Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PROSES BERFIKIR DAN PENYELESAIAN MASALAH SECARA

KREATIF DAN INTELIGENSI

Oleh :

1. I Gede Agus Okta Wahyu Nugraha (P07120219052)


2. Dimas (P07120219085)
3. Putu Nanda Aura Nhaha Putri Yasa (P07120219090)
4. Ni Made Dwinda Permata Anandhi (P07120219092)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas Berkat rahmat dan
hidayah-nya makalah yang berjudul “Makalah Proses Berpikir dan Penyelesaian Masalah
Secara Kreatif dan Inteligensi” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bimbingan, dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini, kami mengucapkan
terimakasih sebanyak-banyaknya. Kami harap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, kami menerima kritik dan saran yang
membantu dalam menyempurnakan makalah ini.

Denpasar, Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 1
BAB II .............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian ........................................................................................................................ 3
2.2 Perkembangan Kognitif (Berpikir) ................................................................................. 3
2.3 Cara Penarikan Kesimpulan ........................................................................................... 5
2.4 Kelainan atau Gangguan Berpikir .................................................................................. 6
2.5 Penyelesaian masalah secara kreatif ............................................................................... 9
2.6 Pengertian Inteligasi ...................................................................................................... 10
2.7 Faktor yang Memengaruhi Inteligensi .......................................................................... 12
2.8 Klasifikasi Inteligensi ..................................................................................................... 12
2.9 Pengukuran Inteligensi .................................................................................................. 13
2.10 Gangguan Inteligensi ..................................................................................................... 14
BAB III .......................................................................................................................................... 15
KESIMPULAN.............................................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berpikir berdasarkan esensi fungsional yang mencakupi lingkup kerjanya merupakan
salah satu pokok yang membedakan antara manusia dengan hewan. Berpikir, dengan proses
yang mutlak adanya dalam terapan kerja berpikir itu sendiri adalah hal yang membuka
cakrawala pengetahuan manusia. Dalam kajiannya terhadap objek manusia itu sendiri, berpikir
dapat memberi simpulan atas berbagai hal, yang secara langsung bersinggungan erat dengan
manusia itu sendiri, yang didalamnya terdapat penjiwaan atas potensi berpikir. Dalam konteks
ini, berpikir merupakan salah satu unsur sadar yang mengendalikan jiwa manusia didalam
berbagai macam kondisi, termasuk didalamnya yaitu ketika menghadapi suatu masalah
(persoalan). Dalam hal ini, kelangsungan proses berpikir dengan pemecahan masalah yang
menjadi solusi atas masalah itu sendiri diperlukan dengan tingkat efisiensi waktu yang efektif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu proses berfikir ?
2. Bagaimanan perkembangan kognitif/berpikir ?
3. Bagaimana cara penarikan kesimpulan ?
4. Apa saja kelainan dan gangguan dalam berfikir ?
5. Bagaimana cara penyelesaiaan masalah secara kreatif ?
6. Apa itu inteligensi ?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi inteligensi ?
8. Apa saja klasifikasi dari inteligensi ?
9. Bagaimana pengukuran inteligensi ?
10. Apa saja gangguan inteligensi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian proses berfikir
2. Mengetahui perkembangan kognitif/berpikir
3. Mengetahui cara penarikan kesimpulan
4. Mengetahui kelainan dan gangguan dalam berfikir
5. Mengetahui cara penyelesaiaan masalah secara kreatif
6. Mengetahui pengertian inteligensi

1
7. Mengetahui faktor yang mempengaruhi inteligensi
8. Mengetahui klasifikasi inteligensi
9. Mengetahui pengukuran inteligensi
10. Mengetahui gangguan inteligensi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Sujanto (2012) menyatakan, berpikir adalah gejala jiwa yang dapat menetapkan
hubungan-hubungan antara antara yang satu dengan yang lainnya. Berpikir adalah suatu
proses dialektis, artinya selama berpikir, pikiran mengadakan tanya jawab dengan diri kita.
Purwanto (2012) menyatakan, berpikir adalah perilaku yang menggunakan ide yaitu suatu
proses simbolis.

Jadi, berpikir adalah suatu aktivitas mengolah atau pemrosesan suatu informasi karena
suatu rasa keingintahuan sampai adanya penyelesaian masalah (finishing position) atau goal
state atau sampai adanya suatu kesimpulan

2.2 Perkembangan Kognitif (Berpikir)

Dalam mempelajari dan memahami hakikat berpikir tingkat tinggi, ada dua pendekatan
teoritik, yaitu
1. Pendekatan perkembangan. Teori-teori yang menggunakan pendekatan perkembangan
adalah teori Piaget, Vygotsky, Bloom, dan teori novice-expert. Teori-teori ini berasumsi
bahwa, terdapat sebuah kontinum kemampuan berpikir yang merentang dari bentuk yang
paling sederhana ke bentuk yang tinggi, seseorang sampai menguasai suatu bentuk
berpikir yang lebih tinggi.
2. Pendekatan definisional. Teori-teori dengan pendekatan definisional berasumsi bahwa
seseorang pada semua level dapat mencapai kemampuan berpikir tinggi.
Piaget berpendapat bahwa dengan bertambahnya usia dan pengalaman kemampuan berpikir
anak-anak meningkat makin abstrak dan logis, mereka dapat mengklasifikasi segala sesuatu
secara tepat dan dapat menyusunnya. Piaget membagi perkembangan kognitif dalam empat
fase.

• Fase pertama adalah fase sensorismotoris (0-2 tahun/0-18 bulan).


Pada fase ini, seorang anak memperoleh pengetahuan melalui aktivitas tertentu, contohnya
bayi bisa melihat suatu benda, maka ia akan meraba, memasukkannya ke mulut untuk
mengetahui jenis apakah benda itu, halus, keras, manis, dan sebagainya. Anak sampai usia
8 bulan belum mempunyai konsep bahwa benda itu tetap/permanen, benda itu ada bila anak
bisa memegang dan melihatnya. Melalui proses aksi dan interaksi asimilasi dan akomodasi,

3
maka anak mengetahui bahwa benda itu tetap ada di dalam ruang dan waktu, walaupun
tidak bisa melihat dan memegang.
• Fase kedua adalah fase preoperasional (2-7 tahun/18 bulan-6 tahun).
Pada fase ini, anak berpikir didasari oleh persepsi dan cara berpikir yang masih egosentris.
Selain itu, anak belum mengenal konsep invariance benda, bila anak diperlihatkan sebuah
buku yang memiliki dua gambar yang berbeda pada sampulnya, misalnya gambar anjing
dan kucing, maka saat ditanya gambar apa yang dilihat oleh orang di seberangnya, maka
anak akan mengatakan orang tersebut melihat gambar yang sama seperti yang dilihatnya.
Ini menunjukkan bahwa cara berpikir anak masih egosentris.
• Fase ketiga adalah fase konkret Operasional (7-11 tahun/6-12 tahun).
Pada fase ini, anak sudah mampu melakukan reversible operation, sudah mengenal konsep
invariance, dan sudah mengenal konsep serration/rangkaian. Contohnya, anak sudah bisa
disuruh menyusun balok-balok dengan ukuran berbeda dari yang paling kecil sampai yang
paling besar yang dilakukannya tanpa mencoba-salah. Pada fase ini, anak sudah mengerti
hubungan antara elemen yang satu dengan elemen lainnya pada saat bersamaan. Periode
ini disebut concrete operational karena anak membutuhkan objek yang konkret agar bisa
berpikir secara logis, bila anak harus menyelesaikan masalah secara verbal, ia akan
menemukan kesulitan.
• Fase keempat adalah fase formal Operasional (11-12 tahun dan selanjutnya). Ciri fase ini
adalah anak sudah bisa berpikir secara abstrak tanpa melihat situasi konkret. Anak mampu
menghadapi persoalan yang sifatnya hipotesis, ia mengerti dan dapat menggunakan
kemungkinan yang ada, ia mampu mengatasi masalah yang lebih kompleks yang
membutuhkan logika dan penalaran.

Teori Vygotsky memiliki kesamaan dengan Piaget dalam hal perkembangan berpikir Akan
tetapi, Vygotsky mendefinisikan berpikir tingkat tinggi sebagai tingkat berpikir yang
mengandung empat syarat, yaitu: ada perubahan kontrol dari lingkungan ke individu (other-
regulation to self-regulation), individu memiliki kesadaran untuk mengakses aktivitas
kognitifnya, aktivitas kognitif tersebut memiliki sumber sosial, dan individu menggunakan
simbol-simbol atau tanda tanda untuk memerantarai aktivitas kognitif tersebut.

Dalam kaitannya dengan perkembangan berpikir, Bloom menggambarkan enam level


pengetahuan yang terkenal dengan taksonomi Bloom, yaitu:

4
a. Level pengetahuan (knowledge), yaitu mengetahui informasi hanya dengan cara
asosiatif atau rote-learning.
b. Level pemahaman (comprehension), yaitu memahami informasi secara lebih mendalam
dan elaborative.
c. Level aplikasi, yaitu mengambil definisi definisi, rumus-rumus, prinsip-prinsip, dan
sebagainya, serta menggunakannya untuk mengidentifikasi hal-hal yang ada dalam
realita dan memecahkan masalah yang ada.
d. Level analisis, yaitu membagi informasi yang kompleks ke dalam bagian komponen
dan melihat bagaimana bagian tersebut saling berhubungan.
e. Level sintesa yaitu mengelompokkan atau menyatukan kembali sesuatu yang telah
diuraikan.
f. Level evaluasi yaitu menilai sesuatu yang ada.

2.3 Cara Penarikan Kesimpulan

Tujuan berpikir adalah mencari penyelesaian masalah yang dihadapi. Berdasarkan data yang
ada, maka ditariklah kesimpulan sebagai pendapat akhiratas data atau pendapat-pendapat yang
mendahului (Walgito, 2010).
Dalam penarikan kesimpulan, orang dapat menempuh bermacam-macam cara :
1. Kesimpulan yang ditarik atas dasar analogi
Yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar adanya kesamaan dari suatu keadaan atau
peristiwa dengan keadaan atau peristiwa yang lain. Kesimpulan ini ditarik dari hal yang
khusus ke khusus. Contohnya, suatu hari seorang anak melihat kulit rambutan di
halaman rumahnya dan ternyata nenek datang dari desa. Lain waktu anak melihat kulit
rambutan di halaman rumahnya, ternyata nenek datang lagi. Berdasarkan kejadian itu
sewaktu anak datang dari sekolah dan melihat kulit rambutan di halaman rumah, anak
mengambil kesimpulan nenek datang.
2. Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara induktif
Yaitu kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa menuju hal yang bersifat umum,
atau dari hal-hal yang khusus menuju ke hal yang bersifat umum. Contohnya, besi yang
dipanaskan mengembang, seng dipanaskan mengembang, dan tembaga dipanaskan
mengembang. Atas dasar peristiwa tersebut, ditariklah kesimpulan yang bersifat umum
yaitu bahwa logam apabila dipanasi mengembang. Kesimpulan yang ditarik atas dasar

5
deduktif yaitu kesimpulan yang ditarik atas hal umum ke hal yang bersifat khusus
terhadap suatu peristiwa.
3. Kesimpulan yang ditarik atas dasar deduktif
Yaitu kesimpulan yang ditarik atas hal umum ke hal yang bersifat khusus terhadap suatu
peristiwa. Di antaranya bentuk penarikan kesimpulan silogisme, merupakan penarikan
kesimpulan yang tidak langsung atau menggunakan perantara tengah (middle term).
Satu di antaranya bentuk penarikan kesimpulan secara deduktif adalah silogisme,
penarikan kesimpulan secara silogisme merupakan penarikan kesimpulan yang tidak
langsung atau menggunakan perantara tengah (middle term). Misalnya S mempunyai
hubungan tertentu dengan P, dan S merupakan subjek dan P merupakan predikat. M
yang merupakan term tengah harus berhubungan sedemikian rupa, sehingga M menjadi
jembatan antara S dan P.

Secara skematis:

M-------P

S--------M, maka akan dapat disimpulkan S-P

Dari contoh di atas, dapat dikemukakan bahwa pada silogisme didapati adanya tiga
pendapat yaitu (1) pendapat pertama yang mengandung pengertian umum yang disebut
premis mayor, (2) pendapat kedua yang mengandung pengertian khusus yang disebut
premis minor, dan (3) pendapat ketiga atau pendapat terakhir yang merupakan
kesimpulan

Jadi, dalam silogisme didapati adanya premis mayor, minor, dan kesimpulan,
Kesimpulan yang ditarik dalam silogisme berdasarkan premis mayor dan minor Karena
itu dalam silogisme apabila premisnya salah, maka kesimpulannya juga akan salah

2.4 Kelainan atau Gangguan Berpikir

• Gangguan bentuk pikir, dalam kategori ini termasuk semua penyimpanan dari pemikiran
rasional, logis dan terarah kepada tujuan.
1. Dereisme atau pikiran dereistik bertitik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi
antara proses mental individu dan pengalaman yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika, atau
pengalaman.

6
2. Pikiran otistik menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari dalam
pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau halusinasi.
3. Bentuk pikiran yang nonrealistik yaitu bentuk pikiran yang sama sekali tidak
berdasarkan kenyataan, misalnya menyelidiki sesuatu yang spektakuler atau
revolusioner bila ditemui, mengambil kesimpulan yang aneh, dan tidak masuk akal.

• Gangguan arus pikir yaitu, tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran
yang timbul dalam berbagai jenisnya.

1. Perseverasi yaitu berulang-ulang menceritakan suatu idea, pikiran, atau tema secara
berlebihan

2. Asosiasi longgar, yaitu mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama
lainnya

3. Inkoberensi yaitu gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimatnya sudah
sukar ditangkap atau diikuti maksudnya.

4. Kecepatan bicara untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat
cepat.

5. Benturan (blocking) adalah jalan pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah
sebuah kalimat

6. Logorea yaitu banyak bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa kontrol,


mungkin koheren ataupun inkoheren.

7. Pikiran melayang flight of ideas) yaitu perubahan yang mendadak lagi cepat dalam
pembicaraan, sehingga suatu ide yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh
indra yang lain

8. Asosiasi bunyi (clang association), yaitu mengucapkan perkataan yang mempunyai


persamaan bunyi, contohnya, "Saya mau makan di Tarakan, seakan-akan berantakan".

9. Neologisme yaitu membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum,
contohnya, "Saya radiltu, semua partimun".

10. Irelevansi yaitu isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.

7
11. Pikiran berputar-putar (circumstantiality) yaitu menuju secara tidak langsung kepada
ide pokok dengan menambahkan banyak hal yang remeh temeh yang menjemukan
dan yang tidak relevan.

12. Main-main dengan kata-kata yaitu, menyajak (membuat sajak) secara tidak wajar,
contohnya: Wahai jagoku yang tersembunyi, meskipun kau jago, tanpa kau hatiku
sunyi, tanpa kau hatiku mewangi.

13. Afasia mungkin sensorik (tidak atau sukar mengerti bicara orang lain) atau motorik
(tidak dapat atau sukar berbicara), sering kedua-duanya sekaligus dan terjadi karena
kerusakan otak.

• Gangguan isi pikir yaitu dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal, maupun pada isi
pikiran yang diceritakan.

1. kegembiraan yang luar biasa atau ekstasi (ecstasy) dapat timbul secara mengambang
pada orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anestesia
umum).Kegembiraan juga disebabkan oleh narkotika (feeling high atau fligh sebagai
logat para narkotik) atau kadang-kadang timbul sepintas pada skizofrenia yang
mengatakan bahwa isi pikirannya tidak dapat diceritakan.

2. Fantasi adalah pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau
diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.

3. Fobia adalah rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, walaupun diketahuinya bahwa hal itu
rasional (dapat mengakibatkan kompulsi)

4. Fobia itu bermacam-macam, di antaranya agorafobi (fobia ruang yang luas), akrofobi
(fobia tempat yang tinggi), astrafobi (fobia badai, guntur, dan kilat), bakteriofobi
(fobia kuman), hematofobi (fobia darah), monofobi (fobia keadaan sendirian),
niktofobi (fobia keadaan gelap), okholofobi (fobia keadaan ramai atau banyak orang),
pirofobi (fobia terhadap api), dan zoofobi (fobia terhadap binatang).

5. Obsesi adalah isi pikiran yang kukuh (persistent) timbul, walaupun tidak
dikehendakinya, dan diketahuinya bahwa hal itu tidak waras atau tidak mungkin.

8
6. Preokupasi adalah pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang biasanya
berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat dan dapat menjadi
obsesi.

7. Pikiran bunuh diri (suicidal thoughts/ideation), mulai dari kadang-kadang memikirkan


hal bunuh diri sampai terus menerus memikirkan bagaimana cara membunuh dirinya.

8. Pikiran hubungan ideas of reference) pembicaraan orang lain, benda benda atau suatu
kejadian dihubungkan dengan dirinya

9. Rasa terasing (alienasi) adalah perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda,
dan asing

10. Pikiran isolasi sosial (social isolation) adalah rasa terisolasi, tersekat, terkunci,
terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, dan lebih suka menyendiri.

11. Pikiran rendah diri yaitu merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, dan
menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.

12. Merasa dirugikan oleh orang lain adalah mengira atau menyangka ada orang lain yang
telah merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya atau sedang
mencelakakannya.

13. Merasa dingin dalam bidang seksual adalah acuh tak acuh tentang hal seksual,
kegairahan seksual berkurang secara umum (hiposexual).

14. Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataannya atau tidak cocok dengan inteligensi dan latar belakang kebudayannya
walaupun dibuktikan kemustahilannya.

• Gangguan pertimbangan ada hubungannya dengan keadaan mental yang


menghindari kenyataan yang menyakitkan. Pertimbangan adalah kemampuan
mengevaluasi keadaan serta langkah yang dapat diambil, alternatif yang dapat
dipilih, atau kemampuan menarik kesimpulan yang wajar berdasarkan pengalaman.

2.5 Penyelesaian masalah secara kreatif

Orang yang berpikir kreatif itu mempunyai beberapa macam sifat mengenai pribadinya yang
merupakan original person, yaitu memilih fenomena atau keadaan yang komplek, mempunyai

9
psikodinamika yang kompleks, dan mempunyai skope pribadi yang luas, dalam judgment-nya
lebih mandiri, dominan dan lebih besar pertahanan diri (more self-assertive) serta menolak
suppression sebagai mekanisme kontrol

Proses penyelesaian masalah secara kreatif

• Pertama; menemukan fakta dengan cara mengumpulkan fakta tentang masalah


(divergen), ajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi (divergen), pilih
pertanyaan yang paling penting (konvergen)
• Ketiga; menemukan masalah perluas masalah untuk mendapatkan perspektif lain
(divergen), ikatkan masalah menjadi lebih khusus (divergen), tentukan masalah yang
terpenting (konvergen)
• Ketiga; menemukan gagasan, kembangkan ide sebanyak-banyaknya untuk problem
solving (divergen), tunggu dan pilih ide atau gagasan terbaik (konvergen)
• Keempat; menemukan penyelesaian, tentukan tolok ukur atau kriteria untuk menilai
gagasan (divergen), pilih gagasan dengan nilai terbaik atau kombinasikan (konvergen)
• Kelima; menemukan penerimaan susun rencana tindakan agar gagasan terbaik dapat
diterima atau dilaksanakan

2.6 Pengertian Inteligasi

Dalam menyelesaikan suatu masalah ada yang cepat, ada juga yang lambat keadaan
demikian ditentukan juga oleh faktor inteligensi dari individu bersangkutan. Inteligensi berasal
dari bahasa Inggris 'intelligence yang artinya menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.
Secara umum, inteligensi sering kali disebut kecerdasan, oleh karena itu seseorang yang
memiliki inteligensi tinggi disebut cerdas atau jenius. Sampai saat ini, para ahli belum ada
kesamaan pendapat tentang pengertian inteligensi, mengingat inteligensi merupakan suatu
konsep yang kompleks, sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah kemampuan atau
kapasitas pikiran (Wechsler, 1975).

Stern (dalam Walgito, 2008) mengemukakan inteligensi adalah daya menyesuaikan diri
dengan keadaan baru menggunakan organ berpikir sesuai tujuannya. Dari pengertian ini,
tampak bahwa Sen menekankan tentang inteligensi pada soal penyesuaian diri terhadap
keadaan yang ada. orang yang kurang inteligensi. Thorndike (dalam Skinner, 1959)
menyatakan seseorang dianggap inteligensi jika responsnya merupakan respons yang baik atau

10
sesuai dengan stimulus yang diterimanya. Agar dapat memberikan respons yang tepat, individu
harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus-respons. Keadaan demikian dapat diperoleh
dari pengalaman yang diperolehnya. Tergambar tentang beragamnya pengertian atau definisi
inteligensi tersebut, Morgan, King, dan Robinson (1984) menyatakan bahwa ada dua
pendekatan pokok dalam memberikan definisi tentang inteligensi, yaitu:

1. Pendekatan atau teori faktor


Dapat dikemukakan bahwa dalam inteligensi tersebut terdapat faktor tertentu yang
membentuk inteligensi. Faktor yang membentuk inteligensi di antara para ahli juga
belum terdapat satu kesamaan
Thurstone memiliki pandangan yang berbeda ldengan para ahli sebelumnya. Menurut
Thurstone, dalam intelegensi terdapat faktor primer seagai berikut
• S (spatial relation)
Kemampuan untuk melihat atau mempersepsi gambar dengan duat atau tiga
dimensi yang berkenaan dengan jarak
• P (Parceptual speed)
Kemampuan yang berkrnaan dengan kcepatan dan ketepatan dalam memberikan
judging mengenai persamaan dan perbedaan atau dalam respons terhadap sesuatu
yang dilihatnya detail.
• V (Verbal compehesion)
Kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman kosakata, anologi, verbal dan
sejenisnya
• W (Word Fluency)
Kemampuan yang berkaitan dengan kecepatan berkaitan dengan kata-kata,
anagram dan sejenisnya
• N (Number facility)
Kemmpuan berkenaan dengan kecepatan keepatan dalam berhitung
• M (Associate memory)
Kemampuan yang berkenaan dengan ingatan, khususnya yang berpasangan.
• I (Introduction)
Kemampuan yang berkenaan dengan ingatan, khususnya yang berpasanagan
2. Teori orientasi proses
Teori ini berpijak atas orientasi proses intelektual dalam penyelesaian masalah. Para
ahli cenderung mengulas proses kognitif daripada inteligensi,

11
tetapi dengan maksud tentang hal yang sama (Morgan, King, dan Robinson1984). Jean
Piaget merupakan pendukung teori ini Jean Piaget belajar tentang biologi filsafat,
khususnya epistemology, namun kemudian ia bekerja di laboratorium Binet dan
membantu dalam standarisasi tes.

2.7 Faktor yang Memengaruhi Inteligensi

Inteligensi sebagai suatu kapasitas yang bersifat umum, dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor tersebut berasal dari dalam diri seseorang maupun yang berasal dari luar dirinya. Suatu
pertanyaan mengenai apakah inteligensi merupakan suatu kemampuan genetik (keturunan)
atau faktor lingkungan, sampai saat ini masih dalam perdebatan. Kecenderungan hasil
penelitian genetik menunjukkan bahwa faktor genetik (keturunan) maupun lingkungan
memberi andil terhadap inteligensi yang ada dalam diri individu. Faktor genetik memberi andil
yang besar berkisar 50-80% terhadap keberadaan inteligensi sesorang (Suharnan, 2005), dari
faktor bawaan hasil penelitian menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu
keluarga atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkorelasi tinggi (0.50), bahkan di
antara kembar berkorelasi sangat tinggi (0.90), sebaliknya di antara individu yang tidak
bersanak saudara korelasinya rendah sekali (0.20).
Bukti lain dari adanya pengaruh bawaan adalah hasil-hasil penelitian terhadap anak-anak
yang diadopsi, IQ mereka ternyata masih berkorelasi tinggi dengan ayah ibunya bergerak
antara 0.40-0.50, sedangkan korelasi dengan orang tua angkatnya sangat rendah yaitu 0.10-
0.20. Selanjutnya, studi terhadap kembar yang diasuh secara terpisah juga menunjukkan bahwa
IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi. Ini menunjukkan bahwa meskipun lingkungan
merupakan faktor yang memengaruhi kecerdasan seseorang, namun ada beberapa hal dalam
inteligensi yang tidak terpengaruh pada individu bersangkutan. Zajonc dalam berbagai
penelitiannya menemukan bahwa anak pertama biasanya memiliki taraf kecerdasan yang lebih
tinggi dari adik-adiknya. Hal ini bisa terjadi karena anak pertama dalam jangka waktu yang
cukup lama hanya dikelilingi oleh orang-orang dewasa, suatu lingkungan yang memberinya
keuntungan intelektual dalam bentuk suatu stimulasi yang lebih terarah (Irwanto dkk, 1991).

2.8 Klasifikasi Inteligensi

Dengan bantuan berbagai instrumen tes inteligensi yang telah dikembangkan inteligensi
sebagai suatu ciri yang unik dari seseorang mulai dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan.

12
Klasifikasi inteligensi sangat ditentukan dari instrument tes yang digunakan karena klasifikasi
tersebut didasarkan atas skor IQ pada instrument tes tertentu dan setiap instrument tes
mempunyai skala pengukuran yang berbeda. Irwanto dkk. (1991) mengemukakan skala
inteligensi yang dikembangkan oleh Wechster dan klasifikasinya sebagai berikut :
Very superior IQ di atas 128
Superior IQ 120-127
Bright norma IQ 111-119
Average IQ 91-110
Dull normal IQ 80-90
Borderline IQ 66-79
Mental defective IQ 65 kebawah

2.9 Pengukuran Inteligensi

Setiap orang memiliki inteligensi yang berbeda-beda, sehingga antara individu yang satu
dengan yang lainnya tidak sama kemampuannya dalam menyelesaikan suatu masalah yang ada.
Perbedaan inteligensi dapat dipanda dari perbedaan kualitatif dan perbedaan kuantitatif.
Pandangan kualitatif menyatakan bahwa perbedaan inteligensi satu dengan yang lainnya
memang secara kualitatif berbeda, yang berarti bahwa pada dasarnya memang telah berbeda
inteligensi individu yang satu dengan yang lainnya. intelegensi dilakukan dengan
menggunakan alat-alat psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil
pengukuran intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat
menyatakan tinggi rendahnya inteligensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence Quotien).
Prinsip pengukuran inteligensi adalah membandingkan individu yang dites dengan norma
yang ada. Untuk dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang, digunakan tes inteligensi. Orang
yang dapat dipandang sebagai orang yang pertama menciptakan tes inteligensi adalah Binet
(Walgito, 2008). Tes inteligensi terus berkembang dan pada tahun 1939 David Wechsler
membuat individual intelligence test, yang dikenal dengan Wechsler Bullevue Intelligence
Scale atau sering disebut tes inteligensi WB.Menurut Morgan, King, dan Robinson (1984), ada
dua tes inteligensi individual yang paling menonjol yaitu Test Stanford-Binet dan Wechsler
Adult Intelligence Scale (WAIS).

13
2.10 Gangguan Inteligensi

Menurut Maramis (2004), gangguan inteligensi yang paling sering ditemukan adalah
retardasi mental dan demensia. Retardasi mental adalah keadaan dengan inteligensi kurang
sejak masa perkembangkan atau keadaan kekurangan inteligensi, sehingga adanya hendaya
daya guna sosial.Retardasi mental ada yang primer disebabkan kemungkinan faktor keturunan,
sedangkan retardasi mental sekunder disebabkan oleh faktor yang dari luar misalnya: gangguan
metabolisme gizi.Demensia adalah kemunduran inteligensi karena kerusakan otak yang sudah
tidak bisa diperbaiki lagi. Orang yang mengalami demensia adalah orang yang tidak bisa
mengingat sesuatu yang telah dialaminya.

14
BAB III

KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berpikir adalah suatu aktivitas mengolah atau pemrosesan suatu informasi karena
suatu rasa keingintahuan sampai adanya penyelesaian masalah (finishing position) atau
goal state atau sampai adanya suatu kesimpulan. Piaget berpendapat bahwa dengan
bertambahnya usia dan pengalaman kemampuan berpikir anak-anak meningkat makin
abstrak dan logis, mereka dapat mengklasifikasi segala sesuatu secara tepat dan dapat
menyusunnya. Piaget membagi perkembangan kognitif dalam empat fase. Tujuan berpikir
adalah mencari penyelesaian masalah yang dihadapi. Berdasarkan data yang ada, maka
ditariklah kesimpulan sebagai pendapat akhiratas data atau pendapat-pendapat yang
mendahului (Walgito, 2010). Dalam penarikan kesimpulan, orang dapat menempuh
bermacam-macam cara : Kesimpulan yang ditarik atas dasar analogi, induktif dan deduktif.
Adapun kelainan dan gangguan pada proses berfikir yaitu gangguan bentuk berfikir,
gangguan arus pikir, gangguan isi pikir dan gangguan pertimbangan. Orang yang berpikir
kreatif itu mempunyai beberapa macam sifat mengenai pribadinya yang merupakan
original person, yaitu memilih fenomena atau keadaan yang komplek, mempunyai
psikodinamika yang kompleks, dan mempunyai skope pribadi yang luas, dalam judgment-
nya lebih mandiri, dominan dan lebih besar pertahanan diri (more self-assertive) serta
menolak suppression sebagai mekanisme kontrol.
Dalam menyelesaikan suatu masalah ada yang cepat, ada juga yang lambat keadaan
demikian ditentukan juga oleh faktor inteligensi dari individu bersangkutan. Inteligensi
berasal dari bahasa Inggris 'intelligence yang artinya menghubungkan atau menyatukan
satu sama lain. Secara umum, inteligensi sering kali disebut kecerdasan, oleh karena itu
seseorang yang memiliki inteligensi tinggi disebut cerdas atau jenius. Inteligensi sebagai
suatu kapasitas yang bersifat umum, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut
berasal dari dalam diri seseorang maupun yang berasal dari luar dirinya. Gangguan
inteligensi yang paling sering ditemukan adalah retardasi mental dan demensia

15
DAFTAR PUSTAKA

Candra, I Wayan,dkk. 2017. Psikologi Landasan Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: ANDI.

16

Anda mungkin juga menyukai