Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUHAN

KATARAK

Untuk memenuhi laproran praktik Perioperatif 1


Yang dibina oleh Ibu Susi Milwati S.Kp., M.Pd.

KUSNIA ALVIONITA

P17211173019

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
2021
1. Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang diproyeksikan pada retina. Katarak merupakan penyebab
umum kehilangan pandangan secara bertahap. (Springhouse Co, 1997).
Derajat disabilitas yang ditimbulkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi
dan densitas keburaman. Intervensi diindikasikan jika visus menurun
sampai batas klien tidak dapat menerima perubahan dan merugikan atau
memengaruhi gaya hidup klien (yaitu visus 5/15). Katarak biasanya
mempengaruhi kedua mata. Katarak biasa mempengaruhi kedua mata
tetapi masing-masing bekembang secara independen. Perkecualian,
katarak traumatik biasanya unilateral dan katarak konginetal biasanya
stasioner (Istiqomah, 2012).
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau
akibat keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang
lama (Tamsuri, 2011).
2. Klasifikasi
Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Katarak Konginetal :
Katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun (Tamsuri,
2011). Katarak konginetal adalah kekeruhan pada lensa yang sudah
timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada
waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, galaktosemia. Ada pula yang menyertai kelainan
bawaan pada mata itu sendiri seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma,
kerotokonus, ektopia lentis, megalokornea, heterokronia iris. Kekeruhan
dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten, katarak
Polaris anterior, posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak
stelata, katarak totalis, dan katarak kongineta membranasea. (Istiqomah,
2012)

b. Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.


c. Katarak Senil : Katarak setelah usia 50 tahun. (Tamsuri, 2011), dibagi
menjadi 4 stadium:

a) Stadium insipient
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini. Visus belum
terganggu, dengan koreksi masih bisa masih bisa 5/5 – 5/6.
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-
bercak seperti jari-jari roda (Istiqomah, 2012).
Katarak stadium awal katarak yaitu kekeruhan lensa masih
berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Klien
mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda pada
penglihatan satu mata. Pada stadium ini, proses degenerasi belum
menyerap cairan sehingga bilik mata depan memiliki kedalaman
normal. Iris dalam posisi biasa disertai kekeruhan ringan pada lensa.
Belum terjadi gangguan tajam penglihatan (Tamsuri, 2011).
b) Stadium Imatur
Kekeruhan belum meneganl seluruh lapisan lensa, terutama
dibagian posterior dan bagian belakang nucleus lensa. Shadows test
positif. Saat ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan
lensa menjadi cembung sehingga indeks refraksi berubah dan mata
menjadi miopia. Keadaan ini disebut intumesensi. Cembungnya
lensa akan mendorong iris ke depan menjadi sempit dan
menimbulkan komplikasi glaukoma (Istiqomah, 2012).

c) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan
berukuran normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya
sehingga semua sinar yang masuk pupil dipantulkan kembali.
Shadow test negatif. Di pupil tampak lensa seperti mutiara
(Istiqomah, 2012) . Tajam penglihatan sudah menurun dan hanya
tinggal proyeksi sinar positif. Proses ini merupakan proses
degenerasi lanjut lensa (Tamsuri, 2011).
d) Stadium Hipermatur
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus
lensa turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nucleus terbayang
sebagai setengah lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda
dari yang diatasnya yaitu keclokatan. Saat ini juga terjadi kerusakan
kapsul lensa yang menjadi lebih peremeabel sehingga isi korteks
dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat
nucleus lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni (Istiqomah,
2012).

Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :

a. Katarak traumatika

Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma


tumpul maupun tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak
pada satu mata (katarak monocular). Penyebab katarak ini antara
lain karena radiasi sinar-X, radioaktif, dan benda asing.
b. Katarak toksika

Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan


bahan kimia tertentu. Selain itu, katarak ini dapat juga terjadi
karena penggunaan obat seperti kortikosteroid dan
chlorpromazine.
c. Katarak komplikata
Katarak terjadi akibat gangguan sistemik seperti diabetes mellitus,
hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan lokal seperti uveitis,
glaukoma, dan miopia atau proses degenerasi pada satu mata lainnya
(Tamsuri, 2011). Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai
komplikasi dari penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah:

- Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaukoma, ablasio


retina yang sudah lama, uveitis, miopia maligna.
- Penyakit sistemik, diabetes mellitus, hipoparatiroid, sindrom
Down, dermatitis atopic.
- Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata
terpajan panas yang berlebihan, sinar-X, radioaktif, terpajan
matahri, toksik kimia. Merokok meningkatkan resiko
berkembangnya katarak, demikian pula denga peminum berat.
Kadang-kadang katarak terjadi lagi setelah operasi jika kapsul
lensa ditinggalkan utuh selama operasi katarak (Istiqomah,
2012).

2. Etiologi

Katarak disebabkan oleh berbagai faktor seperti:

a. Fisik

Bekerja ditempat berbahaya seperti pemagangan dan pembakaran


kaca, ruda paksa, trauma listrik
b. Kimia

Pemakai steroid tetes mata atau pemakai lama, perokok. Merokok


merupakan faktor yang paling berbahaya untuk katarak dan
pengunaan alkohol dalam jangka waktu panjang juga dapat
menyebabkan katarak karena alkohol mengakibatkan kekurangan
vitamin, dimana kekurangan vitamin C dan E mempunyai hubungan
dengan pertumbuhan katarak
c. Penyakit predisposisi
Pasien diabetes seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah
maka terjadi pula peningkatan glukosa pada akuos humor, cairan yang
mengisi ruangan di depan lensa mata. Glukosa yang berlebihan akan
berdifusi masuk ke dalam lensa, dan terjadilah peningkatan kadar
glukosa dalam lensa mata. Sebagian dari glukosa tersebut diubah oleh
enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol. Sorbitol tidak dapat berdifusi
keluar dari lensa sehingga terakumulasi di dalam lensa, menyebabkan
kekeruhan di dalam lensa dan terbentuklah katarak.
d. Usia
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah
pada usia 60 tahun keatas (Utama, 2014)
3. Patofisiologi

Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak merupakan
kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan
kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut.
Pada proses penuaa, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami
peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan
oleh kompresi sentral serat lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru
diproduksi di korteks, serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa
yang padat lama – lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak
terasa nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas
menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini, menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada
di dalam lensa yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan
kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang di berbagai bagian lensa atau
kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh
lensa yang keruh / buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang
sampai pada retina. Akibatnya otak menginterpretasikan sebagai bayangan
yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih
susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi cokelat atau hitam dan klien
mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Istiqomah, 2012).
4. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan ta
di.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi: 
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur
atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
 

seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih, sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:


1.      Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2.      Gangguan penglihatan bisa berupa:
3.      Peka terhadap sinar atau cahaya.
4.      Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
5.      Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
6.      Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
7.      Kesulitan melihat pada malam hari
8.      Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
mata
9.      Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

Gejala lainya adalah :


1.      Sering berganti kaca mata
2.      Penglihatan sering pada salah satu mata.
3.   Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan
tekanan di dalam mata

5. Pemeriksaan Katarak
1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi
terbaik serta menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi
atau Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan
pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa
apakah sesuai dengan visus pasien.
a. Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,
tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus
masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50
tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12
– 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks
fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran
seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara
6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan
korteks yang berwarna keabu-abuan
d. Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak
nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai
e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih
jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan
disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
6. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain
pada mata selain katarak
7. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien
akan dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam
penglihatan setelah operasi (Andra, 2013)

6. Penatalaksanaan
1. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh
2. Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar
3. Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca bedah dapat
mempergunakan matanya seperti sedia kala
4. Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler
(EKIK) dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).
5. EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau
berdegenerasi dan mudah diputus. Pada EKIK tidak akan terjasi
katarak sekunder.kontraindikasi EKIK adalah pada pasien < 40 tahun
yang masih mepunyai ligament hialoidea kapsuler. Penyulit yang
sering terjadi: astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmus dan
perdarahan.EKIK sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik
bedah yang lebih canggih.
6. EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi
linier, aspirasi dan irigasi. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katark sekunder, yakni
terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling
cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.
7. Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah Fakoemulsi. Cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil
dengan menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah
nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian
diaspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi
kontinu. Dengan teknik ini waktu penyembuhan menjadi lebih pendek
dan penurunan insiden astigmatisme pasca operasi.
8. Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak, pasien akan
menggalami penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa pengganti
dan mata tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Karena itu
pasien memerlukan sebuah lensa pengganti / koreksi. Koreksi ini dapat
dilakukan dengan metode : kaca mata apakia, lensa kontak atau
implant lensa intraokuler (IOL)
9. Kaca mata apakia
Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang
dikeluarkan, kaca mata merupakan alat penglihatan yang aman dan
harga yang tidak terlalu mahal.
Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata
terlalu tebal dan berat, benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda
lebih besar 30% dari ukuran sesungguhnya, pada waktu melihat harus
selalu menggerakkan kepala karena melihat dengan bagian tengah
lensa, akibatnya terjadi penyempitan lapang pandangan, serta terdapat
bagian yang tidak terlihat pada lapang pandangan 40-60%.
10. Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan
pembesaran 5% - 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada
penurunan lapang pandang dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
Kelemahan tenik ini adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih
dan kalau bisa steril, pemakaian sukar pada usia lanjut dan
diperlukannya ketrampilan pasien dalam hal memasang, melepaskan
dan merawat lensa kontak secara bersih.
11. IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke
dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan
ukuran normal, menghilangkan efekoptikal lensa afakia yang
menjengkelkan dan ketidakpraktisan lensa kontak .
Ada beberapa bentuk IOL :
a. Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris dengan kaki
penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
b. Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik
mata
c. Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa
normal di belakang iris (Andra, 2013).

7. Pedoman dalam penatalaksanaan


1. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12,
yaitu pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk
melakuklan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada
indikasi medis lain untuk operasi, pasien dapat dilakukan operasi katarak.
3. Tatalaksana katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi
katarak berupa EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan
mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak dan
tingkat kemampuan ahli bedah.
4. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan
bedah mikro, dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
5. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran
biometri A-scan
6. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat
ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai
pasien. IOL standar power +20.00 dioptri, jika pasien menggunakan
kacamata, power IOL standar dikurangi dengan ukuran kaca mata.
Misalnya pasien menggunakan kaca mata S -6.00 maka dapat diberikan
IOL power +14.00 dioptri.
7. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus
secara berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca
operasi (endoftalmitis) yang bisa berdampak kebutaan.

8. Perawatan sebelum dan sesudah pembedahan


1. Sebelum pembedahan :
 Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan kondisi kesehatan
umum pasien
 Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit pembedahan seperti
adanya infeksi, glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat menimbulkan
penyulit sewaktu pembedahan
2. Sesudah pembedahan :
a. Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan,
memakai penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak melakukan pekerjaan
berat, tidak membungkuk terlalu dalam.
b. Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata, bungkuk terlalu dalam,
membaca berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu buang air besar,
berbaring ke sisi mata yang baru dibedah dan menggosok gigi pada minggu
pertama.
9. Komplikasi pembedahan
1. Luka yang tidak sempurna menutup
2. Edema kornea
3. Inflamasi dan uveitis
4. Atonik pupil
5. Papillary captured
6. Kekeruhan kapsul posterior
7. TASS (toxic anterior segment syndrome)
8. Ablasio retina
9. Endoftalmus
10. Sisa massa lensa
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATARAK

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
a. Riwayat penyakit trauma : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes mellitus, hipotiroid, uveitis, glaucoma.
b. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
c. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
2. Pengkajian umum
a. Usia.
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid.
3. Pengkajian khusus mata
a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas
putih) pada lensa.
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d. Bilik mata depan menyempit.
e. Tanda glaucoma (akibat komplikasi).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan
post operasi) adalah :
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan
tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian
operasi.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular
(TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
4. Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,
pembatasan aktivitas pasca operasi.
6. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.

Intervensi :
Rencana tindakan yang mungkin dapat diterapkan pada klien dengan katarak
meliputi :
Dx. 1
Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan
tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
klien melaporkan atau memeragakan kemampuan yang lebih
baik untuk proses rangsang penglihatan dan mengkomunikasikan
perubahan visual.
Kriteria hasil Klien mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi penglihatan.
Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternative
untuk meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi :
1. Kaji ketajaman penglihatan klien.
R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2. Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan.
R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.
3. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
- Orientasikan klien terhadap ruang rawat.
- Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat.
- Berikan pencahayaan cukup.
- Letakan alat di tempat yang tepat.
- Hindari cahaya menyilaukan.
- Anjurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat
diterima: auditorik, taktil.
R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.

Dx. 2
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak
terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : - Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal.
- Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.
Intervensi :
1. Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi, manfaat operasi, dan sikap
yang harus dilakukan klien selama masa operasi.
R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan
ansietas.
2. Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.
R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
3. Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.
4. Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung, tetapi
bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan kornea.
R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk
mengantisipasi depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan
harapan akan hasil operasi.

Dx. 3
Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),
perdarahan, kehilangan vitreous.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
tidak terjadi cedera mata pasca operasi.
Kriteria hasil : - Klien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera.
- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko
cedera.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk membatasi
pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala berlebih.
R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua jam
paska operasi atau satu malam jika ada komplikasi.
3. Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
4. Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera.
R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan
struktur mata paska operasi:
- Mengejan (valsalva maneuver)
- Menggerakan kepala mendadak
- Membungkuk terlalu lama
- Batuk
5. Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri
mendadak setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri
mendadak, hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata paska
operasi.Apabila pandangan melihat benda mengapung (floater) atau tempat
gelap mungkin menujukan ablasio retina.
Dx. 4
Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil : - Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri.
- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah operasi
dan berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena peningkatan TIO 2-
3 hari paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan peningkatan TIO massif.
2. Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera saat
terjadi peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan
dukungan psikologis.
3. Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat
memprovokasi nyeri.
R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-tiba,
membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
4. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
5. Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau sistemik.
R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.

Dx. 5
Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,
pembatasan aktivitas pasca operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil : - Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan
kebutuhan diri.
- Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara
bertahap.
Intervensi :
1. Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase
paska operasi.
R/ Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama paska
operasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total
diperlukan bagi klien.
2. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
R/ Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3. Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri.
R/ Upaya melibatkan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan
bertahap dengan berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu
peningkatan TIO dan menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis dilakukan
dengan menggunakan indicator nyeri mata pada saat melakukan
aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu boleh melakukan aktivitas
perawatan diri.

Dx. 6
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
perawatan rumah berjalan efektif.
Kriteria hasil : - Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah
(lanjutan) yang diperlukan.
- Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam
melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
R/ Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang
perawatan di rumah.
2. Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari (minimal untuk 1
minggu) untuk mencegah komplikasi post operasi.
R/ Aktivitas yang diperbolehkan :
- Menonton televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.
- Mengerjakan aktivitas biasa (ringan dan sedang).
- Mandi waslap, selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan
bantuan).
- Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi, condongkan
kepala sedikit kebelakang saat mencuci rambut.
- Tidur dengan perisai atau pelindung mata logam pada malam hari,
mengenakan kacamata pada siang hari.
- Aktivitas dengan duduk.
- Mengenakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.
- Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
R/ Aktivitas yang dihindari :
- Tidur pada sisi yang sakit.
- Menggosok mata, menekan kelopak mata.
- Mengejan saat defekasi.
- Memakai sabun mendekati mata.
- Mengangkat benda lebih dari 7 kg.
- Melakukan hubungan seks.
- Mengendarai kendaraan.
- Batuk, bersin, muntah.
- Menundukan kepala sampai bawah pinggang.
3. Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
R/ Kondisi yang harus segera dilaporkan :
- Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
- Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
- Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan
cairan dari mata.
- Nyeri dahi mendadak.
- Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada
lapang penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik didepan mata,
kalau di sekitar sumber cahaya.
4. Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
R/ Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
5. Berikan kesempatan bertanya.
R/ Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman
serta hal-hal yang mungkin belum dipahami.
6. Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
R/ Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan
hospitalisasi.
7. Identifikasi kesiapan keluarga dala perawatan diri klien paska hospitalisasi.
R/ Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam
perawatan, pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi
pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai