Anda di halaman 1dari 17

KONSEP PERILAKU DAN KEPRIBADIAN

PENDEKATAN KOGNITIF DAN HUMANISTIK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan (KDK)
dengan dosen pengampu Nr. Yeni Fitria M.Kep

OLEH:
KELOMPOK 2
Holifatul Jannah (NIM 202310101003)
Anna Agustina

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt karena
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen dengan tepat waktu dan kemudian menghasilkan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk menjelaskan mengenai konsep pendekatan
humanistik dan kognitif dalam konsep perilaku dan kepribadian. Penyusunan
makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ns. Yeni Fitria M.Kep selaku penanggung jawab
Mata Kuliah Konsep Perilaku dan Kepribadian.
Semoga makalah ini dapaat berguna dan bermanfaat bagi kami penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah kami tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun tentunya sangat kami harapkan.

2 Oktober 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah objek yang diciptakan oleh Tuhan dengan segala sifat
kesempurnaanya. Melalui naluri dan akal budi yang dimilikinya, manusia bisa
membangun interaksi antara dunia dalam dirinya dengan dunia luar. Meskipun
manusia ditakdirkan sebagai sosok yang dapat menentukan segala sesuatu yang
berkenaan dengan dirinya, ada beberapa hal yang berada di luar kendali manusia.
Beberapa puluh tahun yang lalu, jauh sebelum ilmu pengetahuan ditemukan,
manusia masih lebih mengandalkan pola pemikiran berdasarkan mitos dibandingkan
rasional.
Seiring berjalannya waktu, pemikiran manusia mulai terbuka sedikit demi sedikit.
Kemunculan pemikiran-pemikiran kritis dari para ilmuwan membuahkan sesuatu
yang menjadi cikal bakal peradaban manusia. Manusia mulai bertindak dengan
mempertimbangkan secara akal rasional. Satu demi satu aliran-aliran mulai
merajalela masuk ke dalam negeri, diantaranya adalah konsep Humanistik dan
Kognitif
1.2 Rumusan Masalah:
1.2.1 bagaimana konsep humanistik dalam konsep perilaku dan
kepribadian?
1.2.2 bagaimana konsep kognitif dalam konsep perilaku dan
kepribadian?
1.3 Tujuan:
1.3.1 Agar masyarakat mengetahui konsep humanistic dalam konsep perilaku
dan kepribadian
1.3.2 Agar masyarakat mengetahui konsep kognitif dalam konsep perilaku dan
kepribadian
1.4 Manfaat
1.4.1 lebih memudahkan masyarakat tentang konsep perilaku dan
kepribadian khususnya mengenai konsep humanistik dan kognitif
1.4.2 menambah wawasan penulis mengenai konsep perilaku dan
kepribadian khususnya humanistik dan kognitif
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Humanisme adalah istilah yang erat kaitannya dengan pendidikan dan
filsafat. Human sebagai bentuk kata sifat yang berarti bersifat manusiawi.
Humanistik berarti bersifat kemanusiaan. Sedangkan humanisme berarti aliran yang
bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup
yang lebih baik (Depdikbud 1989: 314-315). Humanisme itu sendiri lebih berfokus
kepada pengembangan kepribadian diri dari manusia. Manusia mendapat
kebebasan untuk mencari jalan yang tepat buat diri mereka sendiri.
Mereka bebas untuk mengembangkan bakat yang mereka miliki terutama
yang bernilai positif. Humanisme dipandang sebagai sosok pembawa tongkat
perikemanusiaan dan perdamaian. Tujuan dari humansime itu sendiri yaitu
bagaimana caranya untuk membentuk sifat yang manusiwai dalam berinteraksi
dengan manusia yang lain. Humanisme bagi sebagian orang dipandang sebagai
sesuatu yang mengangkat kembali nilai-nilai perikemanusiaan dan perdamaian
abadi.
Namun, menurut filsafat, humanisme adalah suatu aliran yang menanamkan
dalam diri tiap individu untuk memahami bahwa konsep perikemanusiaan sebagai
satu-satunya fokus dan tujuan. Sehingga, para penganut humanisme/kemanusiaan
sering lebih memprioritaskan untuk menemukan identitas dan keberadaan mereka
dibanding urusan mereka kepada Tuhan yang menciptakan mereka.
Kognitif berasal dari kata cognition atau knowing yang berarti mengetahui.
Kognitif dalam artian luas ialah perolehan, penataan dan penggunaan perolehan.
Selanjutnya kognitif juga bisa diartikan dengan kemampuan belajar atau berfikir atau
kecerdasan yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan konsep baru,
keterampilan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, serta
keterampilan menggunakan daya ingat dan menyelesaikan soal-soal sederhana.
Sementara itu di dalam kamus besar bahasa Indonesia, kognitif diartikan
sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan atau melibatkan kognisi
berdasarkan kepada pengetahuan faktual yang empiris. Yusuf mengemukakan
bahwa kemampuan kognitif ialah kemampuan anak untuk berfikir lebih kompleks
serta melakukan penalaran dan pemecahan masalah, berkembangnya kemampuan
kognitif ini akan mempermudah anak menguasai pengetahuan umum yang lebih
luas, sehingga anak dapat berfungsi secara wajar dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Kemampuan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan
individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau
peristiwa.
Menurut Gagne, dalam Jamaris, kognitif adalah proses yang terjadi secara
internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berfikir.
Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan
perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf. Salah
satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan perkembangan kognitif ini adalah
teori Piaget. Pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasannya pengertian
kognitif adalah kemampuan berfikir yang melibatkan pengetahuan yang berfokus
penalaran dan pemecahan masalah menghubungkan, menilai dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa yang bersifat rasional atau
melibatkan akal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Aliran Humanistik dalam Pendidikan
Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an. Psikologi humanistik memberikan
sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan
humanistik (humanistic education). Model pendidikan humanistik berfokus pada
pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarir.
Aliran Psikologi Humanistik selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia
melalui penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap
insan.
Dalam konsep belajar humanistik, belajar adalah pengembangan kualitas
kognitif, afektif dan psikomotorik. Baharuddin dan Wahyuni (2008:142-143)
menyatakan: ‘Aliran humanistik memandang bahwa belajar bukan sekadar
pengembangan kualitas kognitif saja, Pendekatan humanistik dalam pembelajaran
menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi yang terbuka, dan nilai-
nilai yang dimiliki setiap siswa. Pendidikan humanistik memandang proses belajar
bukan hanya sebagai sarana transformasi pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu,
proses belajar merupakan bagian dari mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan’.
Secara singkatnya, pendekatan humanistik dalam pendidikan berfokus pada
potensi manusia untuk mencari, menemukan, dan mengembangkan potensi yang
mereka miliki. Para pendidik bertugas membantu masing-masing siswanya untuk
mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu menggali
potensi-potensi yang ada dalam diri siswanya.
Teori ini cocok untuk diterapkan pada materi - materi yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator keberhasilan dari teori ini adalah : Siswa senang, bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir siswa, serta meningkatnya kemauan
sendiri.
Menurut teori ini ciri-ciri guru yang baik, yakni :

- Memiliki rasa humor


- Menarik
- Adil dan lebih demokratis
- Mampu dengan mudah berkomunikasi dengan siswa
- Mampu mengatur kelas lebih terbuka
- Mampu menyesuaikan diri pada perubahan

Sedangkan guru yang kurang efektif, yakni :

- Memiliki rasa humor yang rendah


- Mudah marah
- Mudah berkomentar jahat
- Bertindak otoriter
- Kurang peka terhadap perubahan yang ada

3.1.1 Tokoh-Tokoh Teori Humanistik


a. Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967)
Mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning
(makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi
bila mempunyai makna/arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan anak. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dalam mempelajarinya. Mereka merasa tidak ada alasan penting
kenapa harus mempelajarinya. Perilaku seperti ini sebenarnya hanyalah
ketidakmampuan seseorang dalam melakukan sesuatu yang tidak memberikan
kepuasan bagi dirinya. Untuk itu guru harus memahami persepsi siswa tersebut.
Sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusahan merubah
pemikiran atau pandangan anak tersebut terlebih dahulu.
Arthur Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan
dunia seseorang seperti dua lingkaran yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar. Sedangkan lingkaran
besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. Jadi
jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera terlupakan,
karena sedikit yang berkaitan dengan dirinya.
b. Abraham Maslow (1908-1970)
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal:
1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, dan lain-lain. Tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri
menghadapi dunia luar, dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri
(self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi lima
hirarki, yaitu :
1) Kebutuhan fisiologi
2) Rasa aman
3) Kasih sayang
4) Penghargaan
5) Aktualisasi diri
Bila seseorang telah memenuhi kebutuhan pertama, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak diatasnya, dan begitu seterusmya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini penting diperhatikan oleh guru
pada waktu ia mengajar anak anak. Ia mengatakan bahwa motivasi belajar siswa
mungkin berkembang bila kebutuhan dasar siswa terpenuhi.
c. Carl Rogers
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: 1) Kognitif (kebermaknaan) 2)
experiential ( pengalaman atau signifikansi). Guru menghubungan pengetahuan
akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin dengan
tujuan untuk memperbaiki mobil. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya bagi dirinya.
2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip
dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan dirinya sendiri.
c. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya,
baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
Rogers mengembangkan model pendidkan terbuka yang mencakup
konsep mengajar guru yang fasilitatif, yaitu mengenai kemampuan para guru
untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan, dan
umpan balik positif. Konsep ini kemudian diteliti lebih lanjut oleh Aspy dan
Roebuck pada tahun 1975.
3.1.2 Kulturalisasi Pendidikan Humanistik dalam Pembelajaran
Pendekatan humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri
manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk
berkembang dan menentukan perilakunya. Humanistik tertuju pada masalah
bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi
yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Dalam kaitan tersebut maka setiap manusia bebas dan memiliki kecenderungan
untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri. Tujuan belajar menurut
teori ini adalah memanusiakan manusia, artinya perilaku tiap orang ditentukan oleh
orang itu sendiri, serta memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.
Menurut para pendidik aliran ini, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus
sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa, karena tujuan utama pendidik adalah
membantu siswa dalam mengembangkan dirinya.
Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu :
a. proses pemerolehan informasi baru
b. personalisasi informasi ini pada individu.
Menurut teori humanistik, tujuan proses belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
Hal paling utama dari pendidikan yang humanistik adalah komunikasi dan
relasi personal antara pribadi dengan pribadi dan antara pribadi dengan kelompok di
dalam komunitas sekolah. Relasi akan berkembang dengan pesat dan
menghasilkan pendidikan jika dilandasi cintakasih antar pribadi. Pribadi-pribadi akan
berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada pada suasana
yang penuh cinta, hati yang penuh pengertian, serta relasi pribadi yang efektif
(personal relationship).
Dalam mendidik seseorang, pendidik harus mampu menerima diri sendiri dan
mengungkapkannya dengan jujur. Mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu
pengetahuan dan melatih keterampilan peserta didik saja, namun juga membantu
para peserta didik untuk menumbuh kembangkan dirinya secara optimal. Mendidik
yang efektif pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang dalam
menghadirkan dirinya sehingga memiliki relasi yang bermakna dengan peserta didik.
Peserta didik pun akan mampu menumbuh kembangkan dirinya menjadi pribadi
yang lebih dewasa dan matang.
Pendidikan yang efektif adalah pendidkan yang berpusat pada siswa. Minat,
‘dunia’, dan kebutuhan para peserta didik menjadi dasar dari pendidikan tersebut.
Pendidik membantu peserta didik menemukan, mengembangkan, serta mencoba
mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang ada pada masing-masing pribadi
peserta didik. Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah pendidik
menghormati, menghargai, dan menerima siswa apa adanya. Dalam model
pendidikan ini, komunikasi dan relasi yang efektif akan mendukung peserta didik
untuk mengeksplorasi dan mengembangkan serta memfungsikan dirinya secara
optimal.
Tujuan dari pendidikan sejatinya adalah pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik secara utuh sehingga menjadi pribadi yang dewasa dan matang,
sehingga mampu menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Agar
tujuan ini tercapai maka diperlukan sistem pendidikan yang humanistik serta
mengembangkan cara berpikir aktif-posistif, dan keterampilan yang memadai.
Aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa lebih menunjuk padah ruh
atau spirit selama proses pembelajaran. Guru berperan menjadi fasilitator, yaitu
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa, memberikan motivasi, serta
mendampingi siswa memperoleh kesadaran mengenai makna dan tujuan
pembelajaran dalam kehidupan siswa. Sedangkan siswa berperan sebagai pelaku
utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri, mengembangkan potensi diri secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang negatif. Pembelajaran ini lebih bertujuan pada
proses belajarnya dibanding hasil belajar.
3.1.3 Model-Model Pembelajaran Humanistik
a. Humanizing of the classroom
Dicetuskan oleh John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model
pendidikan afektif. Model ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak
manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa, dan berujung
mengakhiri hidupnya. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang.
Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni:
1) Menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan
terus berubah,
2) Mengenali konsep dan identitas diri, dan
3) Menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran
b. Active learning
Dicetuskan oleh Melvin L. Silberman. Model pembelajaran ini memiliki asumsi
dasar bahwa belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi
kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus.
Dalam model pembelajaran ini, belajar dengan mendengarkan saja akan mudah
lupa, dengan cara mendengar dan melihat akan sedikit ingat, dengan cara
mendengar, melihat, dan mendiskusikannya dengan yang lain akan paham, dengan
cara mendengarkan, melihat, mendiskusikan, dan melakukan, akan memperoleh
pengetahuan. Dan cara terbaik untuk menguasai pelajaran adalah mengajarkannya.
c. Quantum learning
Tokoh utama di balik Quantum learning adalah Bobbi DePorter. Quantum
learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan
emosinya secara jitu maka dapat membuat loncatan prestasi yang tak terduga.
Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar harus mengasyikkan dan
berlangsung dalam suasana gembira, sehingga kesempatan informasi baru untuk
masuk dan terekam dengan baik lebih besar. Quantum teaching berusaha
mengubah suasana belajar menjadi meriah dan gembira dengan memadukan
potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi satu. Dalam prakteknya, model
pembelajaran ini memiliki asas utama, yaitu bawalah dunia mereka ke dunia kita,
dan antarkanlah dunia kita ke dunia mereka. Dengan demikian, pembelajaran
merupakan kegiatan full content yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa
(pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap, dan
keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa mendatang.
d. The accelerated learning
Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung
secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini adalah Dave
Meier. Meier menyarankan guru agar menggunakan pendekatan Somatic, Auditory,
Visual, dan Intellectual (SAVI) dalam mengelola kelas. Somatic dimaksudkan
sebagai belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditory adalah belajar dengan
berbicara dan mendengarkan. Visual diartikan sebagai belajar dengan mengamati
dan mengambarkan. Sedangkan, Intellectual adalah belajar dengan pemecahan
masalah dan melakukan refleksi.
Bobbi DePorter menganggap accelerated learning dapat memungkinkan siswa
untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal
dan dibarengi kegembiraan.
3.2 Konsep Kognitif
Kognisi merupakan aktivitas mental pengetahuan, yang melibatkan perolehan,
penyimpanan, pencarian, dan penggunaan.
Menurut Matlin, kognisi membicarakan tentang proses-proses mental, seperti
persepsi, memori, daya bayang, bahasa, penyelesaian masalah,
pemahaman/penalaran, pembuatan keputusan.
Alasan kognisi perlu dipelajari :
1. Kognisi merupakan porsi terbesar dalam studi psikologi tentang manusia. Hal
ini dibutuhkan untuk mencerna bahan kuliah ini, yaitu persepsi, bahasa, daya
ingat, dan proses-proses mental yang lebih tinggi.
2. Kognisi memiliki pengaruh terhadap bidang psikologi lainnya. Seperti,
psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, psikologi
konsumen, psikologi politik, dan psikologi interdisipliner lain.
3. The Mind merupakan peralatan yang menakjubkan. Maka dengan
mempelajari kognisi, kita mempelajari manual the mind tersebut seperti cara
kerja, proses-proses didalamnya.

3.2.1 Sejarah Singkat Pendekatan Kognitif


Sudah lebih dari 2000 tahun proses-proses berpikir manusia telah dibicarakan.
Misalnya, Aristoteles-membahas tentang daya ingat; Hukum belajar dan daya ingat
bandung memiliki ikon gedung sate. Pada tahun 1879 psikologi merupakan suatu
studi ilmiah dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama oleh Wilhem Wundt
di Leipzig, Jerman. Pada saat itu, psikologi merupakan disiplin ilmu baru yang lepas
dari filsafat dan ilmu faal. Menurut Wundt, psikologi mempelajari pengalaman yang
disadari (introspeksi selama 50 tahun).
Penelitian berkembang dengan cara introspeksi melalui jurnal dan konferens
konferensi. Dari jurnal dan kongerensi diperoleh hasil bahwa harus ada pelatihan
para pengamat, penggunaan control yang relevan, ada replikasi eksperimen. Selain
itu, metode-metode Wundt yang hati-hati dan teliti serupa penelitian kognitif
sekarang.
Dahulu penelitian Wundt hanya terbatas padaprose mental yang lebih tinggi,
seperti berpikir, bahasa, problem solving, tak dapat diteliti dengan baik
menggunakan teknik ini.
Pendapat Wundt ditentang oleh Ebbinghaus (1913). Menurut Ebbinghaus ada
metode lain untuk meneliti memori (nonsense syllables/hal-hal yang tak berarti) yang
lebih berpengaruh terhadap psikologi kognitif dibandingkan pendapat yang
dikemukakan oleh Wundt.
Pada akhir abad 19 di Amerika, psikologi dipengaruhi oleh pendapat-pendapat
William James. James menggunakan pendekatan informal (pertanyaan-pertanyaan
psikologis sehari-hari), buku principal of psychology (1890), dan teori-teori tentang
daya ingat yang meliputi struktur dan proses-proses.
Pada tahun 1924, J.B. Watson dari aliran behavioris mengandalkan reaksi-
rekasi objektif dan dapat diamati., diantaranya :
a. Introspeksi (tidak ilmiah).
b. Ketidaksadaran, terlalu kabur karena tidak dapat diteliti dengan baik sehingga
simpulannya diragukan. Aliran behavioris menolak istilah image, idea, thought.
c. Menghindari penelitian terhadap manusia, maka beralih pada tikus. Akibatnya
penelitian-penelitian aktivitas mental terhambat. Behaviorisme masih banyak
memberikan sumbangan metode-metode kognitif saat itu.
Menurut para behavioris suatu konsep harus didefinisikan dengan hati-hati dan
tepat. Misalnya istilah performance, agresi. Dalam behaviorisme perlu adanya
control maka dilakukan eksperimen. Para behavioristik jarang mempelajari proses-
proses mental manusia yang lebih tinggi yang menjadi minat dan psikologi kognitif
kontemporer.
Akhir abad 19 dan awal abad 20 psikologi gestalt di Eropa berkembang.
Pendekatan kecenderungan-kecenderungan untuk mengorganisir hal-hal yang
dilihat dan bahwa keseluruhan jauh lebih besar dibandingkan jumlah bagian.
Psikologi gestalt menentang teknik introspektif dari penganalisaan.
Kemudian muncul seorang peneliti dari Inggris yang bernama Frederick C.
Bartlett yang meneliti memori manusia. Beliau mengadakan eksperimen dan social
study tentang remembering (Bartlett, 1932) serta menolak metode Ebbinghaus.
Sebagai gantinya beliau mengemukakan materi bermakna (cerita panjang) yang
dianalisis tentang bagaimana mental set seseorang mempengaruhi recall tentang
materi tersebut. Memori didefinisikan sebagai proses rekonstruktif yang melibatkan
interpretasi dan transformasi materi asli (Kendler, 1987).
Pada tahun 30an karya Bartlett tidak begitu diperhatikan di Amerika. Baru sekitar
20 tahun kemudian psikologi kognitif sibuk menerapkan metode eksperimental dan
behaviorismeMenurut Gredler (2011:321) teori kognitif berfokus pada terbentuknya
pemikiran manusia pada peringkat tertinggi, serta mendeskripsikan peristiwa dan
kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai peringkat tersebut. Menurut teori ini, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah,
tetap mengalir, dan bersambung-sambung menyeluruh. Asumsi dasar teori ini
adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.
Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut
teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru
beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Piaget mendasarkan investigasinya atas manipulasi dan interaksi individual anak
dengan objek di lingkungannya. Fokus dari teori Jean Piaget adalah menemukan
asal muasal logika alamiah dan transformasinya dari suatu bentuk penalaran ke
penalaran lain. Tujuan ini mengharuskan dilakukannya penelitian atas akar dari
pemikiran logis pada bayi, jenis penalaran yang dilakukan anak kecil, dan proses
penalaran remaja serta dewasa.
Ada empat faktor yang diperlukan untuk transformasikan perkembangan dari
suatu bentuk penalaran ke bentuk yang lain. Faktor itu adalah lingkungan fisik,
kematangan, penagruh sosial, dan proses yang disebut sebagai equilibrium
(penyeimbangan). Kontak dengan lingkungan fisik merupakan hal penting, karena
interaksi antara individu dan dunia adalah sumber ilmu pengetahuan. Namun, kontak
itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali individu dapat
menggunakan pengalamannya. Namun demikian, kematangan sistem saraf menjadi
penting karena memungkinkan anak merealisasikan manfaat maksimum dari
pengalaman fisik. Meskipun kematangan merupakan syarat penting untuk
perkembangan kognitif, peristiwa perkembangan khusus tidak ditentukan
sebelumnya. Perkembangan bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda,
tergantung pada sifat kontak anak dengan lingkungan dan pada aktivitasnya.
3.2.2 Metode Pembelajaran Kognitif
1. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget
Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-
kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual anak
mengandung tiga aspek yaitu struktur, content, dan function. Anak yang sedang
mengalami perkembangan, struktur, dan konten intelektualnya
berubah/berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan
suatu rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologi
khusus yang menentukan kecakapan pikiran anak. Maka, Piaget mengartikan
intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat
perkembangan khusus (Dalyono, 2012: 39).
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu
oleh pertanyaan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2. Jarome Brunner dengan Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam
13 bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat
permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna
dan makin meningkat ke arah abstrak. Pengembangan program pengajaran
dilakukan dengan mengkoordinasikan mode penyajian bahan dengan cara dimana
anak dapat mempelajari bahan tersebut, yang sesuai dengan tingkat kemajuan
anak.
Pada dasarnya konsep pembelajaran kognitif disini menuntut adanya prinsip-
prinsip utama, yaitu sebagai berikut:
(1) Pembelajaran yang aktif, maksudnya adalah siswa sebagai subyek belajar
menjadi faktor yang paling utama. Siswa dituntut untuk belajar dengan mandiri
secara aktif;
(2) Prinsip pembelajaran dengan interaksi sosial untuk menambah khasanah
perkembangan kognitif siswa dan menghindari kognitif yang bersifat egosentris;
(3) Belajar dengan menerapkan apa yang dipelajari agar siswa mempunyai
pengalaman dalam mengeksplorasi kognitifnya lebih dalam. Tidak melulu
menggunakan bahasa verbal dalam berkomunikasi;
(4) Adanya guru yang memberikan arahan agar siswa tidak melakukan banyak
kesalahan dalam menggunakan kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman yang positif;
(5) Dalam memberikan materi kepada siswa diperlukan penstrukturan baik
dalam materi yang disampaikan maupun metode yang digunakan. Karena
pengaturan juga sangat berpengaruh pada tingkat kemampuan pemahaman pada
siswa;
(6) Pemberian reinforcement yang berupa hadiah dan hukuman pada siswa.
Saat melakukan hal yang tepat harus diberikan hadiah untuk menguatkan siswa
untuk terus berbuat dengan tepat, hadiah tersebut bisa berupa pujian, dan
sebagainya. Dan sebaliknya memberikan hukuman atas kesalahan yang telah
dilakukan agar siswa menyadari dan tidak mengulangi lagi, hukuman tersebut bisa
berupa: teguran, nasehat, dan sebagainya tetapi bukan dalam hukuman yang berarti
kekerasan;
(7) Materi yang diberikan akan sangat bermakna jika saling berkaitan karena
dengan begitu seseorang akan lebih terlatih untuk mengeksplorasi kemampuan
kognitifnya;
(8) Pembelajaran dilakukan dari pengenalan umum ke khusus (Ausable) dan
sebaliknya dari khusus ke umum atau dari konkrit ke abstrak (Piaget);
(9) Pembelajaran tidak akan berhenti sampai ditemukan unsur-unsur baru lagi
untuk dipelajari, yang diartikan pembelajaran dengan orientasi ketuntasan; dan
(10) Adanya kesamaan suatu konsep bias sangat mengganggu dalam
pembelajaran karena itulah penyesuaian integratif dibutuhkan. Penyesuaian ini
diterapkan dengan menyusun materi sedemikian rupa, sehingga guru dapat
menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan humanistik
menekankan pertumbuhan pribadi dan hubungan antar pribadi (hubungan dengan
orang lain dan sosial). Sedangkan, kognitif adalah aktivitas mental pengetahuan,
yang melibatkan perolehan, penyimpanan, pencarian, dan penggunaan. Hal yang
dibahas adalah tentang proses-proses mental, seperti persepsi, memori, daya
bayang, bahasa, penyelesaian masalah, pemahaman/penalaran, pembuatan
keputusan.
3.2 Saran
Kita sebagai calon perawat sudah seharusnya kita mempelajari tentang konsep
perilaku dan kepribadian sebagai bekal untuk menjadi seorang perawat, utamanya
humanistik dan kognitif. Hal ini akan menjadi bekal kita nantinya dalam menghadapi
emosional pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Karya. I. W. 2017. Asumsi Dasar Teori Kognitif, Behavioristik dan Humanistik. Hal
43-44
Pahliwandari. R. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif Dalam
Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Hal 159-161
Wahyuni, A. 2012. Kulturalisasi Pendidikan Humanistik Di Era Global. hal 2-16

Anda mungkin juga menyukai