Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS KEPERAWATAN UPH

PROFESI NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Judul: Analisa Sintesa Tindakan Keperawatan (AST) Tindakan Pemeriksaan GDS

Nama Klien / Usia (Tahun) :Gow Kok /80 tahun Nama Praktikan :
No. Rekam Medis : 451190 NIM : AST
Diagnosa Medis : DMT2, CVDNH, Pneumonia berat Nama Pembimbing: Ibu Mega Tri
Nama Ruang Rawat : 5F05 Mengetahui,

Tanggal Masuk : 28 Februari 2022


Tanggal Tindakan : 18 Maret 2022
Preseptor

No. Kriteria Bobot/Nilai


Mahasiswa
1. Diagnosa Keperawatan (PE): 10
Ketidakstabilan glukosa didalam darah berhubungan dengan resistensi insulin (NANDA, 2015)

Etiologi :
DM Tipe II disebabkan oleh gangguan dari resistensi insulin dan sekresi insulin. Resistensi insulin ini terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin
tidak sensitif sehingga ini mengakibatkan menurunnya kemampuan insulin dalam merangsang pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa
oleh sel pada hati. Gangguan sekresi insulin ini terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu untuk mensekresikan insulin sesuai dengan kebutuhan. Faktor
genetic diperkirakan menjadi penyebab utama dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain faktor genetik terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II. Faktor-faktor tersebut adalah faktor usia, obesitas, pola makan, dan merokok (Fatimah, 2015).
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi dimana kadar glukosa darah mengalami kenaikan atau penurunan dari rentang normal yaitu mengalami
hiperglikemi atau hipoglikemi (PPNI, 2016). Hiperglikemi merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah meningkat atau berlebihan. Keadaan ini
disebabkan karena stres, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hipoglikemia merupakan keadaan kadar glukosa darah dibawah normal, terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Hiperglikemia merupakan keadaan kadar glukosa dalam
darah klien saat pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl, pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (Perkeni, 2015). Hipoglikemia merupakan keadaan dimana
terjadinya penurunan kadar glukosa darah di bawah 60 hingga 50 mg/dL. Ketidakstabilan kadar glukosa darah disebabkan oleh adanya resistensi insulin
pada jaringan di lemak,di hati serta otot. Kemudian karena kenaikan produksi glukosa oleh hati, serta pankreas yang kurang dalam sekresi insulin. Keadaan
hipoglikemia atau hiperglikemia terjadi pada klien DM yang bertahun. Selain dari penyebab diatas, dapat juga disebabkan pola makan, aktivitas dan
pengobatan DM tipe 2 (Fatimah, 2015).
2. Data Subjekif: 10
Memberikan data yang diungkapkan oleh klien/keluarga yang mendukung penegakkan diagnosis keperawatan
Termasuk riwayat penyakit yang dialami dan penyakit yang sama dalam keluarga, terutama pengkajian terkait pola I (Pertama) pada Pola Gordon).
 Istri klien mengatakan bahwa klien mudah lelah, lemas, penglihatan juga sudah mulai kabur
 Istri klien mengatakan bahwa klien klien jarang berolahraga sejak kecil dan suka mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan klien memang
sudah memiliki riwayat penyakit diabetes
 Istri klien mengatakan sebelum masuk ke rumah sakit klien sering BAK dimalam hari dan suka banyak makan
 Istri klien mengatakan klien memiliki riwayat penyakit yang dialami klien adalah : DM tipe 2, Hipertensi, CABG
 Istri klien mengatakan klien memiliki riwayat penyakit keluarga dari sang Ayah : DM tipe 2

3. Data Objektif: 10
 Klien tampak sakit berat
 GCS : E3M5VT
 Hasil TTV : TD: 120/80 mmHg, HR: 60 x/menit, T: 36,8 C, RR: 18 x/menit, SpO2: 98%
 Hasil pemeriksaan GDS pada tanggal 18 Maret 2022 : 135 mg/dL
 Hasil pemeriksaan GDS pada tanggal 17 Maret 2022 : 230 mg/Dl
 Nilai HBA1C : 9,9 (Nornal <6,5)
 Terapi : Lantus 1x25 unit (ON)
 Pasien terpasang kateter
4. Langkah-langkah Tindakan Keperawatan yang dilakukan saat praktik (bukan menurut teori): 10
1. Memeriksa rekam medik ; membaca catatan keperawatan dan catatan medis klien*
2. Mengucapkan salam kepada pasien*
3. Mengkonfirmasi identitas klien dan melakukan kontrak (waktu, tempat, topik)*
4. Melakukan evaluasi dan validasi (mengetahui identitas lengkap klien, jadwal makan terakhir dan nilai gula darah sebelumnya)*
5. Mempersiapkan alat-alat (Handscoon bersih, glucometer, lanset, strip glocotest, sharp box, plastik kuning, hand sanitizer, trolley)*
6. Menjaga privasi klien dengan menutup pintu dan sampiran*
7. Melakukan validasi identitas klien dengan menanyakan nama lengkapnya kepada istrinya, kami menanyakan frekuensi dilakukannya GDS terhadap
klien, dan kapan terakhir kali waktu pemeriksaan GDS dilakukan*
8. Mencuci tangan dan memakai handscoon bersih*
9. Membantu membersihkan tangan klien dengan menggunakan hand sanitizer *
10. Menghidupkan glucometer hingga siap digunakan dan pasang strip pada tempatnya
11. Mengkaji jari-jari tangan klien, dilihat dari warna, kehangatan, dan CRT (hasil warna kulit normal, sedikit hangat, CRT 2 detik)
12. Memilih lokasi penusukan (Pilih sisi samping jari klien, tidak ditusuk pada ujung jari dan ibu jari)
13. Melakukan desinfeksi pada jari dengan menggunakan alcohol swab dengan gerakan sirkuler, tunggu hingga kering*
14. Melakukan penusukan menggunakan lancet dengan sudut 90o, buang jarum/lancet ke sharp box
15. Meneteskan darah pada strip glucotest kurang lebih 0.3 ml, menunggu hasil gula darah yang tampak pada glucometer. Hati-hati untuk tidak
menekan atau menyentuh jari lokasi penusukan.
16. Menutup luka tusukan dengan bola kapas atau alcohol swab, sebelumnya telah mengkaji adanya tanda-tanda pendarahan atau memar pada
daerah penusukan
17. Memberitahukan hasil pada klien/keluarga
18. Membereskan alat-alat
19. Melepas sarung tangan lalu mencuci tangan*
20. Melakukan evaluasi dan memberitahukan rencana pemeriksaan GDS selanjutnya
21. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan GDS di form pemeriksaan GDS dengan dibantu oleh kakak perawat di rumah sakit*
5. Dasar Pemikiran: 15
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemia yang diakibatkan insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin menurun atau berada dalam
rentang normal, namun insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes
mellitus. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya kenaikan gula darah akibat dari turunnya sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan ganguan fungsi insulin atau biasa disebut resistensi insulin (Fatimah, 2015). Adapun faktor resiko dari DM tipe 2 adalah
pola hidup (makanan, aktivitas, olahraga), genetik, usia. Hal tersebut sesuai dengan data pengkajian pasien dimana pasien memiliki riwayat penyakit DM
tipe 2 serta suka mengkonsumi makanan manis dan kurang aktivitas gerak seperti olahraga. Hasil TTV : TD: 120/80 mmHg, HR: 60 x/menit, T: 36,8 oC, RR:
18 x/menit, SpO2: 98%, GCS : E3M5VT, hasil GDS tanggal 17/03/2022 mencapai 230 mg/dL dan tanggal 18/03/2022 mencapai 135 mg/dL. Hasil
pemeriksaan lab: HbA1C 9,9 (normal <6,5), sehingga dengan tingginya nilai HbA1C, maka hal ini menyebabkan hemoglobin dalam darah lebih banyak
berikatan dengan glukosa.

Faktor-faktor yang berperan dalam patofisiologi DM tipe 2 yaitu :


1. Resistensi insulin : Sel mengalami resistensi insulin  Insulin tidak dapat bekerja pada sel  Glukosa darah tidak bisa masuk ke sel  Hiperglikemi
2. Disfungsi sel B pancreas : Sel B pancreas disfungsi  penurunan sekresi insulin  Hiperglikemi

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan karena kurangnya sekresi insulin, namun karena gagalnya sel-sel sasaran insulin untuk merespon insulin secara
normal. Keadaan ini biasanya disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin kebanyakan terjadi karena obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta
usia tua. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi kerusakan sel-sel B langerhans
secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan sekresi insulin pada fase
pertama, yang artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan
terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif dan seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, yang
akhirnya membuat penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu
resistensi insulin dan defisiensi insulin (Fatimah, 2015). Pada pasien tersebut akibat dari adanya resistensi insulin, maka hasil GDS mengalami
ketidakstabilan. Hasil pemeriksaan GDS pada pagi hari dalam rentang normal karena adanya pemberian terapi lantus ON dan pada sore hari hasil GDS
cukup tinggi. Maka, dilakukan pengecekan GDS berkala (pada jam 05.00, 12.00, 18.00 dan 22.00), dengan mengambil darah yang akan diteteskan di strip
glukotest. Maka, untuk mengatasi masalah tersebut diberikan terapi lantus. Lantus berperan untuk menahan sel tubuh sehingga gula dalam darah dapat
masuk untuk dipecah menjadi energi. Lantus yang long-acting membuat Lantus dapat bertahan lebih lama di dalam tubuh dibandingkan insulin biasa.
Dengan begitu, gula dalam darah dapat menjadi lebih rendah dari yang bisanya tinggi dan cenderung stabil (Hariyati, Hasmono dan Kasih, 2018)

Sehingga dari data diatas kami mengangkat diagnosa keperawatan ketidakstabilan glukosa dalam darah, yang diartikan dengan variasi dimana kadar
glukosa darah mengalami kenaikan atau penurunan dari rentang normal yaitu mengalami hiperglikemi atau hipoglikemi (PPNI, 2016). Hasil pemeriksaan
GDS klien sebelumnya pada kamis 17/03 malam adalah 230 mg/dL (hiperglikemi) dan hasil pemeriksaan GDS yang kami lakukan terhadap klien jumat
18/03 pagi adalah 135 mg/dL (normal). Ini tetap menjadi indikasi untuk tetap melakukan monitoring pemeriksaan GDS terhadap klien, karena menunjukkan
ketidakstabilan hasil metabolisme glukosa pada tubuh klien. Diagnosa keperawatan ditegakkan dengan tujuan sebagai penentuan manajemen pengobatan
atau terapi terhadap klien, penentuan diet atau asupan nutrisi serta monitoring untuk adanya komplikasi diabetes pada klien. Sehingga dengan melakukan
tindakan pemeriksaan GDS kita dapat mengetahui kondisi klien dan menentukan diagnosa keperawatan yang akan diterapkan berupa asuhan keperawatan
terhadap klien. (Selano, Marwaningsih, & Setyaningrum, 2020)
6. Analisa Tindakan Keperawatan: 15
 Prinsip yang digunakan dalam melakukan tindakan adalah prinsip bersih, dimana perawat menggunakan sarung tangan bersih dalam melakukan
tindakan untuk mencegah kontaminasi mikoorgannisme. Prinsip lain yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan pemeriksaan gula darah
adalah jangan menusuk di bagian ujung jari dan pada ibu jari. Hal ini dihindari karena pada ujung jari banyak terdapat saraf sensorik yang membuat
ujung jari lebih sensitive sehingga penusukan di anjurkan pada untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan saat penusukan lancet untuk
pengambilan darah perifer dan membuat klien merasa tidak nyaman (Suyanto, 2016).
 Tindakan yang dilakukan belum sepenuhnya benar menurut SOP yang ada di rumah sakit. Dalam pengecekan GDS, sesuai dengan yang dipelajari
di lab (prosedur) darah yang diambil adalah darah pertama, sedangkan menurut SOP rumah sakit, darah yang diambil adalah darah kedua setelah
darah pertama diswab. Tindakan yang kami lakukan di rumah sakit adalah tindakan sesuai prosedur yang sudah dipelajari.
 Sesuai dengan prosedur dan pengecekan gula darah sewaktu memang diperuntukkan kepada klien DM. Pemeriksaan GDS bertujuan untuk
mengecek gula darah yang dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh klien tersebut, dan
mengetahui bagaimana hasil metabolisme glukosa dalam tubuh klien. Sesuai dengan data objektif yang kami dapatkan, grafik dari hasil gula darah
klien tidak stabil sehingga tindakan GDS diperlukan untuk tetap memantau kadar gula darah klien. Hasil gula darah klien 17 Maret 2022=230
mg/dL, 18 Maret 2022= 135 mg/dL (Selano, Marwaningsih, & Setyaningrum, 2020).
 Pasien mengalami DM tipe 2 yang ditandai dengan kadar glukosa tinggi dalam darah atau glukosa menumpuk karena tidak bisa diserap oleh tubuh
sehingga diperlukan pemeriksaan GDS secara berkala untuk memonitor gula darah pasien agar tidak terjadi hiperglikemia.

7. Bahaya yang dapat terjadi? (Komponen Bahaya dan Pencegahan) 10


Bahaya: Perdarahan
Pencegahan : Tidak melakukan penusukan terlalu dalam dan lakukan dept dengan alcohol swab. Untuk itu jika menggunakan lancet pen bisa memilih
kedalaman penusukan sesuai dengan ketebatan jari klien untuk menghindari adanya pendarahan.

Bahaya : Nyeri pada klien.


Pencegahan: Untuk menghindari nyeri adalah jangan melakukan penusukan pada ujung jari karena pada ujung jari banyak terdapat banyak saraf sensori
yang membuat ujung jari lebih senstif terhadap rangsangan nyeri. Selain itu ini juga berkaitan dengan pemilihan kedalaman penusukan yang tepat agar klien
tidak merasakan nyeri.
8. Hasil yang didapat: 10
Hasil pemeriksaan GDS:
Mengevaluasi respon perubahan pada klien setelah diberikan intervensi/tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan dengan
menggunakan SOAP
Note: Evaluasi boleh dilakukan setelah beberapa menit dilakukan tindakan atau beberapa jam setelah dilakukan tindakan, tergantung tindakan yang
dilakukan dapat dievaluasi dengan segera atau memerlukan waktu beberapa jam.

Evaluasi setelah tindakan pemeriksaan GDS


S: Klien dalam keadaan kesadaran menurun dan terpasang trakeostomi sehingga tidak bisa mengatakan keluhannya. Keluhan klien diwakilkan oleh wali
pasien yaitu sang istri. Istri klien mengatakan bahwa klien mudah lelah, lemas, penglihatan juga sudah mulai kabur . Saat ini keluhan klien lebih banyak
mengenai pernapasannya yang sering mengalami sesak napas dan sulit mengeluarkan dahak.
O: Tidak ada sianosis pada jari-jari klien, CRT 2 detik. Klien tampak ada sedikit respon nyeri pada bagian yang ditusuk (refleks menggerakan tangannya),
klien tampak kesulitan bernafas karena memakai trakeostomi dan NGT. Mukosa bibir klien lembab., klien tampak lemah. Hasil pengukuran tanda-tanda vital
klien: TD= 120/80mmHg, HR= 60x/mnt, RR= 18x/mnt, S= 36,8, saturasi oksigen: 98%. Hasil GDS : 135 mg/dL.
A: Masalah keperawatan ketidakstabilan glukosa dalam darah berhubungan dengan resistensi insulin, belum sepenuhnya teratasi karena nilai GDS yang
masih belum stabil
 Hasil pemeriksaan GDS pada tanggal 18 Maret 2022 : 135 mg/dL
 Hasil pemeriksaan GDS pada tanggal 17 Maret 2022 : 230 mg/Dl
P: Intervensi dilanjutkan
- Cek GDS secara berkala (pada jam 05.00, 12.00, 18.00 dan 22.00)
- Pemberian terapi lantus di malam hari

9. Evaluasi Diri: 5
-Kelebihan: Kami mampu melakukan tindakan pemeriksaan gula darah dengan percaya diri sehingga tidak terlihat gugup atau ragu (tremor) saat melakukan
tindakan GDS terhadap klien.. Selama tindakan kami menerapkan protocol kesehatan COVID-19 dengan memakai masker dan tidak mengkaji klien secara
berkerumun.

-Kekurangan: Kami melakukan tindakan pemeriksaan GDS belum sepenuhnya sesuai prosedur, karena jika menyesuaikan dengan prosedur, sebelum
melakukan penusukan harus dilakukan pemencetan pada ujung jari. Kami tidak melakukan pemencetan pada ujung jari. Selain itu perawat senior
mengatakan darah yang diambil adalah darah yang keluar kedua, darah pertama yang keluar harus diswab terlebih dahulu, karena bisa saja darah pertama
terkontaminasi dengan cairan tubuh dan darah kedua hasilnya lebih akurat

-Perbaikan: Kami akan lebih memperhatikan SOP yang berlaku pada rumah sakit sebelum melakukan asuhan keperawatan kepada pasien, dengan
menanyakan kepada perawat senior, karena tidak selamanya apa yang dipelajari di lab (prosedur) akan sama dengan SOP setiap rumah sakit.

-Hal baru yang dipelajari: jika melakukan pemeriksaan GDS, darah yang diteteskan ke strip glukometer adalah darah kedua.
10. Daftar Pustaka (APA style): 5
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5), 94-95.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI
Pratiwi, P., Amatiria, G., & Yamin, M. (2016). Pengaruh stress terhadap kadar gula darah sewaktu pada klien diabetes melitus yang menjalani
hemodialisa. Jurnal kesehatan, 5(1).
Selano, M. K., Marwaningsih, V. R., & Setyaningrum, N. (2020). Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Tekanan Darah kepada
Masyarakat. Indonesian Journal of Community Services, 2(1), 38-45.
Suyanto, S. (2016). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Intensitas Nyeri Saat Pemeriksaan Glukosa Darah Pada Klien Diabetes Melitus Di Persadia
Bandar Lampung. Holistik Jurnal Kesehatan, 10(1), 1-4.
Hariyati, F., Hasmono, D., & Kasih, E. (2018). Profil Penggunaan Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Ulkus/Gangren Di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, 5(1), 30-37.
Total 100

Anda mungkin juga menyukai