Definisi Katarak
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan
B. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3.
Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)
dan
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan
dengan
bukannya
Hasilnya
adalah
pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau
putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
Peka terhadap sinar atau cahaya.
Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Kesulitan melihat pada malam hari
Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
E.Klasifikasi Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus
yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital
adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari
1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakitpenyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia,
lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat
kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi
pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat
selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a) Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak
terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan
keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai
dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ).
Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia
oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap
untuk
waktu
yang
lama.
Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma
fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4) Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
5) Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada
lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia
lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta:
Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<
<<
<<<
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM,
renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat
mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
F. Penatalaksanaan katarak
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,
tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan
jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika
katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris
2. Badan silier
3. Koroid
2.
3. Indikasi optic
: Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3m
didapatkan hasil visus 3/60.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata
baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi
visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan
kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang
dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya,
tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa
intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi
keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan
dapat kembali menjadi jelas.
G. Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang biasanya dipergunakan dalam pemeriksaan oftalmologis adalah inspeksi dan
palpasi. Inspeksi visual dilakukan dengan instrumen oftalmik khusus dan sumber cahaya. Palpasi
bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan
dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan
intraokuler.
Seperti pada semua pemeriksaan fisik, perawat menggunakan pendekatan sitematis,
biasanya dari luar ke dalam. Struktur eksternal mata dan bola mata di evaluasi lebih dahulu,
kemudian diperiksa struktur internal. Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi.
Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, bulu mata, aparatus maksilaris, konjungtiva, kornea,
kamera
anterior,
iris,
dan
pupil.
Ketika melakukan pemeriksaan dari luar ke dalam, yang dilakukan perawat adalah :
a. Melakukan
obsevasi
keadaan
umum
mata
dari
jauh.
b. Alis diobsevasi mengenai kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata
diinspeksi warna, keadaan kulit, dan ada tidaknya serta arahnya tumbuhnya bulu mata.
c. Catat adanya jaringan parut, pembengkakan, lepuh, laserasi, cedera lain dan adanya benda
asing.
H. PemeriksaanDiagnostik
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokular (test ketajaman penglihatan dan sentral
2. Lapang penglihatan
3. Pengukuran tonografi
4. Test provokatif
5. Pemeriksaanoftalmoskopi
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
7. Test toleransi glaukosa/ FBS
I. Komplikasi
penglihatan)
Komplikasi yang terjadi dari penyakit katarak, yaitu : nistagmus dan strabismus dan bila katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi penyakit
berupa
glukoma
dan
uveitis.
J. Pencegahan Katarak
a. Mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan menghindari faktor faktor yang
mempercepat terbentuknya katarak.
b. Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa mengurangi
jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
c.
d.
c. Suhu : 37,40 C
d. RR : 24x/menit
DATA FOKUS
Data Subjektif
Data Objektif
1. Klien mengatakan penglihatan kabur 1. Hasil pemeriksaan fisik dengan
seperti berawan, padahal sudah
selaput putih
Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
Hasil pemeriksaan : BB : 78 kg dan
GDS terakhir 210
Kemungkinan klien terlihat sulit untuk
2.
minus 2.5 pada orbita dextra dan
a)
b)
sinistra.
2. Klien mengatakan sudah 2 tahun ini c)
d)
mempunyai Diabetes Melitus, dan
3.
menjalankan pengobatan secara teratur4.
5.
3. Klien mengatakan tidak mengerti
beraktivitas.
kenapa sampai mengalami katarak
4. Kemungkinan klien mengatakan cemas6. Kemungkinan klien wajahnya
memikirkan biaya untuk operasinya.
5. Kemungkinan klien mengatakan
kesulitan untuk beraktivitas
6. Kemungkinan klien mengatakan
penglihatannya tidak jelas
7. Kemungkinan klien mengatakan jika
terkena sinar/paparan matahari
menyilaukan mata
8. Kemungkinan klien mengatakan jika
melihat sesuatu berbayang-
tampak gelisah
7. Kemungkinan klien terlihat terus
bertanya-tanya dengan
pertanyaan yang sama.
8. Kemungkinan klien terlihat
bingung.
9. Kemungkinan klien terlihat
cemas.
10. Kemungkinan klien terlihat takut
11. Kemungkinan klien terlihat tegang.
12. Kemungkinan klien terlihat
kesakitan ( nyeri )
16. Kemungkinan terlihat pada bagian
operasinya.
12. Kemungkinan klien mengatakan gelisah luka oprasi klien terdapat kemerahan.
13. Kemungkinan klien mengatakan cemas17. Kemungkinan terlihat pada bagian
terhadap penyakit yang dideritanya.
luka klien mengalami iritasi.
14. apakah sembuh/tidak.
18. Kemungkinan klien dan keluarganya
15. Kemungkinan klien mengatakan pada
tampak masih bingung dengan
bagian mata nyeri.
perawatan luka post operasi.
16. Kemungkinan klien mengatakan tidak
tahan terhadap nyerinya.
17. Kemungkinan klien mengatakan
badannya panas sehabis operasi
beberapa hari kemudian.
18. Kemungkinan klien mengatakan tidak
tahu dengan cara perawatan luka post
operasi.
19. Kemungkinan klien mengatakan berasal
dari keluarga kurang mampu.
ANALISA DATA
No.
Tanggal
Data Fokus
Ditemuk
DS :
Etiologi
Keperawat
an
1
Masalah
an
PRE OPERASI
Gangguan
Par
af
Gangguan
Klien mengatakan
persepsi
penerimaan
penglihatan kabur
sensori-
sensori/stat
seperti berawan,
perseptual
us organ
penglihatan.
indera
menggunakan kaca
ditandai
dengan
menurunnya
dan sinistra
Kemungkinan klien
ketajaman
penglihatan.
mengatakan kesulitan
untuk beraktivitas
Kemungkinan klien
mengatakan
penglihatannya tidak
jelas
Kemungkinan klien
mengatakan jika
terkena sinar/paparan
matahari menyilaukan
mata
Kemungkinan klien
mengatakan jika
melihat sesuatu
berbayangbayang/menjadi dua
bayangan
DO:
Hasil pemeriksaan
fisik dengan
opthalmoscope bagian
kornea ada selaput
putih
Kemungkinan klien
terlihat sulit untuk
beraktivitas.
DS
Ansietas.
Perubahan
Klien mengatakan
pada status
cemas memikirkan
kesehatan.
biaya untuk
operasinya.
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
takut tidak berhasil
menjalankan
operasinya
Kemungkinan klien
mengatakan gelisah
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
terhadap penyakit yang
dideritanya.
DO
Kemungkinan
terlihat wajah klien
tampak gelisah.
Kemungkinan klien
terlihat tegang.
Kemungkinan klien
terlihat memfokuskan
terlihat cemas.
Kemungkinan klien
terlihat takut
DS :
Kurang
kurang
Klien mengatakan
Pengetahuan.
informasi
tentang
sampai mengalami
penyakit.
katarak
Kemungkinan klien
mengatakan takut akan
kondisinya.
Kemungkinan klien
mengatakan tidak tahu
sama sekali tentang
penyakitnya.
Kemungkinan klien
mengatakan cemas
terhadap penyakit yang
dideritanya apakah
sembuh/tidak
DO:
Kemungkinan wajah
tampak gelisah
Kemungkinan klien
terlihat terus bertanyatanya dengan
Luka pasca
Kemungkinan klien
operasi.
operasi.
Kemungkinan klien
mengatakan tidak
tahan ternhadap
nyerinya
DO :
a)
b)
c)
d)
Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
Kemungkinan skla
nyeri (6)
Kemungkinan klien
terlihat menahan rasa
sakit.
Kemungkinan klien
terlihat merintih
kesakitan ( nyeri )
DS
Resiko tinggi
Keterbatasa
Klien mengatakan
terhadap
penglihatan kabur
cidera.
penglihatan.
seperti berawan,
padahal sudah
menggunakan kaca
mata plus 1 dan minus
2.5 pada orbita dextra
dan sinistra
Kemungkinan klien
mengatakan kesulitan
untuk beraktivitas
Kemungkinan klien
mengatakan
penglihatannya tidak
jelas
Kemungkinan klien
mengatakan jika
melihat sesuatu
berbayangbayang/menjadi dua
bayangan
DS :
Kemungkinan klien
invasif
mengatakan badannya
(operasi
katarak).
beberapa hari
kemudian
DO :
a)
b)
c)
d)
7
Vital sign :
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
T
:37,4 0c
RR: 24x/menit
DS :
Resiko
kurang
Kemungkinan klien
ketidak
pengetahuan
efektifan
, kurang
penatalaksan
sumber
aan regimen
pendukung.
mengatakan berasal
dari keluarga kurang
mampu.
DO :
Kemungkinan klien
dan keluarganya
tampak masih bingung
dengan perawatan luka
post operasi.
terapeutik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No.
Tanggal
Tanggal
ditemukan
12 05 /
Teratasi
15 05 /
2013
2013
2.
12 05 /
15 05 /
3.
kesehatan.
Kurang pengetahuan b.d Kurang informasi
2013
12 05 /
2013
12 05 /
4.
tentang penyakit
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
2013
15 05 /
2013
18 05 /
5.
Resiko
2013
15 05 /
2013
18 05 /
6.
Keterbatasan penglihatan.
Risiko infeksi b.d Prosedur invansif
2013
15 05 /
2013
18 05 /
7.
( operasi katarak )
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan
2013
15 05 /
2013
18 05 /
2013
2013
1.
Diagnosa keperawatan
tinggi
terhadap
cidera
b.d
Diagnos
Keperaw
atan
Gangguan
Setelah
persepsi
dilakukan
gangguan
sensori-
tindakan
sensori danber
perseptual
keperawa
kompensasi
penglihata
tan
terhadap
n b.d
selama
perubahan.
Gangguan
Tujuan
3x24 jam
Kriteria hasil
Mengenal
Intervensi
1. Kaji ketajaman
Rasional
1. Kebutuhan
dan pilihan
intervensi
bervariasi
sebab
kehilanganpe
penerimaa
diharapka
Mengidentifikasi
sensori/st
masalah
/memperbaiki
atus organ
presepsi
potensial
indera
sensori
bahaya dalam
ditandai
penglihat
lingkungan.
dengan
an
menurunny teratasi
a
ketajaman
penglihata
n.
n.
3. Observasi tanda-
nglihatan
terjadi
tandadisorientasi.
lambatdan
4. Pendekatan dari
progresif.
sisi yangtak
2. Memberikan
dioperasi,
peningkatank
bicaradengan
enyamanan
menyentuh.
dan
5. Ingatkan klien
kekeluargaan,
menggunakan
menurunkan
kacamata katarak
cemas dan
yang tujuannya
disorientasip
memperbesar
asca operasi.
kurang lebih 25%,
3. Terbangun
penglihatan
dalam
perifer hilang.
lingkungan
6. Letakkan barang
yang tidak
yang
dikenal dan
dibutuhkan/posis
mengalamiket
i bel pemanggil
erbatasan
dalam
penglihatanda
jangkauan/posisi
pat
yang sehat.
mengakibatka
nkebingungan
terhadap
orang tua.
4. Memberikan
rangsangsens
ori tepat
terhadapisola
si dan
menurunkanb
ingung.
5. Perubahan
ketajaman
dankedalama
n persepsi
dapat
menyebabkan
bingung
penglihatan
dan
meningkatkan
resiko cedera
sampai
pasien belajar
untuk
mengkompen
sasi.
6.
Memungkinka
n
pasienmelihat
objek lebih
mudah dan
memudahkan
panggilan
untuk
pertolongan
biladiperlukan
.
Ansietas
Setelah
b.d
dilakukan
mengungkapkan
kecemasan
kecemasan
Perubahan
tindakan
dan
akan
pada
keperawa
mendiskusikan
adanya tanda-
dipengaruhi
status
tan
rasa
bagaimana
kesehatan.
selama
cemas/takutnya
Pasien
3x24 jam
1. Kaji tingkat
nonverbal.
2. Beri kesempatan
n : tidak
rileks tidak
terjadi
tegangdan
isipikiran dan
kecemas
melaporkan
perasaan
an pada
kecemasannya
klien dan
berkurang
tidak ada
sampai pada
perubaha
tingkat dapat
n status
diatasi.
n.
informasi
tersebut
pasien untuk
mengungkapkan
kesehata
1. Derajat
diterima oleh
2.
Mengungkapk
takutnya.
3. Observasi tanda
an rasa takut
secara
vital
terbuka
danpeningkatan
dimana rasa
respon fisik
pasien.
4. Beri penjelasan
pasien tentang
takut dapat
ditujukan.
3. Mengetahui
prosedur tindakan
operasi,
pasienterhadap
ruangan,petugas,
dan
peralatanyang
akan digunakan.
fisiologis
ditimbulkan
akibatnya.
5. Lakukan
danperkenalan
respon
yang
harapandan
orientasi
individu.
akibat
4.
kecemasan.
Meningkatkan
pengetahuan
pasien dalam
rangka
mengurangi
kecemasan
6. Beri penjelasan
dansuport pada
pasien
dan
kooperatif.
5. Mengurangi
kecemasan
padasetiap
dan
melakukan
prosedurtindakan.
meningkatkan
pengetahuan.
6. Mengurangi
perasaan
takutdan
cemas.
Kurang
Setelah
pengetahu
dilakukan
menyatakan
tentang kondisi
meningkatkan
an b.d
tindakan
pemahaman
individu,
pemahaman
Kurang
keperawa
mengenai
prgnosis, tipe
dan
informasi
tan
kondisi/proses
tentang
selama
penyakit &
penyakit.
3x24 jam
pengobatan.
diharapka
n:
Klien
lebih
mengerti
akan
penyakitn
ya
Klien
1. Kaji informasi
1.
prosedur/lensa.
2. Informasikan
meningkatkan
kerja sama
pasien untuk
dengan
menghindari tetes
perawat.
mata yang dijual 2. Dapat
bebas.
3. Tekankan
pentingnya
evaluasi
perawatan rutin.
Beri tahu untuk
bereaksi
silang/campu
r dengan obat
yang
diberikan.
3. pengawasan
melaporkan
periodik
penglihatan
menurunkan
berawan.
4. Anjurkan pasien
menghindari
risiko
komplikasi
serius.
membaca,
4. aktivitas
berkedip;
yang
mengangkat
menyebabkan
berat, mengejan
mata
saat defekasi,
lelah/regang,
membongkok
manuver
pada panggul,
Valsalva, atau
meniup hidung.
meningkatkan
TIO dapat
mempengaru
hi hasil bedah
dan
mencetuskan
Nyeri b.d
Luka
perdarahan.
1. Nyeri
Setelah
pasca
operasi.
keperawa
tan
selama
3x24 jam
diharapka
n : nyeri
berkurang
, hilang
dan
terkontrol
.
intensitas nyeri,
rentang skala.
2. Pantau TTV.
3. Berikan tindakan
kan dan
ditoleransi
secara
individual.
kenyamanan.
2. Kecepatan
4. Beritahu pasien
jantung
bahwa wajar
biasanya
saja , meskipun
meningkat
lebih baik untuk
karena nyeri.
meminta
3.
analgesik segera
meningkatkan
setelah
relaksasi.
ketidaknyamanan 4. adanya nyeri
menjadi
menyebabkan
dilaporkan.
Kolaborasi :
5. Berikan obat
sesuai indikasi
tegangan otot
yang
menggangu
sirkulasi
memperlamb
at proses
penyembuhan
dan
memperberat
nyeri.
5. Rasionalisasi
: Untuk
mengontrol
nyeri adekuat
dan
menurunkan
tegangan.
1. Diskusikan apa1. Membantu
Resiko
Setelah
tinggi
dilakukan
pemahaman
yang terjadi
mengurangi
terhadap
tindakan
factor yang
pada
rasa takut
cidera b.d
keperawa
terlibat dalam
pascaoperasi
dan
Keterbatas
tan
kemungkinance
tentang nyeri,
meningkatk
an
selama
pembatasan
an kerja
aktivitas,
sama dalam
penampilan,
pembatasa
penglihata
n.
Menyatakan
dera
3x24 jam Mengubah
diharapka lingkungan
n:
sesuai indikasi
cedera
untuk
dapat
meningkatkan
dicegah
keamanan
balutan mata.
2. Beri pasien
posisi
n yang
diperlukan.
2. Istirahat
bersandar,
hanya
kepala tinggi
beberapa
atau miring ke
menit
sampai
sakit sesuai
beberapa
keinginan.
3. Batasi
jam pada
bedah
aktivitas
rawat jalan
seperti
atau
menggerakkan
menginap
kepala tiba-
semalam
tiba,
bila terjadi
menggaruk
komplikasi.
mata,
Menurunka
membongkok.
4. Ambulasi
n tekanan
pada mata
dengan
yang sakit,
bantuan;
meminimal
berikan kamar
kan risiko
mandi khusus
perdarahan
bila sembuh
atau stres
dari anastesi.
pada
jahitan/jahit
an terbuka.
3.
Menurunka
n stres
pada area
operasi/me
nurunkan
TIO.
4.
Memerlukan
sedikit
regangan
daripada
penggunaa
n pispot,
yang dapat
meningkatk
6
Risiko
Setelah
infeksi b.d
dilakukan
tanda-tanda
pentingnya
jumlah
efek
tindakan
infeksi seperti
mencuci tangan
bakteri pada
samping
keperawa
kemerahan dan
sebelum
tangan,
prosedur
tan
iritasi.
menyentuh /
mencegah
invasive.
selama
3x24 jam
diharapka
n : tidak
terjadi
infeksi.
Tidak ada
1. Diskusikan
an TIO.
1. Menurunkan
mengobati mata.
2. Gunakan /
kontaminasi
area operasi.
tunjukkan tekhnik 2. Tekhnik
yang tepat untuk
aseptik
membersihkan
menurunkan
bola mata.
3. Tekankan
pentingnya tidak
menyentuh /
menggaruk mata
yang dioperasi.
4. Berikan obat
sesuai indikasi.
Kolaborasi :
5. Berikan obat
sesuai indikasi.
resiko
penyebaran
bakteri dan
kontaminasi
silang.
3. Mencegah
kontaminasi
dan
kerusakan
sisi operasi.
4. Digunakan
untuk
menurunkan
inflamasi.
5. Sediaan
topikal
digunakan
secara
profilaksis,
dimana
terapi lebih
diperlukan
bila terjadi
7
Resiko
Setelah
ketidakefe
dilakukan
mengidentifikasi
pengetahuan
modalitas
ktifan
tindakan
kegiatan
pasien tentang
dalam
penatalaks
keperawa
keperawatan
perawatan paska
pemberian
anaan
tan
rumah (lanjutan)
regimen
selama
yang diperlukan
Klien mampu
1. Kaji tingkat
infeksi.
1. Sebagai
hospitalisasi.
2. Terangkan cara
b.d kurang
diharapka
menyatakan
pengetahu
n:
siap untuk
an, kurang
perawata
mendampingi
sumber
n rumah
klien dalam
pendukung
berjalan
melakukan
kesiapan klien
. Yang
efektif.
perawatan
paska
dengan,
pertanyan
atau
peryataan
salah
konsepsi,
kesehatan
penggunaan obat-
terapeutik
ditandai
pendidikan
obatan.
3. Berikan
kesempatan
bertanya.
4. Tanyakan
tentang
perawatan di
rumah.
2. Klien
mungkin
mendapatkan
obat tetes
atau
hospitalisasi.
5. Identifikasi
kesiapan
keluarga dalam
perawatan diri
klien paska
hospitalisasi.
salep(topical)
3.
.
Meningkatkan
rasa percaya,
rasa aman,
dan
tak akurat
6. Terangkan
mengeksplora
mengikuti
berbagai kondisi
si
instruksi,
yang perlu
pemahaman
dikonsultasikan.
serta hal-hal
terjadi
komplikasi
yang mungkin
yang dapat
belum
dicegah
dipahami.
4. Respon
verbal untuk
meyakinkan
kesiapan
klien dalam
perawatan
hospitalisasi.
5. Kesiapan
keluarga
meliputi
orang yang
bertanggung
jawab dalam
perawatan,
pembagian
peran dan
tugas serta
penghubung
klien dan
institusi
pelayanan
kesehatan.
6. Kondisi yang
harus segera
dilaporkan :
Nyeri pada
dan disekitar
mata, sakit
kepala
menetap.
Setiap nyeri
yang tidak
berkurang
dengan obat
pengurang
nyeri.
Nyeri disertai
mata merah,
bengkak,
atau keluar
cairan :
inflamasi dan
cairan dari
mata.
Nyeri dahi
mendadak.
Perubahan
ketajaman
penglihatan,
kabur,
pandangan
ganda,
selaput pada
lapang
penglihatan,
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). buku saku patofisiologi. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Jenis Operasi
Upaya penyembuhan katarak yang paling efektif adalah dengan operasi
pengangkatan lensa yang keruh dan diganti dengan lensa buatan yang disebut
sebagai keratoplasty.
Dikenal dua jenis operasi pada katarak yaitu tanpa implantasi IOL (Intra Ocular Lens
Lensa tanam) dan dengan implantasi IOL.
1. Operasi katarak ekstrakapsuler (ECCE): tindakan pembedahan pada lensa
katarak, di mana dilakukan pengeluaran isis lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior sehingga masa lensa atau korteks lensa dapat keluar melalui
robekan terebut. Teknik ini bisa dikerjakan pada semua stadium katarak kecuali
pada luksasio lentis. Memungkinkan diberi lensa tanam (IOL) untuk pemulihan
visus. Komplikasi lebih jarang timbul durante operasi dibanding ICCE.
2. Phacoemulsification (PE) atau phaco: teknik operasi ini tidak berbeda jauh
dengan cara ECCE, tetapi nucleus lensa diambil dengan menggunakan gelombang
suara berfrekuensi tinggi (emulsifier). Dibanding ECCE, maka irisan luka operasi
lebih kecil sehingga setelah diberi IOL rehabilitasi visus lebih cepat, di samping itu
penyulit pascabedah lebih sedikit ditemukan.
Pada saat operasi katarak, dokter akan membuka daerah depan mata dengan
bantuan mikroskop untuk mengangkat lensa yang keruh untuk digantikan dengan
lensa buatan. Operasi tidak menimbulkan rasa sakit karena pasien akan diberi
anestasi lokal berupa tetes mata.
RESIKO OPERASI
Sama seperti pada operasi lainnya, resiko yang mungkin terjadi adalah infeksi dan
pendarahan. Infeksi atau pendarahan yang terjadi dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan. Karena itu dokter akan meminta pasien untuk menghentikan
pengobatan tertentu yang sedang dijalani yang memungkinkan terjadinya resiko ini.
SEBELUM OPERASI
Satu atau dua minggu sebelum operasi, dokter akan melakukan berbagai tes,
seperti mengukur kurva kornea dan bentuknya. Tes ini diperlukan agar dokter dapat
menentukan tipe IOL yang tepat. Disamping itu dilakukan berbagai tes lain standard
operasi, seperti gula darah, tekanan darah, jumlah darah dll.
Yang perlu diperhatikan adalah 12 jam sebelum operasi, pasien harus puasa makan
dan minum.
SELAMA OPERASI
Di klinik mata atau rumah sakit, mata akan dicuci dan dibersihkan sebelum operasi.
Operasi biasanya akan dilakukan kurang dari 1 jam dan biasanya pasien hampir
tidak merasakan sakitnya. Banyak pasien yang memilih untuk tetap sadar selama
operasi, hanya dibagian mata diberikan bius lokal. Jika tidak terjadi pendarahan dan
keadaan memungkinkan, pasien bahkan dapat diijinkan pulang pada hari itu juga.
SETELAH OPERASI
Setelah operasi mata yang dioperasi akan ditutup dengan kasa dan tidak boleh
kena air selama 2-4 hari, tidak boleh terpukul dan jangan digosok-gosok.
Jaga kebersihan mata, cuci tangan sebelum menyentuh mata, dan minum obat2an
atau menggunakan obat tetes mata sesuai dengan petunjuk dokter untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Untuk melindungi mata dari cedera, pasien sebaiknya menggunakan kacamata atau
pelindung mata yang terbuat dari logam termasuk waktu tidur (siang dan malam)
minimal selama 1 (satu) minggu setelah operasi atau sampai luka pembedahan
benar-benar sembuh.
Pada awalnya penglihatan memang belum sejelas seperti yang diharapkan, tetapi
makin hari akan bertambah jelas. Beberapa minggu setelah operasi dilakukan,
pasien dapat diberi resep untuk kacamata khusus yang membantu agar mempunyai
PENCEGAHAN
Walaupun pencegahan katarak secara ilmiah belum dapat dibuktikan, namun
menggunakan ultraviolet-protecting sunglasses ketika berada di luar ruangan pada
siang hari dapat mengurangi resiko timbulnya katarak. Penggunakan antioksidan
seperti vitamin C & E serta karotenoid secara teori juga dapat mencegah terjadinya
katarak. Disamping itu upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mengasup
makanan bergizi seimbang dan juga memperbanyak porsi buah dan sayuran.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah
1. Identitas
Nama
: Tn./Ny./ An
Usia
: Bisa terjadi pada semua umur
Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan
Alamat
:
Dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada katarak kongenital biasanya
terlihat pada usia dibawah 1 tahun, sedangkan pasien dengan katarak juvenile
terjadi pada usia <40 tahun, pasien dengan katarak persenil terjadi pada usia
sesudah 30 40 tahun,dan pasien dengan katarak senilis terjadi pada usia >40
tahun.
2.
-
Keluhan utama:
Penglihatan kabur
Persepsi warna turun
Diplopia dan visus menurun
Ada hailo
Penglihatan memburuk pada siang hari/silau
Mata basah
Perawat harus menentukan apakah masalahnya hanya mengenai satu atau dua
mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.
Riwayat keluarga
Katarak bisa karena kongenital
Adanya riwayat kelainan mata famili derajat pertama.
Aktifitas/istirahat
Gejala
penglihatan.
2.
-
Makanan/cairan
Gejala
: muntah/mual (glaukoma akut ).
3. Neurosensori
Gejala
: gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotopobia (glaukoma akut ). Perubahan kacamata/ pengobatan
tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil ( katarak ). Pupil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan ( glaukoma darurat ).
Peningkatan air mata.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri
tiba-tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata,sakit kepala (glaukoma
akut).
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor,(contoh peningkatan tekanan vena ),
ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma). Terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.
C. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.
b.
Post operasi
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi Rasional
1. Diskusi tentang pembatasan aktivitas
Diagnosa 2
Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasif
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup dan meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam serta
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke
luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukkan
lensa kontak bila menggunakan.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
4. Observasi tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak bengkak,
drainase purulen. Identifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topical, parenteral, atau subkonjungtival)
2. Steroid
3. Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah area kontaminasi area
operasi
4. Teknik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang
1. Topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
terjadi infeksi.
2. Digunakan untuk menurunkan inflamasi.
Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubunan denan peningkatan TIO
Tujuan : menyatakan pemahaman faktor yang terlibat kemungkinan cedera
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata
2. Beri pasien posisi bersandar, atau miring ke sisi yang tidak sakit sesuai
keinginan
2. Berikan analgesic
1.
Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam
pembatasan yang diperlukan
2. Istirahat beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau
menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang
sakit, meminimalkan resiko perdarahan atau stres pada jahitan terbuka
3. Menurunkan stress pada area operasi/menurunkan tio
4. Memerlukan sedikit regangan dari pada penggunaan pispot yang dapat
meningkatkan tio
5. Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO
6. Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan
mata
7. Ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan, nyeri akut
menunjukkan TIO atau perdarahan, terjadi karena regangan .
8. Menunjukkan proptar iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan
atau tekanan mata.
6.
7.
Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
8.
Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, birara dan menyentuh sering
9.
Diagnosa 5
Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman nyeri/timbulnya secara tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan berhubungn dengan perawatan/pengobatan
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur lensa
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas
3. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat,
mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung, penggunaan
sprey, bedak bubuk, merokok
4. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari
3. Aktivitas yang menyebabkan mata lelah atau regang atau meningkatkan TIO
dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan perdarahan
Diagnosa 7
Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketekutan dan depresi : penerimaan
pembedahan dan pemahaman instruksi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui
keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman. Jawab pertanyaaan,
memberi dukungan, membantu pasien melengkapi metode koping.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
makanan yang bisa diamakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat melihat
dengan baik atau tak dapat melihat dengan baik atau tak mempunyai keterampilan
koping untuk menggunakan peralatan makan.
6. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
7. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan
( pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan tangan permainan)
1. Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak diketahui. Mekanisme
koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran, ketakutan,
depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan, dan penolakan.
2. Pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan
meningkatkan keamanan.
3. Pasien yang telah mendapat informasi banyak informasi lebih mudah menerima
penaganan dan mematuhi intruksi.
4. Pasien yang mengalami ganguan visual bergantung pada masukan indera yang
lain untuk mendapatkan informasi.
5.
INTERVENSI RASIONAL
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Ingat bahwa
balutan bilateral menjadikan pasien tak dapat melihat, mengunakan tekhnik
bimbingan penglihatan.
2. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataaan meja-kursi tanpa
pasien diorentasi terlebih dahulu.
3. Orintasikan pasien pada ruangan.
4. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperintahkan.
5. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma.
6. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata. 1.
Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak
mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan.
2.
3.
4.
5.
6.
E. Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien dan tergantung pada kondisinya.
Sasaran utama pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pencegahan
deteriosasi visual yang lebih berat , pemahaman dan penerimaan penanganan,
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi
sosial, dan tanpa komplikasi.
F. Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang
telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien. Hasil
yang diharapkan :
1. Mengalami peredaan nyeri.
2. Tampak tenang dan bebas dari ansietas.
3. Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.
4. Menerima program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman dan
tepat.
5. Mempraktikan aktifitas perawatan diri secara efektif.
6. Berpartisipasi dalam aktifitas diversional dan sosial.
7. Mengucapkan pemahaman program terapi, perawatan tindak lajut, dan
kunjungan ke dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer,dkk.(1999). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). buku saku patofisiologi. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Dorland. (1998).Kamus Saku Kedokteran Dorland.Edisi 25. EGC : Jakarta
Darling,H Vera dan Thorpe, R Margaret. (1996) Perawatan Mata. Yayasan Essentia
Medica dan Andi : Yogyakarta
Ilyas Sidarta, dkk.(2008). Sari Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta
Juall Lyanda Carepnito.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. EGC:
Jakarta
N, Indriana Istiqomah.(2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. EGC :
Jakarta
Pearce C, Evelyn.(2009). Anatomi dan fisiologi. Gramedia : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
HERNIA INGUINALIS
A Pengertian
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal
atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi
secara normal (Lewis,SM, 2003).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis
menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis
externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000).
Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas
kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang
bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004).
Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui
dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).
B Anatomi Fisiologi
Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni musculus rectus abdominis, musculus,
obliqus abdominis internus, musculus transversus abdominis. Kanalis inguinalis
timbul akibat descensus testiculorum, dimana testis tidak menembus dinding perut
melainkan mendorong dinding ventral perut ke depan. Saluran ini berjalan dari
kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis, panjangnya : + 4 cm.
(Brunner & Suddarth, 2000)
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag
merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus
transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini
dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus
dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta
sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas
bagian proksimedial (Martini, H 2001).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus
oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika
berkontraksi dan adanya fasia transversal yang kuat yang menutupi triganum
hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada
mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Martini, H 2001)
C Klasifikasi
Hernia inguinalis, terdiri dari 2 macam yaitu :
1. Hernia inguinalis indirect atau disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia
yang terjadi melalui cincin inguinal dan mengikuti saluran spermatik melalui kanalis
inguinalis (Lewis,SM, 2003).
2. Hernia inguinalis direct yang disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia
yang menonjol melalui dinding inguinal posterior di area yang mengalami
kelemahan otot melalui trigonum hesselbach bukan melalui kanalis, biasanya terjadi
pada lanjut usia (Ignatavicus,dkk 2004).
D Etiologi
Menurut Black,J dkk (2002).Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B
Saunders, penyebab hernia inguinalis adalah :
Kelemahan otot dinding abdomen.
1. Kelemahan jaringan
2. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
3. Trauma
Peningkatan tekanan intra abdominal.
1. Obesitas
2. Mengangkat benda berat
3. Mengejan Konstipasi
4. Kehamilan
5. Batuk kronik
6. Hipertropi prostate
Faktor resiko: kelainan congenital
E Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan
seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air
besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan
kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding
abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja
melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat
parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi
atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat
menyebabkan ganggren (Oswari, E. 2000).
Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat.
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang
berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan
daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan
peningkatan tekanan intra abdomen (Nettina, 2001).
PATHWAY HERNIA
F Manifestasi Klinik
G Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi
usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000
18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit.
H Komplikasi
1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus.
2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk.
Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran
isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata.
3. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis
strangulata.
4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis.
5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi.
6. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
7. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah,
8. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
9. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
I Manajemen bedah
Perawatan pre operasi
Persiapan fisik dan mental pasien dan pasien puasa dan dilavamen pada malam
sebelum hari pembedahan.
2. Perawatan post operasi
a. Hindari batuk, untuk peningkatan ekspansi paru, perawat mengajarkan nafas
dalam.
b. Support scrotal dengan menggunakan kantong es untuk mencegah
pembengkakan dan nyeri.
c. Ambulasi dini jika tidak ada kontraindikasi untuk meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan resiko komplikasi post operasi.
d. Gunakan tehnik untuk merangsang pengosongan kandung kemih.
e. Monitoring intake dan output.
f. Palpasi abdomen dengan hati-hati.
g. Intake cairan > 2500 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi) untuk mencegah
dehidrasi dan mempertahankan fungsi perkemihan.
h. Bila pasien belum mampu BAK, dapat dipasang kateter karena kandung kemih
yang distensi dapat menekan insisi dan menyebabkan tidak nyaman.
i. Pemakaian celana suppensoar.
3. Discharge Planning :
a. Hindari mengejan, mendorong atau mengangkat benda berat.
b. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, mengganti balut steril setiap
hari dan kalau perlu.
c. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi diet tinggi
serat dan masukan cairan adekuat.
J Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,
antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah
sembelit.
f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan
dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan
mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol
yang dapat memperburuk gejala-gejala.
2. Pembedahan (Operatif) :
a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.
b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan
muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.
RENPRA HERNIA
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
4 Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep . jam risiko infeksi Terkontrol, terdedekti dg KH:
Bebas dari tanda & gejala infeksi
Angka lekosit normal (4-11.000)
Suhu normal ( 36 37 c
Kontrol infeksi :
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
10.030
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Industri. Tujuan dibuatnya Laporan Praktek Kerja Industri ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Sekolah dan Ujian
Nasional serta melatih siswa/siswi membiasakan diri untuk memahami keadaan
lingkungan di luar sekolah. Saya berharap dengan diselesaikannya laporan ini,
dapat mengetahui lebih dalam mengenai dunia kerja/industri yaitu di tempat
prakerin di RSUD Cibinong, dalam pembahasan yang saya akan ulas tentang
Asuhan Keperawatan pada Hernia, saya selaku siswi mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
Orang tua kami yang telah memberikan semangat dan doa kepada kami dalam
menjalani pendidikan di SMK Kesehatan LOGOS.
2.
Direktur RSUD Cibinong yang telah mempercayai SMK Kesehatan LOGOS untuk
memperdalam teori ke dunia yang nyata.
3.
Wahyu Budi S,SKM selaku kepala sekolah yang telah membimbing kami dalam
belajar selama kami di SMK Kesehatan LOGOS.
4.
Nawangsih, S.Pd selaku wakil kepala sekolah yang juga telah memberikan
pengarahan kepada kami dalam pembuatan laporan.
5.
Dra. Hj. Ida Faridah sebagai wali kelas kami yang telah memberikan dukungan dan
semangat tentang penulisan karya tulis ilmiah.
6.
Herniaty S.Kep selaku ketua Prodi yang telah membimbing kami dalam pembuatan
Asuhan Keperawatan.
7.
Endri Wahyuni, S.Kep selaku pembimbing I dalam tehnik penulisan karya tulis
ilmiah.
8.
Lilik Suryani, S.Kep selaku pembimbing II kami dalam tehnik penulisan Karya Tulis
Ilmiah.
9.
Para instansi di RSUD Cibinong khususnya di Teratai atas dan Melati yang telah
memberikan ilmu baru dalam Asuhan Keperawatan.
10. Dan semua instansi yang terkait di sekolah SMK Kesehatan LOGOS untuk adikku,
dan teman-teman seperjuangan selama belajar di SMK Kesehatan LOGOS.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, baik dalam hal pelaporan studi kasus,
nama dan gelar, serta hal-hal yang menyangkut tentang pembahasan tugas karya
tulis ilmiah. Untuk itu, saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan agar menjadi acuan di waktu yang mendatang.
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan
..................................
i
Lembar Persembahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Daftar Isi
..................................
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
............................
1
B. Tujuan Penulisan
............................
1. Tujuan Umum
............................
3
2. Tujuan Khusus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
C. Ruang Lingkup
............................
4
D. Metode Penulisan
............................
E. Sistematika Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
Pengertian
.................................
Etiologi
.................................
10
Patofisiologi
.................................
10
Proses perjalanan penyakit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
Manifestasi klinik
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
Komplikasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
Derajat / klasifikasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
Penatalaksanaan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
Terapi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
Tindakan medis
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
Konsep Hospitalisasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Pengkajian Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
Diagnosa Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
Perencanaan Keperawatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
Pelaksanaan Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
Evaluasi Keperawatan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..................
..................
..................
..................
..................
..................
. . . . 26
44
45
48
50
53
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Perencanaan
D. Pelaksanaan
E. Evaluasi
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..................................
..............................
60
..............................
61
..............................
62
..............................
63
59
BAB V EVALUASI
A. Kesimpulan
B. Saran
..................................
..................................
65
67
Daftar Pustaka
..................................
68
Lampiran
..................................
70
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan masalah berharga dan sangat penting dalam berbagai
tatanan kehidupan manusia. Perhatian masyarakat terhadap kesehatan saat ini
semakin besar, sehingga meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap perawatan
yang berkualitas. Perkembangan ilmu pengetahuan tentang ilmu bedah saat ini
sangat pesat. Hal ini juga harus didukung dengan peningkatan pemberian
perawatan pada pasien penderita penyakit bedah. Salah satunya adalah penyakit
Hernia yang paling sering ditemui di RSUD Cibinong. Hernia adalah tonjolan yang
timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya menghilang
secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui jaringan ikat
tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk
suatu kantong dengan pintu berupa cincin atau lubang. Lubang itu dapat timbul
karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, dan akibat tekanan
rongga perut yang meninggi.
Menurut keluhan pasien, sakit dirasakan di perut kanan bawah (inguinalis) dan
dibagian skrotum ketika pasien mengangkat beban yang berat dan akan hilang
ketika pasien beristirahat.
Menurut data dari National Center for Health Statistics, Hernia Inguinalis
menduduki peringkat pertama lima besar tindakan operasi yang paling banyak
dilakukan oleh ahli bedah Amerika pada tahun 1991 yaitu sebanyak 680.000 kasus
(Eubanks, 2001). Penelitian terhadap 2.538 veteran pemerintah di Amerika yang
menjalani Hernioraphy pada tahun 1966-1980 memperlihatkan 57% kasus Hernia
Inguinalis Lateralis (Kong & Hiatt, 1997).
Insiden Hernia adalah insiden yang paling tinggi dilokasi praktek, yaitu sekitar 58 %
yang dirawat di ruang melati bedah RSUD Cibinong dibanding kasus lain yang
dirawat. Setengah dari kasus-kasus Hernia Inguinalis selama kanak-kanak terjadi
pada bayi di bawah 5 tahun. Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada Hernia sisi
kiri (2 : 1) dan sekitar 29 % pasien menderita Hernia Bilateral.
Resiko yang ditimbulkan dari penyakit Hernia kebanyakan dialami oleh pria dewasa,
ada juga resiko Hernia pada anak-anak. Jika Hernia sudah menyebabkan infeksi
didalam tubuh, kebanyakan penderita akan terserang resiko nyeri. Untuk
menghindari terjadinya komplikasi, maka diperlukan tindakan bedah Herniotomi.
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal
pencernaan dan penyerapan.
Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika menggunakan
anestesi spinal. Selain itu, nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya
kontinuitas jaringan sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan metabolisme anaerob. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan
pergerakan sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Kondisi yang seperti ini
mengharuskan adanya Asuhan Keperawatan yang tepat agar dapat mencapai
kesehatan yang optimal serta untuk menghindari komplikasi pada pasien dengan
post operasi Hernia Ingunalis.
B.
1.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum
Siswa mampu mendiskripsikan dan melaporkan Asuhan Keperawatan pada Tn. T
dengan post operasi Hernia Inguinalis di RSUD Cibinong dengan pendekatan proses
keperawatan dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
Mampu melakukan pengkajian pada Tn. T dengan post operasi Hernia Inguinalis.
Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Tn. T dengan post operasi Hernia
c.
Inguinalis.
Mampu mengidentifikasi rencana tindakan keperawatan pada Tn. T dengan post
d.
D.
RUANG LINGKUP
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis hanya membatasi permasalahan
Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. T dengan Hernia di RSUD Cibinong yang
dilaksanakan dari tanggal 17 Juni sampai dengan 19 Juni 2012 di ruang melati
bedah di RSUD Cibinong.
E.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan pada penyusunan laporan ini adalah Metode Deskriptif,
dimana penyusun melaporkan kondisi pasien dengan apa adanya. Untuk
memperoleh data yang akurat dalam penyusunan laporan inti ini maka penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1.
2.
3.
perawat ruangan
OBSERVASI: Yaitu mengamati secara langsung prilaku pasien sehari-hari
STUDY LITERATUR: Untuk memperkuat landasan teori, penulis mencari informasi
4.
5.
F.
SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penyusunan Karya Tulis Ilmiah,
maka disusunlah Sistematika Penulisan yang terdiri dari 5 bab yaitu:
BAB I: Berisi tentang PENDAHULUAN yang terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
Latar belakang
Tujuan penulisan
Ruang lingkup
Metode penulisan dan
Sistematika penulisan.
Bab II : Berisi tentang TINJAUAN TEORI yang meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Pengertian
Etiologi
Patofisiologi,
Manifestasi klinik
Komplikasi
Klasifikasi
Konsep hospitalisasi
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawatan
Implementasi dan
Evaluasi.
Bab III: Berisi tentang TINJAUAN KASUS yang membahas kasus pasien meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawatan
Implementasi, dan
Evaluasi.
Bab IV: Berisi tentang PEMBAHASAN KASUS yang bertujuan untuk menemukan
kesenjangan antara konsep teori dan fakta kasus yang ada, meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
Pengkajian
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawatan
Implementasi dan
Evaluasi.
Bab V : Berisi PENUTUP terdiri dari:
a.
b.
Kesimpulan
Saran.
Daftar Pustaka
Lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN
Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding
otot perut. Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan,
peritoneal kantung, dan yang mendasarinya adalah Visera, seperti loop usus atau
organ-organ internal lainnya. Faktor yang termasuk pembedahan mendadak pada
peningkatan tekanan intra-abdomen, yang mungkin terjadi selama mengangkat
beban berat atau batuk yang lebih bertahap dan berkepanjangan sehingga
peningkatan tekanan intra-abdomen berhubungan dengan kehamilan, obesitas,
atau asites. (Seymour I. Schwartz, et.All. Principles of Surgery. Companion
handbook. Jakarta: EGC,2000).
Hernia adalah kelemahan dinding otot abdominal yang melewati sebuah segmen
dari perut atau struktur abdominal yang lain yang menonjol. Hernia dapat juga
menembus melewati beberapa defect yang lain di dalam dinding abdominal,
melewati diafragma, atau melewati struktur lainnya di rongga abdominal.
(Ignatavicius, Donna, et.All. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B
SaundersCompany,2000)
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang
normal melalui sebuah defek Kongenital atau yang di dapat. Hernia adalah defek
dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti Peritoneum,
lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul
kantong berisikan materi abnormal. (dr. Jan Tambayong, Patofisiologi untuk
Keperawatan. Jakarta : EGC,2000)
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong,
dan isi Hernia. (Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Revisi. Jakarta: EGC,2005)
Hernia adalah masuknya organ kedalam rongga yang disebabkan oleh prosesus
vaginalis berobliterasi (paten). (Mansjoer, Arief, Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.
Jakarta,2000).
Kesimpulan pengertian dari beberapa ahli yaitu: Hernia adalah suatu benjolan
diperut dari rongga yang normal melalui lubang congenital atau didapat.
B.
ETIOLOGI
Penyebab penyakit Hernia dapat diakibatkan beberapa hal seperti :
1.
Kongenital disebabkan kelemahan pada otot merupakan salah satu faktor resiko
yang berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan intra abdomen. Kelemahan
otot tidak dapat dicegah dengan cara olahraga atau latihan-latihan.
2.
3.
Pada Ibu hamil biasanya ada tekanan intra-abdomen yang meningkat terutama
pada daerah rahim dan sekitarnya.
4.
5.
C.
PATOFISIOLOGI
1.
Hernia Inguinalis dibagi lagi menjadi Hernia direct dan Hernia indirect. Hernia
Inguinalis indirect yang paling jenis umum dan biasanya mempengaruhi laki-laki.
Hernia Inguinalis indirect disebabkan oleh penutupan saluran yang berkembang
sebagai testis turun ke dalam skrotum sebelum kelahiran. Sebuah kantung yang
berisi peritoneum, usus, atau omentum muncul melalui cincin Inguinalis dan
mengikuti spermatika kabel melalui Kanalis Inguinalis. Sering turun ke dalam
skrotum. Meskipun tidak langsung Hernia inguinalis cacat bawaan, mereka
seringkali tidak menjadi jelas sampai dewasa, ketika peningkatan tekanan intraabdomen dan pelebaran dari cincin inguinalis memungkinkan isi perut untuk
memasuki saluran tersebut.
Hernia Inguinalis direct selalu cacat yang diperoleh hasil dari kelemahan dinding
Inguinal posterior. Hernia Inguinalis langsung terjadi lebih sering pada orang dewasa
yang lebih tua. Hernia Femoral cacat juga diperoleh di mana kantung peritoneal
menonjol melalui cincin femoral. Hernia ini biasanya terjadi pada obesitas atau
wanita hamil.
Jika Hernia Inguinalis dapat dikembalikan, isi kantung kembali ke rongga perut, baik
secara spontan sebagai tekanan intra-abdomen berkurang (seperti dengan
berbaring) atau dengan tekanan manual. Beberapa komplikasi yang terkait dengan
Hernia direduksi. Bila isi hernia tidak dapat dikembalikan ke rongga perut, itu
dikatakan dapat diminimalkan atau dipenjara. Isi Hernia yang dipenjara terjebak,
biasanya dengan leher yang sempit atau membuka ke hernia. Penahanan
meningkatkan risiko komplikasi, termasuk obstruksi dan cekikan. Obstruksi terjadi
ketika lumen usus yang terkandung dalam hernia menjadi tersumbat, sangat mirip
dengan Crimping dari sebuah selang.
Jika suplai darah ke isi Hernia terganggu, hasilnya adalah Hernia terjepit. Komplikasi
ini dapat mengakibatkan infark usus yang terkena bencana dengan rasa sakit yang
parah dan perforasi dengan kontaminasi dari rongga peritoneal. Perwujudan dari
sebuah Hernia terjepit meliputi nyeri dan distensi perut, mual, muntah, takikardia,
dan demam.
Pembedahan sering dilakukan terhadap Hernia yang besar atau terdapat resiko
tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan Herniorrhaphy terdiri atas tindakan
menjepit defek di dalam Fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti
peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum.
Setelah perbaikan Hernia Inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa
nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es
akan membantu mengurangi nyeri (Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid
2,1996)
2. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Oswari E. Pada buku Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993.
Manifestasi klinik yang terdapat pada Hernia Inguinalis adalah:
a.
Terdapat benjolan didaerah vaginal dan atau scrotal yang hilang dan timbul.
Timbul bila terjadi peningkatan tekanan peritonela misalnya mengedan, batukbatuk, menangis. Jika pasien tenang dan berstirahat, maka benjolan akan hilang
secara spontan.
b.
Pada pemeriksaan terdapat benjolan dilipat paha atau sampai scrotum, pada bayi
bila menangis atau mengedan. Benjolan menghilang atau dapat dimaksudkan
kembali rongga abdomen.
c.
Isi Hernia dapat kembali kerongga peritorium disebut Hernia Inguinal reponibilitas,
bila tidak dapat kembali disebut Hernia Inguinal ireponbilitis. Bila usus tidak kembali
karena jepitan oleh Annulus Inguinali, maka akan terjadi gangguan pembuluh darah
dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut Hernia
Strangulata.
d.
Hernia strangulata lebih sering terjadi Hernia sebelah kanan. Insiden tertinggi pada
usia sekolah dibawah 1 tahun (31 %), namun rata-rata terjadi pada 12 % kasus
Hernia.
e.
Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai
perasaan mual. Bila terjadi Hernia Inguinalis Stragulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
f.
g.
h.
Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan Hernia akan bertambah besar.
2.
KOMPLIKASI
a.
Hernia berulang,
b.
Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
c.
d.
e.
f.
g.
Residip,
h.
4. KLASIFIKASI
a.
b.
c.
d.
Hernia inferna tidak terlihat dari luar (Hernia Diafragmatika, Hernia Foramen
Winslowi, Hernia Obturatoria).
e.
f.
D.
PENATALAKSANAAN
a.
Pada Hernia Femoralis tindakan operasi kecuali ada kelainan lokal atau umum.
Operasi terdiri atas Herniatomi disusul dengan Hernioplastik dengan tujuan
menjepit Anulus femonialis. Bisa juga dengan pendekatan krural, Hernioplastik
dapat dilakukan dengan menjahitkan Ligamentum Inguinale ke ligamentum cooper.
Tehnik Bassini melalui region Inguinalis, ligamentum inguinale di jahitkan
keligamentum lobunase Gimbernati.
b.
c.
Hernia Inguinalis inkarserata: Pada keadaan ini pasien dipuasakan, pasang NGT,
infus dan disuntik sedaiba sampai pasien tertidur dalam posisi trendelenburg
dengan tertidur tekanan intra peritoneal. (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 1,2000)
1.
TERAPI
a.
Pra Operasi:
1.
2.
3.
4.
5.
b.
Pasca Operasi:
1.
2.
3.
Dukungan keluarga. (Wong, Wongs nursing care of infant and children. St.
Louis,2004)
2.
a.
Herniatomi: Melakukan dengan segera bila terdapat Hernia inkarserata, elektif bila
Hernia responibilis. Operasi dengan cara ini dilakukan dengan pembebasan kantung
Hernia sampai kelehernya, kantung dibuka dan isi Hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantung Hernia di jahit-ikat setinggi mungkin lalu
di potong.
b.
E.
a.
Definisi
Hospitalisasi adalah hak masuk ke rumah sakit sebagai pasien bagi pasien yag
merasa sakit.
b.
Tujuan
Pasien masuk ke rumah sakit untuk beberapa alasan antara lain: untuk jadwal test
kesehatan, prosedur tindakan atau pembedahan, pengobatan emerjensi, pemberian
obat atau memonitor keadaan pasien.
c.
Persiapan
1.
2.
3.
4.
d.
Stressor
1.
Stressor Fisik
a.
b.
Immobilisasi.
c.
Kurang tidur.
d.
e.
2.
Stressor di lingkungan.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
Stressor Psikologis
a.
Kurang privacy
b.
c.
d.
e.
F.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
serta review catatan sebelumnya. Pada pengkajian fisik, pasien sering seperti
mengejan atau mengangkat ketika ada sesuatu yang muncul. Ketika melakukan
sebuah penilaian perut, perawat harus memeriksa perut ketika pasien berbaring
dan berdiri. Jika Hernia dapat dikembalikan, Herniasi akan menghilang ketika pasien
berbaring datar. Perawat juga dapat melakukan regangan pasien, untuk mengamati
bukti menggembung. (Wong, Donna L. Wongs nursing care of infant and
children. St. Louis,2003)
Perut adalah tempat untuk melakukan Auskultasi untuk memastikan kehadiran aktif
suara bising usus. Usus mungkin akan menunjukkan obstruksi dan cekikan. Untuk
meraba Hernia, dokter atau perawat dengan lembut memeriksa cincin dan isinya,
dengan memasukkan jari di cincin dan mencatat setiap perubahan ketika pasien
batuk. Perawat tidak boleh memaksa pasien Hernia untuk mengurangi frekuensi
batuk pasien, sebagai manuver ini dapat menyebabkan pecahnya usus yang
terjepit. (Oswari E. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993). Berikut,
adalah berbagai pemeriksaan pada pasien Hernia:
1.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah Inguinal dan femoral.
Meskipun Hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan Viskus, atau
sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua
Hernia ditemukan di daerah Inguinal. Biasanya, impuls Hernia lebih jelas dilihat dari
pada diraba. Ajak pasien memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Lakukanlah inspeksi daerah Inguinal dan Femoral untuk melihat timbulnya benjolan
mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan Hernia. Jika terlihat benjolan
mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan
impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah
lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah tersebut.
b. Palpasi Hernia Inguinal
Palpasi Hernia Inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan memeriksa
didalam skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada
kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari
harus diletakkan dengan kuku menghadap keluar dan bantalan jari kedalam. Tangan
kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang
lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral
masuk kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan
ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari
tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari
tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Seandainya ada Hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau
bantalan jari pemeriksa. Jika ada Hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikanlah apakah Hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan
terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan Hernia dilakukan dengan kulit
skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini
tidak menimbulkan nyeri. (dr. Jan. Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan.
Jakarta : EGC,2000)
Uraian tentang ciri-ciri Hernia akan dibahas setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini
diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian
pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan
pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Jika ada massa
skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu Hernia Inguinal indirek
mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk
menentukan apakah ada bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna
untuk menegakkan diagnosis Hernia Inguinal indirek.
Tes Diagnostik yang dilakukan seperti:
a.
b.
Elektromiograf
c.
Venogram epidural
d.
Scan CT
e.
MRI
f.
Mielogram
g.
Kolaborative Care
G.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
H.
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan tujuan utama adalah bahwa Pasien tidak akan mengalami pencekikan.
Jika hal itu terjadi, deteksi dini dan pengobatan cepat dan mencegah timbulnya
komplikasi. Perawat harus memahami penyakit dan implikasinya. Disarankan bahwa
jika ada gejala penahanan atau pencekikan, segera menghubungi dokter.
I.
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan,
dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk
menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam
rencana keperawatan pasien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan pasien. Kemudian
bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan
kesehatan keluarga.
Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan komunikasi
terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien.
Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen.
(Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC,2000)
Herniorrhaphy umumnya prosedur yang tidak rumit, sering dilakukan sebagai hari
yang sama operasi. Beberapa pasien memiliki kebutuhan perawatan akut selain dari
penilaian dan segera sebelum operasi perawatan pasca-operasi. Perawatan operasi
mirip dengan perawatan klien dengan operasi usus
buntu. (http://nugealjamela.blogspot.com,diakses 12 agustus 2010)
J.
EVALUASI KEPERAWATAN
Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap rencana
asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat
menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan analisa masalah
teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi
mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi rencana
Asuhan Keperawatan.
BAB III
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian
: 17 Juni 2012
Tanggal Masuk
: 17 Juni 2012
Ruang/Kelas
: Melati/III
Nomor Register
: 10763139
Diagnosa Medis
Hernia
1. Identitas Klien
Nama
: Tn. T
Jenis Kelamin
Usia
: Laki-laki
: 69 Tahun
Status Perkawinan
Agama
: Menikah
: Islam
Suku/Bangsa
: Sunda/Indonesia
Pendidikan
: SD
Indonesia
Pekerjaan
: Buruh
Alamat
Padurenan
RT
: Jamkesmas
Sumber Informasi
Pasien
dan
Keluarga
2. Resume
Sakit dirasakan pasien pada bulan
April 2012 yang lalu saat membantu
meringis
tetangganya,
kesakitan.
pasien
Oleh
dibawa
dengan
istirahat
yang
pada
skrotum.
Disertai
3.
Riwayat Keperawatan
: Nyeri dan
Pasien
sering
()
Bertahap
c) Lamanya
: 1 tahun
tidak
ada
riwayat
obat.
Tetapi
pasien
meminum
obat.
Kecuali
benar-benar membutuhkan.
c.
Riwayat
Kesehatan
Keluarga
Keterangan:
: Orang tua yang sudah meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Baik
b) Pembuatan Keputusan
: Istri dan
anak pertama
c) Kegiatan Kemasyarakatan : Baik
3)
keluarga
Pasien
masih
bekerja,
keluarga
orang
yang
mencari
berusaha
mencari
biaya
tersebut.
5) Mekanisme Koping terhadap stress:
() Pemecahan masalah
Pasien menghadapi masalah dengan
tenang,
semua
masalah
diatasi
beragam
dan
dirumah
sakit
istirahat
atau
tidur
pasien
tidur
siang
karena
pasien
masalah
kesehatan,
pasien
() Lain-lain (Diam)
Dalam menghadapi masalah, pasien
lebih banyak diam dan memikirkan
jalan keluar dari masalah tersebut.
6) Persepsi klien terhadap penyakitnya.
a) Hal yang sangat di pikirkan saat ini:
Apakah saya bisa sembuh?
b)
Harapan
setelah
menjalani
keperawatan:
Dapat sembuh total dan menjalani
aktifitas seperti biasa.
Terus
menerus
berdzikir
dan
yang
kurangnya
yang baik.
9) Pola Kebiasaan:
kurang,
di
pengetahuan
POLA KEBIASAAN
HAL YANG DIKAJI
Sebelum di
RS
Di RS
3x/hari
3x/hari
Baik
Tidak
Alasan:(mual/muntah/sariawan)
Mual
c.
1 Porsi
Porsi
d.
Bubur/Nasi yang
e.
1. Pola Nutrisi
a.
b.
Nafsu Makan
: Baik/tidak
f.
Makanan Pantangan
g.
makan
h.
lembek.
Pedas dan santan.
-
IVFD terpasang
ditangan kirinya.
2.Pola Eliminasi
a.
B.a.k :
1). Frekuensi
:..X/hari
2). Warna
:.
3). Keluhan
:.
4x/hari
5x/hari
Kuning
Kuning
Nyeri post-op
-
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum:
1) Berat badan
68
kg
: 174 cm
3) Keadaan umum
: Sedang
() Tidak
b. Sistem Penglihatan:
1) Posisi mata
()
Simetris
( ) Asimetris
2) Kelopak mata
()
Normal
( ) Ptosis
3) Pergerakan bola mata
Normal
()
( ) Abnormal
4) Konjungtiva
: () Merah Muda
( ) Anemis
5) Kornea
( ) Keruh/Berkabut
()
Normal
6) Sklera
Ikterik
: () Isokor
() Anikterik
7) Pupil
) Anisokor
8) Otot-otot mata
: () Tidak ada
kelainan
9) Fungsi penglihatan
()
Baik
( ) Kabur
10) Tanda-tanda radang
11) Pemakaian kaca mata
Tidak
( ) Ya
: Tidak ada
:
()
()
( ) Ya
: Baik
c. Sistem Pendengaran:
1) Daun telinga
()
Normal
( ) Tidak
2) Karakteristik serumen
a. Warna
b. Konsistensi
c. Bau
: Kuning muda
: Cair
: Khas
()
()
Tidak
( ) Kemerahan
( ) Ada
5) Perasaan penuh di telinga
Tidak
()
( ) Ada
6) Tinitus
: ( ) Ya
()
Tidak
7) Fungsi pendengaran
Normal
() Kurang
8) Gangguan keseimbangan
Tidak
( ) Ya
()
( ) Ya
d. Sistem Wicara
Normal
()
()
( ) Tidak
e. Sistem Pernafasan:
1) Jalan nafas
()
Bersih
()
Tidak
( ) Ada Sumbatan
2) Pernafasan
sesak ( ) Sesak
() Tidak
4) Frekuensi
: 30 x/menit
5) Irama
:() Teratur (
) Tidak Teratur
6) Jenis pernafasan
()
Dalam
Spontan
7) Kedalaman
() Dangkal
8) Batuk
Ya
: ( ) Tidak
()
9) Sputum
Tidak
() Ya, Putih
10) Konsistensi
: () Encer
) Kental
11) Terdapat darah
Ya
() Tidak
12) Palpasi dada
Detak
jantung normal
13) Perkusi dada
tanda-tanda nyeri
: Tidak ada
: () Vesikuler
( ) Ronkhi
15) Nyeri saat bernafas
: ( ) Ya
() Tidak
16) Penggunaan alat bantu nafas
() Tidak ( ) Ya
f. Sistem Kardiovaskular:
1) Sirkulasi Peripher
a. Nadi : 74 x/menit
: Irama
: ()
Denyut : ( ) Lemah
()
Kuat
b. Tekanan darah
: 130/90 mmHg
: Kanan: ( )
Tidak () Ya
Kiri : ( ) Tidak () Ya
d. Temperature Kulit
()
Hangat
( ) Dingin
e. Warna kulit
: () Pucat
Kemerahan
f. Pengisian kapiler
: detik
()
g. Edema
: () Ya, Skrotalis
( )
Tidak
2) Sirkulasi Jantung
a). Kecepatan denyut capital : Teratur
b). Irama
: () Teratur
( )
Tidak Teratur
c). Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
d). Sakit dada
: ( ) Ya
g. Sistem Hematologi:
Gangguan Hematologi:
() Tidak
1). Pucat
2). Perdarahan
: ( ) Tidak
() Ya
: () Tidak ( ) Ya
: Vertigo
()
ComposMentis ( ) Apatis
3). Glasgow coma scale
: E: 4 V:
5 M: 6
4). Tanda-tanda peningkatan TIK
: () Tidak
( ) Ya
()
Normal ( ) Tidak
b. Refleks Patologis
Tidak
() Ya
i. Sistem Pencernaan:
Keadaan mulut:
1). Gigi
Tidak
: () Caries ( )
() Tidak
3). Stomatitis
: ( ) Ya
() Tidak
4). Lidah kotor
: ( ) Ya
() Tidak
5). Salifa
()
Normal ( ) Abnormal
6). Muntah
( ) Ya
: () Tidak
:3-4
15x/menit
11). Diare
: () Tidak
( ) Ya
12). Konstipasi
Tidak () Ya, 2 hari.
13). Hepar
: () Teraba
()Tidak Teraba
14). Abdomen
Distensi () Kembung
j. Sistem Endokrin:
a. Pembesaran Kelenjar Tiroid
()
Tidak ( ) Ya
b. Nafas berbau keton
()
Tidak ( ) Ya
c. Luka ganggren
( ) Ya
: () Tidak
k. Sistem Urogenital:
a. Balance Cairan
: Intake 1000
ml ; Out 500 ml
b. Perubahan pola kemih
()
Retensi ( ) Dysuria
c. B.a.k
: () Kuning Jernih
() Putih
d. Distensi/ketegangan kandung kemih
: ( ) Ya
() Tidak
: ( ) Ya
f. Skala nyeri
:0
l. Sistem Integumen
a. Turgor kulit
()
Tidak
Elastis
b. Temperatur kulit
: ( ) Hangat
()Dingin
c. Warna kulit
: () Pucat ( )
Cyanosis
d. Keadaan kulit
: ( ) Baik ()
Lesi
: () Insisi Operasi, lokasi
daerah skrotum.
e. Kelainan kulit
: () Tidak
( ) Ya
f. Kondisi kulit yang terpasang infus :
Normal, tidak ada oedeme
g. Keadaan rambut
: - Tekstur
: Baik
- Kebersihan :Ya
m. Sistem Muskuloskeletal
a. Kesulitan dalam bergerak
Ya, terpasang infus (+)
()
: ( ) Ya
() Tidak
c. Fraktur
: ( ) Ya
()
Tidak
d. Kelainan bentuk tulang sendi
Tidak Ada
e. Kelainan struktur tulang belakang :
Tidak Ada
f. Keadaan otot
5. Data Penunjang
: Baik
a. Laboratorium:
Hari/
No
tanggal
1.
Minggu
17-06-a.
b.
12 c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Jenis
Nilai
Nilai Normal
14.4
L: 13.0-16.0 ; P: 12.0-
1. Darah rutin:
HB
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hematrokrit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
2. Masa pendarahan
4.72
14.0
6.800
291.000
5.000 - 10.000
40.0
150.000 450.000
L: 40 48 ; P: 36 42
01%
13%
60
36%
40
50 70 %
20 40 %
3. Masa pembekuan
4. Gol. Darah
Diabetes:
5. Glukosa sewaktu:
Imunologi/
serologi
HBs Ag / negatif
2-8 %
(-)
2
1 3 mnt
11
9 15 mnt
/ Rh (+)
-
95
75 200 mg/dl
b. Rontgen:
Hasil:
Pemeriksaan
nampak
Hernia
radiologi
Inguinalis
Dextra Skrotalis.
6. Penatalaksanaan
yaitu
Lateralis
Tanggal
Waktu
Jenis
Dosis
Cara
Pemberian
06.00
Infus RL
500 cc
20 tts/mnt
Senin
06.30
Captrofil
25 mg
IV
18-06-12
15.00
Cefotaxime
1 gr
IV
15.00
Ketorolac
1 amp
IV
17.30
Infus D 5 %
500 cc
20 tts/mnt
22.00
Ketorolac
1 amp
IV
22.00
Ceftriaxone
1 gr
IV
Selasa
06.00
Ketorolac
19-06-12
06.00
Ceftriaxone
06.00
Infus RL
1 amp
IV
1 gr
IV
500cc
IV
Data Fokus
Tanggal
Data Subjektif
Data Objektif
Minggu
17 Juni 2012
Jam 16.55
skrotum.
kesakitan,
benjolan
TD:
120/90
7.
Senin
18 Juni 2012
Pasien mengatakan
timbul rasa nyeri setelah
operasi.
Jam 14.45
Keluhan
kesadaran
lemah,
CM,
tampak
pasien
meringis
34
x/mnt
TD:
Jam 08.00
Keluhan
kesadaran
sedang,
CM,
pasien
tampak lemas.
S: 37C , N: 82 x/mnt ,
RR
32
x/mnt,
TD:
8. Analisa Data
No
Data
Masalah
Etiologi
1.
Nyeri berhubungan
Terjadinya gangguan
dengan keluhan
dengan trauma
jaringan (usus
terjepit yang
perut kanan
terjepit)
menyebabkan kematian
benjolan di
menimbulkan Perforasi.
skrotum.
DO: Pasien
tampak meringis
kesakitan, ada
benjolan pada
kemaluan (+)
S: 37C N:
72x/mnt RR:
34x/mnt TD:
120/90 mmHg,
oedeme (+)
2.
DS: Pasien
Nyeri berhubungan
Terputusnya kontuinitas
mengeluh nyeri
dengan trauma
jaringan (insisi
bedah)
op.
DO: Keluhan
lemah, kesadaran
CM, pasien
tampak meringis
kesakitan, dan
berhati-hati saat
bergerak.
S: 36C , N: 80
x/mnt , RR: 34
x/mnt TD: 160/70
mmHg, oedeme
(-), BAB (-), BAK
(+) kuning jernih,
Flatus (-)
3.
DS: Pasien
mengatakan nyeri
bagian operasi
berkurang, namun
pasien merasa
mual dan lemas.
DO: Pasien telihat
lemas.
S: 37C, N: 82
x/mnt , RR 32
x/mnt, TD: 130/70
mmHg, oedeme (-)
, mual (+) muntah
Intoleransi aktifitas
berhubungan
dengan respon
intoleransi aktifitas
post-op.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Tanggal
Tanggal
Nama
Ditemukan
Teratasi
Jelas
17-06-
18-06-
2012
2012
18-06-
18-06-
2012
2012
terjepit).
2.
3.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
respon tubuh akibat luka
post-op.
19-06-
19-06-
2012
2012
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tgl
No
Diagnosa
Tujuan dan
Rencana
Paraf &
Keperawatan
Kriteria Hasil
Tindakan
nama
jelas
(PES)
18
Juni
2012
1.
Nyeri berhubungan
Tujuan: Nyeri a.
Mengkaji
dengan trauma
berkurang/hilan
tanda-tanda
jaringan (usus
g (1-2 hari)
b.
nyeri pasien.
Mengajarkan
c.
tehnik relaksasi.
Memberi posisi
d.
semi fowler.
Memberi
terjepit).
Kriteria Hasil:
Pasien tampak
rileks dan
keluhan nyeri
informasi yang
(-)
akurat untuk
mengurangi rasa
e.
sakit.
Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi.
18
2.
Nyeri berhubungan
Tujuan: Nyeri a.
Mengkaji
Juni
dengan trauma
berkurang/hilan
pengalaman
2012
jaringan post-op
g (1- 5 hari)
nyeri pasien,
(insisi bedah)
tentukan tingkat
Kriteria Hasil:
nyeri yang
Keluhan nyeri
berkurang,
b.
pasien rileks,
c.
dan skala nyeri
0.
dialami.
Memantau
keluhan nyeri.
Mengjarkan
tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan
e.
mobilisasi dini.
Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi.
19
Juni
2012
3.
Intoleransi aktifitas
Tujuan: Aktifitas
a.
berhubungan
terjadi.
pasien sesuai
Kriteria Hasil: b.
kondisi
Meningkatkan
Memperlihatka
aktifitas secara
n kemajuan
bertahap.
Merencanakan
aktifitas s.d
c.
waktu istirahat
mandiri dan
ada respon
Menjelaskan
d.
positif terhadap
sesuai jadwal.
Memotivasi
aktifitas.
peningkatan dan
beri
penghargaan
pada kemajuan
yang telah
dicapai.
D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Tanggal/Wa
No. DK
ktu
Paraf
dan
nama
jelas
17 Juni
2012
1.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
Tindakan:
Kaji tanda-tanda nyeri (0-10)
Ajarkan tehnik relaksasi.
Berikan posisi semi fowler.
Berikan informasi yang akurat untuk
mengurangi rasa sakit.
Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Hasil:
Skala nyeri sedang (4-5)
Pasien tampak lebih rileks.
Keluhan nyeri berkurang.
18 Juni
2.
a.
Tindakan:
Kaji pengalaman nyeri pasien, dan
2012
menetukan tingkat nyeri yang dialami.
Pantau keluhan nyeri.
Ajarkan tehnik relaksasi.
Anjurkan mobilisasi dini.
Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Hasil:
a. Skala nyeri sedang 4-5
b. Keluhan nyeri berkurang.
c. Pasien sudah bisa beristirahat dengan
b.
c.
d.
e.
tenang.
19 Juni
2012
3.
a.
Tindakan:
Jelaskan batasan aktifitas pasien
b.
c.
sesuai kondisi.
Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rencanakan waktu istirahat sesuai
d.
jadwal.
Berikan motivasi peningkatan dan
memberi penghargaan pada kemajuan
yang telah dicapai.
Hasil:
a.
b.
eliminasi sendiri.
c. Keluhan nyeri 0.
d. Pasien diizinkan pulang.
E.
EVALUASI
(CATATAN
PENGEMBANGAN)
No.DK
Tgl/Jam
Paraf dan
Nama jelas
17 Juni
2012
b.
c.
d.
e.
18 Juni
2012
b.
c.
d.
e.
19 Juni
2012
b.
c.
d.
TINJAUAN KASUS
1.
Nyeri
trauma
berhubungan
jaringan
ditandai dengan:
(usus
dengan
terjepit)
Memberi
informasi
yang
akurat
16.55
mengukur
mmHg,
Suhu:
TTV,
37C,
TD:
Nadi:
mengkaji
tanda-tanda
nyeri
memotivasi
pasien
untuk
Pukul
06.00
mengukur
TTV,
TD:
Pernafasan:
32x/mnt
dan
Pasien
ada
tampak
meringis
benjolan
pada
kemaluan (+),
S: 37C, N: 72x/mnt RR: 34x/mnt TD:
120/90 mmHg, oedeme (+)
Analisa: Nyeri berhubungan dengan
trauma jaringan (usus terjepit)
Perencanaan:
Nyeri
trauma
berhubungan
jaringan
post-op
dengan
(insisi
Pelaksanaan:
Tanggal 18 Juni 2012
Pukul 14.45 pasien datang dari ruang
operasi; Pukul 14.50 mengukur TTV,
TD: 160/70 mmHg, Suhu: 37C, Nadi:
80x/mnt, Pernafasan 37x/mnt; Pukul
15.00 memberikan terapi Cefotaxime
1gr
melalui
I.V
dan
memberikan
tanda-tanda
membandingkan
nyeri
tingkat
dan
nyeri
memotivasi
istirahat;
Pukul
pasien
17.30
untuk
mengganti
untuk
makan
bertahap;
dan
minum
Pukul
22.00
melakukan
mobilisasi
dini
dan
Cefotaxime
memberikan
1gr
melalui
terapi
I.V
dan
Pasien
mengeluh
nyeri
pasien
tampak
meringis
(-), BAB
Intoleransi
berhubungan
dengan
aktifitas
respon
(+)
BAB
(+)
agak
keras
Kriteria
Hasil:
Memperlihatkan
Rencana Tindakan:
a. Menjelaskan batasan aktifitas pasien
sesuai dengan kondisi.
b.
Meningkatkan
aktifitas
secara
bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai
jadwal.
d.
aktifitas
sesuai
dengan
yang
diinstruksikan
oleh
12.00
memberikan
makanan
visite
dokter
dengan
Meningkatkan
aktifitas
secara
bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai
jadwal.
d.
Memotivasi
memberi
peningkatan
penghargaan
DAFTAR PUSTAKA
dan
pada
Jakarta : EGC
dr. Jan Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
dr. Taufan Nugroho, 2011. Kumpulan Asuhan Keperawatan Maternitas,
Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Jakarta:
Hand out. 2007. hospitalisasi. Prodi keperawatan, Semarang.
http:// nugealjamela.blogspot.com, diakses 12 agustus 2010
Ignatavicius, Donna, et.All. 2000. Medical Surgical Nursing. Philadelphia:
W.B SaundersCompany.
John L. Cameron. 1997. Current Surgical Therapy. Jakarta: Binarupa
Aksara.
LeMone, and Burke, M.K. 2000. Medical Surgical Nursing:Critical Thinking
in ClientCare. Second Edition. New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment
and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment
and Management of Clinical Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Long C, Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: EGC
Definisi Hernia adalah prostusi dari organ melalui lubang defektif yang didapat atau kongenital
pada dinding rongga yang secara normal berisi organ. (Barbara Engram Hernia adalah prostusi
abnormal organ atau jaringan, atau bagian organ yang melalui struktur yang secara abnormal
berisi bagian ini. (Monika Ester) Hernia adalah penonjolan isi perut, dari rongga yang normal
melalui defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut. (Mansjoer,Arif dkk.Kapita
Selekta Kedokteran) Hernia adalah: suatu tonjolan yang abnormal dari organ organ intra
abdominal keluar dari cavum abdomen tapi masih di capai oleh peritonium.(purnawan djumadi
1999) Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari berbagai
organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yang mengelilinginya dan
kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994). Hernia adalah: kelemahan
pada dinding otot abdomen dimana segmen dari isi perut atau struktur abdomen lain yang
menonjol atau turn (Ignatavicius Donna, and Bayne Marilynn, 2002). Medical Surgical Nursing:
Assessment and Management of Clinical Problems, hal 1368) Hernia adalah suatu penonjolan isi
suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu
dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis, Sharon Mantik, 2000, Medical
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth Edition. By Mosby
Inc) Hernia scrotalis adalah merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai skrotum
(Syamsuhidajat, 1997, Buku Ilmu Bedah, hal 717). Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu
organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang
didapat. (Long, 1996 : 246) Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga
melalui lubang (Oswari, 2000 : 216). Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau
struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut
(Nettina, 2001 : 253). Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha
(regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216). 2. Etiologi Penyebab dari timbulnya hernia yaitu dapat
berupa: - Kongenital: kanalis inguinalis belum menutup. - Kelemahan dinding abdomen dan
peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat terjadi karena: - Kehamilan - Obesitas Mengangkat beban berat - Batuk - Konstipasi 3. Klasifikasi a)Berdasarkan proses terjadinya
hernia terbagi atas : - Hernia bawaan (Kongenital) - Hernia dapatan (akuisita) b)Berdasarkan
letak, Hernia terbagi atas : - Hernia diafragma - Hernia inguinalis - Hernia umbilical - Hernia
strotalis - Hernia insisional. 1. Hernia congenital: - Hernia umbilikalis - Hernia diafragnatika Hernia inguinalis lateralis 2. Hernia didapat: - hernia inguinalis medialis - Hernia femoralis 1.
Hernia Inguinalis Indirek Terjadi melalui cincin inguinalis dan melalui korola spermatikus
melalui korola inguinalis.Umumnya terjadi pada pria daripada wanita.Insidennya tinggi pada
bayi dan anak kecil.Hernia ini sangat besar dan sering turun keskrotum. 2. Hernia Inguinalis
Direk Hernia ini melewati dinding abdomen diare kelemahan otot,tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis direk;ini lebih umum pada lansia. 3. Hernia Femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita daripada pria.Ini
mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap
menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam kantung.
4. Hernia Umbilikalis Pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan
tekanan abdominal.Ini biasanya terjadi pada orang yang gemik dan wanita Multipara. 4.
Manifestasi klinis - Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan Misalnya:Rasa sakit yang terus
menerus - Adanya nyeri Misalnya:Pasien gelisah dan muntah - Jari tangan dapat masuk pesibulus
spermatikus sampai keanulus inguinalis interus - Nyeri - Muntah, mual - Nyeri abdomen Distensi abdomen - Kram - Ada penonjolan keluar 5. Patafisiologi Hernia berkembang ketika
intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu
yang berat, pada saat buang air besar atau batukyang kuat atau bersin dan perpindahan bagian
usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja
akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau
tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses
perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi
kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organorgan selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat
parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau
mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan
ganggren. 6. Pathway Mengangkat beban berat,kegemukan,batuk kronis Peningkatan tekanan
intraabdominalis Defek dinding otot abdominal Lubang embrional yang tidak
menutup/melebar/cincin hernia Penonjolan isi perut/usus Usus masuk ke kantung hernia Belum
terjadi Penjepitan +_ Penjepitn usus 6 jam Pejempitan 6 jam. Benjolan bisa Belum ada tanda Ada
tanda ilius obstruktiv kembali. Ilius obsteruktiv. Reponibilis. Nyeri daerah hernia Hernia
Lakukan massage pada daerah sekitar nyeri - Observasi TTV - Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi. 8. J. RENCANA PERAWATAN POST OPERASI NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (TUJUAN, KRITERIA RENCANA TINDAKAN) 1
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada luka bekas operasi, wajah tampak meringis T : Nyeri hilang/berkurang dalam waktu 2
x 24 jam setelah perawatan K : - Nyeri hilang/berkurang - Wajah tampak ceria I : - Observasi
keadaan umum dan tanda-tanda vital - Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya serangan - Anjurkan
teknik relaksasi nafas dalam - Anjurkan klien untuk merubah posisi setiap 2 jam - Kolaborasi
pemberian obat analgetik sesuai indikasi 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri yang
dirasakan pada daerah bekas operasi ditandai dengan perubahan jalan, ADL dilakukan di tempat
tidur, ADL dibantu oleh perawat/keluarga T : Klien dapat melakukan aktivitas sendiri dalam
waktu 2 x 24 jam setelah perawatan K : - Klien mampu melakukan aktivitas sendiri I : - Catat
respon emosi/perilaku mobilitas. Berikan aktivitas yang dapat ditoleransi. - Anjurkan pasien
untuk tetap ikut berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu. - Bantu
pasien dalam melakukan aktivitas 3 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan
pembedahan ditandai dengan DS: - DO: - Hipertermia - Terdapat luka bekas operasi T : Tidak
terjadi infeksi pada area bekas operasi dalam waktu 3 x 24 jam setelah perawatan K : - Luka
operasi kering - Tidak ada tanda-tanda infeksi I : - Awasi tanda-tanda infeksi - Ganti alat tenun
dan pakaian setiap hari - Jaga kebersihan diri dan lingkungan - Ganti balutan setelah 2 hari post
operasi dan selanjutnya rutin setiap hari dengan teknik septik/aseptik. - Kolaborasi untuk
pemberian obat antibiotik Pre operasi. DX I. - Puasakan klien 12 jam sebelum pembiusan. R/
Pengosongan lambung memerlukan waktu sebelum di lakukan anestesi. - Persiapan mental klen.
R/ Peningkatan pegetahuan klien akan kooperatif dalam tindakan yang akan di lakukan. Bersikan kulit daerah operasi . R/ Mencegah infeksi selama operasi. DX II. - Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tetang tindakan operasi. - Kreteria : . Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi. - Pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan.
Intervensi : - Berikan informasi tentang pemeriksaan diagnostik. R/ Informasi akan mendorong
partisipasi klien dalam pengambilan keputusa dan kemandirian maximum. 2. Post operasi. DX I.
- Berikan HE Tentang tehnik relaksasidan distraksi. R/ Mengurangi rasa nyeri yang ada dengan
pengalihan perhatian. - Perawatan luka pada daerah operasi. R/ Mencegah terjadinya infeksi. Observasi TTV. R/ Mengetahui perkembangan dan tanda tanda penurunan /peningkatan
kesehatan klien. DX II. - Memberikan HE pada keluarga tentang perawatan klien. R/
Memberikan rasa nyaman pada klien. - Observasi TTV. R/ Mengetahui kegawatan / penurunan
kesehatan klien. DX III. - Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan / luka. R/ Deteksi tanda
mulanya peradangan. - Memberikan perawatan pasien sesuai protap. R/ Nenberikan perawatan
yang profesional dan mencegah terjadinya mal praktek. 10. Penutupan A. kesimpulan B. saran
11. Daftar pustaka Doengoes ME (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC , Jakarta.
-Purnawan Djunaidi dkk (1999) , Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Media Ausculapius FKUI ,
jakarta. -Barbara Engran (1999) , Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah Volum 1 , EGC,
Jakarta. Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta, 1998.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta. Griffith H. Winter, Buku Pintar Kesehatan, EGC,
Jakarta, 1994. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan, EGC, Jakarta, 1995. Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :
EGC. Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI. W.A. Dorland Newman,
Kamus Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta, 2002.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
2.1
Studi
Kasus
Hillers
Maumere
pada
tanggal
09
Agustus
2010,
jam
09.00
2.1.1
wita.
Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data yang sistemik berhubungan dengan klien dan
masalahnya
(Doenges,
1999).
Pengkajian
meliputi
pengumpulan
penganalisaan
data
dan
data.
a.
Pengumpulan
data
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 09 Agustus 2010 jam 09.00 klien
berinisial Tn. D.T.K umur 54 tahun, jenis kelamin lakilaki, agama Khatolik, alamat
Misir, pendidikan SMP, pekerjaan wiraswasta, masuk rumah sakit tanggal 05
Agustus 2010, sumber informasi yang diperoleh dari klien sendiri, keluarga dan
catatan
medik,
penanggung
jawab
klien
sendiri.
Riwayat kesehatan, keluhan utama klien mengatakan sakit di daerah operasi pada
perut kanan bawah, keluhan lain yang menyertai klien merasa badannya panas dan
sudah 4 hari belum mandi, menyikat gigi, dan mencuci rambut tapi hanya dilap
saja.
Riwayat penyakit sekarang klien mengatakan pada hari Kamis, tanggal 05 Agustus
2010 jam 13.00 saat kilen mengangkat dos berat berisi kertas, tiba tiba terasa
sakit yang hebat pada perut kanan bawah (sela paha), kemudian klien jatuh
pingsan, selanjutnya klien langsung diantar ke RSUD dr. T.C Hillers Maumere, klien
dioperasi
pada
tanggal
Agustus
2010,
menggunakan
anastesi
umum.
Pada saat pengkajian klien mengatakan sakit di daerah operasi (perut kanan
bawah), wajah klien nampak meringis kesakitan, selalu memegang perut dan
nampak berhati hati saat bergerak. Klien mengatakan badannya terasa panas,
klien nampak bertanya tentang keadaannya. Klien mengatakan sudah 4 hari belum
mandi,
menggosok
gigi
dan
mencuci
rambut.
Riwayat kesehatan masa lalu, klien mengatakan 3 tahun yang lalu klien pernah
dioperasi di Malaysia karena penyakit yang sama. Klien tidak ada alergi obat
apapun. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada
yang
mengalami
penyakit
seperti
ini
tetapi
hanya
batuk
pilek
biasa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan klien nampak lemah dan berbaring
diatas tempat tidur, kesadaran klien komposmetis, yang ditunjuk dengan hasil
pengukuran GCS diperoleh nilai total 15, dimana respon membuka mata 4, respon
berbicara 5, dan respon motorik 6. Tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 37,80c, nadi
80 x/menit, kuat dan teratur, pernapasan 22x / menit, konjungtiva merah mudah,
sklera putih, bibir nampak kering, klien nampak kotor, gigi dan lidah nampak kotor,
rambut kusam, ada luka operasi pada perut kanan bawah, panjang luka 10 cm dan
jumlah
jahitan
x.
Wajah meringis kesakitan kalau saat bergerak, skala nyeri sedang 46, klien selalu
memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat bergerak, ditemukan
nyeri
tekan
pada
perut
kanan
bawah,
bising
usus
18
x/
menit.
strangulate.
Therapi yang diperoleh saat pengkajian cefadroxsil 2 x 1 tablet perhari, ibu profen 2
x
b.
200
mg,
dan
paracetamol
Analisa
tablet,
diberikan
kalau
panas.
data
klien selalu memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat
bergerak. Pemeriksaan tanda tanda vital tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi : 78
x / menit, suhu: 37,8 0 c, pernapasan: 22x/menit. Masalah keperawatan adalah
gangguan
rasa
nyaman
nyeri.
Data subyektif klien mengatakan badannya panas, data obyektif pada pemeriksaan
suhu: 37,8 0 c dan pada pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Agustus hasil
laboratorium leukosit: 12.400/L. Masalah keperawatan adalah terjadinya infeksi
akibat
luka
pembedahan.
Data subyektif klien mengatakn pernah menjalani operasi pada 3 tahun yang lalu
karena penyakit yang sama. Data obyektif klien nampak bertanya tentang
keadaanya.
Masalah
keperawatan
kurang
pengetahuan.
Data subyektif klien mengatakan sudah 4 hari dia belum mandi tapi hanya dilap
saja. Dari hasil pengamatan menunjukan klien nampak kotor, kuku panjang dan
kotor, rambut kusam, lidah dan gigi nampak kotor. Masalah keperawatan adalah
kurangnya
perawatan
2.1.2
Berdasarkan
Diagnosa
analisa
data
tersebut
diri.
keperawatan
maka
dirumuskan
beberapa
diagnosa
37,80c,
pernapasan:
22x/menit.
leukosit:12.400/L.
perawat
tentang
keadaannya.
dengan data subyektif: klien mengatakan sudah 4 hari belum mandi, menggosok
gigi dan mencuci rambut, data obyektif klien nampak kotor, kuku panjang dan kotor,
lidah
dan
gigi
kotor,
2.1.3
rambut
nampak
kusam.
Perencanan
a.
Prioritas
keperawatan
diagnosa
keperawatan
Pada tahap awal untuk menentukan prioritas masalah ada tiga hal penting yang
harus
diperhatikan
mengancam
yaitu
kesehatan
masalah
dan
yang
masalah
mengancam
yang
jiwa,
mengancam
masalah
tumbuh
yang
kembang.
I:
sebagai
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
berikut:
berhubungan
dengan
tindakan
pembedahan yang ditandai dengan data subyektif: klien mengatakan sakit didaerah
operasi pada perut kanan bawah, klien mengatakan sakit saat ditekan. Data
obyektif: klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri sedang (4), klien selalu
memegang perut saat bergerak, klien selalu berhati hati saat bergerak.
Pemeriksan tanda tanda vital tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 78 x / menit,
suhu:
37,80c,
pernapasan:
22x/menit.
hasil
laboratorium
leukosit:
12.400
/L.
bertanya
pada
perawat
tentang
keadaanya.
kotor,
rambut
Goal
nampak
dan
kusam.
obyektif
memegang
perut
saat
bergerak.
Diagnosa II goal: klien akan menunjukan bebas dari tanda tanda infeksi. Obyektif:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak ada
tandatanda
infeksi.
penyakit,
pengobatan,
pembedahan
dan
perawatan.
Diagnosa IV: goal klien akan menunjukan perawatan diri maksimal. Obyektif setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien akan nampak bersih,
dapat
melakukan
c.
perawatan
diri
Intervensi
secara
dan
mandiri.
Rasional
Tn.D.T.K.
Diagnosa I: bina hubungan saling percaya antara klien dan perawat, rasionalnya
hubungan saling percaya yang baik akan membantu dalam kemudahan dalam
memberikan asuhan keperawatan, kaji lokasi nyeri, catat karakteristik nyeri, skala
nyeri. Rasional: berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan
penyembuhan.
Anjurkan
klien
untuk
menarik
napas
dalam,
rasionalnya
rasional
mengurangi
nyeri.
Diagnosa II: kaji area luka, keadaan, luas luka serta kaji tanda tanda infeksi.
Rasional mengidentitikasi masalah dan pedoman dalam pemberian intervensi
selanjutnya. Observasi tanda tanda vital, rasional peningkatan suhu menunjukan
adanya infeksi. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri khususnya daerah
sekitar luka, rasionalnya, menghindari kontaminasi infeksi pada daerah luka akibat
kontaminasi dengan daerah sekitar luka. Ganti verban sesuai aturan dengan
menggunakan teknik aseptic, rasional: Verban yang lembab merupakan media
kultur untuk pertumbuhan bakteri dan dengan mengikuti tekhnik aseptic akan
mengurangi resiko kontaminasi bakteri. Ganti stik laken, atau sprei secara teratur
setiap kali kotor, rasionalnya mencegah kontaminasi silang, Cuci tangan yang benar
sebelum dan setelah merawat pasien, menggunakan sarung tangan steril (hand
Scond) bila menyetuh darah atau cairan tubuh ketika merawat klien. Rasional:
tindakan perlindungan khusus membantu mengurangi resiko infeksi nosokomial,
tindakan pencegahan tersebut melindungi klien dan perawat. Kolaborasi berikan
antipiretik yang ditentukan jika terdapat demam. Rasional: Antipiretik memperbaiki
mekanisme termostatik dalam otak untuk mengatasi demam. Kolaborasi: berikan
antibiotik, rasional menurunkan mikoorganisme dan menurunkan penyebaran serta
pertumbuhan
kuman.
Diagnosa diagnosa III kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang penyebab hernia
dan prosedur pengobatan dan pembedahan, rasionalnya sebagai data dasar untuk
pemberian intervensi selanjutnya, jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat
dari setiap tindakan yang dilakukan kepada klien, rasionalnya meningkatkan
pengetahuan untuk mencegah dan penanggulangan, jelaskan pentingnya nutrisi
dan cairan dalam tubuh, rasional dengan asupan nutrisi yang baik mempercepat
proses penyembuhan luka. Anjurkan untuk mempertahankan area insisi dengan
personal hygiene rasionalnya mencegah infeksi, berikan penyuluhan dengan
bahasa yang mudah dimengerti, rasional meningkatkan pengetahuan klien.
Diagnosa IV: Diskusikan dengan klien kebutuhan aktifitas perawatan diri yang
diperlukan serta aktifitas yang menimbulkan nyeri, rasionalnya pendidikan dapat
memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas klien dalam perawatan diri,
dorong perawatan diri dan sediakan waktu yang adekuat bagi pasien, rasional
meningkatkan perasaan harga diri dari keputusan berikan tindakan perawatan diri,
rasional
2.1.3
memberikan
rasa
nyaman
kepada
klien.
Implementasi
dan bersedia melakukannya. Jam 09.30 menganjurkan klien tidur setengah duduk.
Hasil klien tidur dalam posisi semi fowler. Jam 12.00 melayani klien minum obat ibu
profen 1 tablet. Pada hari selasa 10 Agustus membantu klien bangun dan
menganjurkan
teknik
relaksasi
saat
nyeri,
hasil:
klien
nampak
rileks
dan
mengatakan sakit semakin berkurang jam 06.30 melayani klien minum obat ibu
profen
tablet.
Hasil
klien
mengatakan
mau
minum
obat.
Diagnosa II: Senin, tanggal 9 Agustus 2010, jam 09.00 mengkaji adanya tanda
tanda infeksi pada luka opersai. Hasil luka tertutup kasa, tidak ada tanda
kemerahan dan bengkak pada luka. Jam 09.00 mengobservasi suhu, hasil suhu: 37,
8 0 c. Jam 09.15 melayani klien minum obat paracetamol 1 tablet, hasil klien mau
minum. Jam 09.25 mengkaji daerah luka, hasil panjang luka kurang lebih 7 cm,
jumlah jahitan 6 kali. Jam 10.00 merawat luka dengan teknik septic menggunakan
alat alat steril. Hasil: luka dirawat, nampak bersih, kering dan ditutup kasa. Jam
12.00 melayani klien minum obat cefadroksil I tablet, hasil klien mau minum obat.
Hari Selasa, 10 Agustus 2010, Jam 07.00 mengobservasi TTV, hasilnya TD:
110/70mmHg, nadi: 80 X/menit, Suhu: 36,80c, pernapasan: 22x/menit. Jam 07.30
melayani
klien
minum
obat
cefradoxil
hasil
klien
mau
minum
obat.
Diagnosa III: jam 07.00 mengkaji pengetahuan klien terhadap penyakit, pengobatan
dan perawatan, hasil klien mengatakan ia tahu penyakitnya karena pernah
dioperasi, tapi klien tidak mengikuti anjuran yang diberikan oleh perawat, klien
selalu melakukan pekerjaan berat. Jam 11.00 memberikan penuyuluhan tentang
hernia. Hasil: klien dan keluarga mengerti apa yang dijelaskan. Jam 11.45
mengajurkan pada klien untuk selalu makan makanan yang bergizi dan istirahat
yang cukup dan tidak boleh melakukan pekerjaan berat walau sudah sembuh,
karena
ini
operasi
yang
kedua
kalinya.
Diagnosa IV: jam 09.00 menanyakan pada klien tentang aktivitas, hasil: klien
mengatakan semua aktivitas belum bisa dilaksanakan dengan baik karena masih
rasa sakit pada daerah operasi. Jam 09.30 menjelaskan pada klien bahwa
pentingnya perawatan diri, hasil: klien nampak mengerti dan mau mengikuti
anjuran
perawat
Jam 10.00 merapikan tempat tidur pasien, hasil tempat tidur tampak rapi dan klien
nampak
tidur
nyaman.
Hari Selasa, tanggal 10 Agustus 2010, jam 06.00, memandikan pasien, membantu
menggosok gigi, dan menyisir rambut klien, hasil: klien nampak bersih dan rapih.
Jam 06.30 menggantikan sprei yang sudah kotor, hasil: tempat tidur nampak bersih
dan
rapih
klien
nampak
tidur
2.1.4
nyaman.
Evaluasi
dihentikan,
pasien
pulang.
Diagnosa II, pada hari selasa jam 12.00, diperoleh data sebagai berikut S: klien
mengatakan tidak panas lagi, O: luka nampak tertutup dan nampak bersih dan
sudah kering, tidak ada tanda tanda infeksi, observasi suhu: 36, 8 0 c, A: masalah
sebagian teratasi, untuk selanjunya klien control di poliklinik untuk aff benang. P:
intervensi
dihentikan
klien
pulang.
Diagnosa III dilakukan pada hari selasa tanggal 10 Agustus 2010 jam 12.00 S: klien
mengatakan ia nampak mengerti dengan penjelasan, klien mengatakan mengikuti
semua anjuran, O: klien nampak paham A: masalah teratasi, P: intervensi
dihentikan
dan
klien
pulang.
Diagnosa IV, dilakukan pada pada hari selasa tanggal 10 Agustus 2010 jam 12.00
diperoleh data sebagai berikut S: Klien mengatakan dia sudah bisa bangun sendiri
dan melakukan aktivitas ringan, O: klien nampak bersih dan rapi, rambut nampak
rapi, A: masalah teratasi, P: intervensi dihentikan, klien pulang klien pulang.
2.2
Pembahasan
Pembahasan adalah unsur yang paling penting dalam penyusunan laporan, dimana
penulis akan menguraikan kesenjangan antara konsep teori dengan kasus nyata.
Pendekatan yang dilakukan adalah sesuai dengan pendekatan proses keperawatan
yaitu dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa, menyusun rencana tindakan,
melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi. Berdasarkan pelaksanaan
kegiatan diatas, maka penulis akan menguraikan temuan yang dihadapi selama
menjalani asuhan keperawatan pada pasien post herniatomi, Tn. D.T.K yang dirawat
di
Ruang
Bedah,
kelas
II
RSUD
dr.T.C
2.2.1.
Hillers
Maumere.
Pengkajian
Pada pengkajian menurut Doenges ( 1999) dan Arief Mansjoer pada pasien post
herniatomi ditemukan tanda dan gejala, perubahan volume cairan, nyeri, infeksi
akibat luka pembedahan,kerusakan integritas kulit, kurangnya pengetahuan. Pada
pasien Tn.D.T.K hanya ditemukan gejala nyeri, adanya infeksi, kurang pengetahuan
dan kurang perawatan diri. Hal ini menunjukan adanya kesenjangan antara teori
dan
2.2.2.
kasus
nyata.
Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus ini tidak semuanya pada teori
Doenges. Menurut Doengoes (1999) masalah keperawatan yang muncul pada
pasien post herniatomi adalah infeksi, kurang volume cairan, nyeri, kurang
pengetahuan dan gangguan integritas kulit. Pada kasus nyata Tn. D.T.K adalah,
diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri, resiko
tinggi infeksi, kurangnya pengetahuan dan kurangnya perawatan diri. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara teori dan kasus nyata.
Masalah keperawatan yang tidak ditemukan dalam kasus nyata seperti resiko tinggi
defisit volume cairan , gangguan integritas kulit, karena pada saat dikaji klien sudah
mendapat pengobatan 4 hari. Dan adapun masalah yang tidak ditemukan dalam
teori
doenges
yaitu
masalah
kurang
perawatan
diri.
Dalam penentuan diagnosa yang dijadikan prioritas masalah adalah masalah yang
mengancam nyawa, mengancam kesehatan dan mengancam tumbuh kembang.
Pada kasus Tn. D.T.K proritas masalah yang diangkat adalah gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan karena nyeri selalu dikeluhkan
pasien,
dan
mempengaruhi
2.2.3
aktivitas
dalam
Perencanaan
perawatan
diri.
Keperawatan
Perencanaan, tujuan dan kriteria, evaluasi pada dasarnya tidak ditemukan adanya
kesenjangan karena pada umumnya pada kasus nyata selalu dirujuk kembali ke
dalam
2.2.4
tinjauan
teoritis
yang
disesuaikan
Implementasi
dengan
keadaan
klien.
keperawatan
Pada tahap implementasi sesuai rencana yang dibuat sesuai teori. Pada diagnosa
keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri, resiko tinggi infeksi, kurangnya
pengetahuan dan kurangnya perawatan diri. Semua intervensi diimplementasikan
karena dengan tindakan keperawatan dapat mengatasi gangguan rasa nyaman
nyeri, resiko tinggi infeksi, kurangnya pengetahuan dan kurangnya perawatan diri.
2.2.5
Evaluasi
Pada kasus nyata Tn. D.T.K tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata
pada diagnosa yang diangkat. Setelah dilakukan tahap implementasi maka tahap
akhir dalam proses keperawatan adalah melakukan evaluasi untuk menilai
keberhasilan
tindakan
keperawatan.
Menurut
Doenges
(1999),
diagnosa
nyata
diagnosa
keperawatan
ini
masalahnya
teratasi
karena
klien
menunjukan nyeri berkurang, skala nyeri 2. Jadi pada diagnosa ini tidak ditemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata dalam mengatasi masalah klien.
Pada
diagnosa
actual
terjadinya
infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
pembedahan. Pada diagnosa ini kriteria yang diharapkan adalah tidak terjadi
infeksi. Dengan tidak meningkatnya suhu tubuh, tidak ada bengkak dan kemerahan
pada darah luka operasi dan tidak meningkatnya sel darah putih. Pada kasus nyata
diagnosa keperawatan ini masalahnya teratasi karena luka nampak kering tertutup,
tidak
merah
dan
bengkak,
dan
tidak
terjadi
peningkatan
suhu
tubuh.
pada
kasus
nyata
diagnosa
ini
masalahnya
teratasi.
ringan
dalam
perawatan
diri
secara
mandiri.
Tonsilitis atau kalangan masyarakat awam menyebut dengan istilah penyakit Amandel. Tonsillitis
adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme
(bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun. Tonsillitis, berdasarkan waktu
berlangsungnya (lamanya) penyakit, terbagi menjadi 2, yakni Tonsilitis akut dan Tonsilitis
kronis.
Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu.
Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama
2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun. Adakalanya terdapat
perbedaan penggolongan kategori Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel. Operasi ini
merupakan operasi THT-KL yang paling sering dilakukan pada anak-anak. Para ahli belum
sepenuhnya sependapat tentang indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi
alasan (indikasi) tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi relatif.
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa dilakukan di bagian
THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok), oleh karena itu sering dianggap sebagai pembedahan
kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan
tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan.
Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektif
pada pasien berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
ETIOLOGI
Menurut Adams George (1999), tonsilitis akut paling sering disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus grup A.
1.
Pneumococcus
2.
Staphilococcus
3.
Haemalphilus influenza
4.
Menurut Iskandar N (1993 Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus tonsillitis bakteri yang
paling sering adalah:
1.
2.
Streptococcus viridens
3.
Streptococcus pyogenes
4.
Staphilococcus
5.
Pneumococcus
Sedangkan Virus yang berperan menyebabkan penyakit ini adalah Golongan Para influenza
Virus, Adenovirus dan Herpes simplex.
Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi
malas makan.
Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut,
pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.
Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai
pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara
tenggorokan dan rongga hidung).
Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu orang penderita. Hal ini karena
keluhan bersifat individual dan kebanyakan para orang tua atau penderita akan ke dokter ketika
mengalami keluhan demam dan nyeri telan.
PENCEGAHAN
Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara umum disebutkan
bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan
yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan
adalah:
Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat
menimbulkan tonsilitis.
Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah
penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapatkan antibiotika.
PENATALAKSANAAN
Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya.
Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga
jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan
penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan
operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari perluasan infeksi,
sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.
Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan karena resiko
komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah kepala dipalingkan
kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan
nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih.
Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah
terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien
gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk
memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung
dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang operasi,
dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan
berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara
dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak.
Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat
sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada. Diet cairan atau semi cair
diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan.
Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk lunak (es
krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus yang
terbentuk.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan hasil kajian HTA Indonesia 2003 tentang persiapan rutin prabedah elektif, maka
pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk tonsilektomi adalah sebagai berikut:
1)Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit
2)Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT
JENIS TEKNIK OPERASI
1). Cara Guillotine
Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara
yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju
cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anakanak dalam anestesi umum. Tehniknya adalah sbb :
Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan
pasien.
Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut.
Lidah ditekan dengan spatula.
Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.
Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil
dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior
ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.
Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan
bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan
dirawat.
2) Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada
pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Tehniknya adalah
sbb :
Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit
ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
3) Cryogenic tonsilectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses
pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah
freon dan cairan nitrogen.
alat
ini
dalam
membersihkan
jaringan
tonsil
tanpa
melukai
kapsulnya.
9) Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat)
untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan
menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah
baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal,
ukur nadi dan tekanan darah secara teratur,
awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring
dan
napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila diduga ada
perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat
menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum
berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000.
Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil
dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil
dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat
operasi.Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai
kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih
sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi
segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan
darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.
KOMPLIKASI
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun
umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah
dan anestesi.
Komplikasi anestesi
Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang
dapat ditemukan berupa :
Laringosspasme
Gelisah pasca operasi
Mual muntah
Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi
Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung
Hipersensitif terhadap obat anestesi.
Komplikasi Bedah
Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama
operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000
pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama
membutuhkan transfusi darah.
Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau
vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut
sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi
Komplikasi pasca bedah
Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (intermediate complication) dapat
berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia.
Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya
terjadi pada hari ke 5 10. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma
akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang
menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di
bawah-nya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya
berasal dari pembuluh darah permukaan.
Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada pengamatan pasca
tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan
biladijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah yang mendarahi uvula.
Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain
seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis.
Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang-kadang
merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses
parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik fosa tonsil berhubungan
dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi dan
ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.
Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum mole. Bila
berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan ri nolalia. Komplikasi lain adalah adanya sisa
jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapat
mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.
Komplikasi lain
Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi,
otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah,
gigi dan pneumonia.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a). Aktivitas / istirahat
Gejala : - kelemahan
- kelelahan (fatigue)
b). Sirkulasi
Tanda : - Takikardia
- Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
c). Integritas Ego
Gejala : - Stress
- Perasaan tidak berdaya
Tanda : - Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
d).Eliminasi
Gejal: Perubahan pola
berkemih
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan; insisi bedah
b.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dengan anoreksia ;
kesulitan menelan.
Resiko kekurangan vol. cairan berhubungan dengan resiko perdarahan akibat tindakan
operatif tonsilektomi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx :Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan; insisi bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan nyeri pasien berkurang dan pembengkakan hilang.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Mandiri
Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati bila
tidak mampu menelan.
R/ Menelan menyebabkan aktifitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena adanya
edema/regangan jahitan.
Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri,evaluasi efek analgesik .
Kolaborasi
Berikan irigasi oral, anestesi sprei dan kumur-kumur. Anjurkan pasien melakukan irigasi sendiri.
R/ Memperbaiki kenyamanan, meningkatkan penyembuhan dan menurunkan bau mulut. Bahan
pencuci mulut berisi alcohol / fenol harus dihindari karena mempunyai efek mengeringkan
Mandiri
Kolaborasi
Mandiri
Mandiri
Kolaborasi
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1759630-operasi-amandel-yang-berujung kematian/
http://klikharry.wordpress.com/2007/09/05/tonsilektomi-tonsillectomy/
http://www.merck.com/mmpe/sec08/ch089b.html
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC
Drake A. Tonsillectomy. avaible from: http://www. emedicine. com/ent/topic315. htm/emed
tonsilektomi
Kornblut A,Kornblut AD. Tonsillectomy and adenoidectomy. In: Paparella,Gluckman
S,Mayerhoff, eds. Otolaryngology head and neck surgery. Philadelphia, WB Saunders 3rd
edition,1991:2149-56
Tukel DE,Little JP. Pediatric head and neck emergency. In : Eiscle DW and McQuone SJ.
Emergency of the head and neck. Mosby. USA. 2000:324-326
. DEFINISI
Tonsilitis adalah suatu peradangan akut pada tonsil dan kriptonya.
B. ETIOLOGI
Streptococcus beta, haemoliticus group A, virus (Adeno virus, Virus echo, virus
influenza), streptococcus viridans, streptococcus pyagenes adalah penyebab terbanyak.
C. MANIFESTASI KLINIK.
1. Nyeri menelan (dispagia).
2. Nyeri tenggorokan, pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan dan terasa kering.
3. Demam (menggigil).
4. Malaise atau klien merasa lemah.
5. Tonsil nampak membesar, kemerahan, permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi
detritus.
6. Nafsu makan kurang.
7. Banyak keluar keringat.
8. Pernafasan berbau.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi secara perkontinatum ke daerah sekitar berupa rinitis kronik, sinusitis, dan
otitis media. Komplikasi secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dan tonsil seperti
endokarditis, artritis, miokarditis, nefritis, dermatitis, pruritis, urikaria dan furunkulosis.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kultur dan uji resistensi kuman dan sediaan apusan tonsil.
F. PENATALAKSANAAN
1. Tonsilitis Akut
Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari, antipiretik, dan obat kumur
atau obat isap dengan disinfektan. Bila alergi pada penisillin dapat diberikan eritromisin atau
klindamisin.
2. Tonsilitis Kronik
a.
Terapi lokal untuk higiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.
b.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak
berhasil.
DATA
1 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan.
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
DO:
- Tonsil klien nampak
membesar dan kemerahan.
2 DS:
- Klien mengeluh badan
terasa panas
DO:
- Suhu 38 C
- Banyak keluar keringat.
- Tonsil nampak kemerahan.
- Badan klien teraba panas
3 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
- Klien mengatakan nafsu
makan menurun
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan
- Klien tampak kesakitan
saat menelan
4 DS:
- Klien mengatakan merasa
cemas dengan keadaan
penyakitnya.
PENYEBAB
MASALA
H
KEPERAW
ATAN
Nyeri
Rangsangan dihantarkan ke
thalamus, cortex cerebri
Nyeri dipersepsikan
Merangsang terjadinya proses
Hipertermi
endogen atau pirogen
Dihantarkan ke hipotalamus
bagian termoregulator
Hipertermi
Terjadinya peradangan pada
tonsil
Nutrisi
kurang dan
kebutuhan
Ansietas
DO:
- Klien nampak gelisah
- Klien nampak cemas
H. ANALISA DATA POST OPERASI
NO
DATA
1 DS:
- Klien mengeluh
nyeri pada saat
menelan.
- Klien mengeluh
nyeri pada
tenggorokannya.
DO:
- Tampak luka insisi
pada tonsil klien.
- Klien nampak
meringis
2 DS:
- Klien mengeluh
nyeri pada saat
menelan
- Klien mengatakan
malas makan karena
nyeri bila menelan
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan.
- Klien tampak
kesakitan saat
menelan
3 DO:
- Nampak adanya luka
insisi.
I.
PENYEBAB
Invasi kuman/bakteri/virus pada
tonsil
Tindakan pembedahan
(tonsilektomi)
Luka insisi
Rangsangan dihantarkan ke
thalamus
Nyeri dipersepsikan
Merangsang saraf-saraf tepi sekitar
yang menimbulkan nyeri menelan
dan tenggorokan
Luka insisi
MASALAH
KEPERAWATAN
Nyeri
: - Nyeri hilang
NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN
dengan:
DS:
- Klien mengeluh nyeri bila menelan.
- Klien mengatakan tenggorokan
klien terasa nyeri
DO:
kemerahan
dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
: Hipertermi teratasi dalam waktu 2 x 24
jam
DS:
37 C.
DO:
- Tonsil nampak kemerahan
- Suhu 38 C
berhubungan dengan:
DS:
menelan
terasa nyeri
- Klien mengatakan nafsu makan
menurun.
dihabiskan
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan.
DO:
dihabiskan.
- Klien tampak kesakitan saat
menelan.
pemberian multivitamin
: Ansietas dapat teratasi dalam waktu
2x24 jam
dengan:
DS:
penyakitnya.
yang dideritanya
keadaan penyakitnya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
: - Nyeri hilang
DS:
- Klien mengeluh nyeri pada saat
menelan
- Klien mengatakan tenggorokan
terasa nyeri
DO:
dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
Nutrisi kurang dan kebutuhan nutrisi : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan:
DS:
menelan
dihabiskan.
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan
: - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh atau kesembuhan penyakitnya
- Sajikan makanan cair dalam keadaan
hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian multivitamin
: Infeksi tidak terjadi
ditandai dengan:
DO:
B.
Nama
: An. R
Jenis Kelamin
: Perempuan
Golongan Darah
:-
: 16 maret 2009
Usia
: 6 Tahun
Pendidikan Terakhir
: Paud
Agama
: Islam
TB/BB
Alamat
: villa Balaraja
Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini
: Tidak ada
: Permanen
jenis Lantai
: Keramik
Kondisi lantai
: Kering
Tangga Rumah
: Tidak ada
Penerangan
: Cukup terang
isukai
Tempat Tidur
Toilet
Kebersihan lingkungan
Derajat Privasi
: Baik
D. Diskripsi Kekhususan
: An. Suka belajar sholat dan mengaji
Yang lainnya
E.
: Tidak ada
Riwayat Kesehatan
Keluhan yang dirasakan saat ini
Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama
Merasakan nyeri pada bagian tenggorokan dan sulit untuk menelan makanan disertai demam
b. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
P: Merasakan nyeri saat menelan
Q: Sakitnya seperti tersayat sayar
R: Sakitnya di bagian tenggorokan
S: Skala Sakitnya (5 dari 1-10)
T: Pada saat menelan makanan
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami sakit di bagian tenggorokan sejak 2 tahun yang lalu
d. Riwayat kesehatankeluarga
Tidak ada anggota yang mengalami penyakit yang sama
F.
a.
1.
Selama sakit
: Klien makan 3x sehari, porsi makan klien tidak habis (6-7 sendok makan orang )
b. Apakah pasien merasakan mual/muntah : klien merasakan adanya mual
--------------------------------------------------pada saat makan
: Nafsu makan kurang baik karena klien ada kesulitan dalam menelan makanan
d. Ada gangguan menelan
: Ada
e. Ada gangguan mengunyah
: Tidak ada
f. Diet yang diberikan
: Tidak ada
g. Frekuensi minum
: 1.500 cc/ hari
2.
a.
b.
c.
d.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Buang air besar
Frekuensi
Waktu
Warna
Konsistensi
: 1x sehari
: Pagi hari sebelum mandi
: Kuning
: keras
a.
b.
c.
Selama sakit
Buang air besar
: 1x sehari
b. Waktu
c. Warna
d. Konsistensi
e. Pendarahan
a.
b.
c.
3.
a.
b.
c.
d.
ap penyakit
a.
b.
e.
f.
Selama Sakit
Saat tidur
Lama tidur
Kesulitan tidur
Penggunaan obat tidur
: Tidak ada
erawatan
: Klien bisa sembuh dan bisa beraktivitas tanpa bantuan orang lain
etelah sakit
cayaan
: Penting baginya, karena klien suka di ajari solat dan mengaji oleh ibunya
ayaan
: Belajar sholat dan mengaji
d. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1. Kesadaran
2. Tanda-Tanda Vital:
R
: 21x/menit
N
: 115x/menit
S
: 38,6 oC
TD : 100/70
: Composmentis
an
orokan
paru
: lembab
: Gigi tidak lengkap dan karies
: kurang bersih
: iya
: Tidak ada
: Simetris (sama sebangun)
: Telingan terawat (bersih)
: Ketika berbicara harus kencang
: Tidak ada
: adanya pembesaran kelenjar limfe servical dan kekakuan leher,tampak merah di bagian rahang
bawah
: Tidak ada benjolan
: Simetris
njar ketiak
f.
g.
h.
i.
N a m a : An. R
Umur
: 6 TH
Tanggal : 27 Januari 2015
Pemeriksaan lab
Jenis pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Catat
an
Hemoglobin
11,4
g/dl
10,8-15,6
Jumlah lekosit
31.300
Hematorkit
34
Jumlah Trombosit
462.000
150.000-450.00
Eritrosit
4,5
3,8-5,8
ribu/l
5000-10,000
31-45
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
ANALISA DATA
NO. HARI/TANGGAL
1.
Selasa 27-01-15
DATA
DS :
Keluarga klien
mengatakan badannya
ETIOLOGI
Invasi kuman
pathogen
(bakteri/virus)
MASALAH
KEPERAWATAN
Hipertermi
berhubungan
dengan proses
panas
DO :
Suhu badan 38,6o c
Terlihat
pembengkakakan dan
kemerahan pada tonsil
klien
Teraba panas di bagian
leher klien
Leukosit 31300 ribu/Ul
penyakit( infeksi)
Penyebaran
limfogen
Proses
inflasmasi tonsil
Tonsillitis
Hipertermi
2.
Selasa 27-01-15
DS :
Keluarga klien
mengatakan klien
mengeluh saat menelan
Klien mengeluh nyeri
tenggorokan
Skala nyeri 5 (nyeri
sedang) dari 1-10
DO :
Klien tampak meringis
menahan sakit
Nyeri bertambah jika
klien menelan makanan
Tonsil tampak merah
dan membengkak
Invasi kuman
pathogen
(bakteri/virus)
Penyebaran
limfogen
Proses inflamasi
tonsil
Tonsillitis
Nyeri akut
berhubungan
dengan
pembengkakan
jaringan tonsil
Edema tonsil
3.
Selasa 27-01-15
DS :
Keluarga klien
mengatakan nafsu makan
berkurang
Klien mengatakan sakit
pada saat menelan
makanan
DO :
Porsi makan klien tidak
di habiskan (6-7 sendok
makan orang dewasa)
Klien tampak menolak
pada saat di beri makan
Nyeri telan
Invasi kuman
pathogen
(bakteri/virus)
Penyebaran
limfogen
Proses inflamasi
tonsil
Tonsillitis
Hipertermi
Edema tonsil
Nyeri telan
Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
B.
1.
2.
3.
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
ASUHAN KEPERAWATAN
NO
Dx.
TUJUAN
.
KEPERAWATAN
1.
Dx 1.
Setelah di lakukan
Hipertermi
perawatan selama 3x 24
berhubungan
jam tidak ada masalah
dengan proses
dalam suhu tubuh
penyakit
sehingga suhu tubuh
kembali normal atau turun
INTERVENSI
2.
Dx 2.
Nyeri akut
berhubungan
Setelah dilakukan
Minta pasien untuk menilai
tindakan keperawatan
nyeri atau ketidaknyamanan
manajemen nyeri selama
pada skala 0-10
dengan
pembengkakan
jaringan tonsil
1x 24 jam diharapkan
tidak ada masalah nyeri
dengan skala 5 sehingga
nyeri dapat hilang atau
berkurang.
3.
Dx.3
Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Kriteria hasil :
klien mengatakan tidak
sakit saat menelan
makanan
Klien tidak nyeri
tenggorokan
Nyeri berkurang atau
hilang
Tonsil sudah tidak
bengkak
DATA
1 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan.
PENYEBAB
Invasi kuman/bakteri/virus pada
tonsil
MASALA
H
KEPERAW
ATAN
Nyeri
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
DO:
- Tonsil klien nampak
membesar dan kemerahan.
2 DS:
- Klien mengeluh badan
terasa panas
DO:
- Suhu 38 C
- Banyak keluar keringat.
- Tonsil nampak kemerahan.
- Badan klien teraba panas
3 DS:
- Klien mengeluh nyeri bila
menelan
- Klien mengatakan
tenggorokan klien terasa
nyeri.
- Klien mengatakan nafsu
makan menurun
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan
- Klien tampak kesakitan
saat menelan
4 DS:
- Klien mengatakan merasa
cemas dengan keadaan
penyakitnya.
DO:
- Klien nampak gelisah
- Klien nampak cemas
H. ANALISA DATA POST OPERASI
NO
DATA
1 DS:
- Klien mengeluh
Rangsangan dihantarkan ke
thalamus, cortex cerebri
Nyeri dipersepsikan
Merangsang terjadinya proses
Hipertermi
endogen atau pirogen
Dihantarkan ke hipotalamus
bagian termoregulator
Hipertermi
Terjadinya peradangan pada
tonsil
PENYEBAB
Invasi kuman/bakteri/virus pada
tonsil
Nutrisi
kurang dan
kebutuhan
Ansietas
MASALAH
KEPERAWATAN
Nyeri
2 DS:
- Klien mengeluh
nyeri pada saat
menelan
- Klien mengatakan
malas makan karena
nyeri bila menelan
DO:
- Porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan.
- Klien tampak
kesakitan saat
menelan
3 DO:
- Nampak adanya luka
insisi.
I.
Tindakan pembedahan
(tonsilektomi)
Luka insisi
Rangsangan dihantarkan ke
thalamus
Nyeri dipersepsikan
Merangsang saraf-saraf tepi sekitar
yang menimbulkan nyeri menelan
dan tenggorokan
Luka insisi
: - Nyeri hilang
NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN
dengan:
DS:
DO:
kemerahan
dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
: Hipertermi teratasi dalam waktu 2 x 24
jam
DS:
37 C.
DO:
- Tonsil nampak kemerahan
- Suhu 38 C
berhubungan dengan:
DS:
menelan
terasa nyeri
- Klien mengatakan nafsu makan
menurun.
dihabiskan
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan.
DO:
dihabiskan.
hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian multivitamin
: Ansietas dapat teratasi dalam waktu
2x24 jam
dengan:
DS:
penyakitnya.
yang dideritanya
keadaan penyakitnya
: - Nyeri hilang
NO
1
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DS:
- Klien mengeluh nyeri pada saat
menelan
kemerahan
: - Kaji tingkat nyeri
DO:
dialaminya.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik.
Nutrisi kurang dan kebutuhan nutrisi : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan:
DS:
menelan
dihabiskan.
- Klien tidak tampak kesakitan saat
menelan
: - Jelaskan tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh atau kesembuhan penyakitnya
- Sajikan makanan cair dalam keadaan
hangat.
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian multivitamin
: Infeksi tidak terjadi
ditandai dengan:
DO:
- Nampak adanya luka insisi
RIWAYAT PERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Pengumpulan Data
: An. V
Umur
: 4 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Suku / bangsa
: Jawa / Indonesia
Alamat
: Singkalan Sidoarjo
Diagnosa Medis
: Adenotonsilitis kronis
Post Adenotonsilektomy
MRS
Ruang
: Anggrek 3-1
Tanggal pengkajian
Riwayat Penyakit Dahulu : Klien tidak pernah menderita penyakit menular / menahun.
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular/menahun.
Riwayat kehamilan dan kelahiran :
Motorik kasar : Klien sudah dapat berjalan dan duduk ( sesuai tingkat usia ).
Tingkat perkembangan lain tidak terkaji karena keadaan umum klien lemah dan keterbatasan
waktu.
1.3 Pola Fungsi Kesehatan
a.
Sebelum MRS : kebiasaan makan 3x sehari dengan porsi nasi, lauk dan sayur. Pola makan
teratur. Klien tidak mempunyai riwayat alergi, kebiasaan minum di rumah menggunakan air
putih ( 5 gelas/hari ).
Saat MRS : selama pengkajian klien masih belum mendapat diit kecuali ice cream. Wajah klien
tampak menahan sakit waktu menelan. Terpasang infuse D5 1/2Ns 16 tts/mt ditangan kiri.
c.
Pola eliminasi
Saat MRS : selama pengkajian klien belum BAB. BAK 2x urine warna kuning jernih, bau khas
dan tidak ada gangguan miksi.
d.
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Composmentis
Nadi
: 100 x/menit
Suhu
: 37 C
RR
: 22 x/menit
b.
Kepala
Rambut penyebaran rata, bersih, warna hitam, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, mata
tampak sayu, hidung tidak terdapat secret, tidak ada polip, mukosa bibir lembab, ada karies gigi,
tenggorokan : terdapat luka bekas operasi, warna merah, keluar darah ( merembes ).
c.
Leher
Tidak kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limphe dan kelenjar thyroid.
d.
Dada
Perut
Perut supel, bising usus ( + ), tidak ada pembesaran hepar dan limpa.
f.
Genetalia
Tidak terkaji
g.
Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada oedem, tidak ada atropi dan kontraktur, turgor baik.
3.
Pemeriksaan Penunjang
: 11 gr/dl
Hematokrit
: 34%
LED
: 50 mm/jam
Lekosit
: 8.500 mm3
Hitung jenis
: 1/0/4/39/56/0
Trombosit
: 438.000 /mm3
Eritrosit
: 4,33 juta/mm3
Waktu perdarahan
: 1.00 menit
Waktu pembekuan
: 8,45 menit
PPT
KPTT
4.
Therapi
Ampicillin 3X500 mg
ANALISA DATA
PENGELOMPOKAN
KEMUNGKINAN
PENYEBAB
DATA
MASALAH
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Gangguan Rasa
Nyaman ( Nyeri )
Nyeri telan
Pola nutrisi
Resiko perdarahan
N : 100 x/menit
ice cream
K/u lemah
No.
Diagnosa Keperawatan
Tanggal
Diketemukan
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan
10/9/2004
1. dengan terputusnya kontinuitas jaringan yang
ditandai dengan :
2.
klien mengatakan sakit pada daerah leher
( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
3.
menelan
Keterangan
Teratasi
10/9/2004
13/9/2004
k/u lemah
ASUHAN KEPERAWATAN
12/9/2004
1.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
yang ditandai dengan :
klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
Tujuan :
1. Jangka pendek : Dalam waktu 1 2 jam nyeri berkurang sampai dengan hilang.
2. Jangka panjang : Dalam waktu 1 7 hari nyeri hilang.
Kriteria Hasil :
1. Ekspresi wajah tampak cerah.
2. Tanda tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1.
Rasional : Data laporan tentang nyeri membantu perawat untuk mengidentifikasi dan melakukan
tindakan berikutnya.
2.
Rasional : Teknik mengalihkan perhatian dan relaksasi nafas dalam dapat menurunkan
ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah dan menurunkan intensitas nyeri.
4.
Klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
K/u lemah
Tujuan :
a.
Jangka pendek : Dalam waktu 1 2 jam nyeri berkurang sampai dengan hilang.
b.
Kriteria Hasil :
Peningkatan masukan oral
Intervensi :
1.
Rasional : Dengan mengetahui kalori yang dibutuhkan dapat mengetahui jumlah diit yang
diperlukan.
2.
Rasional :.Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat
penyembuhan luka.
3.
Rasional :.Asupan makanan yang cukup dan adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
4.
klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika dibuat
menelan
terdapat luka post operasi di daerah tenggorokan, warna merah, keluar darah ( merembes )
Tujuan :
a.
perdarahan.
b.
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Intervensi :
1.
TINDAKAN KEPERAWATAN
Dx Kep
Tgl/Jam
Tindakan
TTD
10/9/04
15.00
15.00
2. Mengobservasi tanda tanda vital
15.10
N : 100 X/mt
RR : 22 X/mt
15.15
15.30
3. Menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang sebab nyeri
10/9/04
4. Membantu tehnik relaksasi napas dalam lewat mulut
15.00
5. Memberikan injeksi novalgin ampul IV
15.00
15.00
15.30
10/9/04
15.00
15.00
17.00
Dx I
Dx II
Dx III
3
1.
2.
3.
11/9/04
08.00
12.00
4.
12.00
07.00
07.00
N : 100 X/mt
RR : 22 X/mt
07.00
07.00
07.00
1.
07.00
2.
Menjelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, misal diet
bubur halus, tidak merangsang batuk dan tidak panas
3.
Memberikan suasana kamar dan lingkungan yang nyaman,
dengan memberi penyegar ruangan dan membatasi pengunjung
07.00
4.
08.00
08.00
08.00
5.
Memberikan makanan sedikit sedikit dan memberikan es
krim disela sela makan
1.
Memberikan posisi miring dan posisi yang dirasa klien
nyaman
2.
EVALUASI
Tgl
Dx Kep
Evaluasi
TTD
Dx I
O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak berdarah
Dx II
A : Masalah teratasi sebagian
Dx III
P : Lanjutkan intervensi
3
S : Klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri buat makan
12/9/0
4
Dx I
O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak berdarah
Dx II
3
S : Klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri buat makan
13/9/0
4
Dx I
O : Terdapat bekas luka ditenggorokan, tidak berdarah
Dx II
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi