Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

Dosen Pembimbing :

Yessy Pramita Widodo, S.Kep., Ns., M.Kep

Anggota Kelompok 8 :

1. Ine Melioni Putri (C1019024)


2. Maryani Khoirotunnisa (C1019028)
3. Salsa Fuji Intan Mahfudz (C1019044)
4. Septian Tri Andika (C1019045)
5. Yudha Shandi Winahyu (C1019053)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

Jl. Cut Nyak Dhien No.16 Slawi-52416

Tahun 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata merupakan jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak berasal dari
mata. Jika pada system penglihatan mengalami gangguan maka akan berdampak besar dalam
kehidupan sehari-hari. Penyakit mata merupakan kejadian yang cukup besar terjadi di dalam
masyarakat Indonesia mulai dari gangguan mata ringan sampai dengan yang berat. Hilangnya
fungsi penglihatan merupakan puncak dari gangguan penglihatan yang paling berat. Sedangkan
katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia.
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran yang
diproyeksikan pada retina. Katarak merupakan kerusakan yang menyebabkan lensa mata
berselaput dan keruh sehingga pandangan menjadi kabur. Katarak yang banyak terjadi saat ini
adalah katarak Senilis. Seiring dengan bertambahnya usia, anatomi serta fungsi mata mengalami
penurunan. Gangguan ini biasanya muncul pada kelompok usia di atas 60 tahun (Harijono, 2012).
Saat ini katarak banyak terjadi akibat cedera pada lensa (katarak traumatika), efek langsung dari
penyakit intraokular (katarak komplikata), dan katarak yang terjadi akibat adanya gangguan-
gangguan sistemik seperti diabetes, hipoparatiroid, dermatitis atopic dan sebagainya (Farmacia,
2009). Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 kondisi katarak di dunia
saat ini, terdapat 45 juta penderita katarak secara umum baik katarak kongenital, katarak primer
dan katarak komplikata, 60 persen di antaranya berada di negara miskin atau berkembang dan 40
persennya berada di negara maju (Wartapedia, 2011).
Katarak disebabkan karena banyak proses diantaranya usia lanjut atau proses penuaan,
kongenital atau keturunan, pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti
merokok atau bahan beracun lainnya, katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit
metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). Seiring dengan
bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami opasitas dimana opasitas itu akan menyebabkan
hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri, timbul rasa silau ketika melihat suatu objek, serta adanya
kelainan refraksi.
BAB II
KONSEP TEORI
A. Konsep Katarak

1. Pengertian
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.

Menurut Arief Mansur dkk (Kapita Selekta 1) Katarak adalah istilah kedokteran untuk
setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa ataua juga akibat dari
kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit
mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan
bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi. Menurut Charlene J. Reaver dkk
Katarak adalah mengeruhnya lensa. Katarak bisa disebabkan karena konginetal atau
dapatan (acquired). Penyebab acquired katarak yang paling umum adalah pertambahan
usia, meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui. Pemakaian orticosteroid dan
thorazine, DM, trauma pada mata adalah penyebab acquired katarak yang lain. Katarak
kongenotal terjadi pada infeksi rubella pada periode kehamilan. Katarak terjadi pada kedua
mata, namun biasanya satu lensa lebih parah dibandingkan yang lain.
Katarak merupakan kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran
yang diproyeksikan pada retina (Istiqomah,2003). Menurut Nugroho (2011). Kelainan ini
bukan suatu tumor atau pertumbuhan jaringan di dalam mata,akan tetapi keadaan lensa yang
menjadi berkabut (Ilyas, 2004).

2. Klasifikasi
a. Berdasarkan Penyebabnya

1) Katarak traumatik
2) Katarak toksika
3) Katarak komplikata

b. Berdasarkan Usia

1) Katarak kongenital
2) Katarak juvenile
3) Katarak senile

3. Jenis-Jenis Katarak
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu dalam kandungan,
terbentuknya lensa adalah minggu ke lima sampai ke delapan usia kehamilan. Pada
masa ini belum terbentuk kapsul pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam
jaringan lensa. Seluruh lensa buram, tampak abu-abu putih. Katarak kongenital
dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus.
b. Katarak Rubela

Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.


Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih
seperti mutiara dan kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior
atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella
dapat dengan mudah menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk
atau terjepit di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun.

c. Katarak Juvenil

Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia tigapuluhan.


Katarak ini perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu
penglihatan. Jika kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang
disebut katarak koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut katarak
serulea. Biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya seperti katarak metabolik, distrofi miotonik, katarak traumatic
dan katarak komplikata.

d. Katarak Senil
Biasanya timbul pada usia 50 tahun. Secara klinik dikenal dalam 4
stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper matur.
Pada stadium awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah
kekeruhan di bagian perifer atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan ini bisa
diperburuk dengan adanya katarak nuklear yang merupakan lanjutan daripada
sklerosis nuclear fisiologis. Dengan berlanjutnya pertumbuhan katarak, tajam
penglihatan menjadi terganggu (katarak imatur). Di antaranya ada stadium
intemusen yaitu stadium membengkaknya lensa dan edema lensa. Pada
akhirnya katarak matur berubah menjadi stadium hipermatur,yaitu korteksnya
mencair sehingga intinya mengambang turun ke dasar kantong kapsul. Pada
stadium ini mungkin terjadi reaksi fakolitik dan glaukoma. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan
memperlihatkan bentuk menjadi sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut
sebagai katarak morgagni.
Perbedaan katarak insipien, imatur , matur dan hipermatur

Insipen Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang (air+masa

(masuk) lensa keluar)


Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mataNormal Dangkal Normal Dalam
depan

Sudut matabilikNormal Sempit Normal Terbuka

Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos


Penyulit - Glaukoma - Uveitis + glaukoma

e. Katarak Brunesen

Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama


pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan

myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan


sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun
yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.

f. Katarak diabetes

Diakibatkan karena adanya penyakit diabetes mellitus. Terbagi dalam 3

bentuk:
1) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa
akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila
dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila
terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.

2) Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular.

3) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik

dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.

4. Etiologi
Katarak dapat terjadi akibat:

a. Kelainan bawaan/ kongenital

b. Proses penuaan
Prevalensi katarak pada individu berusia 65 – 74 tahun adalah sebanyak 50%,
prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
c. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemi dan
distrofi miotonik.
d. Genetik dan gangguan perkembangan.

e. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin.

f. Bahan toksik : kimia dan fisik.

g. Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis dan


retinitis pigmentosa.

h. Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 – 0.5%, kortikosteroid, ergot,
antikolinesterase topical.

i. Kelainan kaca mata minus yang dalam.

5. Patofisiologi

Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat


nucleus, di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-
agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparansinya. Perubahan protein pada lensa mengakibatkan perubahan warna
lensa menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri
di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagolasi, sehingga mengakibatkan pandangan
berkabut.Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai
influks air ke dalam lensa yang mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang
sehingga mengganggu transmisi sinar.
Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara
lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi.
Menurut Kowalak (2003), patofoiologi katarak dapat bervariasi menurut
masing-masing bentuk katarak. Katarak senilis memperlihatkan bukti adanya
agregasi protein, cedera oksidatif dan peningkatan pigmentasi dibagian tengah
lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat terjadi inflamasi atau fagositosis
lens ketika lensa mata mengalami rupture (Kowalak, 2003).
Sedangkan mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses penyakitnya,
sebagai contoh pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar
glukosa dalam lensa yang kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air
(Kowalak, 2011) sedangkan katarak kongenital merupakan bentuk yang
memberikan tantanggan khusus.
Tamsuri (2003) mengungkapkan bahwa secara kimiawi pembentukan katarak
ditandai dengan berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air
yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium
bertambah, sedangkan kalium, asam askorbat serta protein menjadi berkurang

Menurut Istiqomah (2003), lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa protein
dan mineral penting. Katarak terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen dan
penurunan air. Dilain sisi terjadi peningkatan kadar kalsium dan berubahnya protein
larut menjadi tidak dapat larut. Pada kondisi tersebut akan menyebabkan gangguan
metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini akan mengakibatkan
perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa. Perubahan inilah yang
pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai
di berbagai bagian lensa atau kapsulnya.

6. Manifestasi Klinik
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.

Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

a. Penurunan visus
b. Silau

c. Perubahan miopik

d. Diplopia monocular

e. Halo bewarna

f. Bintik hitam di depan mata

Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya

b. Pemeriksaan iluminasi oblik

c. Shadow test
d. Oftalmoskopi direk
e. Pemeriksaan sit lamp

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi
terbaik serta menggunakan pinhole.
b. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior.

c. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau
Schiotz. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil
dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan
pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai
dengan visus pasien.
1) Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,
tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus
masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.

2) Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 –


6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus
masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti
katarak subkapsularis posterior.

3) Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 –


3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang
berwarna keabu-abuan.

4) Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus
berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai

5) Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek.
Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus
berawarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut
juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
d. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan.

e. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada


mata selain katarak.
f. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan
dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis
tajam penglihatan setelah operasi.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh

b. Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar

c. Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca


bedah dapat mempergunakan matanya seperti sedia kala
d. Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).

e. Kaca mata apakia

1) Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang dikeluarkan,


kaca mata merupakan alat penglihatan yang aman dan harga yang tidak
terlalu mahal.
2) Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata terlalu
tebal dan berat, benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda lebih besar
30% dari ukuran sesungguhnya, pada waktu melihat harus selalu

menggerakkan kepala karena melihat dengan bagian tengah lensa, akibatnya


terjadi penyempitan lapang pandangan, serta terdapat bagian yang tidak
terlihat pada lapang pandangan 40-60%.

3) Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan pembesaran 5%
- 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandang
dan tak ada kesalahan orientasi spasial. Kelemahan tenik ini
adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih dan kalau bisa steril,
pemakaian sukar pada usia lanjut dan diperlukannya ketrampilan pasien
dalam hal memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak secara bersih.

4) IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam
mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal,
menghilangkan efekoptikal lensa afakia yang menjengkelkan dan
ketidakpraktisan lensa kontak. Ada beberapa bentuk IOL:

a) Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris dengan kaki


penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata.

b) Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik mata.
c) Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa normal di
belakang iris.

9. Pedoman Dalam Penatalaksanaan


a. Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu
pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
b. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk
melakuklan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi
medis lain untuk operasi, pasien dapat dilakukan operasi katarak.

c. Tatalaksana katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi
katarak berupa EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan
mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak dan tingkat
kemampuan ahli bedah.
d. Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan
bedah mikro, dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
e. Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran biometri
A-scan

f. Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat
ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai pasien.
IOL standar power +20.00 dioptri, jika pasien menggunakan kacamata, power
IOL standar dikurangi dengan ukuran kaca mata. Misalnya pasien
menggunakan kaca mata S -6.00 maka dapat diberikan IOL power +14.00
dioptri.
g. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara
berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca operasi
(endoftalmitis) yang bisa berdampak kebutaan.

10. Perawatan Sebelum Dan Sesudah Pembedahan


a. Sebelum pembedahan:

1) Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan kondisi kesehatan


umum pasien.

2) Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit pembedahan seperti


adanya infeksi, glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat menimbulkan

penyulit sewaktu pembedahan


b. Sesudah pembedahan:

1) Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat seperti yang


dianjurkan, memakai penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak
melakukan pekerjaan berat, tidak membungkuk terlalu dalam.

2) Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata, bungkuk terlalu dalam,
membaca berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu buang air
besar, berbaring ke sisi mata yang baru dibedah dan menggosok gigi pada
minggu pertama.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk
mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma kesehatan
keluarga maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan kesanggupan
keluarga untuk mengatasinya. (Effendy N, 1998).
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Pengkajian asuhan keperawatan

keluarga menurut teori/model Family Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7


komponen pengkajian yaitu:
a. Data Umum

1) Identitas kepala keluarga

2) Komposisi anggota keluarga

3) Genogram
4) Tipe keluarga

5) Suku bangsa
6) Agama

7) Status sosial ekonomi keluarga


b. Aktifitas rekreasi keluarga

1) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

2) Tahap perkembangan keluarga saat ini

3) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

4) Riwayat keluarga inti

5) Riwayat keluarga sebelumnya

c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah

2) Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal

3) Mobilitas geografis keluarga

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

5) Sistem pendukung keluarga


d. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

2) Struktur kekuatan keluarga

3) Struktur peran (formal dan informal)


4) Nilai dan norma keluarga
e. Fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

2) Fungsi sosialisasi

3) Fungsi perawatan kesehatan


f. Stress dan koping keluarga

1) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan keluarga

2) Respon keluarga terhadap stress

3) Strategi koping yang digunakan


4) Strategi adaptasi yang disfungsional

g. Pemeriksaan fisik

1) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan


2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga

3) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut,
THT, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, sistem genetalia

4) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik


5) Tes kesehatan atau laboratorium yang pernah dilakukan
h. Harapan keluarga

1) Terhadap masalah kesehatan keluarga.

2) Terhadap petugas kesehatan yang ada

Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga perlu dilakukan pengkajian


yang berkaitan dengan tugas perawatan kesehatan keluarga, yaitu:

a. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan. Hal

yang perlu dikaji adalah:


1) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang fakta dari masalah yang meliputi
pengertian, tanda gejala katarak.

2) Persepsi keluarga terhadap katarak


b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat adalah:

1) Apakah katarak yang dialami suatu masalah?


2) Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap anggota keluarga yang
katarak?

3) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan?


4) Apakah keluarga percaya terhadap petugas kesehatan
c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit, hal yang perlu dikaji adalah :

1) Sejauh mana keluarga mengetahui katarak : kebutuhan, perubahan


dan perawatan

2) Sejauh mana keluarga mengetahui kebutuhan dan perkembangan perawatan


yang diperlukan

3) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber sumber yang ada dalam keluarga

(penanggung jawab, dukungan keluarga)


4) Bagaimana sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sedang sakit

d. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan


rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :

1) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber yang dimiliki


2) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan/ manfaat
pemeliharaan lingkungan

3) Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya higiene sanitasi


4) Sejauh mana keluarga mengetahui upaya pencegahan
5) Sejauh mana kekompoakan antar anggota keluarga
e. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas/
pelayanan kesehatan di masyarakat, hal yang perlu di kaji adalah:

1) Sejauh mana keluarga tahu keberadaan fasilitas kesehatan yang dapat


digunakan untuk perawatan pasien dengan hipertensi

2) Sejauh mana keluarga mengetahui keuntungan yang dapat diperoleh dari


fasilitas kesehatan

3) Sejauh mana keluarga mempercayai petugas dan fasilitas kesehatan


4) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik dengan
petugas kesehatan?

5) Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga?.


Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut Supraji
(2004) yaitu:

a. Membina hubungan baik

Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara
lain, perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah,

menjelaskan tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat


adalah menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan
luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada
keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.

b. Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan yang dilakukan.

c. Pengkajian lanjutan (tahap kedua)

Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data

yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada

pengkajian awal. Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga


hingga penyebab dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat
menyusun intervensi-intervensi definitive untuk mempertahankan status kesehatan
atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000). Untuk menegakkan diagnosa
dilakukan 2 hal, yaitu:
a. Analisa data. Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian
dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah
keperawatan.

b. Perumusan diagnosa keperawatan. Komponen rumusan diagnosa keperawatan

meliputi:

1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan


dasarmanusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.

2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.

3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh
perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau tidak yang
emndukung masalah dan penyebab.

Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu


pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu(Safitri E):

a. Diagnosa sehat/wellness/potensial yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika


telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber
penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat digunakan. Perumusan
diagnosa potensial ini hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja dan sign

/symptom (S) tanpa etiologi (E).

b. Diagnosa ancaman/risiko yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi.


Diagnosa ini dapat menjadi masalah actual bila tidak segera
ditanggulangi.

Perumusan diagnosa risiko ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E),
sign/symptom (S).

c. Diagnosa nyata/aktual/gangguan yaitu masalah keperawatan yang sedang


dijalani oleh keluarga dan memerlukan bantuan dengan cepat. Perumusan
diagnosa actual terdiri dari problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.

Dalam Friedman (1998) diagnosa-diagnosa keperawatan pilihan NANDA yang


cocok untuk praktek keperawatan keluarga seperti tabel dibawah ini:
Diagnosa ditegakkan berdasarkan data yang didapatkan selama pengkajian.

Diagnosa yang mungkin muncul antara lain (Safitri E):

a. Gangguan rasa nyaman

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologis).


c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi.

d. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan terhadap informasi,

tidak mengenali sumber informasi.

3. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah
diidentifikasi (Efendy N,1998).Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2
tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2004).
a. Skala prioritas. Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang
mempunyai skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor

terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan keperawatan


keluarga harus didasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:

1) Sifat masalah (aktual, risiko, potensial)

2) Kemungkinan masalah dapat diubah

3) Potensi masalah untuk dicegah

4) Menonjolnya masalah

Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari


satu proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan
Maglay (1978) dalam Effendy (1998). Table berikut adalah table skoring untuk
perumusan diagnosa keperawatan prioritas.
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual : 3
Risiko : 2
Potensial : 1
Kemungkinan Masalah 2 Mudah: 2
untuk dicegah Sebagian: 1
Tidak dapat : 0

1 Tinggi : 3
Potensi masalah untuk di
Cukup : 2
cegah
Rendah : 1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi : 2
Tidak segera diatasi 1
Tidak dirasakan
adanya masalah : 0
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan:

1) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat


2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria
4) Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)
b. Rencana

Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan


keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta
meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat
pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel,
pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan sekunder, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson &
Fallune, 2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah
(P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada
bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya adalah
sebagai berikut:

1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah


2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui
dan meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.

3) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-


faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara

mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara


teratur.

4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.


5) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah
diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.

Tujuan utama intervensi yang akan dilakukan pada asuhan keperawatan


yang diberikan pada pasien dengan stroke disartria adalah (Brunner dan
suddarth, 2002):

1) Meningkatkan harga diri positif


Pasien disartria perlu mendapatkan pengamanan psikologis bila
memungkinkan. Kesabaran dan pengertian dangat dibutuhkan sekali pada
saat pasien belajar untuk berbicara

2) Meningkatkan kemampuan komunikasi


Untuk meningkatkan kampuan komunikasi, pasien disartria perlu dipimpin
dalam upaya-upaya mereka dalam meningkatkan keterampilan bebricara.
Keterampilan mendengar dan juga berbicara ditekankan pada program
rehabilitasi, Moorhead (2004) menuliskan salah satu intervensi dalam asuha

keperawatan dengan gangguan komukasi verbal adalah dengan


meningkatkan kemampuan komukasi verbal pasien.

3) Membantu koping keluarga


Menolong keluarga melakukan koping terhadap perubahan gaya hidup yang
tidak dapat dicegah, diselesaikan dengan membicarakan tentang penyakit
yang diderita pasien, perubahan yang diperkirakan dapat terjadi, yang
berfokus pada kemampuan pasien dan menginformasikan merek mengenai
sistem pendukung yang diberikan
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap
keluarga yaitu (Suprajitno,2004):

a. Sumber daya keluarga

b. Tingkat pendidikan keluarga

c. Adat istiadat yang berlaku


d. Respon dan penerimaan keluarga

e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana perawatan jika secara jelas
telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi

sebagai criteria evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana (Suprajitno,2004) :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang obyektif.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/445736279/Kelompok-6-Asuhan-keperawatan-keluarga-pada-Katarak-docx

Anda mungkin juga menyukai