan
operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari perluasan infeksi,
sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.

Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan karena resiko
komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah kepala dipalingkan
kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan
nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih.

Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah
terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien
gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk
memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung
dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang operasi,
dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan
berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara
dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak.

Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat
sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada. Diet cairan atau semi cair
diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan.
Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk lunak (es
krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus yang
terbentuk.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berdasarkan hasil kajian HTA Indonesia 2003 tentang persiapan rutin prabedah elektif, maka
pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk tonsilektomi adalah sebagai berikut:
1)Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit
2)Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT
JENIS TEKNIK OPERASI
1). Cara Guillotine

Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara
yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju
cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anakanak dalam anestesi umum. Tehniknya adalah sbb :

Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan
pasien.

Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut.
Lidah ditekan dengan spatula.

Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.

Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil
dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior
ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.

Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.

Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan
bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan
dirawat.

2) Cara diseksi

Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada
pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Tehniknya adalah
sbb :

Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit
ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.

Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.

Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial

Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya


secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil,
tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

3) Cryogenic tonsilectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses
pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah
freon dan cairan nitrogen.

4). Teknik elektrokauter


Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk
mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk
menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum
elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini
mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.
5) Radiofrekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru
disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui
pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan
total volume jaringan berkurang.
6) Skapel harmonik

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi


jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.
7) Teknik Coblation
Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena dapat
memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan.
Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi
bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok
plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu
partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan
memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga
menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat
meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.
8) Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan
menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan
ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan
ketelitian

alat

ini

dalam

membersihkan

jaringan

tonsil

tanpa

melukai

kapsulnya.

9) Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat)
untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan
menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah
baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal,
ukur nadi dan tekanan darah secara teratur,
awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring
dan
napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila diduga ada
perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat
menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum
berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000.

Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil
dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil
dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat
operasi.Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai
kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih
sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi
segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan
darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.
KOMPLIKASI
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun
umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah
dan anestesi.
Komplikasi anestesi
Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang
dapat ditemukan berupa :
Laringosspasme
Gelisah pasca operasi
Mual muntah
Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi
Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung
Hipersensitif terhadap obat anestesi.
Komplikasi Bedah
Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama
operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000
pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama
membutuhkan transfusi darah.
Nyeri

Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau
vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut
sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi
Komplikasi pasca bedah
Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (intermediate complication) dapat
berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia.
Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya
terjadi pada hari ke 5 10. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma
akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang
menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di
bawah-nya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya
berasal dari pembuluh darah permukaan.
Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada pengamatan pasca
tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan
biladijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah yang mendarahi uvula.
Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain
seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis.
Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang-kadang
merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses
parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik fosa tonsil berhubungan
dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi dan
ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.
Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum mole. Bila
berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan ri nolalia. Komplikasi lain adalah adanya sisa
jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapat
mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.
Komplikasi lain
Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi,
otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah,
gigi dan pneumonia.

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a). Aktivitas / istirahat
Gejala : - kelemahan
- kelelahan (fatigue)
b). Sirkulasi
Tanda : - Takikardia
- Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
c). Integritas Ego
Gejala : - Stress
- Perasaan tidak berdaya
Tanda : - Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
d).Eliminasi
Gejal: Perubahan pola

berkemih

Tanda : Warna urine mungkin pekat


e). Maknan / cairan
Gejala : - Anoreksia
- Masalah menelan
- Penurunan menelan
Tanda : - Membran mukosa kering
- Turgor kulit jelek
f). Nyeri / kenyamanan
Gejala : - Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan.
- Nyeri tekan pada daerah sub mandibula.
- Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang
dimasukkan melalui oral, obat-obatan.
Tanda :
- Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan; insisi bedah
b.

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dengan anoreksia ;
kesulitan menelan.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman, pemajaran / mengingat.


d.

Resiko kekurangan vol. cairan berhubungan dengan resiko perdarahan akibat tindakan
operatif tonsilektomi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx :Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan; insisi bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan nyeri pasien berkurang dan pembengkakan hilang.
Kriteria Hasil :

Melaporkan / menunjukkan nyeri hilang/ terkotrol

Melaporkan bias beristurahat

Intervensi :
Mandiri

Berikan tindakan nyaman (pijatan punggung,perubhan posisi) dan aktifitas hiburan

R/ Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pd sesuatu disamping


diri sendiri/ketidaknyamanan.

Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati bila
tidak mampu menelan.

R/ Menelan menyebabkan aktifitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena adanya
edema/regangan jahitan.

Selidiki perubahan karakteristik nyeri,periksa mulut jahitan atau trauma baru

R/ Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yg memerlukan evaluasi lanjut/intervensi jaringan


yang terinflamasi dan kongesti,dapat dengan mudah mengalami trauma dengan penghisapan
kateter,selang makanan.

Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri,evaluasi efek analgesik .

R/ Alat menentukan adanya nyeri,kebutuhan terhadap keefektifan obat.

Jadwalkan aktifitas perawatan untuk keseimbangan dengan periode tidur manajemen


stress contoh : teknik relaksasi, bimbingan imajinasi.
R/ mencegah kelekahan / terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping
terhadap stress / ketidaknyamanan

Kolaborasi

Berikan irigasi oral, anestesi sprei dan kumur-kumur. Anjurkan pasien melakukan irigasi sendiri.
R/ Memperbaiki kenyamanan, meningkatkan penyembuhan dan menurunkan bau mulut. Bahan
pencuci mulut berisi alcohol / fenol harus dihindari karena mempunyai efek mengeringkan

Berikan analgetik terhadap stress / ketidaknyamanan.


R/ Meningkatkan rasa sehat, tidak menurunkan kebutuhan analgesic dan meningkatkan
penyembuhan.

Meningkatkan rasa sehat, tidak menurunkan kebutuhan analgesic dan meningkatkan


penyembuhan.
R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan
kondisi tubuh.
Dx : . Bersihan jalan bafas tidak efektif berhubungan dengan dengan obstruksi
nafas karena adanya benda asing; produksi secret.
Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil :

Mengeluarkan/membersihnya secret dan bebas aspirasi

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas bersih dalam tingkat


kemampuan/situasi
Intervensi :

Mandiri

Awasi frekuensi/kedalaman pernafasan.catat kemudahan bernafas.auskultasi bunyi nafas.selidiki


kegelisahan
R/ Perubahan pada pernafasan.penggunaan otot aksesori pernafasan,dan/adanya ronki/mengi
diduga ada retensi sekret.Obstruksi jalan nafas( meskipun sebagian)dapat menimbulkan tidak
efektifnya pol;a pernafasan dan gangguan pertukaran gas,contoh henti nafas.

Dorong menelan bila pasien mampu


R/ Mencegah pengumpulan sekret oral,menurunkan resiko aspirasi
Catatan: menelan terganggu bila epiglotis diangkat dan/edema pasca operasi bermakna dan nyeri
terjadi

Dorong batuk efektif dan nafas dalam


R/ Mobilisasi sekret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi
pernafasan.

Kolaborasi

Berikan humidifikasi tambahan,contoh tekanan udara/oksigen penahan leher berupa,humidifier


ruangan,peningkatan masukan cairan.
R/ Fisiologi normal( hidung/jalan hidung)berarti menyaring atau melembabkan udara yang
lewat.tambahan kelembaban menurunkan mengerasnya mukosa dan memudahkan
batuk/penghisapan sekret melalui stoma.

Awasi seri GDA/nadi oksimetri,foto dada


R/ Pengumpulan sekret/adanya atelektasis dapat menimbulkan pneumonia yang memerlukan
tindakan terapi lebih agresif

Dx : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman, pemajaran /


mengingat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien atau keluarga dapat memahami
penyakit yang di derita.
Kriteria Hasil :

Pasien atau keluarga memahami mengenai penyakit yang di derita pasien


Intervensi

Mandiri

Kaji ulang prosedur pembedahan khusus dan harapan pascaoperasi


R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pilihan informasi dapat dibuat dan tujuan dapat
disusun

Berikan perhatian tentang gangguan ukuran/gambaran tubuh


R/ Antisipasi masalah dapat membantu dalam menerima situasi yang memburuk

Kaji ulang program pengobatan,dosis,dan efek samping


R/ Pengetahuan dapat meningkatkan kerja sama dengan program terapi dan mempertahankan
jadwal

Anjurkan menghindari alkohol


R/ Dapat mempengaruhi disfungsi hati/pankreas

Diskusikan tanggungjawab untuk perawatan diri dengan pasien/orang terdekat


R/ Kerja sama sangat penting untuk keberhasilan hasil setelah prosedur

Dorong latihan progresif/keseimbangan program aktivitas dengan periode istirahat adekuat


R/ Meningkatkan berat badan,meningkatkan tonus otot dan meminimalkan pascaoperasi yang
juga mencegah kelemahan yang tak perlu
Dx : Resiko kekurangan vol. cairan berhubungan dengan resiko perdarahan akibat
tindakan operatif tonsilektomi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam kekurangan volume cairan pada pasien teratasi.
Kriteria Hasil :

Keseimbangan cairan yang adekuat

Pengeluaran urine individu yang sesuai


INTERVENSI

Mandiri

Catat karakteristik muntah dan atau drinase


R/ Membantu dalam membedakan penyebab distres gaster kandungan empedu kuning kehijauan
menunjukkan bahwa pylorus terbuka

Awasi tanda vital:bandingkan dengan hasil normal pasien/sebelumnya.ukut TD dengan posisi


duduk,berbaring,berdiri bila perlu
R/ Perubahan TD dann nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah

Ukur kehilangan darah/cairan melalui muntah,penghisapan gaster/lavase dan deteksi


R/ Memberikan pedoman untuk penggantian cairan

Pertahankan pencatatan akurat subtotal cairan/darah selama terapi penggantian


R/ Potensial kelebihan tranfusi cairan,khususnya bila volume tambahan diberikan sebelum
tranfusi darah

Catat tanda perdarahan baru setelah terhentinya pendarahan awal


R/ Meningkatkan kepenuhan/distensi abdominal,mual/muntah baru dan diare baru dapat
menunjukkan perdarahan ulang

Kolaborasi

Berikan cairan atau darah sesuai indikasi


R/ Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan(akut atau
kronis)

Darah lengkap segar atau kemasan sel darah merah


R/ Darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut dengan syok karena darah simpanan
dapat kekurangan factor pembekuan

Masukkan/pertahankan selang NG pada perdarahan akut


R/ Memberikan kesempatan untuk menghilangkan sekresi iritan gaster,darah,bekuan.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1759630-operasi-amandel-yang-berujung kematian/
http://klikharry.wordpress.com/2007/09/05/tonsilektomi-tonsillectomy/
http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch089b.html
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC
Drake A. Tonsillectomy. avaible from: http://www. emedicine. com/ent/topic315. htm/emed
tonsilektomi
Kornblut A,Kornblut AD. Tonsillectomy and adenoidectomy. In: Paparella,Gluckman
S,Mayerhoff, eds. Otolaryngology head and neck surgery. Philadelphia, WB Saunders 3rd
edition,1991:2149-56
Tukel DE,Little JP. Pediatric head and neck emergency. In : Eiscle DW and McQuone SJ.
Emergency of the head and neck. Mosby. USA. 2000:324-326
. DEFINISI
Tonsilitis adalah suatu peradangan akut pada tonsil dan kriptonya.
B. ETIOLOGI
Streptococcus beta, haemoliticus group A, virus (Adeno virus, Virus echo, virus
influenza), streptococcus viridans, streptococcus pyagenes adalah penyebab terbanyak.
C. MANIFESTASI KLINIK.
1. Nyeri menelan (dispagia).
2. Nyeri tenggorokan, pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan dan terasa kering.
3. Demam (menggigil).
4. Malaise atau klien merasa lemah.

5. Tonsil nampak membesar, kemerahan, permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi
detritus.
6. Nafsu makan kurang.
7. Banyak keluar keringat.
8. Pernafasan berbau.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi secara perkontinatum ke daerah sekitar berupa rinitis kronik, sinusitis, dan
otitis media. Komplikasi secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dan tonsil seperti
endokarditis, artritis, miokarditis, nefritis, dermatitis, pruritis, urikaria dan furunkulosis.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kultur dan uji resistensi kuman dan sediaan apusan tonsil.
F. PENATALAKSANAAN
1. Tonsilitis Akut
Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari, antipiretik, dan obat kumur
atau obat isap dengan disinfektan. Bila alergi pada penisillin dapat diberikan eritromisin atau
klindamisin.
2. Tonsilitis Kronik
a.

Terapi lokal untuk higiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.

b.

Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak
berhasil.

G. ANALISA DATA PRE OPERASI


NO

DATA

1 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan.
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
DO:
- Tonsil klien nampak
membesar dan kemerahan.

2 DS:
- Klien mengeluh badan
terasa panas
DO:
- Suhu 38 C
- Banyak keluar keringat.
- Tonsil nampak kemerahan.
- Badan klien teraba panas
3 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
- Klien mengatakan nafsu
makan menurun
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan
- Klien tampak kesakitan
saat menelan
4 DS:
- Klien mengatakan merasa
cemas dengan keadaan
penyakitnya.

PENYEBAB

MASALA
H
KEPERAW
ATAN
Nyeri

Invasi kuman/bakteri/virus pada


tonsil

Terjadinya peradangan pada tonsil

Merangsang pengeluaran zat


kimia
(histamin, bradikinin, serotinin)

Merangsang implus saraf sekitar

Rangsangan dihantarkan ke
thalamus, cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan
Merangsang terjadinya proses
Hipertermi
endogen atau pirogen

Dihantarkan ke hipotalamus
bagian termoregulator

Hipertermi
Terjadinya peradangan pada
tonsil

Merangsang saraf tepi sekitar


yang menimbulkan nyeri menelan
dan tenggorokan

Respon nyeri menelan dan


tenggorokan menghambat intake
makanan yang masuk

Nutrisi kurang dan kebutuhan


Perubahan status kesehatan

Nutrisi
kurang dan
kebutuhan

Ansietas

DO:
- Klien nampak gelisah
- Klien nampak cemas
H. ANALISA DATA POST OPERASI
NO

DATA

1 DS:
- Klien mengeluh
nyeri pada saat
menelan.
- Klien mengeluh
nyeri pada
tenggorokannya.
DO:
- Tampak luka insisi
pada tonsil klien.
- Klien nampak
meringis

2 DS:
- Klien mengeluh
nyeri pada saat
menelan
- Klien mengatakan
malas makan karena
nyeri bila menelan
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan.
- Klien tampak
kesakitan saat
menelan
3 DO:
- Nampak adanya luka
insisi.

I.

PENYEBAB
Invasi kuman/bakteri/virus pada
tonsil

Terjadinya peradangan pada tonsil

Tindakan pembedahan
(tonsilektomi)

Luka insisi

Merangsang pengeluaran zat kimia


(histamin, bradikinin, serotinin)

Merangsang impuls saraf sekitar

Rangsangan dihantarkan ke
thalamus

Nyeri dipersepsikan
Merangsang saraf-saraf tepi sekitar
yang menimbulkan nyeri menelan
dan tenggorokan

Respon nyeri menelan dan


tenggorokan menghambat intake
makanan yang masuk

Nutrisi kurang dan kebutuhan

Luka insisi

Kuman dapat masuk

Risiko tinggi infeksi


RENCANA PERAWATAN PRE OPERASI

MASALAH
KEPERAWATAN
Nyeri

Nutrisi kurang dan


kebutuhan

Risiko tinggi infeksi

Nyeri berhubungan dengan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


(TUJUAN, KRITERIA RENCANA
TINDAKAN)
: Nyeri teratasi dalam waktu 3 x 24 jam

peradangan pada tonsil ditandai

: - Nyeri hilang

NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN

dengan:
DS:
- Klien mengeluh nyeri bila menelan.
- Klien mengatakan tenggorokan
klien terasa nyeri

- Klien mengatakan tenggorokan klien


tidak terasa sakit.
- Tonsil klien kembali normal dan tidak
kemerahan.
: - Kaji tingkat nyeri

DO:

- Anjurkan teknik relaksasi

- Tonsil klien nampak membesar dan

- Jelaskan penyebab nyeri yang

kemerahan

dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

Hipertermi berhubungan dengan

pemberian analgetik.
: Hipertermi teratasi dalam waktu 2 x 24

proses penyakit ditandai dengan:

jam

DS:

: - Suhu tubuh kembali normal 36C

- Klien mengeluh badan terasa panas.

37 C.

DO:
- Tonsil nampak kemerahan

- Badan klien teraba hangat


: - Observasi tanda-tanda vital

- Suhu 38 C

- Anjurkan klien untuk banyak minum

- Banyak keluar keringat

- Berikan kompres hangat di daerah


dahi atau axilla.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antipiretik.

Nutrisi kurang dan kebutuhan

: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi

berhubungan dengan:

: - Klien tidak mengeluh nyeri bila

DS:

menelan

- Klien mengeluh nyeri bila menelan.

- Klien mengatakan nafsu makan baik

- Klien mengatakan tenggorokan

- Porsi makan yang disediakan

terasa nyeri
- Klien mengatakan nafsu makan
menurun.

dihabiskan
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan.

DO:

: - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi

- Porsi makan yang disediakan tidak

bagi tubuh atau kesembuhan penyakitnya

dihabiskan.
- Klien tampak kesakitan saat
menelan.

- Sajikan makanan cair dalam keadaan


hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

Ansietas berhubungan dengan

pemberian multivitamin
: Ansietas dapat teratasi dalam waktu

perubahan status kesehatan ditandai

2x24 jam

dengan:

: - Klien tidak tampak gelisah

DS:

- Klien tidak tampak cemas

- Klien mengatakan merasa cemas

- Klien mengatakan tidak merasa cemas

dengan keadaan penyakitnya.


DO:

dengan keadaan penyakitnya


- Klien tidak selalu bertanya tentang

- Klien nampak gelisah.

penyakitnya.

- Klien nampak cemas.

: - Jelaskan tentang kondisi penyakit

- Klien selalu bertanya tentang

yang dideritanya

keadaan penyakitnya

- Buat hubungan saling percaya dengan


klien atau orang terdekat.
- Berikan informasi tentang penyakit
dan teknik pengobatan
- Dorong pasien atau orang terdekat
untuk menyatakan masalah atau perasaan
- Beri penguatan informasi klien yang
telah diberikan sebelumnya

J. RENCANA PERAWATAN POST OPERASI


NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nyeri berhubungan dengan luka

(TUJUAN, KRITERIA RENCANA


TINDAKAN)
: Nyeri teratasi dalam waktu 3 x 24 jam

insisi ditandai dengan:

: - Nyeri hilang

DS:
- Klien mengeluh nyeri pada saat
menelan
- Klien mengatakan tenggorokan
terasa nyeri

- Klien mengatakan tenggorokan tidak


terasa sakit
- Tonsil klien kembali normal dan tidak
kemerahan
: - Kaji tingkat nyeri

DO:

- Anjurkan teknik relaksasi

- Tampak luka insisi pada tonsil klien

- Jelaskan penyebab nyeri yang

- Wajah tampak meringis

dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian analgetik.
Nutrisi kurang dan kebutuhan nutrisi : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
kurang dari kebutuhan berhubungan

dalam waktu 3 x 24 jam

dengan:

: - Klien tidak mengeluh nyeri bila

DS:

menelan

- Klien mengeluh nyeri bila menelan.

- Klien mengatakan tidak malas makan

- Klien mengatakan malas makan

- Porsi makan yang disediakan

karena nyeri bila menelan


DO:
- Porsi makan yang disediakan tidak
dihabiskan
- Klien tampak kesakitan saat
menelan

dihabiskan.
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan
: - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh atau kesembuhan penyakitnya
- Sajikan makanan cair dalam keadaan
hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

Risiko tinggi infeksi berhubungan

pemberian multivitamin
: Infeksi tidak terjadi

dengan tindakan pembedahan

: - Tanda - tanda infeksi tidak terjadi

ditandai dengan:

: - Awasi tanda-tanda vital

DO:

- Jelaskan kepada klien tentang

- Nampak adanya luka insisi

keadaan penyakitnya atau kondisi klien


- Kolaborasi dengan dokter pemberian
antibiotik sesuai indikasi

Read more: Asuhan Keperawatan (Askep) Tonsilitis


http://nandarnurse.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-askeptonsilitis.html#ixzz3l76CyvTj
Under Creative Commons License: Attribution
Follow us: nHandar on Facebook
I. PENGKAJIAN
A. DATA BIOGRAFI

B.

Nama

: An. R

Jenis Kelamin

: Perempuan

Golongan Darah

:-

Tempat Tanggal Lahir

: 16 maret 2009

Usia

: 6 Tahun

Pendidikan Terakhir

: Paud

Agama

: Islam

TB/BB

Alamat

: villa Balaraja

Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini

: Tidak ada

C. Riwayat Lingkungan Hidup


Type tempat tinggal

: Permanen

jenis Lantai

: Keramik

Kondisi lantai

: Kering

Tangga Rumah

: Tidak ada

Penerangan

: Cukup terang

isukai

Tempat Tidur

: Aman, (pagar pembatas, tidak terlalu tinggi)

Toilet

: Ada (Posisi duduk, ada pegangan)

Kebersihan lingkungan

: Bersih (tidak ada yang membahayakan)

Derajat Privasi

: Baik

D. Diskripsi Kekhususan
: An. Suka belajar sholat dan mengaji
Yang lainnya
E.

: Tidak ada

Riwayat Kesehatan
Keluhan yang dirasakan saat ini
Kesehatan Pasien

a. Keluhan Utama
Merasakan nyeri pada bagian tenggorokan dan sulit untuk menelan makanan disertai demam
b. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
P: Merasakan nyeri saat menelan
Q: Sakitnya seperti tersayat sayar
R: Sakitnya di bagian tenggorokan
S: Skala Sakitnya (5 dari 1-10)
T: Pada saat menelan makanan
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami sakit di bagian tenggorokan sejak 2 tahun yang lalu
d. Riwayat kesehatankeluarga
Tidak ada anggota yang mengalami penyakit yang sama
F.
a.
1.

Pola Kebijaksanaan Pasien


Aspek Fisik, Biologis
Nutrisi
Sebelum sakit
: Klien makan 3x sehari (pagi, siang,sore) dengan kandungan makanan yang cukup seperti

kandungan karbohidrat, protein, minum, sayur dan buah


: Air putih
: 1750 cc / hari
: Nasi, sayur dan lauk pauk.
: Tidak ada
: Tidak ada

Selama sakit
: Klien makan 3x sehari, porsi makan klien tidak habis (6-7 sendok makan orang )
b. Apakah pasien merasakan mual/muntah : klien merasakan adanya mual
--------------------------------------------------pada saat makan
: Nafsu makan kurang baik karena klien ada kesulitan dalam menelan makanan
d. Ada gangguan menelan
: Ada
e. Ada gangguan mengunyah
: Tidak ada
f. Diet yang diberikan
: Tidak ada
g. Frekuensi minum
: 1.500 cc/ hari
2.

a.
b.
c.
d.

Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Buang air besar
Frekuensi
Waktu
Warna
Konsistensi

: 1x sehari
: Pagi hari sebelum mandi
: Kuning
: keras

a.
b.
c.

Buang air kecil


Frekuensi
Warna
Jumlah

: 4 x /hari (250 cc/BAK)


: Kuning
: 1000 cc/hari

Selama sakit
Buang air besar
: 1x sehari
b. Waktu
c. Warna
d. Konsistensi
e. Pendarahan

: Pagi hari sebelum mandi


: Kuning
: lembek
: Tidak ada

a.
b.
c.

Buang air kecil


Frekuensi
Warna
Alat bantu BAK

: 4x/ hari (150cc/BAK)


: Kuning peka
: Tidak ada

3.

a.
b.
c.
d.

Pola istirahat tidur


Sebelum sakit
Saat tidur
Lama tidur
Kesulitan tidur
Penggunaan obat tidur

: Klien tidur 1x sehari (malam)


: Malam (9 jam)
: Tidur sering terganggu karena nyeri tenggorokan
: Tidak ada

ap penyakit

a.
b.
e.
f.

Selama Sakit
Saat tidur
Lama tidur
Kesulitan tidur
Penggunaan obat tidur

4. Pola Aktivitas Dan Latihan


Olahraga
: Tidak ada
b. Kegiatan di waktu luang

: Klien tidur 1x sehari (malam)


: Malam (7 jam)
:gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada tenggorokan
: Tidak ada

: Tidak ada

5. Pola Personal Hygine


a. Mandi
: Klien mandi 2x sehari
b. Kuku
: Kuku klien pendek bersih
: Rambut klien bersih tidak lengket, tidak ada ketombe
: membrane mukosa bibir lembeb
b. Aspek Psikososial
: Gelisah
: Banyak bicara
: Saat dilakukan wawancara klien sering bercerita tentang teman-temannya di sekolah
: Klien mengetahui tentang penyakit yang dideritanya
: Di bantu orang tua

erawatan

: Klien bisa sembuh dan bisa beraktivitas tanpa bantuan orang lain

etelah sakit

: Klien dapat lebih leluasa lagi dalam melakukan aktivitasnya


: Di villa Balaraja
: Membantu klien melakukan aktifitas yang sulit dilakukan secara mandiri
: Tuhan Yang Maha Esa

cayaan
: Penting baginya, karena klien suka di ajari solat dan mengaji oleh ibunya

ayaan
: Belajar sholat dan mengaji
d. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
1. Kesadaran
2. Tanda-Tanda Vital:
R
: 21x/menit
N
: 115x/menit
S
: 38,6 oC
TD : 100/70

: Composmentis

b. Pemeriksaan Sistematis (head to toe)


1. Kepala
: Tidak ada benjolan
: Bersih, tidak lengket dan tidak berketombe
: Merata dan tidak beruban
: Tidak ada

an

: miosis antara mata yang kanan dan kiri


: Tidak anemis
: Masih jelas jika melihat atau membaca buku dengan jarak 30 cm
: Tidak ikterik
: Tidak menggunakan
: Tidak adanya keluhan alergi
: Tidak ada nyeri
: Berada ditengah-tengah wajah dengan memiliki 2 lobang hidung yang berfungsi secara normal

orokan

paru

: lembab
: Gigi tidak lengkap dan karies
: kurang bersih
: iya
: Tidak ada
: Simetris (sama sebangun)
: Telingan terawat (bersih)
: Ketika berbicara harus kencang
: Tidak ada
: adanya pembesaran kelenjar limfe servical dan kekakuan leher,tampak merah di bagian rahang
bawah
: Tidak ada benjolan
: Simetris

: Normal (tidak terdapat lesi)


: Normal dengan ada 2 payudara
: Secara perkusi didapatkan suara resonan dan secara auskultasi didapatkan suara vesikuler
: RR : 21x/menit, teratur, dangkal, tidak menggunakan otot bantu pernafasan
: Dullnes
: Tidak ada
: Tidak ada

njar ketiak

: Tidak terlihat buncit


: Normal (tidak terdapat lesi)
: 7x/menit
: Secara perkusi timpani dikuadran 1-4 (tidak adanya massa padat pada abdomen)
: Tidak ada nyeri saat ditekan
: Labia mayora dekstra dan sinistra simetris, terdapat simfibis pubis
: Tidak ada cairan yang keluar dari daerah genetalia
: Tidak terkaji

f.
g.
h.
i.

N a m a : An. R
Umur
: 6 TH
Tanggal : 27 Januari 2015
Pemeriksaan lab
Jenis pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Catat
an

Hemoglobin

11,4

g/dl

10,8-15,6

Jumlah lekosit

31.300

Hematorkit

34

Jumlah Trombosit

462.000

150.000-450.00

Eritrosit

4,5

3,8-5,8

ribu/l

5000-10,000
31-45

ASUHAN KEPERAWATAN
A.

ANALISA DATA
NO. HARI/TANGGAL
1.

Selasa 27-01-15

DATA

DS :
Keluarga klien
mengatakan badannya

ETIOLOGI
Invasi kuman
pathogen
(bakteri/virus)

MASALAH
KEPERAWATAN
Hipertermi
berhubungan
dengan proses

panas

DO :
Suhu badan 38,6o c
Terlihat
pembengkakakan dan
kemerahan pada tonsil
klien
Teraba panas di bagian
leher klien
Leukosit 31300 ribu/Ul

penyakit( infeksi)

Penyebaran
limfogen

Proses
inflasmasi tonsil

Tonsillitis

Hipertermi
2.

Selasa 27-01-15

DS :
Keluarga klien
mengatakan klien
mengeluh saat menelan
Klien mengeluh nyeri
tenggorokan
Skala nyeri 5 (nyeri
sedang) dari 1-10
DO :
Klien tampak meringis
menahan sakit
Nyeri bertambah jika
klien menelan makanan
Tonsil tampak merah
dan membengkak

Invasi kuman
pathogen
(bakteri/virus)

Penyebaran
limfogen

Proses inflamasi
tonsil
Tonsillitis

Nyeri akut
berhubungan
dengan
pembengkakan
jaringan tonsil

Edema tonsil

3.

Selasa 27-01-15

DS :
Keluarga klien
mengatakan nafsu makan
berkurang
Klien mengatakan sakit
pada saat menelan
makanan
DO :
Porsi makan klien tidak
di habiskan (6-7 sendok
makan orang dewasa)
Klien tampak menolak
pada saat di beri makan

Nyeri telan
Invasi kuman
pathogen
(bakteri/virus)

Penyebaran
limfogen

Proses inflamasi
tonsil
Tonsillitis

Hipertermi

Edema tonsil

Nyeri telan

Sulit makan dan


minum

Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Gangguan
pemenuhan
nutrisi

B.
1.
2.
3.

C.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

ASUHAN KEPERAWATAN
NO
Dx.
TUJUAN
.
KEPERAWATAN
1.
Dx 1.
Setelah di lakukan

Hipertermi
perawatan selama 3x 24
berhubungan
jam tidak ada masalah

dengan proses
dalam suhu tubuh

penyakit
sehingga suhu tubuh
kembali normal atau turun

INTERVENSI

Pantau suhu minimal dua jam


sekali sesuai dengan kebutuhan
Pantau warna kulit dan suhu
Anjurkan asupan cairan oral,
sedikitnya 2 liter sehari
Gunakan waslap dingin (atau
kantong es yan di balut dengan
Kriteria Hasil :
kain) di aksila, kening tengkuk,
Suhu tubuh dalam rentang
dan lipat paha
normal
Ajarkan pasien/ keluarga dalam
Tidak ada pembengkakan
mengukur suhu untuk
pada dan kemerahan pada mencegah dan mengenali secara
tonsil klien
dini hipertermia (misalnya :
Kulit tidak teraba panas
sangat panas, dan keletihan
akibat panas
Berikan obat antipiretik, jika
perlu gunakan matras dingin
Dan mandi air hangat untuk
mengatasi gangguan suhu
tubuh, jika perlu

2.

Dx 2.
Nyeri akut
berhubungan

Setelah dilakukan
Minta pasien untuk menilai
tindakan keperawatan
nyeri atau ketidaknyamanan
manajemen nyeri selama
pada skala 0-10

dengan
pembengkakan
jaringan tonsil

1x 24 jam diharapkan
tidak ada masalah nyeri
dengan skala 5 sehingga
nyeri dapat hilang atau
berkurang.

3.

Dx.3

Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Kriteria hasil :
klien mengatakan tidak
sakit saat menelan
makanan
Klien tidak nyeri
tenggorokan
Nyeri berkurang atau
hilang
Tonsil sudah tidak
bengkak

Hadir di deket pasien untuk


memenuhi kebutuhan rasa
nyaman dan aktivitas lain untuk
membantu relaksasi
Intruksikan pasien untuk
menginformasikann kepada
perwat jika peredaan nyeri tidak
dapat tercapai
Laporkan kepada dokter jika
tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien
dimasa lalu

Pantau nilai laboraturium,


khususnya transferin, albumin
dan elektrolit
Buat perencanaan makan
dengan pasien yang masik
Kriteria hasil :
dalam jadwal makan,
Porsi makan klien dapat di lingkungan makan, kesukaaan
habiskan
dan ketidaksukaan pasien serta
suhu makanan
Klien tidak menolak lagi
Ajarkan pasien dan keluarga
pada saat di berikan
makan
tentang makanan yang bergizi
Kembalinya nafsu makan dan tidak mahal
Diskusikan dengan ahli gizi
kliwn
dalam menentukan kebutuhan
protein pasien yang mengalami
ketidakadekuatan asupan
protain atau kehilangan protain
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
5x24 jam kebutuhan
nutrisi dapat terpenuhi

. ANALISA DATA PRE OPERASI


NO

DATA

1 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan.

PENYEBAB
Invasi kuman/bakteri/virus pada
tonsil

MASALA
H
KEPERAW
ATAN
Nyeri

- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
DO:
- Tonsil klien nampak
membesar dan kemerahan.

2 DS:
- Klien mengeluh badan
terasa panas
DO:
- Suhu 38 C
- Banyak keluar keringat.
- Tonsil nampak kemerahan.
- Badan klien teraba panas
3 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
- Klien mengatakan nafsu
makan menurun
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan
- Klien tampak kesakitan
saat menelan
4 DS:
- Klien mengatakan merasa
cemas dengan keadaan
penyakitnya.
DO:
- Klien nampak gelisah
- Klien nampak cemas
H. ANALISA DATA POST OPERASI
NO

DATA

1 DS:
- Klien mengeluh

Terjadinya peradangan pada tonsil

Merangsang pengeluaran zat


kimia
(histamin, bradikinin, serotinin)

Merangsang implus saraf sekitar

Rangsangan dihantarkan ke
thalamus, cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan
Merangsang terjadinya proses
Hipertermi
endogen atau pirogen

Dihantarkan ke hipotalamus
bagian termoregulator

Hipertermi
Terjadinya peradangan pada
tonsil

Merangsang saraf tepi sekitar


yang menimbulkan nyeri menelan
dan tenggorokan

Respon nyeri menelan dan


tenggorokan menghambat intake
makanan yang masuk

Nutrisi kurang dan kebutuhan


Perubahan status kesehatan

PENYEBAB
Invasi kuman/bakteri/virus pada
tonsil

Nutrisi
kurang dan
kebutuhan

Ansietas

MASALAH
KEPERAWATAN
Nyeri

nyeri pada saat


menelan.
- Klien mengeluh
nyeri pada
tenggorokannya.
DO:
- Tampak luka insisi
pada tonsil klien.
- Klien nampak
meringis

2 DS:
- Klien mengeluh
nyeri pada saat
menelan
- Klien mengatakan
malas makan karena
nyeri bila menelan
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan.
- Klien tampak
kesakitan saat
menelan
3 DO:
- Nampak adanya luka
insisi.

I.

Terjadinya peradangan pada tonsil

Tindakan pembedahan
(tonsilektomi)

Luka insisi

Merangsang pengeluaran zat kimia


(histamin, bradikinin, serotinin)

Merangsang impuls saraf sekitar

Rangsangan dihantarkan ke
thalamus

Nyeri dipersepsikan
Merangsang saraf-saraf tepi sekitar
yang menimbulkan nyeri menelan
dan tenggorokan

Respon nyeri menelan dan


tenggorokan menghambat intake
makanan yang masuk

Nutrisi kurang dan kebutuhan

Luka insisi

Kuman dapat masuk

Risiko tinggi infeksi


RENCANA PERAWATAN PRE OPERASI

Risiko tinggi infeksi

Nyeri berhubungan dengan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


(TUJUAN, KRITERIA RENCANA
TINDAKAN)
: Nyeri teratasi dalam waktu 3 x 24 jam

peradangan pada tonsil ditandai

: - Nyeri hilang

NO
1

Nutrisi kurang dan


kebutuhan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

dengan:
DS:

- Klien mengatakan tenggorokan klien


tidak terasa sakit.

- Klien mengeluh nyeri bila menelan.


- Klien mengatakan tenggorokan
klien terasa nyeri

- Tonsil klien kembali normal dan tidak


kemerahan.
: - Kaji tingkat nyeri

DO:

- Anjurkan teknik relaksasi

- Tonsil klien nampak membesar dan

- Jelaskan penyebab nyeri yang

kemerahan

dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

Hipertermi berhubungan dengan

pemberian analgetik.
: Hipertermi teratasi dalam waktu 2 x 24

proses penyakit ditandai dengan:

jam

DS:

: - Suhu tubuh kembali normal 36C

- Klien mengeluh badan terasa panas.

37 C.

DO:
- Tonsil nampak kemerahan

- Badan klien teraba hangat


: - Observasi tanda-tanda vital

- Suhu 38 C

- Anjurkan klien untuk banyak minum

- Banyak keluar keringat

- Berikan kompres hangat di daerah


dahi atau axilla.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antipiretik.

Nutrisi kurang dan kebutuhan

: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi

berhubungan dengan:

: - Klien tidak mengeluh nyeri bila

DS:

menelan

- Klien mengeluh nyeri bila menelan.

- Klien mengatakan nafsu makan baik

- Klien mengatakan tenggorokan

- Porsi makan yang disediakan

terasa nyeri
- Klien mengatakan nafsu makan
menurun.

dihabiskan
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan.

DO:

: - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi

- Porsi makan yang disediakan tidak

bagi tubuh atau kesembuhan penyakitnya

dihabiskan.

- Sajikan makanan cair dalam keadaan

- Klien tampak kesakitan saat


menelan.

hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

Ansietas berhubungan dengan

pemberian multivitamin
: Ansietas dapat teratasi dalam waktu

perubahan status kesehatan ditandai

2x24 jam

dengan:

: - Klien tidak tampak gelisah

DS:

- Klien tidak tampak cemas

- Klien mengatakan merasa cemas

- Klien mengatakan tidak merasa cemas

dengan keadaan penyakitnya.


DO:

dengan keadaan penyakitnya


- Klien tidak selalu bertanya tentang

- Klien nampak gelisah.

penyakitnya.

- Klien nampak cemas.

: - Jelaskan tentang kondisi penyakit

- Klien selalu bertanya tentang

yang dideritanya

keadaan penyakitnya

- Buat hubungan saling percaya dengan


klien atau orang terdekat.
- Berikan informasi tentang penyakit
dan teknik pengobatan
- Dorong pasien atau orang terdekat
untuk menyatakan masalah atau perasaan
- Beri penguatan informasi klien yang
telah diberikan sebelumnya

J. RENCANA PERAWATAN POST OPERASI

Nyeri berhubungan dengan luka

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


(TUJUAN, KRITERIA RENCANA
TINDAKAN)
: Nyeri teratasi dalam waktu 3 x 24 jam

insisi ditandai dengan:

: - Nyeri hilang

NO
1

DIAGNOSA KEPERAWATAN

DS:
- Klien mengeluh nyeri pada saat
menelan

- Klien mengatakan tenggorokan tidak


terasa sakit
- Tonsil klien kembali normal dan tidak

- Klien mengatakan tenggorokan


terasa nyeri

kemerahan
: - Kaji tingkat nyeri

DO:

- Anjurkan teknik relaksasi

- Tampak luka insisi pada tonsil klien

- Jelaskan penyebab nyeri yang

- Wajah tampak meringis

dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian analgetik.
Nutrisi kurang dan kebutuhan nutrisi : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
kurang dari kebutuhan berhubungan

dalam waktu 3 x 24 jam

dengan:

: - Klien tidak mengeluh nyeri bila

DS:

menelan

- Klien mengeluh nyeri bila menelan.

- Klien mengatakan tidak malas makan

- Klien mengatakan malas makan

- Porsi makan yang disediakan

karena nyeri bila menelan


DO:
- Porsi makan yang disediakan tidak
dihabiskan
- Klien tampak kesakitan saat
menelan

dihabiskan.
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan
: - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh atau kesembuhan penyakitnya
- Sajikan makanan cair dalam keadaan
hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk

Risiko tinggi infeksi berhubungan

pemberian multivitamin
: Infeksi tidak terjadi

dengan tindakan pembedahan

: - Tanda - tanda infeksi tidak terjadi

ditandai dengan:

: - Awasi tanda-tanda vital

DO:
- Nampak adanya luka insisi

- Jelaskan kepada klien tentang


keadaan penyakitnya atau kondisi klien
- Kolaborasi dengan dokter pemberian
antibiotik sesuai indikasi

Read more: Asuhan Keperawatan (Askep) Tonsilitis


http://nandarnurse.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-askeptonsilitis.html#ixzz3l77azYp1
Under Creative Commons License: Attribution
Follow us: nHandar on Facebook

RIWAYAT PERAWATAN
A.

PENGKAJIAN

1.

Pengumpulan Data

1.1 Identitas Penderita


Nama

: An. V

Umur

: 4 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Suku / bangsa

: Jawa / Indonesia

Alamat

: Singkalan Sidoarjo

Diagnosa Medis

: Adenotonsilitis kronis

Post Adenotonsilektomy
MRS

: 9 September 2004 Pk. 20.45 WIB

Ruang

: Anggrek 3-1

Tanggal pengkajian

: 10 September 2004 Pk. 15.00 WIB

1.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Alasan utama MRS : Klien dirawat di RS karena mengalami sakit untuk menelan sejak 1 bulan
yang lalu.
Keluhan utama : Klien mengatakan sakit pada daerah ( leher ) tenggorokan tepatnya pada daerah
luka setelah dilakukan operasi pengangkatan amandel, sakit dirasa bertambah bila untuk
menelan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Klien tidak pernah menderita penyakit menular / menahun.
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular/menahun.
Riwayat kehamilan dan kelahiran :

Prenatal : Tidak terkaji.

Natal : Tidak terkaji.

Postnatal : Tidak terkaji.

Riwayat Tumbuh Kembang :

Adaptasi social : Klien dapat mengerti / mengenal orang sekelilingnya.

Bahasa : Klien dapat berkomunikasi dengan orang sekelilingnya.

Motorik halus : Tidak terkaji

Motorik kasar : Klien sudah dapat berjalan dan duduk ( sesuai tingkat usia ).

Tingkat perkembangan lain tidak terkaji karena keadaan umum klien lemah dan keterbatasan
waktu.
1.3 Pola Fungsi Kesehatan
a.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Sebelum MRS : perawatan diri dilakukan orang tua.


Saat MRS : perawatan diri dan kebutuhan klien dibantu oleh keluarga dan perawat.
b.

Pola nutrisi dan metabolisme

Sebelum MRS : kebiasaan makan 3x sehari dengan porsi nasi, lauk dan sayur. Pola makan
teratur. Klien tidak mempunyai riwayat alergi, kebiasaan minum di rumah menggunakan air
putih ( 5 gelas/hari ).
Saat MRS : selama pengkajian klien masih belum mendapat diit kecuali ice cream. Wajah klien
tampak menahan sakit waktu menelan. Terpasang infuse D5 1/2Ns 16 tts/mt ditangan kiri.
c.

Pola eliminasi

Sebelum MRS : tidak terkaji.

Saat MRS : selama pengkajian klien belum BAB. BAK 2x urine warna kuning jernih, bau khas
dan tidak ada gangguan miksi.
d.

Pola tidur dan istirahat

Sebelum MRS : tidak terkaji


Saat MRS : Klien istirahat di tempat tidur, Klien terbangun kalau lehernya nyeri.
e.

Pola aktivitas dan latihan

Sebelum MRS : klien sehari hari bermain dengan teman sebayanya.


Saat MRS : Klien hanya tiduran di atas tempat tidur.
f.

Pola hubungan dan peran

Interaksi dengan keluarga baik, dengan adanya keluarga yang menunggu.


g.

Pola persepsi dan konsep diri

Self esteem : Klien menangis setiap dilakukan tindakan oleh perawat

Peran : klien sebagai seorang anak.

2.

Pemeriksaan Fisik

a.

Status kesehatan umum

Keadaan umum

: Lemah

Kesadaran

: Composmentis

Nadi

: 100 x/menit

Suhu

: 37 C

RR

: 22 x/menit

b.

Kepala

Rambut penyebaran rata, bersih, warna hitam, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, mata
tampak sayu, hidung tidak terdapat secret, tidak ada polip, mukosa bibir lembab, ada karies gigi,
tenggorokan : terdapat luka bekas operasi, warna merah, keluar darah ( merembes ).
c.

Leher

Tidak kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limphe dan kelenjar thyroid.
d.

Dada

Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi intercostal.


Paru wheezing/ronchi -/- , suara perkusi sonor.
Jantung tak tampak ictus cordis, suara S1/S2 tunggal.
e.

Perut

Perut supel, bising usus ( + ), tidak ada pembesaran hepar dan limpa.
f.

Genetalia

Tidak terkaji
g.

Ekstremitas

Akral hangat, tidak ada oedem, tidak ada atropi dan kontraktur, turgor baik.

3.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 8 September 2004


HB

: 11 gr/dl

Hematokrit

: 34%

LED

: 50 mm/jam

Lekosit

: 8.500 mm3

Hitung jenis

: 1/0/4/39/56/0

Trombosit

: 438.000 /mm3

Eritrosit

: 4,33 juta/mm3

Waktu perdarahan

: 1.00 menit

Waktu pembekuan

: 8,45 menit

PPT

: 26,4 Kontrol 29,1 detik

KPTT

: 16,1 Kontrol 12,4 detik

4.

Therapi

Infuse D1/4 NS 16 tts/mt

Ampicillin 3X500 mg

Kalmetashon 3X1/2 amp

Nolvalgin 3X1/2 amp

ANALISA DATA

PENGELOMPOKAN

KEMUNGKINAN
PENYEBAB

DATA

MASALAH

DS : klien mengatakan sakit pada daerah leher


( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Gangguan Rasa
Nyaman ( Nyeri )

DO : ekspresi wajah tampak menahan sakit

Nyeri telan

Pola nutrisi

Rapuhnya jaringan post op

Resiko perdarahan

N : 100 x/menit

Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna


merah, keluar darah ( merem bes )

DS : klien mengatakan sakit pada daerah leher


( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
DO :- Klien masih belum mendapat diet kecuali

ice cream

K/u lemah

Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna


merah

DS : klien mengatakan sakit pada daerah leher


( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
DO : k/u lemah
Terdapat luka bekas operasi di daerah
tenggorokan, warna merah,keluar darah
( merembes )

klien memakai kalung es

diit klien ice cream

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

No.

Diagnosa Keperawatan

Tanggal

Diketemukan
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan
10/9/2004
1. dengan terputusnya kontinuitas jaringan yang
ditandai dengan :
2.
klien mengatakan sakit pada daerah leher
( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
3.
menelan

Keterangan

Teratasi

ekspresi wajah tampak menahan sakit

Nadi :100 x/menit

Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna


merah, keluar darah ( merembes )
Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan nyeri
telan yang ditandai dengan

klien mengatakan sakit pada daerah leher


( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
Klien masih belum mendapat diet kecuali ice
cream

10/9/2004

13/9/2004

k/u lemah

Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna


merah
Resiko perdarahan berhubungan dengan rapuhnya
jaringan post op yang ditandai dengan :

klien mengatakan sakit pada daerah leher


( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
terdapat luka post operasi di daerah
tenggorokan, warna merah, keluar darah ( merembes
)

klien memakai kalung es

diit klien ice cream


10/9/2004

ASUHAN KEPERAWATAN

12/9/2004

1.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
yang ditandai dengan :

klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan

ekspresi wajah tampak menahan sakit

Nadi :100 x/menit

Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna merah, keluar darah ( merembes )

Tujuan :
1. Jangka pendek : Dalam waktu 1 2 jam nyeri berkurang sampai dengan hilang.
2. Jangka panjang : Dalam waktu 1 7 hari nyeri hilang.
Kriteria Hasil :
1. Ekspresi wajah tampak cerah.
2. Tanda tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1.

Kaji kualitas, kuantitas dan tingkat nyeri.

Rasional : Data laporan tentang nyeri membantu perawat untuk mengidentifikasi dan melakukan
tindakan berikutnya.
2.

Jelaskan pada keluarga tentang sebab sebab nyeri.

Rasional : Meningkatnya pengetahuan pasien dan keluarga dapat membantu meningkatkan


mekanisme koping.
3.

Ajarkan teknik distraksi dan relaksi.

Rasional : Teknik mengalihkan perhatian dan relaksasi nafas dalam dapat menurunkan
ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah dan menurunkan intensitas nyeri.
4.

Observasi tanda tanda vital.

Rasional : Ketidaknyamanan ( nyeri ) berpengaruh pada perubahan tanda vital, untuk


mengidentifikasi dini adanya perubahan.
5. Kolaborasi dengan team dokter dalam pemberian obat analgesic.
Rasional : Obat analgesik membantu mengurangi nyeri.
2. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan nyeri telan yang ditandai dengan

Klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan

Klien masih belum mendapat diet kecuali ice cream

K/u lemah

Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna merah

Tujuan :
a.

Jangka pendek : Dalam waktu 1 2 jam nyeri berkurang sampai dengan hilang.

b.

Jangka panjang : Dalam waktu 1 7 hari kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :
Peningkatan masukan oral
Intervensi :
1.

Tentukan kalori harian

Rasional : Dengan mengetahui kalori yang dibutuhkan dapat mengetahui jumlah diit yang
diperlukan.
2.

jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Rasional :.Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat
penyembuhan luka.
3.

Beri dorongan individu untuk makan, khususnya makanan lunak.

Rasional :.Asupan makanan yang cukup dan adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
4.

Berikan kesenangan, suasana makan yang rileks

Rasional :.Suasana yang nyaman meningkatkan semangat klien untuk makan.


5. Sajikan makanan porsi kecil tapi sering
Rasional : Makanan dalam porsi kecil dapat mengurangi intensitas dalam menelan.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan rapuhnya jaringan post op yang ditandai dengan :

klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan

terdapat luka post operasi di daerah tenggorokan, warna merah, keluar darah ( merembes )

klien memakai kalung es

diit klien ice cream

Tujuan :
a.
perdarahan.

Jangka pendek : Dalam waktu 1 2 jam post op tidak terdapat tanda-tanda

b.

Jangka panjang : Dalam waktu 1 7 hari post op tidak terjadi perdarahan

Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda perdarahan

Intervensi :
1.

Beri posisi yang senyaman mungkin

Rasional :. Memberi kenyamanan pada pasien


2.

Beri kalung es disekitar area operasi

Rasional :.Es mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga menekan perdarahan


3.

Beri es cream ( yang halus, tidak merangsang batuk ), sesering mungkin

Rasional :.Batuk menyebabkan penekanan pada vaskuler sehingga mempertinggi resiko


perdarahan.
4.

Hindari makanan panas dan kasar selama 1 minggu

Rasional :.Makanan panas mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang meningkatkan


resiko perdarahan, makanan kasar bisa melukai area post operasi yang bisa menyebabkan
perdarahan.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx Kep

Tgl/Jam

Tindakan

TTD

1. Mengkaji kualitas, kuantitas dan tingkat nyeri :


Dx I
Dx II
Dx III

10/9/04

Lokasi daerah leher tepatnya tenggorokan

Sakit bertambah bila dibuat menelan

15.00
15.00
2. Mengobservasi tanda tanda vital
15.10

N : 100 X/mt

RR : 22 X/mt

15.15
15.30
3. Menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang sebab nyeri
10/9/04
4. Membantu tehnik relaksasi napas dalam lewat mulut
15.00
5. Memberikan injeksi novalgin ampul IV
15.00
15.00
15.30
10/9/04

1. Menentukan kalori harian dalam diit klien ( sementara diet es


krim )
2. Menjelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, misal diet bubur
halus, tidak merangsang batuk dan tidak panas

15.00
15.00

3. Memberikan suasana kamar dan lingkungan yang nyaman,


dengan memberi penyegar ruangan dan membatasi pengunjung

17.00

4. Mendorong klien agar porsi makan dihabiskan

1. Memberikan posisi miring dan posisi yang dirasa klien nyaman


2. Memberi kalung es sesering mungkin

3. Tidak memberikan diet yang panas dan kasar selama post


operasi
4. Memberikan es krim dan air putih yang dingin sesering
mungkin

Dx I
Dx II
Dx III

3
1.

Memberikan injeksi novalgin ampul IV

2.

Membantu tehnik relaksasi napas dalam lewat mulut

3.

Mengkaji kualitas, kuantitas dan tingkat nyeri :

11/9/04
08.00
12.00

Lokasi daerah leher tepatnya tenggorokan

Sakit bertambah bila dibuat menelan

4.

Mengobservasi tanda tanda vital

12.00
07.00
07.00

N : 100 X/mt

RR : 22 X/mt

07.00
07.00
07.00
1.

Menentukan kalori harian dalam diit klien ( diet bubur halus )

07.00
2.
Menjelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, misal diet
bubur halus, tidak merangsang batuk dan tidak panas
3.
Memberikan suasana kamar dan lingkungan yang nyaman,
dengan memberi penyegar ruangan dan membatasi pengunjung
07.00
4.

Mendorong klien agar porsi makan dihabiskan

08.00
08.00
08.00

5.
Memberikan makanan sedikit sedikit dan memberikan es
krim disela sela makan

1.
Memberikan posisi miring dan posisi yang dirasa klien
nyaman
2.

Memberi kalung es sesering mungkin

3. Tidak memberikan diet yang panas dan kasar selama post


operasi
4.
Memberikan es krim dan air putih yang dingin sesering
mungkin

EVALUASI

Tgl

Dx Kep

Evaluasi

TTD

S : Klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri buat makan


11/9/04

Dx I
O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak berdarah
Dx II
A : Masalah teratasi sebagian
Dx III
P : Lanjutkan intervensi

Kaji kualitas, kuantitas dan tingkat nyeri

Ajarkan tehnik destraksi dan relaksasi

Observasi tanda tanda vital

Melaksanakan program terapi analgetik

S : Klien mengatakan masih nyeri telan


O : Diet Bubur halus habis porsi, minum es krim

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi

Tentukan kalori harian

Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Beri dorongan individu untuk makan, khususnya makanan


lunak

Berikan suasana makan yang rileks

S : Klien dan keluarga mengatakan ludah berdarah sedikit


O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, terdapat darah sedikit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

Beri posisi yang senyaman mungkin

Beri kalung es disekitar area operasi

Beri minuman dingin sesering mungkin

Hindari makanan panas dan kasar selama 1 minggu

3
S : Klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri buat makan

12/9/0
4

Dx I
O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak berdarah

Dx II

A : Masalah teratasi sebagian

Dx III P : Lanjutkan intervensi

Kaji kualitas, kuantitas dan tingkat nyeri

Ajarkan tehnik destraksi dan relaksasi

Observasi tanda tanda vital

Melakasanakan program terapi analgetik

S : Klien mengatakan masih nyeri telan


O : Diet Bubur halus habis porsi, minum es krim
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

Tentukan kalori harian

Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Beri dorongan individu untuk makan, khususnya makanan


lunak

Berikan suasana makan yang rileks

S : Klien dan keluarga mengatakan ludah tidak berdarah


O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak terdapat darah
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Beri posisi yang senyaman mungkin

Beri kalung es disekitar area operasi

Beri minuman dingin sesering mungkin

Hindari makanan panas dan kasar selama 1 minggu

3
S : Klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri buat makan

13/9/0
4

Dx I
O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak berdarah
Dx II
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

Kaji kualitas, kuantitas dan tingkat nyeri

Ajarkan tehnik destraksi dan relaksasi

Observasi tanda tanda vital

Melakasanakan program terapi analgetik

S : Klien mengatakan masih nyeri telan


O : Diet Bubur halus habis 1 porsi, minum es krim dan air dingin
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai