Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN KATARAK

OLEH :

I GEDE AGUS SURYA RADITYA


P07120218 008
SEMESTER IV/STr.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

KONSEP DASAR

A. Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-
duanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu (Iwan,2009).

Gambar.1.1 Perbedaan mata normal dan mata katarak


B. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan
berikut :
1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit
seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang
akan menimbulkan katarak komplikata.
4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal, Katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir
(sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di
bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, Katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis, Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Jenis katarak inimerupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan
yang paling sering ditemukan.
e. Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa
mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa
menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-
bercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini
seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
2) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
3) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus
berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian
lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita
katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan
menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
4) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang
sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan
perdangan pada struktur mata yang lainya.
C. Pathway

Klasifikasi katarak

Katarak conginetal Katarak juverile Katarak senilis Katarak traumatic

Katarak metabolik Otot ( distrofi miotonuik) Katarak traumatic Katarak komplikata

Pengelolaan: kaca
mata pakai, lensa
Komplikasi PEMBEDAHAN kontak, lensa tanam,
intra okuler

Post oprasi Glukoma Peradagan

Pendarahan

Prolaps iris nyeri


Resiko Infeksi
Gangguan Presepsi
Sensori Visual Akomodasi menurun Gangguan Rasa
Nyaman

Kurang pengetahuan
D. ManifestasiKlinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
3. Gejala objektif biasanya meliputi:
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
3. Peka terhadap sinar atau cahaya.
4. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
5. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
6. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.

E. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok
atau bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada
mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau
diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).

F. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti
kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma
atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan
yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.
G. Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding

H. PemeriksaanPenunjang
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

I. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak
mengandung vit. C ,vit B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk
mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik
menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur
mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul
anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen
kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan
meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu
ada penemuan terbaru pada ekstrasi ekstrakapsuler, yaitu
fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui
insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi
tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel
yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama yang
juga memberikan irigasi kontinus.
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa
kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan
intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa
kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus mata.
Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Kaca Mata Apikal
Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik,
namun pembesaran 25 % - 30 % menyebabkan penurunan dan
distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam
memahami relasi spasial, membuat benda-benda nampak jauh lebih
dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. memerlukan
waktu penyesuaian yang lama sampai pasien dapat
mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak, dan berfungsi
aman dengan medan pandang yang terbatas.
2) Lensa Kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia.
Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna
bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan,
dan merawat lensa kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa
kontak menjadi sulit, karena kebanyakan lansia mengalami
kemunduran ketrampilan, sehingga pasien memerlukan kunjungan
berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
3) Implan Lensa Intraokuler ( IOL )
IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah
diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan
dengan bentuk dan ukuran normal, karena IOL mampu
menghilangkan efek optikal lensa apakia. Sekitar 95 % IOL di
pasang di kamera posterior, sisanya di kamera anterior. Lensa
kamera anterior di pasang pada pasien yang menjalani ekstrasi
intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja
selama prosedur ekstrakapsuler.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah
keterangan lain mengenai identitas pasien.
Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada
usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi
pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia
sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia >
40 tahun.
1. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering
terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman
penglihatan.
2. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien
seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit
metabolic lainnya memicu resiko katarak.
3. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas
biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
4. Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gamgguam
penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan /
kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan
kaca mata, pengobatan tidak memperbaikipenglihatan, fotophobia
(glukoma akut).
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih
susu pada pupil ( katarak ), pupil menyempit dan merah atau mata
keras dan kornea berawan ( glukoma berat dan peningkatan air mata ).
5. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri
tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit
kepala.
6. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem
vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti
peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes,
serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin

B. DiagnosaKeperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan d.d merasakan
sesuatu melalui system pengelihatan
b. Resiko cedera d.d gangguan psikomotor
c. Ansietas b.d khawatir mengalami kegagalan d.d merasa khawatir
dengan kondisi yang dihadapi
d. Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuscular d.d tidal mampu
beraktivitas dengan baik
2. Post operasi
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis dan gelisah
b. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif.
c. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan d.d merasakan
sesuatu melalui system pengelihatan
d. Resiko cedera d.d gangguan psikomotor
C. IntervensiKeperawatan
Pre-Operasi
N SDKI SLKI SIKI Rasional
O
1 Gangguan persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan 1. Menegtahui
sensori b.d Setelah dilakukan Observasi status mental,
gangguan tindakan 1. periksa status mental, sensori dan
penglihatan d.d keperwatan selama status sensori dan tingkat tingkat
merasakan sesuatu …x… jam, maka kenyamanan(mis. Nyeri kenyamanan
melalui system Persepsi Sensori dan kenyamanan) pasien
pengelihatan membaik dengan 2. Jadwalkan aktivitas 2. Meminimalisisr
kriteria hasil : harian dan waktu aktivitas dan
1. verbalisai istirahat stimulus
melihat bayangan 3. Batasi stimulus 3. Membatasi
menurun lingkungan(mis. Cahaya, stimulus
2. orientasi suara dan aktivitas) 4. Meminimalisasi
membaik Edukasi stimulus
3. respon sesuai 1. Ajrkan cara 5. Meminimalkan
stimulus membaik meminimalisasi stimulus prosedur dan
(mis. Mengatur tindakan
pencahayaan,membatasii
kunjungan, membatasi
suara)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
meminimalkan prosedur
atau tindakan
2 Resiko cedera d.d Tingkat Cedera Pencegahan Cedera 1. Mengetahui
gangguan Setelah dilakukan Observasi area yang
psikomotor tindakan 1. Klasifikasi area yang berpotensi
keperwatan selama berpotensi menyebabkan
…x… jam, maka menyebabkan cedera cedera
tingkat cedera 2. Indentifikasi obat yang 2. Mengetahui
menurun dengan berpotensi obat yang
kriteria hasil: menyebabkan cedera berpotensi
1. toleransi Terapeutik menyebabkan
aktivitas 1. Sosialisasikan dengan cedera
meningkat pasien dan keluarga 3. Diskusi
2. gangguan tentang ruang Bersama pasien
kognitif menurun rawat(mis. dan keluarga
Pencahayaan, tentang kondisi
kebisingan,dll) yang
2. Pastikan barang barang menyebabkan
pribadi mudah cedera
Fungsi sensori dijangkau 4. Agar pasien
membaik dengan 3. Pertahankan posisi tidak terlalu
kriteria hasil : tempat tidur dalam banyak
1. ketajaman posisis terendah saat beraktivitas
pengelihatan digunakan 5. Meminimalisisr
meningkat 4. Diskusikan mengenai efek jika pasien
aktivitas yang akan terjatuh
dilakukan 6. Diskusi
5. Diskusikan Bersama aktivitas yang
anggota keluarga yang dilakukan
dapat mendampingi 7. Berdiskusi
pasien Bersama
Edukasi keluarga pasien
1. Anjurkan berganti mengenai
posisi secara perlahan potensi cedera
dan duduk selama 8. Latihan fisik
beberapa menit ringan untuk
sebelum berdiri pasien agar
dapat
beraktivitas
kembali
3 Ansietas b.d Tingkat Ansietas Terapi Relaksasi a. Agar pasien
khawatir Setelah dilakukan a. Identifikasi penurunan dapat
mengalami asuhan tingkat energi, mengetahui hal
kegagalan d.d keperawatan ketidakmampuan apa yang dapat
merasa khawatir selama … x jam, berkonsentrasi, atau membuatnya
dengan kondisi maka tingkat gejala lain yang cemas
yang dihadapi ansietas menurun mengganggu b. Indicator derajat
dengan kriteria kemampuan kognitif ansietas
hasil: b. Ciptakan lingkungan misalnya pasien
1. Perilaku tenang dan tanpa dapat merasa
gelisah gangguan dengan tidak terkontrol
menurun pencahayaan dan suhu di rumah, kerja/
2. Konsentrasi ruang, nyaman, jika masalah pribadi.
membaik memungkinkan Stress dapat
3. Tekanan c. Gunakan nada suara terjadi sebagai
darah, nadi, lembut dengan irama akibat gejala
dan frekuensi lambat dan berirama fisik kondisi
pernapasan d. Demonstrasikan dan juga reaksi lain
dalam batas latih teknik relaksasi c. Agar pasien
normal (mis. napas dalam, merasa aman
a. TD systole peregangan, atau d. Untuk
100-130 imajinasi terbimbing) membantu
mmHg, pasien
diastole melakukan
60-90 teknik relaksasi
mmHg, secara mandiri
b. Nadi: 60-
100
X/menit
c. RR: 12-24
X/ menit)

Post OP

N SDKI SLKI SIKI Rasional


O
1 Nyeri Akut Setelah diberikan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
asuhan a. Identifikasi lokasi, a. Identifikasi
keperawatan karakteristik, durasi, lokasi,
selama ....x…. jam frekuensi, kualitas, karakteristik,
maka tingkat nyeri intensitas nyeri durasi, frekuensi,
menurun dengan b. Berikan teknik kualitas,
kriteria hasil: nonfarmakologis untuk intensitas nyeri
.1. keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri b. Berikan teknik
menurun (mis. TENS, hypnosis, nonfarmakologis
2. meringis akupresur, terapi music, untuk
menurun biofeedback, terapi mengurangi rasa
pijat, aromaterapi, nyeri (mis.
Kontrol Nyeri teknik imajinasi TENS, hypnosis,
meningkat dengan terbimbing, kompres akupresur, terapi
kriteria hasil: hangat/dingin, terapi music,
1. Melaporkan bermain) biofeedback,
nyeri terkontrol c. Fasilitasi istirahat dan terapi pijat,
meningkat tidur aromaterapi,
d. Jelaskan penyebab, teknik imajinasi
periode, dan pemicu terbimbing,
nyeri kompres
e. Jelaskan strategi hangat/dingin,
meredakan nyeri terapi bermain)
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
f. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2 Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi a. mengetahui tanda
d.d efek Setelah dilakukan Observasi dan gejala infeksi
prosedur invasif. tindakan a. Monitor tanda dan b. mencegah
keperawatn selama gejala infeksi local dan penularan infeksi
…x… jam, maka sistemik c. menjaga kebersihan
diharapkan tingkat Terapeutik pasien
infeksi menurun b. Batasi jumlah d. KIE tanda dan
dengan kriteria pengunjung gejala infeksi pada
hasil: c. Pertahankan Teknik pasien
1. demam aseptic pada pasien e. pasien dapat
menurun berisiko tinggi memeriksa luka
2. Kemerahan Edukasi dengan mandiri
menurun d. Jealskan tanda dan f. Memenuhi
3. Nyeri menurun gejala infeksi kebutuhan cairan dan
4. kadar sel darah e. Ajarkan cara memeriksa nutrisi pasien
putih membaik luka operasi
f. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan dan
nutrisi
1 Gangguan Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan 6. Menegtahui status
persepsi sensori Setelah dilakukan Observasi mental, sensori
b.d gangguan tindakan 4. periksa status mental, dan tingkat
penglihatan d.d keperwatan selama status sensori dan kenyamanan
merasakan …x… jam, maka tingkat pasien
sesuatu melalui Persepsi Sensori kenyamanan(mis. Nyeri 7. Meminimalisisr
system membaik dengan dan kenyamanan) aktivitas dan
pengelihatan kriteria hasil : 5. Jadwalkan aktivitas stimulus
1. verbalisai harian dan waktu 8. Membatasi
melihat bayangan istirahat stimulus
menurun 6. Batasi stimulus 9. Meminimalisasi
2. orientasi lingkungan(mis. Cahaya, stimulus
membaik suara dan aktivitas) Meminimalkan
3. respon sesuai Edukasi prosedur dan tindakan
stimulus membaik 2. Ajrkan cara
meminimalisasi stimulus
(mis. Mengatur
pencahayaan,membatasii
kunjungan, membatasi
suara)
Kolaborasi
Kolaborasi dalam
meminimalkan prosedur
atau tindakan
3 Resiko cedera Tingkat Cedera Pencegahan Cedera 9. Mengetahui area
d.d gangguan Setelah dilakukan Observasi yang berpotensi
psikomotor tindakan 3. Klasifikasi area yang menyebabkan
keperwatan selama berpotensi cedera
…x… jam, maka menyebabkan cedera 10. Mengetahui obat
tingkat cedera 4. Indentifikasi obat yang yang berpotensi
menurun dengan berpotensi menyebabkan
kriteria hasil: menyebabkan cedera cedera
1. toleransi Terapeutik 11. Diskusi Bersama
aktivitas meningkat 6. Sosialisasikan dengan pasien dan
2. gangguan pasien dan keluarga keluarga tentang
kognitif menurun tentang ruang kondisi yang
rawat(mis. menyebabkan
Pencahayaan, cedera
kebisingan,dll) 12. Agar pasien tidak
7. Pastikan barang barang terlalu banyak
Fungsi sensori pribadi mudah beraktivitas
membaik dengan dijangkau 13. Meminimalisisr
kriteria hasil : 8. Pertahankan posisi efek jika pasien
1. ketajaman tempat tidur dalam terjatuh
pengelihatan posisis terendah saat 14. Diskusi aktivitas
meningkat digunakan yang dilakukan
9. Diskusikan mengenai 15. Berdiskusi
aktivitas yang akan Bersama keluarga
dilakukan pasien mengenai
10. Diskusikan Bersama potensi cedera
anggota keluarga yang Latihan fisik ringan
dapat mendampingi untuk pasien agar
pasien dapat beraktivitas
Edukasi kembali
Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri
DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa :


Setiawan Sari. Jakarta: EGC

Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif.2001. KapitaSelektaKedokteranEdisi 3 Jilid 1.Jakarta, Media


Aesculapius. FakultasKedokteran UI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai