TETANUS
Oleh :
NAMA : DITA AIDA FARADILA
NIM : 20020026
1.1 PENGERTIAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang
periodik dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia
akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang
bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta
terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin
protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani (Ismanoe, 2009).
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekuatan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebebkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular dan saraf autonom [ CITATION her11 \l 1057 ].
1.2 ETIOLOGI
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika
menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan
melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat
mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg).
1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa
inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan
muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI
tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi
lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal
apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari
ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI,
iritabilitas, spasme.
1.6 KOMPLIKASI
1. Atelektasis
2. Asfiksia
3. Spasme otot faring
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan ruptur tendon/robekan otot
1.7 PENATALKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
2. Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf, tidak dapat
menembus barier darah-otak
3. ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat
dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan
luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500
IU. ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan
clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak. Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
a. Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
b. IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
c. IM di region gluteal 10.000 IU.
4. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan
terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C.
Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24
jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
d. Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau
4 dosis
e. Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
f. Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang
hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
5. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
d. Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2
jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi
berespon segera bila dirangsang
e. Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
f. Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg
BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
6. Terapi suportif
1. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
2. Perawatan umum, oksigenasi
Bebaskan jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
3. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral,
hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal
merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi
saluran cerna.
4. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
Herry, S. (2011). Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis Edisi Kedua. Jakarta:
IDAI.
Ismanoe, G. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi
keempat. Internal Publising. Jakarta