Anda di halaman 1dari 4

 MANIFESTASI KLINIS TETANUS

Gejala tetanus biasanya dimulai dengan kejang ringan pada otot rahang yang disebut
sebagai kejang ringan pada otot rahang (lockjaw). Hal ini berpengaruh juga terhadap
otot wajah sehingga pasien tetanus akan menunjukkan seringai spontan atau ekspresi
menyeringai. Beralih dari wajah, kejang ini dapat menyebabkan kintraksi yang
menyakitkan yang dikenal sebagai osipthotonis, dimana seluruh tubuh akan
melengkung dengan kejang dari kepala sampai leher. Punggung bokong, dan kaki.
Terdapat beberapa gejala klinis tetanus yang diklasifikasikan menjadi tetanus
generalista, tetanus lokal dan tetanus sefalik
1. Tetanus Generalista
Bentuk klinis tetanus yang paling banyak ditemukan (>80% kasus). Gejala
yang muncul ditandai dengan trismus (lockjaw), kekakuan otot dan kejang otot
yang menyakitkan. Kejang dan kekakuan yang terus menerus terjadi akan
menyebabkan kesulitan bernafas. Gejala berat lainnya yang muncul di kejadian
awal tetanus adalah spasme dan rasa nyeri pada daerah leher atau kaku kuduk.
Selain itu, ketidakstabilan otonom (saraf otonom tidak berfungsi dengan benar)
akan menimbulkan beberapa masalah kesehatan seperti takikardia, hipertensi, dan
berkeringat.

2. Tetanus Lokal
Bentuk tetanus yang paling ringan. Gejala klinis yang muncul adalah kontraksi
otot tonik dan spastik di ekstremitas atau regio tubuh, biasanya muncul gejala di
area yang terdapat luka atau cedera. Dampak kematian akibat tetanus lokal sangat
rendah, tetapi tidak selalu berkembang menjadi tetanus generalista.

3. Tetanus Sefalik
Gejala tetanus sefalik merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi. Pada gejala
ini, paling banyak terjadi pada saraf kranial. Nervus yang paling sering terkena
adalah Nervus VII atau saraf wajah, namun hal ini dapat melibatkan saraf kranial
lainnya. Pada kasus ini ditemukan trismus, disfagia dan kaku kuduk. Seperti
bentuk lain, pasien dengan tetanus sefalik dapat berkembang menjadi tetanus
generalista.(Rai and Panesar 2020)
PROSEDUR DIAGNOSTIK

Diagnosis klinis pada tetanus dapat dilihat dari gambaran klinis utama seperti adanya trismus
(kontraksi otot yang menyakitkan yang menyebabkan kejang wajah) dan kejang umum
seperti posisi opisthotonus.

Menurut WHO apabila ditemukan trsimus atau risus sardonicus atau spasme otot atau nyeri
disertai dengan riwayat trauma sudah cukup untuk menegakkan diagnosis tetanus.(Khrisna
Aji et al. 2017)

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seperti inspeksi yang dapat ditemukan sebagai tanda klinis pasien
tetanus adalah ditemukannya trismus atau risus sardonikus atau spasme otot atau
nyeri. Hal ini menyebabkn kekakuan pada derah rahang dan leher sehingga sulit
membuka mulut.

Tingkat keparahan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1: Tingkat keparahan


Kelas 1 (ringan) - Trismus ringan sampai sedang
dan/atau spastisitas umum
- Ada atau tidak ada disfagia
- Tidak ada gangguan pernafasan
(misalnya pernafasan dangkal, kulit
pucat, berkeringat, palpitasi)

Kelas 2 (sedang) - Trismus sedang dan spasitisitas


umum
- Disfagia dan gangguan pernafasan
kejang sesaat
Kelas 3a (berat) - Trismus parah dan spasitisitas umum
- Disfagia berat dan kesulitan bernafas
- Spasme parah dan berkepanjangan
(baik spontan maupun saat
dirangsang)
Kelas 3b (sangat berat) - Tetanus berat, ditambah disfungsi
otonom
- Simpatik overdrive
Table form Public Health England
A. Pengujian laboratorium untuk mendukung diagnosa klinis
Tes laboratorium tersedia untuk mendukung diagnosa klinis. Sampel serum diambil
sebelum pemberian imunoglobulin.
1) Sampel
Sampel Luka : Sampel pada luka yang jelas, jaringan atau swab luka
Isolates from Culture
Serum : Sampel serum diambil sebelum imunoglobulin diberikan. Diperlukan
setidaknya 3 ml serum atau darah beku

B. Pemeriksaan laboratorium
1) Deteksi C.Tetani
Dilakukan pada bagian yang luka dengan PCR dan metode budaya. Hasil negatif
dari deteksi ini tidak dapat menjadi kriteria tidak terkena tetanus. Tes ini adalah
tes paling sensitif digunakan dengan menggunakan debridement luka untuk
mendapatkan sampel secara klinis
2) Deteksi Toksin dalam serum
Pengujian deteksi bio-assay yang dilakukan apabila tingkat antibodi dibawah 0,1
IU/ml. Pada konsentrasi serum antibodi yang tinggi, tingkat toksin bebas terlalu
rendah untuk dideteksi oleh pengujian. Hasil bio-assay yang negatif tidak
mengecualikan tetanus.
3) Deteksi IgG terhadap toksoid tetanus dalam serum
Pada deteksi ini ditemuka tingkat antibodi <0,1 IU/ml dalam serum yang diambil
selama penyakit akut dan sebelum pemberian imunologulin mengindikasikan
diagnosis tetanus. Tetapi, hasil tingkat antibodi 0,1 IU/ml atau lebih tidak
menyingkirkan diagnosa tetanus (Public Health England.)
DAPUS

Khrisna Aji, Dewangga et al. 2017. “TETANUS GENERALISATA, DIAGNOSIS DAN


PENATALAKSANAAN: LAPORAN KASUS Generalized Tetanus, Diagnosis And
Therapy: Case Report.” : 696–99.

Public Health England. “Tetanus Guidance on the Management of Suspected Tetanus Cases
and on the Assessment and Management of Tetanus Prone Wounds About Public Health
England.”

Rai, By Sandeep, and Preet Panesar. 2020. “Tetanus: Symptoms, Treatment and
Vaccination.” Pharmaceutical Journal: 1–14.

Anda mungkin juga menyukai