Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

Keperawatan Kritis dan Gawat Darurat

Program Pendidikan Profesi NERS Batch XI

Disusun oleh:

Lodewijk Rorong

PROGRAM PROFESI NERS BATCH XI

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

TANGERANG
2019
FORMAT PENGKAJIAN 20 Mei 2019 Lodewijk Rorong
KEPERAWATAN KRITIS

IDENTITAS PASIEN Tanggal masuk RS: 08 mei 2019


Inisial Pasien: NY. L
Tanggal masuk ICCU: 11 Mei 2019
Umur: 26 Tahun Tanggal Pengkajian oleh Mahasiswa: 20
Jenis Kelamin: Perempuan Mei 2019
No RM: 00.41.26.65
Pekerjaan: Mahasiswa
Pendidikan: Sarjana
Riwayat Alergi: Pepaya
Diagnosa Medis: Susp NMDA, Ensefalitis
Keluhan Utama saat masuk RS: Pasien merasa pusing seperti berada diatas kapal disertai rasa sakit kepala
hebat dengan skala 7/6 aktivitas/istirahat. Pasien merasa mual disertai muntah dengan perasaan gelisah.
Riwayat penurunan kesadaran dan neuritis optikus
Indikasi/ Alasan rawat di ICU: Pasien memerlukan terapi dan pemantauan intensif terkait penyakit yang
diderita pasien. Pemantauan yang dimaksud adalah pemantauan status neurologis dan tanda-tanda vital secara
ketat didukung dengan obat-obatan penunjang lainnya.
I. PRIMARY SURVEY
A. AIRWAY
Hidung/mulut Penggunaan
Alat:
Bebas Tersumbat OPA Ukuran: ………………
Sputum Adanya darah NPA Ukuran: ………………
Spasme Benda asing ETT Ukuran: ………………
Pangkal lidah jatuh TT Ukuran: ………………
Suara Lainnya: Pasien terpasang tracheostomy tube ukuran 7.5 fr.
napas
Normal Stridor Suara nafas vesikuler. Pasien hipersaliva, secret berlebih di
Tidak ada Wheezing tracheostomy yang dibersihkan hampir setiap jam berwarna
Ronchi Lain-lain: putih kental. Tidak pucat, akral hangat.
B. BREATHING

RR: 20x/menit teratur Terapi Oksigen:


T mask 2 lpm
Retraksi Pernapasan cuping Nasal canul …. L/ menit
dada hidung
Pernapasan abdomen Face mask …. L/ menit
Kusmaul Cheyn RM …. L/ menit
stokes
Suara napas NRM …. L/ menit
Normal Vesikuler Mode Ventilator:
Tidak Stridor Tidak ada
ada
Ronchi Wheezing

Penggunaan otot bantu pernafasan Hasil Rontgent Thorax:


Sianosis 21/05/2019
Keringat Tidak ditemukannya kelainan
Hasil Lab / Penunjang lainnya terkait Oksigenasi:
Saturasi Oksigen 99% dengan T-Mask 2 lpm

Analisa Gas Darah 27/5/2019


pH7.486
pO2 239 mmHg
pCO2 40.9mmHg
HCO3 24.2 mmol/L
BE 32 mmol/L
O2 Saturasi 83%
Lainnya:
Pasien RR 20x/mnt dengant mask 2 lpm. Tidak menggunakan otot bantu nafas, tidak ada retraksi
dada. Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi maupun wheezing. Terdapat banyak secret disekitar
trakeostomi tube berwarna putih kental.
C. CIRCULATION
Pucat Sianosis TD: 126/60 mmHg,
Perdaraha Jumlah : MAP: 2(60) + 123 / 3 = 83 mmHg
n …………… cc
Luka Grade: Lokasi: Luas:
Bakar …….. ……… ….%
Nadi : Suhu: 36°Celcius
Teraba Frekuensi: 121x/menit dan
teratur
Tidak Irama tidak teratur Capilary Refill Time: < 2 detik
teraba
Akral : Hangat Dingin Edema
Heart Rate: 120 x/menit Turgor Normal Sedan Kurang
g

Distensi Vena jugularis Edema Lokasi: Edema paru


kanan

CVP: Urine Output: 200 – 600 cc/2 jam

Hasil EKG Tanggal :


27 Mei 2019
- Sinus Takikardi
Hasil Lab / Pemeriksaan Penunjang Lainnya terkait Sirkulasi:
26 Mei 2019
Hb 9.60 g/dL
HT 29, 40
RBC 3.24 10^3/UL
Platelet 460.000 10^3/UL
Albumin 3.13 g/dL

PT
Control: 11.00
Patient 16.60
APTT
Control 30.80
Patient 74.10
Keterangan: Apeks jantung bergeser dari ics 5 midclavicularis ke bagian lateral. Bunyi jantung s1 dan s2.
Sudah di double cek dengan perawat ruangan.
Denyut nadi perifer radialis lebih kuat dari denyut nadi. Denyut jantung 90 x/mnt. Kulit tidak pucat dan akral
teraba dingin. CRT 2 detik, akral teraba hangat, suhu aksila 36 derajat celcius. CVP 8 mmHG diambil setelah
3 hari pemberian Lasix. Peningkatan nadi dari 90 ke 102-110x/mnit setelah berpindah dari kursi ke tempat
tidur

Pasien mendapat terapi dobutamin 7mcg/kgBB/mnt dan tekanan darah berada di rentang 50- 65 mmHg untuk
tekanan sistol, sedangkan diastole mulai dari 30 – 45 mmHg. Ada peningkatan nadi setelelah berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur 102-110x/mnt

Berat badan sebelum masuk sekitar 50 kg


BB pagi 19 mei 2019 50 kg
BB pagi 20 mei 2019 49.70 kg
BB siang 21 mei 2019 46 kg
D. DISABILITY
Tingkat GCS: ( E: =3 ; M:3 ; V:t )
kesadaran:
CM Apatis Delirium
Somnole Soporosc Koma
n oma

Pupil Isokor Aniso Diameter: mm Penggunaan Sedasi: Tidak ada


: kor
Miosi Midriasis
s
Refleks Cahaya: +/+

Riwayat Umu Lokal


kejang : m
Pada bagian : Tidak ada riiwayat kejang
Fungsi Norm Pelo Afasia Mulut
al mencong
bicara:
Kekuatan Ekstremitas atas: 5/5
otot:
Ekstremitas bawah: 5/5
Pengkajian Ya Lokasi: Skala:
Nyeri: ………………. …………
…….
Tidak
Pengkajian Risiko Jatuh: 15 (Resiko jatuh tinggi)
Barthel indeks: 2 (Total Care)
Braden score 11 Tinggi)

II. SECONDARY SURVEY


1 Kepala
Simetris Asimetris Perdarahan Bengkak
Echymosis Nyeri tekan Depresi tulang
tengkorak
Kelainan bentuk
tulang
Luka, ukuran:
Lokasi:………….
Keterangan: Tidak ada bekas luka, rambut berwarna hitam lebat dan berminyak. Tak ada lesi
2 Mata
Kebiruan Perdarahan mata, Ruptur:………,
(Lingkaran mata) Lokasi:…………..
Anemia Ananemia Ikterik
Respon Isoko Anisokor Refleks cahaya:2mm/3mm
pupil: r
3 Telinga
Caira Warna: Jumlah:
n ……………… …………
. ….
Lecet/kemerahan/la
serasi
Benda asing,
berupa:…………………
….
Keterangan: Pupil Isokor dan miosis
4 Hidung
Caira Warna: Jumlah:
n ……………… …………
. ….
Lecet/kemerahan/laserasi
Benda asing,
berupa:…………………
….
Lain-lain : Tak ada mucus, septum ditengah dan tak tampak luka atau polip.
5 Leher
Deviasi trakea Distensi Vena Jugularis
Keterangan: Terpasang tracheostomy tube
6 Dada/Paru
Simetris Asimetris
Luka tusuk/ Ukuran:…….., Lokasi:
sayat ………………
RR: 20x/menit
Penggunaan otot dinding dada
Suara Jtg : Murmur Gallop
Nyeri Skala nyeri: Karakteristik nyeri:
dada
Lain-lain :
BJ S1 dan S2, bunyi paru vesikuler. EKG sinus takikardi.
7 Abdomen
Dinding Simetris Tidak simetris
abd:
Perdarahan/bengkak
Distensi abdomen
Nyeri Lokasi: Skala:
tekan …………… …………
.. ……
BU: 15x/mnt

8 Genetalia
Simetris Asimetris
BAB: Banyak, kuning
BAK: 300 – 600 cc per 2 jam
Lain-lain : Pasien menggunakan kateter urin sejak masuk RS. Batasan cairan pasien 1000 mL/24 jam.
Pasien mendapat terapi Lasix
9 Ekstremitas
Kelainan bentuk Perdarahan Bengkak
Jejas/luka/laserasi Lokasi:
…………
Ukuran:
………………
… …..
Keterbatasan gerak
Fraktur Lokasi:
……………

Nyeri Lokasi: Skala:
…………… ……………
… …….
Lain-lain : Pasien mengeluh mudah merasa lelah dan sesak. Barthel indeks 5 menunjukkan
ketergantungan berat. Resiko jatuh 9 menandahkan resiko jatuh sedang
1 Kulit
0
Luka Dekubitus Lokasi:
………………
……
Echymosis Petechie Gatal-
gatal/pruritus
Insisi operasi Lokasi: Ukuran:
………………. ………………
. …..
Keterangan : Tidak ada bekas luka. Akral hangat.
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA (LAB/ MRI/ CT SCAN/ Lainnya

Analisa Gas Darah 27/5/2019


pH7.486
pO2 239 mmHg
pCO2 40.9mmHg
HCO3 24.2 mmol/L
BE 32 mmol/L
O2 Saturasi 83%

26 Mei 2019
Hb 9.60 g/dL
HT 29, 40
RBC 3.24 10^3/UL
Platelet 460.000 10^3/UL
Albumin 3.13 g/dL
WBC 14.81

PT
Control: 11.00
Patient 16.60
APTT
Control 30.80
Patient 74.10

X-Ray Thorax 21 mei 2019


21/05/2019
Tidak ditemukannya kelainan

Hasil EKG Tanggal :


27 Mei 2019
- Sinus Takikardi

PESANAN MEDIS/ TERAPI FARMAKOLOGI:

1. Pemantauan status neurologis


Terapi Farmakologi
- Nexium via NGT 20 mg BD
- Brainact via NGT 500 mg TDS
- Tygacil IV 50 mg BD
- Ikaphen IV100 mg TDS
- Bisolvon Nebulizer TDS
- Ventolin nebulizer 2.5 mg TDS
ANALISA DATA

Data disusuiakan dengan temuan pada pasien dan diagnosis mengacu pada SDKI dan NANDA

Data Subjektif dan Data Objektif Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subjektif : Cedera otak (Infeksi Penurunan kapasitas


Tak bisa dikaji jaringan otak) adaptif intrakranial
Data Objektif :
- GCS E3 M3 Vt
- HR 120x/mnt, TD 123/60
mmHg
- Pupil 2/3, reaksi cahaya +/+
- Brainact via NGT 500 mg
TDS
- Ikaphen IV100 mg TDS
- Riwayat penurunan
kesadaran
- Riwayat neuritis optikus
- WBC 14.81
- Refleks pupil + dengan
2mm/3mm

Data Subjektif Sekresi mucus berlebih Ketidakefektifan bersihan


Tidak bisa dikaji jalan nafas
Data Objektif
- Pasien salivasi
- Terpasang tracheostomy
tube
- Sekret berlebih berwarna
putih dan kental
- RR 20x/mnt
- Bisolvon Nebulizer TDS
- Ventolin nebulizer 2.5 mg
TDS

Prioritas Diagnosis Keperawatan

1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan inflamasi otak ditandai dengan
penurunan status neurologis
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan jalan nafas buatan dan hipersekresi
ditandai dengan secret berlebihan
Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosis
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan rasional
Keperawatan
Penurunan Dalam 2x24 jam penurunan kapasitas adaptif 1. Monitoring TTV secara berkala
Kapasitas intracranial membaik dengan kriteria hasil Rasional: Peningkatan TTV dapat menindikasikan
Adaptif 1. GCS E4M6Vt peningkatan intracranial
Intrankranial 2. Pupil 2mm/2mm 2. Posisikan klien semi fowler-fowler
3. Tidak tapak gelisah Rasional: Menghindari peningkatan TIK dan untuk
4. Tekanan darah dalam rentang normal mencegah terjadinya edema
100-120 mmHg SBP. 3. Monitor GCS
5. HR dalam rentang 60-100 x/mnt Rasional: GCS menandahkan baik buruknya status
6. MAP 70-100 mmHg neurologis pasien
7. Suhu tubuh dalam rentang 36 – 37 4. Pantau reaksi pupil
derajat celcius Rasional: Pupil
8. WBC dibawah 11 5. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati etiologi penyakit
6. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Meurunkan tingkat kegelisahan pasien

Ketidakefektifan Dalam 2x24 jam bersihan jalan nafas menjadi 1. Pantau status pernapasan pasien mulai dari kedalaman,
bersihan jalan efektif dengan kriteria hasil RR dan bunyi nafas
nafas 1. Produksi secret berkurang Rasional: Status pernapasan menandahkan baik
2. Saturasi O2 97-100% buruknya ventilasi
3. RR 12-20x/mnt 2. Lakukan suction secara berkala
4. Tidak ada sianosis Rasional: Membuka jalan nafas
5. AGD normal 3. Hidrasi cairan yang kuat
6. Foto thoraks tidak menandahkan Rasional: Mengencerkan secret
masalah pernafasan 4. Kaji adanya sianosis dan keadaan akral
7. Tidak terlihat gelisah Rasional: Akral yang dingi menandahkan perfusi
jaringan terganggu
5. Berikan terapi O2 sesuai indikasi
Rasional: Membantu oksigenasi pasen
6. Berikan bronkodilator sesuai indikasi
Rasional: Membuka jalan nafas pasien
7. Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi sehingga ada
penambahan secret
IMPLEMENTASI
Hari
dan Diagnosis Jam Tindakan dan Respon TTD
Tanggal
1, 2 07.25 Membantu perawat memposisikan pasien ke kursi roda
1, 2 07.30 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt, Respon cahaya +/+, respon pupil 2mm/3mm, kekuatan otot
5/5 ektremitas atas dan bawah, terpasang tracheostomy tube 7.5 fr dan kateter uretra,
1, 2 07.45 Monitoring TTV pasien
Respon: HR: 120x/mnt, TD 120/63 mmHg, RR 20x/mnt, T 36 derajat celcius
1, 2 08.00 Membantu perawat mempersiapkan obat
2 08.10 Mengobservasi perawat memberikan terapi nebulizer dan terapi antibiotic
Respon: Pasien menerima terapi
2 08.25 Mengobservasi perawat melakukan suction
Respon: SpO2 98%, RR 21x/mnt, ada reflex muntah
1, 2 08.45 Mengobservasi TTV pasien
27 Mei
Respon: Pasien tidur
2019
1, 2 09.00 Menghitung output urin
Respon: Pasien tidur
2 09.30 Mengobservasi perawat Melakukan suction
Respon: Pasien reflex muntah
1, 2 10.00 Mengobservasi perawat memberikan makanan via NGT
Respon: Pasien tidur
2 10.30 Mengobservasi perawat melakukan suction
Respon: Reflex muntah
1, 2 11.00 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt
1, 2 12.00 Menghitung output urine pasien
Respon: Pasien tidur
01, 02 07.20 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt, Respon cahaya +/+, respon pupil 2mm/3mm, kekuatan otot
5/5 ektremitas atas dan bawah, terpasang tracheostomy tube 7.5 fr dan kateter uretra,
hiper saliva
2 07.30 Melakukan suction tracheostomy
Respon: Pasien reflex muntah
1, 2 07.45 Membantu perawat mempersiapkan obat
2 07.50 Mengobservasi perawat memberikan terapi nebulizer dan terapi antibiotic
Respon: Pasien menerima terapi
2 08.00 Melakukan suction
Respon: SpO2 98%, RR 20x/mnt, ada reflex muntah
1, 2 08.05 Mengobservasi TTV pasien
Respon: Pasien tidur
2 08.30 Melakukan suction
28 Mei
Respon: Pasien reflex muntah
2019
1, 2 09.00 Menghitung output urin
Respon: Pasien tidur
1, 2 09.10 Memperbaiki posisi pasien bersama perawat
Respon: E3M3Vt
09.15 Mengobservasi perawat Melakukan perawatan luka bekas CVC
Respon: E3M3Vt
2 09.20 Mengobservasi perawat membersihkan traceostomy
Respon: E3M3Vt
09.30 Mengobservasi fisioterapi melakukan terapi ROM
Respon: E3M3Vt
2 09.45 Melakukan suction
Respon: Pasien reflex muntah
1, 2 10.00 Mengobservasi perawat memberikan makanan via NGT
Respon: Pasien tidur
11.45 Mengobservasi perawat melakukan pemasangan IV line
Respon: Reflex menarik tangan
1, 2 12.00 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt
1, 2 12.10 Menghitung output urine pasien
Respon: Pasien tidur
1, 2 13.30 Membantu perawat mempersiapkan obat
1, 2 13.40 Melakukan pengkajian fisik
Respon: E3M3Vt, reaksi cahaya +, reaksi pupil 2mm/2mm
1 13.50 Memberikan susu dan jus melalui NGT
Respon: BU 18x/mnt. Residu tidak ada
2 14.30 Melakukan suction
Respon: Pasien reflex muntah
1 15.00 Memberikan terapi antibiotic
Respon: E3M3Vt
1, 2 15.30 Membantu perawat mempersiapkan perpindahan ruangan
1, 2 15.45 Melakukan pencatatan TTV
EVAUASI

Hari dan EVALUASI Paraf


Tanggal
Senin 27 Mei S: Tak dapat dikaji
2019 O:
- GCS E3 M3 Vt
- HR 120x/mnt, TD 123/60 mmHg
- Pupil 2/3, reaksi cahaya +/+
- Brainact via NGT 500 mg TDS
- Ikaphen IV100 mg TDS
- Riwayat penurunan kesadaran
- Riwayat neuritis optikus
- WBC 14.81
- Refleks pupil + dengan 2mm/3mm
- Pasien hiper salivasi
- Terpasang tracheostomy tube
- Sekret berlebih berwarna putih dan kental
- RR 20x/mnt
- Bisolvon Nebulizer TDS
- Ventolin nebulizer 2.5 mg TDS

A:

1) Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial


2) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

P:

Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial

1. Monitoring TTV secara berkala


2. Posisikan klien semi fowler-fowler
3. Monitor GCS
4. Pantau reaksi pupil
5. Kolaborasi pemberian antibiotic
6. Kolaborasi pemberian analgetik

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

1. Pantau status pernapasan pasien mulai dari


kedalaman, RR dan bunyi nafas
2. Lakukan suction secara berkala
3. Hidrasi cairan yang kuat
4. Kaji adanya sianosis dan keadaan akral
5. Berikan terapi O2 sesuai indikasi
6. Berikan bronkodilator sesuai indikasi
7. Berikan antibiotic sesuai indikasi
28 Mei 2019 #Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
S: Tak dapat dikaji
O:
- GCS E3 M3 Vt
- HR 120x/mnt, TD 120/63 mmHg
- Pupil 2/3, reaksi cahaya +/+
- WBC 14.81
- Pasien masih tampak gelisah
- Respon nyeri +
- HR 110 x/mnt
- EKG 5 lead Sinus Takikardi
A:
- Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial masih
dalam observasi
- Status neurologis belum membaik

P:

1. Monitoring TTV secara berkala


2. Posisikan klien semi fowler-fowler
3. Monitor GCS
4. Pantau reaksi pupil
5. Berikan terapi antibiotic sesuai IMR
6. Berikan terapi analgetik sesaui IMR

#Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

S: Tidak dapat dikaji

O:

- Sekret masih banyak, berwarna putih


- Pasien hipersalivasi
- Sekret berlebih berwarna putih dan kental
- RR 21x/mnt
- Bisolvon Nebulizer TDS
- Ventolin nebulizer 2.5 mg TDS
- SpO2 98% dengan t.mask 2 lpm

A:

- Bersihan jalan nafas tidak efektif masih dalam


observasi
- Produksi secret masih banyak

P:

1. Pantau status pernapasan pasien mulai dari


kedalaman, RR dan bunyi nafas
2. Lakukan suction secara berkala
3. Pantau karakteristik secret
4. Lakukan tt care setiap pagi
5. Hidrasi cairan yang kuat
6. Kaji adanya sianosis dan keadaan akral
7. Pertahankan terapi O2 sesuai indikasi
8. Berikan bronkodilator sesuai IMR
9. Berikan antibiotic sesuai IMR
PEMBAHASAN

Ensefalitis adalah peradangan parenkim (substansi) otak dan merupakan sindrom


kompleks dengan banyak kemungkinan penyebab. Otak dapat rusak dalam dua cara - oleh
penyebab (misalnya infeksi) dan juga oleh peradangan yang dihasilkan (atau pembengkakan)
(Easton, 2018). Ada dua penyebab utama ensefalitis: infeksi dan malfungsi autoimun (pasca
infeksi dan penyebab non-post infeksi lain). Dalam beberapa kasus di mana pasien terganggu
kekebalan tubuh atau di mana penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, ensefalitis dapat muncul
dalam bentuk yang lambat dan kronis yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Dalam kasus ini, pasien Ny L menderita ensefalitis yang diperkirakan berasal dari
penyebab sekunder yaitu neuritis optic sebgaimana yang dimaksud oleh Lesgenia (2014) dimana
ensefalitis dibagi menjadi 2 yaitu primer, dimana infeksi langsung dari otak atau sum-sum tulang
belakang yang biasa karena trauma langsung. Kemudian sekunder yang terjadi akibat infeksi organ
disekitaran otak seperti sinusitis, otitis, mastoiditis dan sebagainya yang lama sehingga merusak
sawar otak (Aribowo, 2016).

Menurut Harsono (2011), manifestasi klinis yang terjadi pada pasien ensefalitis dibag
menjadi 4 kelas:

1. Asimptomatik dimana pasien disini hanya merasa gejala pusing rringan disertai
gerakan bola mata yang tidak teratur
2. Abortif, fase ini mulai ada demam di atas 37.5 derajat celcius disertai kau kuduk dan
nyeri kepala ringan.
3. Fulminan. Di fase ini pasien sudah mengalami demam tinggi, nyeri kepala hebat dan
mulai ada gangguan neurologis bahkan sampai koma.
4. Bentuk khas ensefalitis. Ini merupakan gejala kkhas dimana pasien mulai ada ganguan
koordinasi yang jelas, gangguna bicara, gangguna mental, perasaan gelisah dan bahkan
kejang

Jika dikaitkan dengan kasus ini. Ny L awalnya berada pada fase asimptomatik dimana dia
berobat karena merasakan gejala vertigo dan demam disertai mual dan muntah. Stetlah beberapa
hari perawatan, pasien mulai gelisah, nyeri kepala hebat, berteriak histeris dan mengalami
penurunan kesadaran. Sekarang pasien dirawat di ICU dengan keadaan pemantauan status
neurologi dan pencegahan kejang.

Menurut Easton (2018), ada beberapa pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan untuk
penegakkan diagnosa ensefalitis:

1. Riwayat pasien lengkap, penyakit yang pernah di derita


2. Pengambilan sampel darah dan tes untuk HIV5
3. Pencitraan otak (CT atau MRI)
4. Electro-encephalogram (EEG)
5. Tusukan lumbal (LP atau ketukan tulang belakang)
6. Tes yang mengukur keberadaan antibodi dalam tipe autoimun (misalnya ensefalitis
reseptor anti-NMDA)
7. Pada kesempatan yang lebih jarang, dan di mana diagnosis merupakan tantangan, biopsi
otak dapat dilakukan.

Untuk penatalaksanaannya sendiri, Easton (2018) menjelaskan tergantung dari


penyebabnya, jika terjadi karena virus itu bergantung pada system imun dari pasien. Jika terjadi
karena bakteri maka pemberian antibiotic pun perlu dipertimbangkan (Easton, 2018)

Untuk Ny L, telah dilakukan MRI dan CT scan pada tanggal 10 Mei 2019 dengan hasil
yang tidak menunjukkan adanya kelalinan. Telah dilakuakn pungsi lumbal juga untuk melihat
bakteri atau mikroorganisme apa yang menyebabkan pasien terkana ensefalitis namun hasilnya
belum keluar karena dikirim di Singapore. Pasien saat ini mendapat terapi antibiotic Tygacil BD
melalui IV line.

Saputra (2017) penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien dengan ensefalitis
adalah sebagai berikut

1. Mengatasi dan mencegah kejang. Biasanya diberikan fenobarbital dan diazepam


2. Memperbaiki hemostatis dengan terapi cairan dan pemberian oksigen
3. Mengurangi edema serebri dengan pemberian mannitol
4. Memantau peningkatan intracranial

Untuk Ny L sendiri mendapat Ikaphen untuk mencegah terjadinya kejang, mendapat


terapki oksigen 2 lpm menggunakan t.mask. Ny L tidak mendapat terapi mannitol dan
imunosupresor lainnya.

Untuk penatalaksanaan keperawatan menurut Aribawa (2016) ada beberapa diagnosis


keperawatan yang perlu diangkat terkait pasien dengan ensefalitis:

1. Penurunan kapasitas adaptif: dimana perawat harus memantau tanda-tanda peningkatan


TIK seperti tekanan darah, nadi, tingkat kesadaran, reflex pupil dan status pernapasan.
Disisi lain pasien perlu di tirah barihkan untuk mengindari terjadinya edema. Evaluasi
mengenai gangguan sensorik, motoric dan intelektual juga perlu dilakukan
2. Nyeri akut. Peningkatan TIK merespon terjadinya nyeri. Tindakan yang dapat
dilakukan adalah mengajarkan teknik relaksasi, menemani pasien dan kolaborasi
pemberian analgetik
3. Gangguan cairan dan elektrolit. Peningkatan TIK dapat membuat pasien merasakan
sensasi mual yang dapat menyebabkan muntah sehingga terjadi gangguan cairan dan
elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh. Observasi turgor kulit, monitor intake dan
output, auskultasi BU, kaji kemampuan makan dan minum, kaji tanda dehidrasi dan
bantu ADL pasien.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Penurunan kesadaran membuat secret berlebihan
terakumulasi. Lakukan suction secara berkala, kaji status pernapasan dan saturasi
perifer, hidrasi cairan untuk mengencerkan dahak, lakukan CPT serta kolaborasi
pemberian oksigen dan mukolitis serta bronkodilator.

Berdasarkan data yang dikumpulkan pada pasien, maka diagnosis keperawatan yang
diangkat adalah penurunan kapasitas adaptif dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Dimana pasien
sekrang dengan GCS E3M3Vt, akumulasi secret yang banyak serta respon motoric yang kurang
memerlukan pemantauan stautus neurologis beserta pemberian terapi farmakologi secara ketat
disertai perawatan yang intensif. DI ICU pasien mendapat terapi Ikaphen untuk profilaksis kejang
dan bronkodilator serta mukolitik untuk menjaga kebersihan jalan nafas.
DAFTAR PUSTAKA

Aribowo, M. (2016). Ensefalitis. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

Easton, A. (2018). Treating encephalitis in primary care settings. Independent Nurse for Primary
Care and Community Nurses. Retrieved from http://www.independentnurse.co.uk/clinical-
article/treating-encephalitis-in-primary-care-settings/180818/

Harsono. (2011). Ensefalitis dan Meningitis. Retrieved from


https://www.scribd.com/document/336363293/Patofisiologi-Encephalitis

Lesgenia, D. (2014). Ensefalitis. Acamedia. Retrieve from


https://www.academia.edu/12969379/ENSEFALITIS

NANDA. (2015). Nursing Diagnoses: Defenitions & Classification 2015-2017. Philadelphia:


NANDA International

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi Pertama.

Anda mungkin juga menyukai