Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

Oleh :
NAMA : DITA AIDA FARADILA
NIM : 20020026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang
periodik dan berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia
akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang
bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta
terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin
protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani (Ismanoe, 2009).
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekuatan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebebkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular dan saraf autonom [ CITATION her11 \l 1057 ].

1.2 ETIOLOGI

Clostridium tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan


di tanah dan kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan
memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski
tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa
tahun. C. tetani merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella,
dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan
memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini
tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia.
Spora C. tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit
(meski hancur dengan autoclave pada suhu 121° C selama 15-20 menit). Jika
bakteri ini menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda lain,
bakteri ini akan memasuki tubuh pernderita tersebut.
Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas “drumstick” pada
bagian bakteri yang berbentuk bulat tersebut spora dari Clostridium tetani
dibentuk. (dengan pembesaran mikroskop 3000x).

Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika
menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan
melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat
mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg).

1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)

1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa
inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan
muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI
tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi
lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal
apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari
ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI,
iritabilitas, spasme.

Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009):

1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai


sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas,
spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang
RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat,
takikardia ≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi
perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat
menetap.

1.4 MANIFESTASI KLINIS


Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama)
rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara
gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu
pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai
beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi
kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4
minggu. (Sudoyo, Aru 2009)

1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar


membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga
tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut
tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti:
otot punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan
yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti
busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang
awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat
kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang
dapat menimbulkan anoksia dan kematian.

Secara Umum akan muncul :

1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan


kesukaran membuka mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a) Otot leher
b) Otot dada
c) Merambat ke otot perut
d) Otot lengan dan paha
e) Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam

Gejala penyerta lainnya :


a) Keringat berlebihan
b) Sakit menelan
c) Spasme tangan dan kaki
d) Produksi air liur
e) BAB dan BAK tidak terkontrol
f) Terganggunya pernapasamn karena otot laring terserang

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah
1. Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
2. BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3. Elektrolit K-Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi
kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
4. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.

1.6 KOMPLIKASI
1. Atelektasis
2. Asfiksia
3. Spasme otot faring
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan ruptur tendon/robekan otot

1.7 PENATALKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
2. Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf, tidak dapat
menembus barier darah-otak
3. ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat
dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan
luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500
IU. ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan
clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui
sirkulasi menuju otak. Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
a. Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
b. IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
c. IM di region gluteal 10.000 IU.
4. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan
terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C.
Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24
jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
d. Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau
4 dosis
e. Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
f. Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang
hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
5. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
d. Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2
jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi
berespon segera bila dirangsang
e. Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
f. Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg
BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
6. Terapi suportif
1. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
2. Perawatan umum, oksigenasi
Bebaskan jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
3. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral,
hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal
merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi
saluran cerna.
4. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin

1.8 KONSEP KEPERAWATAN


1.1.1 Pengkajian
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, spasme otot, gangguan
istirahat dan tidur,
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah, kesulitan untuk menelan
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, nyeri pada laring,
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit yang luka rusak, menurunnya kekuatan umum.
1.1.2 Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
1.1.3 Perencanaan

NO SDKI SLKI SIKI


1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan perawatan Manajemen jalan Nafas
tidak efektif
selama ...x24 jam diharapkan masalah  Mengidentifikasi dan mengelolah kepatenan
berhubungan dengan teratasi jalan nafas
hipersekresi jalanKebersihan jalan nafas (L.01001)  Monitor pola nafas
napas  Produksi sputum dipertahankan  Monitor sputum
(D.0001) pada skala 2 ditingkatkan pada  Posisikan semi fowler atau fowler
skala 4 cukup menurun  Berikan oksigen, jika perlu
 Dispnea dipertahankan pada skala  Ajarkan batuk efektif
3 ditingkatkan pada skala 4 cukup
menurun
 Sulit berbicara dipertahankan pada
skala 2 ditingkatkan pada skala 4
cukup menurun
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan perawatan Manajemen Nutrisi (1.03119)
selama ...x24 jam diharapkan masalah
berhubungan dengan  Identifikasi status nutrisi
teratasi
 Monitoring asupan makanan
ketidakmampuan Status Nutrisi (L.03030)
 Berikan makanan tinggi serta untuk
 Porsi makan yang dihabiskan
menelan makanan mencegah konstipasi
dipertahankan pada skala 2 sedang
(D.0019) ditingkatkan pada skala 4 cukup  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
menurun  Kolaborasikian dengan ahli gizi untuk
 Kekuatan otot pengunyah menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
dipertahankan pada skala 2 sedang yang dibutuhkan, jika perlu
ditingkatkan pada skala 4 cukup
menurun
 Kekuatan otot menelan
dipertahankan pada skala 2 sedang
ditingkatkan pada skala 4 cukup
menurun
3. Hipertermi Setelah dilakukan perawatan Manajemen Hipertermi (1.15505)
berhubungan dengan selama ...x24 jam diharapkan masalah  Identifikasi penyebab hipertermia
proses penyakit teratasi  Monitor suhu tubuh
(D.0130) Termoregulasi (L.14134)  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Kulit kemerahan dipertahankan  Anjurkan tirah baring
pada skala 3 sedang ditingkatkan  Kolaborasikan pemberian cairan elektrolit
pada skala 4 cukup menurun intravena
 Suhu tubuh dipertahankan pada
skala 3 sedang ditingkatkan pada
skala 4 cukup menurun
 Pucat dipertahankan pada skala 3
sedang ditingkatkan pada skala 4
cukup menurun
DAFTAR PUSTAKA

Herry, S. (2011). Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis Edisi Kedua. Jakarta:
IDAI.

Ismanoe, G. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.
PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.

PPNI. (2019). Standart Luaran keperawatan indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat.

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi
keempat. Internal Publising. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai