Disusun oleh:
Lodewijk Rorong
TANGERANG
2019
FORMAT PENGKAJIAN 20 Mei 2019 Lodewijk Rorong
KEPERAWATAN KRITIS
PT
Control: 11.00
Patient 16.60
APTT
Control 30.80
Patient 74.10
Keterangan: Apeks jantung bergeser dari ics 5 midclavicularis ke bagian lateral. Bunyi jantung s1 dan s2.
Sudah di double cek dengan perawat ruangan.
Denyut nadi perifer radialis lebih kuat dari denyut nadi. Denyut jantung 90 x/mnt. Kulit tidak pucat dan akral
teraba dingin. CRT 2 detik, akral teraba hangat, suhu aksila 36 derajat celcius. CVP 8 mmHG diambil setelah
3 hari pemberian Lasix. Peningkatan nadi dari 90 ke 102-110x/mnit setelah berpindah dari kursi ke tempat
tidur
Pasien mendapat terapi dobutamin 7mcg/kgBB/mnt dan tekanan darah berada di rentang 50- 65 mmHg untuk
tekanan sistol, sedangkan diastole mulai dari 30 – 45 mmHg. Ada peningkatan nadi setelelah berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur 102-110x/mnt
8 Genetalia
Simetris Asimetris
BAB: Banyak, kuning
BAK: 300 – 600 cc per 2 jam
Lain-lain : Pasien menggunakan kateter urin sejak masuk RS. Batasan cairan pasien 1000 mL/24 jam.
Pasien mendapat terapi Lasix
9 Ekstremitas
Kelainan bentuk Perdarahan Bengkak
Jejas/luka/laserasi Lokasi:
…………
Ukuran:
………………
… …..
Keterbatasan gerak
Fraktur Lokasi:
……………
…
Nyeri Lokasi: Skala:
…………… ……………
… …….
Lain-lain : Pasien mengeluh mudah merasa lelah dan sesak. Barthel indeks 5 menunjukkan
ketergantungan berat. Resiko jatuh 9 menandahkan resiko jatuh sedang
1 Kulit
0
Luka Dekubitus Lokasi:
………………
……
Echymosis Petechie Gatal-
gatal/pruritus
Insisi operasi Lokasi: Ukuran:
………………. ………………
. …..
Keterangan : Tidak ada bekas luka. Akral hangat.
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA (LAB/ MRI/ CT SCAN/ Lainnya
26 Mei 2019
Hb 9.60 g/dL
HT 29, 40
RBC 3.24 10^3/UL
Platelet 460.000 10^3/UL
Albumin 3.13 g/dL
WBC 14.81
PT
Control: 11.00
Patient 16.60
APTT
Control 30.80
Patient 74.10
Data disusuiakan dengan temuan pada pasien dan diagnosis mengacu pada SDKI dan NANDA
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan inflamasi otak ditandai dengan
penurunan status neurologis
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan jalan nafas buatan dan hipersekresi
ditandai dengan secret berlebihan
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan rasional
Keperawatan
Penurunan Dalam 2x24 jam penurunan kapasitas adaptif 1. Monitoring TTV secara berkala
Kapasitas intracranial membaik dengan kriteria hasil Rasional: Peningkatan TTV dapat menindikasikan
Adaptif 1. GCS E4M6Vt peningkatan intracranial
Intrankranial 2. Pupil 2mm/2mm 2. Posisikan klien semi fowler-fowler
3. Tidak tapak gelisah Rasional: Menghindari peningkatan TIK dan untuk
4. Tekanan darah dalam rentang normal mencegah terjadinya edema
100-120 mmHg SBP. 3. Monitor GCS
5. HR dalam rentang 60-100 x/mnt Rasional: GCS menandahkan baik buruknya status
6. MAP 70-100 mmHg neurologis pasien
7. Suhu tubuh dalam rentang 36 – 37 4. Pantau reaksi pupil
derajat celcius Rasional: Pupil
8. WBC dibawah 11 5. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati etiologi penyakit
6. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Meurunkan tingkat kegelisahan pasien
Ketidakefektifan Dalam 2x24 jam bersihan jalan nafas menjadi 1. Pantau status pernapasan pasien mulai dari kedalaman,
bersihan jalan efektif dengan kriteria hasil RR dan bunyi nafas
nafas 1. Produksi secret berkurang Rasional: Status pernapasan menandahkan baik
2. Saturasi O2 97-100% buruknya ventilasi
3. RR 12-20x/mnt 2. Lakukan suction secara berkala
4. Tidak ada sianosis Rasional: Membuka jalan nafas
5. AGD normal 3. Hidrasi cairan yang kuat
6. Foto thoraks tidak menandahkan Rasional: Mengencerkan secret
masalah pernafasan 4. Kaji adanya sianosis dan keadaan akral
7. Tidak terlihat gelisah Rasional: Akral yang dingi menandahkan perfusi
jaringan terganggu
5. Berikan terapi O2 sesuai indikasi
Rasional: Membantu oksigenasi pasen
6. Berikan bronkodilator sesuai indikasi
Rasional: Membuka jalan nafas pasien
7. Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi sehingga ada
penambahan secret
IMPLEMENTASI
Hari
dan Diagnosis Jam Tindakan dan Respon TTD
Tanggal
1, 2 07.25 Membantu perawat memposisikan pasien ke kursi roda
1, 2 07.30 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt, Respon cahaya +/+, respon pupil 2mm/3mm, kekuatan otot
5/5 ektremitas atas dan bawah, terpasang tracheostomy tube 7.5 fr dan kateter uretra,
1, 2 07.45 Monitoring TTV pasien
Respon: HR: 120x/mnt, TD 120/63 mmHg, RR 20x/mnt, T 36 derajat celcius
1, 2 08.00 Membantu perawat mempersiapkan obat
2 08.10 Mengobservasi perawat memberikan terapi nebulizer dan terapi antibiotic
Respon: Pasien menerima terapi
2 08.25 Mengobservasi perawat melakukan suction
Respon: SpO2 98%, RR 21x/mnt, ada reflex muntah
1, 2 08.45 Mengobservasi TTV pasien
27 Mei
Respon: Pasien tidur
2019
1, 2 09.00 Menghitung output urin
Respon: Pasien tidur
2 09.30 Mengobservasi perawat Melakukan suction
Respon: Pasien reflex muntah
1, 2 10.00 Mengobservasi perawat memberikan makanan via NGT
Respon: Pasien tidur
2 10.30 Mengobservasi perawat melakukan suction
Respon: Reflex muntah
1, 2 11.00 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt
1, 2 12.00 Menghitung output urine pasien
Respon: Pasien tidur
01, 02 07.20 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt, Respon cahaya +/+, respon pupil 2mm/3mm, kekuatan otot
5/5 ektremitas atas dan bawah, terpasang tracheostomy tube 7.5 fr dan kateter uretra,
hiper saliva
2 07.30 Melakukan suction tracheostomy
Respon: Pasien reflex muntah
1, 2 07.45 Membantu perawat mempersiapkan obat
2 07.50 Mengobservasi perawat memberikan terapi nebulizer dan terapi antibiotic
Respon: Pasien menerima terapi
2 08.00 Melakukan suction
Respon: SpO2 98%, RR 20x/mnt, ada reflex muntah
1, 2 08.05 Mengobservasi TTV pasien
Respon: Pasien tidur
2 08.30 Melakukan suction
28 Mei
Respon: Pasien reflex muntah
2019
1, 2 09.00 Menghitung output urin
Respon: Pasien tidur
1, 2 09.10 Memperbaiki posisi pasien bersama perawat
Respon: E3M3Vt
09.15 Mengobservasi perawat Melakukan perawatan luka bekas CVC
Respon: E3M3Vt
2 09.20 Mengobservasi perawat membersihkan traceostomy
Respon: E3M3Vt
09.30 Mengobservasi fisioterapi melakukan terapi ROM
Respon: E3M3Vt
2 09.45 Melakukan suction
Respon: Pasien reflex muntah
1, 2 10.00 Mengobservasi perawat memberikan makanan via NGT
Respon: Pasien tidur
11.45 Mengobservasi perawat melakukan pemasangan IV line
Respon: Reflex menarik tangan
1, 2 12.00 Melakukan pengkajian fisik
Respon: GCS E3M3Vt
1, 2 12.10 Menghitung output urine pasien
Respon: Pasien tidur
1, 2 13.30 Membantu perawat mempersiapkan obat
1, 2 13.40 Melakukan pengkajian fisik
Respon: E3M3Vt, reaksi cahaya +, reaksi pupil 2mm/2mm
1 13.50 Memberikan susu dan jus melalui NGT
Respon: BU 18x/mnt. Residu tidak ada
2 14.30 Melakukan suction
Respon: Pasien reflex muntah
1 15.00 Memberikan terapi antibiotic
Respon: E3M3Vt
1, 2 15.30 Membantu perawat mempersiapkan perpindahan ruangan
1, 2 15.45 Melakukan pencatatan TTV
EVAUASI
A:
P:
P:
O:
A:
P:
Dalam kasus ini, pasien Ny L menderita ensefalitis yang diperkirakan berasal dari
penyebab sekunder yaitu neuritis optic sebgaimana yang dimaksud oleh Lesgenia (2014) dimana
ensefalitis dibagi menjadi 2 yaitu primer, dimana infeksi langsung dari otak atau sum-sum tulang
belakang yang biasa karena trauma langsung. Kemudian sekunder yang terjadi akibat infeksi organ
disekitaran otak seperti sinusitis, otitis, mastoiditis dan sebagainya yang lama sehingga merusak
sawar otak (Aribowo, 2016).
Menurut Harsono (2011), manifestasi klinis yang terjadi pada pasien ensefalitis dibag
menjadi 4 kelas:
1. Asimptomatik dimana pasien disini hanya merasa gejala pusing rringan disertai
gerakan bola mata yang tidak teratur
2. Abortif, fase ini mulai ada demam di atas 37.5 derajat celcius disertai kau kuduk dan
nyeri kepala ringan.
3. Fulminan. Di fase ini pasien sudah mengalami demam tinggi, nyeri kepala hebat dan
mulai ada gangguan neurologis bahkan sampai koma.
4. Bentuk khas ensefalitis. Ini merupakan gejala kkhas dimana pasien mulai ada ganguan
koordinasi yang jelas, gangguna bicara, gangguna mental, perasaan gelisah dan bahkan
kejang
Jika dikaitkan dengan kasus ini. Ny L awalnya berada pada fase asimptomatik dimana dia
berobat karena merasakan gejala vertigo dan demam disertai mual dan muntah. Stetlah beberapa
hari perawatan, pasien mulai gelisah, nyeri kepala hebat, berteriak histeris dan mengalami
penurunan kesadaran. Sekarang pasien dirawat di ICU dengan keadaan pemantauan status
neurologi dan pencegahan kejang.
Menurut Easton (2018), ada beberapa pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan untuk
penegakkan diagnosa ensefalitis:
Untuk Ny L, telah dilakukan MRI dan CT scan pada tanggal 10 Mei 2019 dengan hasil
yang tidak menunjukkan adanya kelalinan. Telah dilakuakn pungsi lumbal juga untuk melihat
bakteri atau mikroorganisme apa yang menyebabkan pasien terkana ensefalitis namun hasilnya
belum keluar karena dikirim di Singapore. Pasien saat ini mendapat terapi antibiotic Tygacil BD
melalui IV line.
Saputra (2017) penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien dengan ensefalitis
adalah sebagai berikut
Berdasarkan data yang dikumpulkan pada pasien, maka diagnosis keperawatan yang
diangkat adalah penurunan kapasitas adaptif dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Dimana pasien
sekrang dengan GCS E3M3Vt, akumulasi secret yang banyak serta respon motoric yang kurang
memerlukan pemantauan stautus neurologis beserta pemberian terapi farmakologi secara ketat
disertai perawatan yang intensif. DI ICU pasien mendapat terapi Ikaphen untuk profilaksis kejang
dan bronkodilator serta mukolitik untuk menjaga kebersihan jalan nafas.
DAFTAR PUSTAKA
Easton, A. (2018). Treating encephalitis in primary care settings. Independent Nurse for Primary
Care and Community Nurses. Retrieved from http://www.independentnurse.co.uk/clinical-
article/treating-encephalitis-in-primary-care-settings/180818/
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi Pertama.