Anda di halaman 1dari 11

Evidence Based Practiced

EFEKTIFITAS PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL METODE


INTERMITTENT FEEDING DAN GRAVITY DRIP TERHADAP
VOLUME RESIDU LAMBUNG PADA PASIEN KRITIS
DI RUANG ICU RSUD KEBUMEN
(Disusun untuk memenuhi tugas EBP pada Profesi Stase Afiliasi: Keperawatan Anak)

Disusun oleh:

ERLYTHALIA KURNIAWATI PRILASARI

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
Bandung
2019
1. Cara Mencari Jurnal
Pengambilan Jurnal ilmiah ini diambil dari Database yaitu Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan dengan kata kunci di kolom pencarian kami menuliskan “metode pemberian
makan melalui NGT”.
Dengan alamat : https://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id

2. Pembahasan
Nutrisi memegang peranan penting pada perawatan pasien sakit berat, karena sering
dijumpai gangguan nutrisi sehubungan dengan meningkatnya metabolisme dan katabolisme.
Gangguan nutrisi ini akan mempengaruhi sistem imunitas, kardiovaskuler dan respirasi,
sehingga risiko infeksi meningkat, penyembuhan luka melambat dan lama rawat memanjang.
Berkenaan dengan hal tersebut maka pemberian nutrisi adalah sebuah pendekatan yang
berjalan sejajar dengan penanganan masalah primernya. Apabila pemberian nutrisi pada
pasien kurang adekuat maka masalah primer dari keadaan sakit pasien juga akan memburuk
dan pasien akan sulit untuk sembuh serta kemungkinan akan menderita berbagai komplikasi
yang menjadi lingkaran setan yang sulit diputus.
Pemenuhan nutrisi dengan cara mengkonsumsi makanan secara normal adalah cara ideal
untuk memenuhi asupan nutrisi pasien. Namun pada kenyataannya tidak jarang dijumpai
pasien tidak mampu atau tidak mau makan secara normal, sehingga pemenuhan kebutuhan
nutrisi tidak tercapai. Anoreksia, gangguan menelan atau penyakit usus dapat membatasi
asupan peroral, sehingga pada kasus ini pemberian nutrisi enteral melalui selang merupakan
pilihan berikutnya.
Pemberian asupan nutrisi secara enteral akan mempertahankan fungsi pencernaan dan
penyerapan saluran makanan dan juga mempertahankan penghalang imunologik yang ada
pada usus, serta mencegah organisme dalam usus menyerang tubuh. Walaupun banyak
keuntungan dari nutrisi enteral, pemberian nutrisi nasogastrik juga menimbulkan resiko
khususnya pada pasien sakit kritis atau pasien cedera. Kemungkinan komplikasi akibat
ketidaktepatan dalam pemberian nutrisi enteral diantaranya retensi lambung, aspirasi paru,
nausea dan muntah. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah karena penundaan
pengosongan lambung, posisi pasien yang berbaring selama pemberian nutrisi, peningkatan
kecepatan, volume dan konsentrasi (AsDI, 2005).
Pemberian nutrisi enteral pada pasien diberikan secara gravity drip yaitu sebuah cara
pemberian nutrisi enteral sesuai dengan pemberian yang telah ditetapkan dengan bantuan
gravitasi, dilakukan diatas ketinggian lambung dan kecepatan pemberian ditentukan oleh
gravitasi (Bruner & Suddarth, 2001). Pemberian dengan cara tersebut dapat meningkatkan
resiko terhadap kejadian regurgitasi/muntah, aspirasi paru ataupun aspirasi pneumonia. Hal
ini dihubungkan dengan kapasitas lambung yang terbatas dan volume residu lambung yang
lebih banyak, karena lambatnya pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung
dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal usus halus.
Sedangkan metode pemberian intermittent feeding merupakan sebuah cara pemberian
nutrisi enteral menggunakan pompa elektronik dengan aturan pemberian yang sudah
ditetapkan, dengan mengatur tetesan cairan/jam dan diberikan sesuai dengan dosis atau
jangka waktu tertentu. Sebagai contoh pemberian sebanyak 250-500 ml dalam waktu ½
sampai 2 jam dengan frekuensi 3-4 kali sehari (AsDI, 2005). Keuntungan metode ini adalah
kesiapan lambung dalam menerima nutrisi enteral karena diberikan secara bertahap, lambung
yang tidak terisi penuh akan lebih dapat mencerna makanan dan pengosongan lambung akan
lebih cepat sehingga mengurangi resiko terjadinya aspirasi.

3. Intervensi
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experiment dengan pendekatan postest only
control group design untuk mengetahui volume residu lambung pada pemberian nutrisi
enteral metode intermittent feeding dan gravity drip. Intermittent feeding adalah sebuah cara
pemberian nutrisi enteral menggunakan pompa elektronik dengan aturan pemberian yang
telah ditetapkan, dengan mengatur tetesan cairan/jam dan diberikan sesuai dengan dosis atau
jangka waktu tertentu. Misalnya pemberian sebanyak 250-500 ml melalui kantong/botol
secara drip dalam waktu ½ sampai 2 jam dengan frekuensi 3-4 kali sehari. Sedangkan gravity
drip yaitu sebuah cara pemberian nutrisi enteral menggunakan tabung nutrisi enteral
(corong/spuit) sesuai dengan pemberian yang ditetapkan dengan bantuan gravitasi bumi.
Pemberian makan sesuai gravitasi dilakukan di atas ketinggian lambung dan kecepatan
pemberian ditentukan oleh gravitasi.
4. Kesimpulan
Hasil uji statistik independent t-test menunjukkan bahwa volume residu lambung sesudah
pemberian nutrisi enteral metode intermittent feeding, n = 30 dan metode gravity drip, n = 30
orang, didapat nilai Mean pada pemberian nutrisi enteral metode intermittent feeding sebesar
2,47 ml dan nilai Mean pada pemberian nutrisi enteral metode gravity drip sebesar 6,93 ml
dengan nilai signifikasi sebesar 0,045. Perbedaan secara statistik bermakna bila p < 0,05. Dari
nilai signifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan menerima Ha, artinya ada
perbedaan yang signifikan pada volume residu lambung antara pemberian nutrisi enteral
metode intermittent feeding dan gravity drip. Nilai t hitung didapat sebesar -2,073. Nilai t
negatif menunjukkan harga kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan harga
kelompok kontrol. Didapatkan hasil bahwa volume residu lambung pada pemberian nutrisi
enteral metode intermittent feeding lebih sedikit daripada volume residu lambung pada
pemberian nutrisi enteral metode gravity drip. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
pemberian nutrisi enteral metode intermittent feeding lebih efektif di bandingkan dengan
pemberian nutrisi enteral metode gravity drip.

5. Implikasi Keperawatan
Jurnal ini bertujuan untuk membandingkan kefektifan dari pemberian nutrisi enteral
metode gravity drip dengan metode intermittent feeding. Dari hasil yang didapatkan bahwa
pemberian nutria enteral dengan metode intermittent feeding lebig efektif daripada metode
gravity drip. Hal ini dapat menjadi dasar bagi perawat yang ada di RS untuk mulai
mempertimbangkan penggunaan metode intermittent feeding pada pemberian nutrisi enteral
pasien di RS. Sebagai perawat yang memiliki berbagai peran salah satunya care giver dan
change agent dimaa perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistic juga
mencakup perencanaan, kerjasama dan pembaharuan yang sistematis dan terarah.
Referensi
Bruner, & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Indonesia, A. D. (2005). Panduan Pemberian Nutrisi Enteral. Jakarta: Jaya Pratama.

Munawaroh, S. W., Handoyono, & Astutiningrum, D. (2012). Efektifitas Pemberian Nutrisi


Enteral Metode Intermittent Feeding Dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu
Lambung Pada Pasien Kritis Di Ruang Icu Rsud Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 8.
Evidence Based Practiced
PENGARUH EDUKASI BATUK EFEKTIF TERHADAP PERILAKU
BATUK EFEKTIF PASIEN POST OPERASI
DENGAN ANESTESI UMUM
(Disusun untuk memenuhi tugas EBP pada Profesi Stase Afiliasi: Keperawatan Anak)

Disusun oleh:

ERLYTHALIA KURNIAWATI PRILASARI

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
Bandung
2019

1. Cara Mencari Jurnal


Pengambilan Jurnal ilmiah ini diambil dari Database yaitu Jurnal Keperawatan
(https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id) dengan kata kunci di kolom pencarian kami menuliskan
“metode batuk efektif pasca operasi”.
Dengan alamat : https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/927

2. Pembahasan
Pembedahan atau operasi merupakan sebuah tindakan pengobatan invasif yang membuka
atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dimana umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan (LeMone & Burke, 2008). Pasien yang melaksanakan pembedahan akan
dilakukan anestesi sebelumnya baik anestesi umum, anestesi regional ataupun anestesi lokal.
Anestesi merupakan keadaan dimana tubuh tidak dapat merasakan nyeri baik secara parsial
ataupun total dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Obat yang diberikan untuk anestesi
dapat memberikan efek samping yaitu mengubah pola nafas normal dan menghambat
mekanisme pertukaran gas. Setelah anestesi kemampuan batuk akan berkurang, terlebih pada
pembedahan yang diperberat dengan nyeri luka sehingga rentan terjadi retensi sputum yang
dapat menyebabkan atelectasis dan hipoksia post anestesi (Soenarjo & H. D, 2010).
Pasien yang menjalankan pembedahan akan terpasang alat bantu pernafasan selama
kondisi ter-anestesi, sehingga pasca-operasi akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan
akumulasi secret. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian pendidikan kesehatan dan
mempraktikannya setelah operasi. Beberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa pneumonia
yang didapatkan di rumah sakit merupakan insiden tersering yaitu 22,9% terutama pada
pasien pasca-operasi.
Tujuan batuk efektif adalah untuk mengeluarkan secret dari saluran pernafasan bawah,
dimana apabila pengeluaran secret terhambat makan akan mengakibatkan ketidakefektifan
jalan nafas yang berdampak pada kelelahan dan perasaan lemah. Penelitian sebelumnya
menatakan bahwa terdapat pengaruh antara edukasi batuk efektif terhadap kemampuan pasien
untuk melakukan batak di ruangan Yosef Rumah Sakit Borromeus Bandung (Ari & Nay,
2013).
3. Intervensi
Intervensi dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan batuk efektif kepada
seluruh sampel 6 jam setelah pasien dilakukan operasi, kemudian setelah diberikan
pendidikan kesehatan maka dievaluasi dengan menggunakan alat ukur yang telah disediakan.
Instrumen yang digunakan dalam pendidikan kesehatan batuk efektif adalah menggunakan
SOP batuk efektif dengan cara memberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan SOP yang
telah terstandar, namun SOP yang menjadi standart tersebut tidak dilampirkan dalam jurnal.
Sedangkan untuk perilaku batuk efektif menggunakan alat ukur lembar observasi yang telah
disamakan dengan SOP dengan cara memberikan ceklis pada kolom prosedur yang sudah
disediakan dan data selanjutnya diolah dan dianalisis secara statistik menggunakan uji
Wilcoxon.

4. Kesimpulan
Pada studi ini menyimpulkan bahwa rata-rata nilai perilaku batuk efektif sebelum
diberikan pendidikan kesehatan batuk efektif adalah 0.348 dan rata-rata nilai perilaku batuk
efektif setelah diberikan pendidikan kesehatan batuk efektif adalah 1.758. Sehingga terdapat
peningkatan skor rata-rata perilaku batuk sebelum dan setelah diberikan pendidikan
kesehatan batuk efektif sebesar 1,41. Hasil analisis statistik menggunakan uji wilcoxon
didapatkah hasil p value sebesar 0.000 < α (0.05) yang berarti ho ditolak, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara pendidikan kesehatan terhadap perilaku batuk
efektif pasien post operasi dengan anestesi umum. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2012)
bahwa pendidikan kesehatan adalah segala upaya untuk mempengaruhi orang lain sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan kesehatan.
Waktu pemberian pendidikan kesehatan juga berpengaruh dalam membuat responden
dapat dengan mudah untuk menerima informasi yang diberikan Pendidikan kesehatan. Pada
penelitian ini, waktu pemberian pendidikan kesehatan dilakukan setelah 6 jam pasien operasi.
Jika sesi pendidikan kesehatan diberikan beberapa hari sebelum pembedahan, pasien tidak
akan ingat tentang apa yang telah diinformasikan. Jika pendidikan kesehatan diberikan
beberapa jam setelah pembedahan pasien mungkin tidak akan dapat berkonsentrasi akibat
nyeri dan sisa efek obat anestesi.
Berdasarkan kesimpulan penulis menyimpulkan agar rumah sakit memfasilitasi tindakan
mandiri pendidikan kesehatan batuk efektif dengan disediakannya leaflet dan poster tentang
cara batuk efektif, dan memasang kamera pengawas gunan memantau kegiatan pasien di
ruang rawat inap.

5. Implikasi Keperawatan
Jurnal ini menganjurkan untuk melakukan pendidikan kesehatan terkait batuk efektif pada
pasien pasca-operasi sehingga dapat menurunkan resiko masalah saluran pernafasan yang
didapatkan di Rumah Sakit. Pemberian pendidikan kesehatan dapat dilakukan oleh perawat
kepada pasien dan keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
pasien, dimana perawat menjelaskan terlebih dahulu tujuan serta manfaat dari batuk efektif,
lalu mengajarkan bagaimana cara untuk batuk efektif, kemudian meminta pasien atau
keluarga pasien untuk mempraktikkannya kembali sehingga perawat dapat mengevaluasi
apakah cara batuk efektif yang dilakukan sudah benar.
Referensi

Ari, E., & Nay, Y. (2013). Pengaruh Pemberian Edukasi Batuk Efektif Terhadap Kemampuan
Pengeluaran Sekret Paska Narkose Umum.
LeMone, & Burke. (2008). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking In Client Care. Pearson
Prentice Hall: New Jersey.
Soenarjo, & H. D, J. (2010). Anestesiologi. Semarang: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif
Fakultas Kedkoteran UNDIP/RSUP Dr. KARIADI.

Anda mungkin juga menyukai