Disusun oleh:
1. Iswanti Wahyuni (1713041020)
2. Claudia Rehct R. (1713041032)
3. Nadya Ramandhani (1713041014)
Dosen Pengampu:
Dr. MulyantoWidodo, M.Pd./Rahmat Prayogi, M.Pd.
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada peyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah Berfikir Kritis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ..... selaku dosen pengampu mata kuliah
Berfikir Kritis yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa
bimbingan dari beliau penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan
format yang telah ditentukan.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu, kami mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk
kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Proses Berpikir Kritis, Logika dan Berpikir Kritis, Psikologi dan Berpikir Kreatif
Disposisis dan Higher Level Thinking.............................................................3
2.2 Berpikir Kreatif dan Kendala-Kendala yang harus dihadapi .........................11
2.3 Mengidentifikasi Alasan dan Kesimpulan Bahasa Penalaran.........................12
3.1 Simpulan..........................................................................................................25
3.2 Saran................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kita kurang memberikan perhatian secara khusus dalam pembelajaran.
Sistem pendidikan juga tidak mengajarkan bagaimana cara berpikir.
Sistem pendidikan lebih menitikberatkan pada penyampaian informasi
daripada pengembangan kemampuan berpikir. Padahal informasi
belum menjadi pengetahuan sampai pikiran manusia menganalisanya,
menerapkannya, mensintesisnya, mengevaluasinya dan
mengintegrasikannya ke dalam kehidupan sehingga informasi dapat
digunakan untuk tujuan produktif, yaitu membuat keputusan dan
memecahkan masalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Berpikir Kritis, Logika dan Berpikir Kritis, Psikologi dan Berpikir
Kreatif, Disposisi dan Higher Level Thinking
2.1.1 Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir merupakan sebuah aktivitas yang selalu dilakukan
manusia, bahkan ketika sedang tertidur. Bagi otak, berpikir dan
menyelesaikan masalah merupakan pekerjaan paling penting,
bahkan dengan kemampuan yang tidak terbatas. Berpikir
merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas
yang membedakan manusia dari hewan.
Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan
aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian,
mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim Purwanto (2007:
43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu
tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan
pemahaman/pengertian yang dikehendakinya.
Menurut Santrock (2011: 357) mengemukakan
pendapatnya bahwa berpikir adalah memanipulasi atau
mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori.
Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar
dan bepikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif,
dan memecahkan masalah.
Menurut Santrock (2011: 359), pemikiran kritis adalah
pemikiran reflektif dan produktif, serta melibatkan evaluasi
bukti. Jensen (2011: 195) berpendapat bahwa berpikir kritis
3
berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan dalam
mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil
kesimpulan mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis
yaitu sebuah kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk
menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik untuk
mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan
melibatkan evaluasi bukti.
4
2. Menilai informasi yang relevan
a. Menyeleksi fakta, opini, hasil nalar/judgment.
b. Mengecek konsistensi.
c. Mengidentifikasi asumsi.
d. Mengenali kemungkinan faktor stereotip.
e. Mengenali kemungkinan bias, emosi, propaganda, salah
penafsiran kalimat (semantic slanting).
f. Mengenali kemungkinan perbedaan orientasi nilai dan
ideologi.
3. Pemecahan Masalah/ Penarikan kesimpulan
a. Mengenali data-data yang diperlukan dan cukup
tidaknya data.
b. Meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari
keputusan/pemecahan masalah/kesimpulan yang
diambil.
Secara sederhana, Wolcott dan Lynch (1997)
mendeskripsikan langkah- langkah memulai proses berpikir
kritis di sekolah. Siswa hendaknya memulai proses berpikir
kritis dengan langkah 1 dan dengan latihan beralih menuju
langkah 2 serta jenjang selanjutnya. (Tabel 1.).
5
ada, menghubungkan alasan yang terkait
dengan berbagai alternatif pandangan dan
mengorganisir informasi yang ada
sehingga menghasilkan data yang berarti.
Langkah 3 Menentukan prioritas alternatif yang ada
dan mengkomunikasikan kesimpulan. Ini
termasuk proses menganalisis dengan
cermat dalam mengembangkan panduan
yang dipakai untuk menentukan faktor,
dan mempertahankan solusi yang terpilih
Langkah 4 Menentukan prioritas alternatif yang ada
dan mengkomunikasikan kesimpulan. Ini
termasuk proses menganalisis dengan
cermat dalam mengembangkan panduan
yang dipakai untuk menentukan faktor,
dan mempertahankan solusi yang terpilih
6
3. Pada kenyataannya siswa jarang melakukan transfer sendiri
keterampilan berpikir ini, sehingga perlu adanya latihan
terbimbing.
4. Pengajaran keterampilan berpikir memerlukan model
pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-
centered). Selain beberapa prinsip tersebut, satu hal yang
tidak kalah pentingnya dalam pengajaran keterampilan
berpikir adalah perlunya latihan-latihan yang intensif.
Seperti halnya keterampilan yang lain, dalam keterampilan
berpikir siswa perlu mengulang untuk melatihnya walaupun
sebenarnya keterampilan ini sudah menjadi bagian dari cara
berpikirnya. Latihan rutin yang dilakukan siswa akan
berdampak pada efisiensi dan otomatisasi keterampilan
berpikir yang telah dimiliki siswa. Dalam proses
pembelajaran di kelas, guru harus selalu menambahkan
keterampilan berpikir yang baru dan mengaplikasikannya
dalam pelajaran lain sehingga jumlah atau macam
keterampilan berpikir siswa bertambah banyak.
7
c. Mencari contoh untuk mengilustrasikan pernyataan.
d. Mengenali maksud di balik pernyataan.
e. Mencari kemungkinan penafsiran lain dari pernyataan.
f. Membedakan antara inti pernyataan dengan alasannya.
g. Memeriksa antara pernyataan denggan alasannya.
h. Merumuskan pertanyaan dengan jelas dan benar.
i. Membedakan antara fakta dengan opini atau
penafsiran.
5. Yakini bahwa selalu ada kemungkinan kekeliruan atau
kesalahan dari suatu pernyataan.
6. Yakini bahwa tidak ada larangan untuk berpikir kritis dan
berpendapat lain.
7. Yakini bahwa pendapat orang banyak belum tentu benar.
8. Yakini bahwa berpikir kritis adalah juga kunci untuk maju.
9. Selalu dahului keputusan yang kita ambil sekecil apapun
dengan berpikir nalar (menggunakan logika).
10. Jika kita ingin berpikir kritis, jangan lupa pula bahwa orang
lain pun mau. siapkah ???
8
validity penalaran untuk mendapatkan true dan right dari
bentuk (form) penalaran. Dalam hal ini tidak mengkaji tentang
kebenaran atau kekeliruan, namun lebih di pertegas pada kajian
kesahihan suatu penalaran.
Salah satu Filsuf pendidikan yang telah mengangkat
hubungan antara logika dan berpikir kritis adalah Robert Ennis.
Dalam sebuah karyanya, Ennis mendefinisikan berpikir kritis
sebagai “Penilaian yang benar dari suatu pernyataan”.
Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama
lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan
dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan
berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung
atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
Dapat disimpulkan bahwa logika dan berfikir kritis saling
berhubungan hal itu dapat dibuktikan dengan
contoh :
Jangan bangun siag, nanti rezekinya dipatok ayam!
Secara logika larangan tersebut bersifat tidak logis karena
tidak ada keterkaitan antara bangun siang dan rezekinya dipatok
ayam. Apabila kita berfikir secara logika seseorang yang
bangun siang sudah pasti orang yang tidak bekerja, sehingga
tidak menghasilkkan uang.
9
pengaruhnya pada perilaku. Bisa juga diartikan sebagai ilmu
pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa.
Menurut Muhibbin Syah (2001), psikolgi adalah
pengetahuan yang membahas tingkah laku terbuka dan tertutup
pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
pembahasan dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah
tingkah laku yang bertindak seagai psikomotor yang berbicara
tentang duduk berjalan dan berbaring sedangkan tingkah laku
yang tertutup adalah berpikir, berkeyakinan, dan berperasaan.
Berpikir kreatif siswa akan terwujud jika ada dukungan
dari lingkungan, ataupun ada dorongan kuat dari dirinya
(motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu, berpikir kreatif
dapat berkembang dalam lingkungan yang menunjang. Dalam
keluarga, di sekolah, di dalam lingkungan pekerjaan maupun di
dalam masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan
terhadap sikap dan prilaku kreatif individu atau kelompok
individu. Oleh karena itu pendidikan hendaknya dapat
menghargai keunikan pribadi dan bakat siswanya.
Jika seseorang memiliki psikologi yang bermasalah maka
dapat menghambat kreatifitas orang tersebut sebaliknya, apabila
seorang memiliki psikologis yang baik-baik saja maka orang
tersebut dapat lebih mudah mengeksplorasi kreatifitasnya.
10
Dapat disimpulkan bahwa disposisi (watak) ialah
seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis
mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah
kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek
terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-
pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika
terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
Higher Level Thinking adalah kemammpuan berpikir kritis,
logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kritis yang
merupakan kemampuan tingkat tinggi. HOTS merupakan suatu
kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan
kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemmapuan
lain yanng lebih tinggi, seperti kemampuan berfikir kreatif dan
kritis.
Dalam proses belajar mengajar disposisi sangat penting
dapat dilihat dari keinginan siswa untuk mengubah strategi,
melakukan refleksi, dan melalukan analisis sampai memperoleh
suatu solusi. Dapat disimpulkan bahwa disposisi itu ada di
dalam ranah HOTS.
11
Berpikir kreatif adalah kemampuan individu untuk memikirkan apa
yang telah dipikirkan semua orang, sehingga individu tersebut mampu
mengerjakan apa yang belum pernah dikerjakan oleh semua orang.
Terkadang berpikir kreatif terletak pada inovasi yang membantu diri sendiri
untuk mengerjakan hal-hal lama dengan cara yang baru. Tetapi pokoknya,
ialah memandang dunia lewat cukup banyak mata baru sehingga timbullah
solusi-solusi baru, itulah yang selalu memberikan nilai tambah. Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian berpikir kreatif adalah
suatu kemampuan seseorang untuk menciptakan ide atau gagasan baru
sehingga membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagi tujuan
dalam hidupnya (Maxwell 2004: 136),.
12
untuk kehilangan uang dan waktu. Ketika hal-hal tersebut terjadi, bukan
pengalaman gagal yang menghalangi anda namun perasaan anda sendiri
yang menghambat anda untuk berkembang.
13
lebih banyak uang. Kita semua ingin menjadi lebih sukses dan menikmati
status dan harga diri yang tinggi serta pengakuan. Kemampuan anda dalam
memecahkan masalah adalah penentu utama dari berapa banyak yang telah
anda capai.
1. Hambatan Persepsi
Hambatan ini merupakan penyebab manusia mengalami kesulitan untuk
secara jelas mempersepsikan masalah/informasi yang relevan dengan
masalah yang dihadapinya. Beberapa jenis hambatan ini yaitu:
a. Pola pikir Stereotip;
b. Membatasi masalah secara berlebihan;
c. Terlalu banyak/sedikit infomasi
2. Hambatan Emosi
Hambatan ini sangat mengganggu kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah melalui berbagai cara. Beberapa contoh hambatan
ini, yaitu:
a. Takut mengambil resiko;
b. Tidak menyukai ketidak pastian;
c. Lebih suka menilai daripada menghasilkan gagasan;
d. Kurang tantangan;
e. Terburu-buru.
3. Hambatan Kultural
Hambatan ini dapat menjangkiti seseorang bila kita dihadapkan pada
seperangkat pola cultural di lingkungan tempat tinggal kita. Salah satu
14
jenis cultural yang paling umum adalah ketakutan untuk menjadi
berbeda dengan yang lain, atau takut mengambil
tindakan/mengemukakan gagasan yang kemungkinan bakal dianggap
controversial oleh masyarakat sekitar.
4. Hambatan Lingkungan
Hal ini merupakan hambatan cultural dalam lingkup yang lebih luas.
Hambatan lingkungan dapat ditimbulkan oleh lingkungan social,
budaya, dan fisik yang melingklupi kita. Contoh, iklim atau budaya
organisasi dapat menjadikan penghambat/perangsang kreativitas dalam
mengupayakan lingkungan yang kondusif terhadap kreativitas
5. Hambatan Intelektual
Hambatan ini biasanaya disebabkan oleh pilihan mental yang tidak
efisien/keengganan untuk menggunakan pendekatan baru, misal:
a. Kecenderungan yang sangat kuat untuk menggunakan metologi/
cara yang dulu pernah terbukti efektif;
b. Terlalu mengandalkan logika;
c. Enggan menggunakan intuisi;
d. Terlalu mengandalkan statistic dan pengalaman masa lalu, sehingga
gagasan-gagasan baru terlalu cepat diuji secara mental.
15
1. Penghambat kreativitas, yakni:
a. Sikap negatif;
b. Taat pada aturan;
c. Membuat asumsi;
d. Stres yang berlebihan;
e. Takut gagal;
f. Berkeyakinan bahwa dirinya tidak kreatif;
g. Terlalu mengandalkan logika.
16
digunakan dalam berbagai konteks ini membuat kita mampu mengatakan apa
yang sebenarnya sedang terjadi. Kadang-kadang bahasa kita dengan jelas
msemperlihatkan kita hanya menjelaskan suatu keadaan; kadang-kadang
dengan jelas kita memang melakukan penalaran hingga ke kesimpulan dan
kadang-kadang bahasa bertujuan untuk mencemooh, menghina, dan melukai
perasaan Ketika Anda membaca sebuah harian, bahasa yang digunakan
sebagian besarnya melaporkan peristiwa-peristiwa, tetapi artikel utama dan
surat kepada editor sering kali berisi penalaran yang mendukung
kesimpulan. Novel-novel jarang sekali mengandung penalaran. Buku-buku
pelajaran sering kali memerlukan dua-duanya untuk menyampaikan
informasi dan memberikan alasan untuk mempercayai apa yang dikatakan.
Debat-debat parlementer sering kali berisi penalaran tetapi acapkali juga
berisi penyelewengan.
Contoh 1
Ujian itu curang. Saya belajar selama beberapa hari, membaca materi itu
sebanyak empat kali, menggarisbawahi hal-hal penting dan kemudian
mempelajarinya. Setelah melakukan ini sena saya mestimye mendapat nilai
yang baik. Ujian itu curang.
17
muncul di awal dan akhir - barangkali sebagai alasan retoris - untuk
memberi tekanan pada apa yang dikeluhkannya. Cermati juga, Anda
mungkin berpikir 'kesimpulan mesti memeriksa kembali ujian atau jawaban
Hans, jawaban Hans harus dinilai ulang oleh guru atau guru lain yang
kompeten dalam bidang ini. Implikasi nyata dari apa yang Hans katakan
ialah sesuatu mesti dilakukan untuk memperbaiki kesalahan katakan -
sehingga mungkin Anda akan mengatakan inilah kesimpulan yang Hans
ambil. Kadang-kadang orang tidak mengungkapkan, atau tidak sepenuhnya
mengungkapkan, kesimpulan-kesimpulan mereka. ke alasan-alasan yang
diungkapkan Hans untuk mendukung kesimpulannya. Dia menanda.kan,
"Saya belajar selan. beberapa hari, membaca materi itu sebanyak empat kali,
menggarisbawahi hal-hal penting dan kemudian mempelajarinya. Setelah
melakukan ini semua saya mestinya mendapat nilai yang baik', dan cukup
mudah untuk melihat inilah alasan-alasan yang diungkapkan Hans untuk
mengatakan ujiannya berlangsung curang. Anda bisa mengajukan alasan-
alasan ini dengan kata-kata Anda sendiri jika Anda mau, tetapi ini adalah
contoh yang sangat sederhana yang pada dasarnya tidak memunculkan
masalah interpretasi, karena alasan-alasan yang dikatakan Hans cukup
memadai. (Para guru bahasa Inggris sering kali meminta para siswanya
untuk mengajukan sesuatu dengan kata-kata mereka sendiri dan
mengejutkan betapa sering hal ini melahirkan sesuatu yang sangat berbeda
dari apa yang dikatakan semula!).
18
untuk menunjukkan bahwa mereka mengargumentasikan sebuah kasus -
bahwa mereka mengemukakan alasan-alasan untuk sebuah kesimpulan. Kata
yang begitu jelas orang pakai dalam konteks ini adalah kata 'oleh karena itu'.
Misalnya, Hans mungkir akan mengatakan:
Saya belajar selama beberapa hari, membaca materi itu sebanyak empat kali,
menggarisbawahi hal-hal penting dan kemudian mempelajarinya. Setelah
melakukan ini semua mestinya saya mendapat nilai yang baik. Oleh karena
Itu, ujian tersebut curang.
Tentu saja ada banyak kata-kata lain dalam bahasa Inggris yang
digunakan dalam banyak cara yang sama seperti kata 'oleh karena itu';
termasuk di dalamnya:
[.
dan banyak frase lainnya. Kata-kata ini semuanya digunakan untuk mem-
perlihatkan pendapat yang ditunjukkan lewat tanda titik-titik merupakan
kesimpulan untuk alasan-alasan yang telah dikemukakan. Dengan
mengatakan ini, kami tidak menyatakan pemakaian frase-frase semacam itu
selalu menjadi tanda adanya kesimpulan untuk sebuah argumen, hanya itu
yang acapkali terjadi dan, dihubungka. dengan konteksnya, pemakaian
bahasa seperti itu sering kali memberi Anda petunjuk penting tentang
struktur penalaran. Karena alasan ini, frase-frase ini umumnya disebut
'indikator-indikator kesimpulan' - mereka menunjukkan adanya kesimpulan
untuk alasan-alasan yang diajukan.
Kita tidak hanya memiliki kata-kata bahasa Inggris yang secara khusus
menunjukkan adanya kesimpulan, namun kita juga memiliki kata-kata yang
umumnya kita gunakan untuk menunjukkan adanya alasan-alasan. Tidaklah
mengherankan kata-kata ini biasaya disebut 'indikor-indikator alasan' dan
indikator-indikator itu mencakup kata-kata seperti :
because (karena)..., since (karena)…, for (karena).., berdasarkan fakta
bahwa…, alasan-alasannya adalah…, pertama.., kedua .., (dan sebagainya)
19
dan banyak frase lain seperti itu (di mana tanda titik-titik menunjukkan
tempat terdapatnya alasan yang diberikan). Ketika kita ingin merujuk pada
'indikator- indikator kesimpulan' dan 'indikator-indikator alasan', sebenarnya
kita berbicara tentang 'indikator-indikator argumen'; hal-hal ini merupakan
petunjuk linguistik yang membantu kita memahami apakah penalaran hadir
dan apa argumen yang dimaksudkan pengarang.
20
menggunakan kata-kata seperti 'buktinya adalah/dikatakan...', 'dengan
sebuah analogi...', ('atau dengan cara yang sama...'), 'sebagai
contoh...', 'pengalaman saya adalah...', 'yang berwenang dalam hal ini
mengatakan...'.
4. Ketika penalaran kita berbicara tentang penjelasan sebab-akibat, kita
kadang- kadang menunjukkan hal ini dengan mengatakan
'...menjelaskan mengapa...', 'itulah sebabnya...', 'penyebab-
penyebabnya adalah...'.
5. Ketika kita membuat rekomendasi atau memutuskan sesuatu, kita
bisa menunjukkan hal ini dengan mengatakan: 'saya
merekomendasikan...', 'kita seharusnya...', 'meskipun berisiko pilihan
yang terbaik adalah...'.
6. Ketika kita mengklarifikasi atau menginterpretasi sesuatu, kita bisa
menggunakan ungkapan seperti: 'untuk mengklarifikasi...', 'apa yang
saya maksudkan adalah...', 'misalnya..., 'secara berbeda...', 'mari kita
definisikan...'.
7. Ketika kita mengambil kesimpulan mengenai sesuatu, kita kadang-
kadang menunjukkan hal ini dengan frase-frase seperti: 'saya
mengambil kesimpulan/menarik kesimpulan/berkesimpulan..','...
menyatakan secara implisit/menganjurkan/menuntun saya untuk
berpikir ..:.
8. Ada banyak cara untuk mengevaluasi klaim dan bahasa yang kita
gunakan bisa berasal dari pelbagai dimensi berikut: '... benar/masuk
akal/salah ...,'... apa adanya/berat sebelah...,'...singkat/disederhanakan
secara berlebihan...,'...dapat dipercaya/sulit dipercaya ...,'salah
menunjukkan posisi/menunjukkan posisi apa adanya...', '...subjektif/
objektif. . ., ... samar-samar/tidak teliti/bermakna-ganda..."... (tidak)
dapat diterima
9. Jika kita mengevaluasi dukungan yang ditawarkan untuk sebuah
pandangan, kita biasanya menggunakan bahasa seperti berikut: '...
21
membuktikan/ membenarkan/mendukung/konsisten
dengan/bertentangan dengan/ mengingkari/menyangkal...’,
'relevan/kebetulan/tidak relevan…’, ‘...sebuah
kesalahan/kekeliruan...’, '...menyediakan dukungan/kritikan yang
lemah/yang berpengaruh/yang kuat…’.
22
dalam simulasi komputer, yang memberi pelajaran sebagaimana
diajarkan lewat pembedahan. Oleh karena semua alasan ini, kita tidak
perlu lagi melakukan pembedahan binatang ketika mengajar siswa di
laboratorium biologi.
Dalam contoh (I) proses penalaran itu berlangsung seperti berikut ini:
Dalam contoh (II), sebaliknya (di mana kita menulis kata juga dan
selanjutnya dengan tulisan miring untuk membantu pembaca), struktur
penalarannya adalah seperti berikut ini:
(A) juga (B) selanjutnya (C), oleh karena semua alasan ini (D)
Dalam kasus ini kepada kita disajikan tiga alasan terpisah untuk
menerima (D). (A) tidak diberikan sebagai alasan untuk (B), juga (B) tidak
diberikan sebagai alasan untuk(C); ketiga alasan ini disajikan supaya secara
berdampingan memberi dukungan pada kesimpulan (D). Sesungguhnya,
masing-masingnya secara terpisah memberi Anda suatu alasan untuk
kesimpulan, dan tatkala srcara bersama digabungkan ketiganya membuat
kasuş itu menjadi cukup kuat (meskipun, tentu saja, mungkin ada alasan-
alasan lain yang diberikan untuk melawan kesimpulan itu (D)). Untuk saat
ini, perhatian kita tidak diarah pada kuat atau lemahnya argumen-argumen
ini, tetapi diarahkan untuk mengetahui bahwa argumen-argumen itu
23
memiliki 'struktur' yang sangat berbeda: satu argumen memberi rangkaian
atau 'rantai' alasan untuk sebuah kesimpulan dan yang lain memberi
beberapa alasan yang 'berdampingan' untuk mendukung kesimpulannya. Hal
ini merupakan perbedaan penting yang perlu kita perhatikan dalam bab
berikutnya yang menjelaskan struktur atau 'pola' yang berbeda di mana
melalui struktur atau pola itu penalaran bisa diperlihatkan.
BAB III
PENUTUP
24
3.1 Simpulan
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitab dengan
penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-
proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan
menilai/memutuskan.Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang
tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan
sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan
berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah dan pencarian solusi.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa
bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis,
penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik
pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat
mengatasi masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat memahami
materi berpikir kritis dalam memecahkan masalah khususnya dalam
pembelajaran. Selain itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kemajuan penulis. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
DAFTAR PUSTAKA
25
http://digilib.uinsby.ac.id/10000/4/bab%202.pdf.
http://www.bppp-tegal.com/v1/index.php?
option=com_content&view=article&id=171:arti-dan-hambatan-
kreativitas&catid=44:artikel&Itemid=85
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/download/21686/10319/
https://kanefood.com/6-kendala-yang-membuat-anda-susah-berpikir-kreatif/
26