Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN ANALISIS JURNAL

PERAWATAN LUKA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

Kelompok 12 B

Nama Kelompok

Rosyani Dwi Putri Anggraini


Rusiana
Saida Hayati
Sariwati
Siti Hapsah
Sri Fitriah

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2020

i
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i
DAFTAR IS.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasae Teori....................................................................................3
B. Asuhan Keperawatan.................................................................................10
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian..................................................................................................15
B. Analisa Data................................................................................................25
C. Diangnosa Keperawatan ...........................................................................26
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................................27
BAB 4 ANALISIS JURNAL
A. Pendahuluan ..............................................................................................30
B. Kasus ..........................................................................................................31
C. Rumusan Masalah......................................................................................31
D. Metode Penelitian.......................................................................................32
E. Hasil Penelusuran.......................................................................................32
F. Diskusi.........................................................................................................35
G. Kesimpulan.................................................................................................36
BAB 5 PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................37
B. Saran............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemi di dalam tubuh. Sebagian besar orang-orang menyebutnya dengan
penyakit kencing manis. Biasanya para penderita DM akan disertai dengan
berbagai gejala seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan  berat badan.
Apabila tidak dilakukan perawatan dan pengontrolan pengobatan yang baik pada
penderita DM, maka akan menyebabkan berbagai penyakit menahun seperti
serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit  pembuluh darah tungkai dan
lain sebagainya. Penyebab diabetes dapat disebabkan berbagai hal seperti
keturunan, pola hidup yang tidak sehat, dan lain-lain. Penderita diabetes pun
setiap tahunnya semakin bertambah.

American Diabetes Association (ADA, 2014) menjelaskan bahwa, Diabetes


mellitus (DM) merupakan suatu kumpulan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena ketidaknormalan sekresi insulin
dan kerja insulin. Menurut Centers For Disease Control and Prevention (CDC,
2014) bahwa, World Health Organization (WHO) sebelumnya pernah
merumuskan DM menjadi hal penting yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan ringkas tetapi secara umum dapat dikatakan seperti suatu
kumpulan masalah anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor yang
didapat defisiensi insulin absolut dan gangguan fungsi insulin.

Pada penderita DM banyak yang mengeluhkan terjadinya ulkus diabetik sehingga


diabetes mellitus menjadi penyebab terjadinya amputasi kaki pada penderita DM.
Amputasi terjadi 15 kali lebih sering pada penderita diabetes dari pada non
diabetes, pada tahun 2032 seiring dengan peningkatan jumlah penyandang
diabetes di dunia, terjadi peningkatan masalah kaki diabetik (PERKENI, 2011).
Angka terjadinya ulkus diabetik masih sangat tinggi, tidak hanya di negara maju
tetapi juga di Negara berkembang.

Kewaspadaan terhadap persoalan kesehatan kaki diabetes di Indonesia juga masih


sangat kurang. Sarana pelayanan kaki diabetic yang masih terbatas dan kurangnya
tenaga kesehatan terlatih tentang pelayanan kaki diabetik menyebabkan pelayanan
kaki pada pasien diabetes di Indonesia masih kurang diperhatikan (PERKENI,
2011). Pencegahan supaya tidak terjadi amputasi sebenarnya sangat sederhana,
tetapi sering terabaikan. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut
penelitian Ardi, Damayanti & Sudirman (2014) adalah kepatuhan pasien dalam

1
perawatan atau mengatur dirinya untuk mengontrol kadar glukosa darah melalui
kedisiplinan diet, melakukan pencegahan luka, serta perawatan kaki seperti yang
telah disarankan oleh tenaga kesehatan. Perawatan kaki yang efektif dapat
mencegah terjadinya resiko ulkus menjadi amputasi, selain itu penderita DM
perlu dilakukan screening kaki diabetisi dengan membuat format pengkajian kaki
diabetisi. Dan mengkatagorikan resiko ulkus kaki diabetik sampai tindak lanjut
penanganan kaki diabetik sesuai klasifikas.

Dalam penatalaksanaan DM dikenal empat pilar pengelolaan Diabetes mellitus


untuk meningkatkan pengetahuan 4 dan pencegahannya yaitu dengan edukasi,
nutrisi, aktivitas fisik, dan medikasi (Perkeni, 2011). Dilihat dari fenomena
tersebut sehingga diharapkan dengan edukasi pada setiap pasien tentang
pentingnya perawatan kaki maka kasus amputasi ini akan dapat dicegah dengan
melakukan perawatan yang optimal pada setiap ulkus di kaki.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan


kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008). DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat.

2. Etiologi
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)  tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya

3
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai
dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.

Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran


terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008).

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak


tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe


II, diantaranya adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun)
b) Obesitas

4
c)  Riwayat keluarga
d) Kelompok etni

3. Tanda gejala
a. Sering buang air kecil dimalam hari
b. Sering merasa haur
c. Cepar merasa lapar
d. Berat badan turun dengan cepat
e. Lemah dan gampang kelelahan
f. Sering kesemutan di kaki dan tangan
g. Penglihatan kabur
h. Sering infeksi
i. Luka atau memar yang sukar sembuh (gangren)

4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak


yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

5
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami

6
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b.  Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c.  Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

6. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007).
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek Dari Glukosa Darah.
a) Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula
darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai
keadaan.Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah
koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak
diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa.
Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis
insulin.Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat
makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik
terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada
pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan:
 Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40%
dan biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
 Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W
dalam waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan

7
dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat
hipoglikemia
 Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-
acting insulin dan pemberian diabetic oral maka diperlukan
infuse yang berkelanjutan.
 Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan
glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan
jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga
organ ini.
b) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (Hhnc/ Honk)
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg
bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi
melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan
fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 –
150 mEq per liter kalium bervariasi.

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2


liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12
jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium.Insulin
lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus
dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus
dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin
regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5
unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya
dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk
menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler
keintraseluler.
b. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah
untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan
autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus
pada kaki.

8
d) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran
kemih
e) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
b. Latihan
c. Penyuluhan
d. Obat
e. Cangkok pancreas

8. Pathway

9
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
a) Airway + cervical control
1) Airway                          
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/
darah pada rongga mulut
2)   Cervical Control   
b) Breathing + Oxygenation
1)   Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
-    KAD    : Pernafasan kussmaul
-    HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan
dalam)
2)   Oxygenation : Kanula, tube, mask
c) Circulation + Hemorrhage control
1)   Circulation             :
 -   Tanda dan gejala schok
-    Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2)   Hemorrhage control : -
d) Disability : pemeriksaan neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respo : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons: kesadaran menurun, tidak berespon terhadap
suara, berespon thd rangsangan nyeri
U: Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, tidak bersespon terhadap nyeri

b. Pemeriksaan fisik: data fokus


a) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b)   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

c. Pemeriksaan penunjang
a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan

10
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Berdasarkan NANDA (Hal 530 - 540) diagnosa yang mungkin muncul
adalah :
Diagnosa 1: Nyeri (Akut/Kronis)
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (International Association for the
Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
b. Batasan karakteristik
a) Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat.
b) Objektif
1) Posisi untuk menghindari nyeri
2) Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak
bertenaga sampai kaku)
3) Perubahan selera makan
4) Perilaku distraksi (misalnya, mondar mandir, mencari orang
dan aktivitas berulang)
5) Bukti yang dapat diamati
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Wajah topeng (nyeri)
8) Perilaku menjaga atau sikap menolong
9) Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu, dan menyeringai
c. Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya: biologis, kimia, fisik, dan
psikologis).

Berdasarkan NANDA (Hal 503 – 511) diagnosa yang mungkin muncul


adalah :
Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

11
b. Batasan karakteristik
a) Subjektif
1) Kram aabdomen
2) Nyeri abdomen
3) Menolak makan
4) Indigesti
5) Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
6) Melaporkan perubahan sensasi rasa
7) Melaporkan kurangnya makanan
8) Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
b) Objektif
1) Pembuluh kapiler rapuh
2) Diare atau steatore
3) Adanya bukti kekurangan makanan
4) Kehilangan rambut yang berlebihan
5) Bising usus hiperaktif
6) Kurang informasi, informasi yang salah
7) Kurangnya minat terhadap makanan
8) Salah paham
9) Membran mukosa pucat
10) Tonus otot buruk
11) Menolak untuk makan
12) Rongga mulut terluka
13) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah
c. Faktor yang berhubungan

Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau


menyerap nutrisi akibat factor biologis, psikologis atau ekonomi,
termasuk beberapa contoh non-Nanda berikut ini:
a) Ketergantungan zat kimia
b) Penyakit kronis
c) Kesulitan mengunyah atau menelan
d) Faktor ekonomi
e) Intoleransi makanan
f) Kebutuhan metabolik tinggi
g) Refleks mengisap pada bayi tidak adekuat
h) Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
i) Akses terhadap makanan terbatas
j) Hilang nafsu makan
k) Mual dan muntah

12
l) Pengaabaian oleh orang tua
m) Gangguan psikologis

3. Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri (Akut/Kronis)
a. Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan
NOC
Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu)
b. Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a) Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi
Rasional : Untuk mengetahui tingkatan nyeri
b) Intervensi : Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada
meminta analgetik
c) Intervensi : Berikan tindakan mandiri seperti mengatur posisi,
mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi, dan memberikan
kompres hangat,
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian dan
meningkatkan kemampuan koping, sehingga menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan
d) Berikan penyuluhan kepada pasien/keluarga tentang prosedur
yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping
yang disarankan
Raasional : Pasien/keluarga mengetahui apa yang dijelaskan
oleh perawat
e) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Rasional : Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan
Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a) Nutritional status : Food & Fluid intake.
b) Nutritional status : Nutrient intake.
c) Kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.

13
6) Tidak terjadi penurunan BB yang berarti.
b. Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a) Kaji makanan kesukaan pasien
Rasional : supaya menambahkan nafsu makan pasien
b) Observasi kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Rasional : Mengetahui apakah kekurangan nutrisi atau tidak
dari dalam tubuh
c) Lakukan tindakan mandiri dengan kaji TTV pasien, timbang
BB pasien pada interval yang tepat
Rasional : Agar mengetahui penurunan nutrisi pada pasien
d) Berikan penyuluhan kepada pasien/keluarga tentang makanan
yang bergizi dan tidak mahal
Rasional : Supaya nutrisi dalam tubuh pasien terpenuhi
e) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Agar nutrisi pasien terpenuhi

4. Evaluasi
a. Diagnosa 1 : Nyeri (Akut/Kronis)
S : klien mengatakan nyeri berkurang atau tidan nyeri lagi
O : klien tampak rileks, tenang, TD normal, frekuensi jantung normal,
frekuensi pernapasan normal
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

b. Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


S : klien mengatakan napsu makan naik atau membaik
O : klien tampak menghbiskan makan, BB normal atau naik, tidak
mual muntah lagi.
A : masalah teratasi
O : intervensi dihentikan

14
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal pengkajian                : 22 April 2020


Jam : 08.00

I. DATA DEMOGRAFI
1. Biodata
-     Nama   ( inisial ) : Ny. J
-     Usia / tanggal lahir : 49/ 1 juni 1970
-     Jenis kelamin : perempuan
-     Alamat : tabalong
-     Suku / bangsa        : banjar
-     Status pernikahan                         : menikah
-     Agama / keyakinan                     : islam
-     Pekerjaan / sumber penghasilan      : IRT
-     Diagnosa medik                        : DM tipe II dan Diabetic
foot
-     No. medical record                           : 435xxx
-     Tanggal masuk                        : 14 oktober 2019
-     Penanggung jawab
-     Nama                               : Tn. H
-     Usia                                               : 60 tahun
-     Jenis kelamin                                       : laki-laki
-     Pekerjaan / sumber penghasilan             : Petani
-     Hubungan dengan klien                           : Suami

II. KELUHAN UTAMA


Klien mengeluh ada luka dikaki sebelah kiri

III. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat kesehatan sekarang
Sebelum dibawa kerumah sakit pada tanggal 20 April 2020 , klien
mengalami luka di kaki kiri bagian jempol ±1 minggu sebelum dibawa ke
RS, klien pernah melakukan pengobatan tradisional sebelumnya tapi tidak
kunjung sembuh, sehingga suami nya membawa ke rumah sakit karena luka
tambah parah. Pada tanggal 22 April 2020 dilakukan pemeriksaan pada
luka, di temukan luka di jempol kiri telah dilakukan amputasi dengan
kondisi luka mulai membaik.

15
2. Riwayat kesehatan lalu
Klien mengatakan bahwa memiliki riwayat hipertensi dengan berobat hanya
di mantra.Klien mengatakan sebelum nya klien tidak pernah seperti
ini.Klien memiliki alergi obat.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan keluarganya ada yang memiliki penyakit DM. Klien
mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit menular

Genogram :

Keterangan :

= laki-laki = klien

IV. RIWAYAT PSIKOSOSIAL


Hubungan klien dengan keluarga dan tetangga akrab, interaksi dengan bahasa
sehari hari yaitu bahasa banjar.Di rumah sakit klien hanya berbaring, duduk di
tempat tidur dan berjalan ke toilet untuk keperluan eliminasi. Keluarga dan
klien mengatakan dapat menerima keadaannya dan yakin penyakitnya akan
sembuh.

V. RIWAYAT SPIRITUAL
Klien beragama islam, klien saat dirumah selalu malaksanakan sholat, tetapi
saat di rumah sakit klien mengalami kesulitan untuk melakukan ibadah

VI. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum klien
Pada saat pengkajian
- Klien post operasi
- Klien tampak luka di kaki kiri
- Klien tampak berbaring ditempat tidur
- Tingkat kesadaran dengan nilai GCS: E4,V5,M6 (compos mentis)

16
- Klien tampak cukup bersih
- TB : 155 cm
- BB : 68 kg
- IMT : 28,3
2. Tanda-tanda vital
-     Suhu          : 37 °C
-     Nadi          : 90 kali/menit
-     Pernafasan : 20 kali/menit
-     Tekanan darah  : 110/70 mmHg
- SpO2 : 99%
3. Sistem pernafasan
- Hidung  : bentuk hidung simetris, tidak terdapat polip , tidak
menggunakan alat bantu napas
- Leher :  Tidak terdapat pebesaran kelenjar ataupun tumor
- Dada : bentuk dada simetris, tidak ada kesulitan bernapas, tidak ada
suara tambahan napas.
4. Sistem kardiovaskuler
Konjungtiva normal, arteri carotis teraba, suara jantung S1 S2 Tunggal
dan capillary refilling time >2 detik.
5. Sistem perncernaan
Sklera normal, bibir tampak kering, tidak terdapat nyeri menelan, tidak
ada kembung, bising usus 12x/menit, abdomen tidak ada nyeri tekan.
6. Sistem indra
- Mata : Gerakan bola mata kiri dan kanan simetris, kebersihan cukup
baik, klien tidak menggunakan alat bantu baca.
- Hidung: Hidung simetris, tiak ada polip atau sumbatan, klien dapat
membedakan bau makanan.
- Telinga : telinga simetris, pendengaran baik , klien mendengar saat
dipanggil tanpa harus disentuh.
7. Sistem saraf
a. Fungsi cerebral
- Daya ingat klien cukup baik.
- GCS E4 V5 M6
 Eyes : 4= spontan
3= terhadap perintah
2= terhadap nyeri
1= tidak ada respon
 Verbal : 5= terorientasi
4= bingung
3= kata-kata tidak teratur

17
2= tidak dapat dimengerti
1= tidak ada
 Motorik : 6= mematuhi perintah
5= melokalikasi nyeri
4= penarikan karena nyeri
3= fleksi abnormal
2= ekstensi abnormal
1= tidak ada respon

b.   Fungsi kranial (saraf kranial I s/d XII)    : Tidak terkaji


c.   Fungsi motorik :
Struktur ekstermitas atas dan bawah simetris, tidak ada kaku kuduk
Klien mampu menggerakkan tangan secara mandiri

5555 L R 5555
5555 L R 5555

Ket : dapat menahan tekanan berat

Ket :
0 : Lumpuh total
1 : Adanya kontraksi
2 : Dapat bergerak dengan bantuan
3 : Dapat melakukan gravitas
4 : Dapat menahan tekanan
5 : Dapat menahan tekanan berat
8. Sistem muskuloskeletal
- Kepala : tidak ada kelainan pada bentuk kepala
- Vertebrae  : tidak ada kelainan pada bentuk vertebrae
- Lutut : tidak ada kaku pada lutut klien
- Kaki  : adanya pembengkakan pada kaki, grade 2
- Bahu : tidak ada kelainan pada bahu
- Tangan : tidak ada kelainan pada ekstrenitas atas
9. Sistem integument
Rambut tapak bersih, terdapat luka di kaki kiri bagian ibu jari post operasi
dengan ukuran panjang luka 7-8 cm dengan lebar 2cm , kedamalaman 1-2
cm, tidak terdapat jaringan nekrotic berwarna hitam, terdapat oedem di
bagian kaki grande 2 , capillary refiling time kembali dalam >2 detik,
10. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, ekresi urine normal, tidak ada
riwayat air kencing dikelilingin semut.

18
11. Sistem perkemihan
Tidak terdapat masalah pada system perkemihan, keadaan kandung kemih
normal dan tidak terdapat penyakit pada system perkemihan.
12. Sistem reproduksi
Wanita : payudara simetris, haid rutin setiap bulannya.
13. Sistem immune
Klien mempunyai alergi obat

VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI

Dirumah Dirumah Sakit


Kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi
Klien mengatakan selera makan Klien mengatakan selera makan klien
baik, klien makan 3 kali sehari, kadang baik kadang idak napsumakan,
tidak ada alergi makanan klien makan 3 kali sehari sesuai dengan
yang diberikan oleh rumah sakit .
Kebutuhan cairan Kebutuhan cairan
Klien minum jika merasa haus, Klien mengatakan minm air putih
klien meminum 5-6 gelas perhari sebanyak 4-5 gelas sehari dan mendapat
cairan dari infus.
Kebutuhan eliminasi Kebutuhan eliminasi
Klien BAB 1 kali sehari dan BAK Klien BAB tidak menentu dan BAK 5-6
5-6 kali kali sehari
Kebutuhan intake dan output Kebutuhan intake dan output cairan
cairan Rumus IWL

Tidak terkaji IWL = (15xBB)


24 jam

IWL = (15x68) = 42,5


24 Jam

Kebutuhan istirahat tidur Kebutuhan istirahat tidur


Klien mengatakan klien sering tidur jika
Klien tidur malam ± 6 jam, , tidur tidak ada yang dilakukan
siang kadang-kadang ± ½ – 1 jam,
tidak ada keluhan.

Kebutuhan olahraga Kebutuhan olahraga


Tidak terkaji Tidak ada olahraga
Rokok, alcohol dan obat-obatan Rokok, alcohol dan obat-obatan
Tidak ada Klien selama dirumah sakit tidak merokok

19
dan minum alkohol
Personal hygiene Personal hygiene
Klien mengatakan klien mandi 2 Klien mengatakan untuk mandi klien
kali sehari pelan-pelan berjalan ke kamar mandi dan
dilakukan 1 kali sehari

Aktifitas/ mobilitas fisik Aktifitas/ mobilitas fisik


Aktivitas klien pada waktu sehat  Skala Aktivitas klien pada skala 1
adalah menjadi ibu rumah tangga No Aktivitas Skala
1 Makan 0
2 Mandi 1
3 berpakaian 1
4 BAK dan BAB 0
5 Berjalan 1
Keterangan skala aktivitas
0 : Mampu merawat diri secara penuh
1 : Perlu bantuan alat
2 : Perlu bantuan orang lain
3 : Perlu bantuan alat dan bantuan
orang lain
4 : teragntung penuh
 Skala Otot
5 5
5 5
Keterangan skala otot :
 Skala 0 : tidak ada kontraksi otot
 Skala 1 : ada kontraksi, tidak timbul
gerakkan
 Skala 2 : timbul gerakkan, tidak
mampu melawan gravitasi
 Skala 3 : mampu melawam gravitasi
 Skala 4 : mampu melawan dengan
tahanan ringan
 Skala 5 : mampu menahan tahanan
maksimal
Rekreasi Rekreasi
Keluarga klien mengatakan Tidak ada melakukan rekreasi
hampir tidak pernah melakukan
rekreasi.

VIII.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
WBC (lekosit) 20.9 10^3/uL 4.8-10.8
HGB (Hemaglobin) 9.8 g/dL 12-16

20
PLT (Trombosit) 429 10^3/uL 150-450
GDP 201 mg/dl 76-110
Glukosa 2 jam PP 252 mg/dl <125

VIII. Therapy saat ini  (tulis dengan rinci)


Nama Obat Waktu Dosis Rute Indikasi/Kontaindikasi
Infus RL 24 jam 10 tpm IV Indikasi :
Ringer laktat umumnya digunakan
sebagai cairan hidrasi dan
elektrolit serta sebagai agen
alkalisator.

Kontraindikasi :
Tidak terdapat kontraindikasi
absolut terhadap penggunaan
ringer laktat. Namun,
penggunaannya bersamaan dengan
ceftriaxone dilaporkan dapat
menimbulkan presipitasi pada
aliran darah, sehingga tidak
disarankan.
Ringer laktat juga sebaiknya tidak
diberikan bersamaan dengan
transfusi darah karena
meningkatkan risiko koagulasi
karena kalsium.

Omeprazole 24 jam 1 Vial IV Indikasi:Pengobatan jangka


pendek untuk tukak duodenal,
tukak lambung, refluks esofagitis,
sindrom Zollinger-Ellison

Kontraindikasi:Omeprazole
dikontraindikasikan untuk pasien
yang diketahui hipersensitivitas
terhadap obat ini atau bahan lain
yang terdapat dalam formulasi.
Herbesser 24 jam CD 200 ORAL Indikasi:Untuk mengobati
hipertensi ringan sampai sedang,
baik sebagai terapi tunggal
maupun kombinasi dengan anti
hipertensi lainnya

21
 Kontraindikasi:Jangan
menggunakan obat ini pada pasien
yang mempunyai riwayat
hipersensitif
terhadap diltiazem atau obat-obat
yang termasuk golongan calcium
channel blockers lainnya.

 Herbesser CD 100
(diltiazem) tidak boleh diberikan
pada penderita
gagal jantung kongestif, karena
bisa menyebabkan perburukan
klinis.
Ketorolac 24 jam 30 mg IV Indikasi Umum
Terapi jangka pendek nyeri sedang
setelah operasi

Kontra Indikasi
Alergi OAINS, tukak peptik akut,
perdarahan KV, diastesis
hemoragik, hamil dan menyusui,
anak < 16 tahun.
Ceftriaxone 24 jam 1 gr IV Indikasi ceftriaxone adalah untuk
mengatasi infeksi bakteri gram
negatif maupun gram positif

Kontraindikasi ceftriaxone
adalah pada individu dengan
riwayat hipersensitivitas terhadap
obat ini atau golongan
sefalosporin lainnya.

Metronidazole 24 jam 500 mg Infus Indikasi Umum


Trikomoniasis sal kemih kelamin,
amubiasis intra intestinal,
amubiasis ekstra intestinal,
giardiasis, infeksi Vincent.
Pengobatan & pencegahan infeksi
anaerob.

22
Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif
terhadap metronidazole atau
derivat nitroimidazol lainnya dan
kehamilan trimester pertama

Candesartan 24 jam 16mg Oral Indikasi Umum


Hipertensi & gagal jantung, serta
gangguan fungsi sistolik ventrikel
kiri.

Kontra Indikasi
Hipersensitivitas, hamil dan
menyusui

Spironolactone 24 jam 25 mg Oral Indikasi Umum


Pengobatan tekanan darah tinggi
dan penyakit jantung

Kontra Indikasi
Penderita anuria, gangguan ginjal,
dan hiperkalemia

Furosemide 24 jam ½ Oral Indikasi Umum


Edema akibat gangguan jantung,
hati, ginjal. Terapi tambahan pada
edema paru akut. Hipertensi.

Kontra Indikasi
Gagal ginjal akut dg anuria, koma
hepatik, hipokalemia,
hiponatremia & atau hipovolamia
dg atau tanpa hipotensi. Gangguan
fungsi ginjal atau hati.

Dextose 10% 24 jam 10 tpm IV Indikasi


Larutan nutrien yang memberikan
200kkal/L, terapi pengganti cairan
selama dehidrasi

Kontraindikasi

23
Hipersensitivitas dan ibu hamil ,
menyusui

Hepa-Q 24 jam 3x1 Oral Indikasi Umum


Membantu membersihkan dan
memperbaiki fungsi hati

Kontra Indikasi
hipersensitivitas

Ondansentron 24 jam 8 mg 3x1 IV Indikasi Umum


Penatalaksanaan mual dan muntah
karena kemoterapi dan radioterapi,
mual dan muntah paska operasi

Kontra Indikasi
Pasien dengan sindrom QT
panjang bawaan, hipersensitivitas

Ferrous sufate 24 jam 3x1 Oral Indikasi


Anemia hipokromik & makrositik,
Hamil

Kontraindikasi :
penderita zat besi berlebih
(hemokromatosis, hemosiderosis),
anemia karena pemecahan sel
darah merah (anemia hemolitik),
kelainan sel darah merah
(porfiria, talasemia), luka pada
lambung (ulkus peptikum) dan
usus besar (kolitis
ulseratif) peminum alkohol, dan
penerima transfusi darah rutin

XI. ANALISIS DATA


NO Tanggal/Jam Data Fokus Etiologi Problem
1 22April 2020 Do : Kurang Ketidakefektifan
12.30 - klien mengatakan luka di pengetahuan perfusi jaringan
kaki kiri proses penyakit perifer (00204)
- klien mengatakan luka (NANDA-I

24
disebabkan karena saat Edisi 11 tahun
bertani 2018-2020 hal
- klien mengatakan pernah 236)
mengobati luka secara
tradisional

Ds :
- Klien tampak luka dikaki
kiri
- Luka klien tampak:
panjang 7-8 cm
lebar 2 cm
kedalaman 1-2 cm
- klien tampak bagian kaki
terlihat kemerahan
- klien tampak oedema
dikaki , pitting odem grade
2
TTV
- TD : 140/80 mmHg
- N : 92 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 37°C
2 22 April 2020 Do : Kurang Hambatan
jam 12,30 - Klien mengatakan klien dukungan mobilitas fisik
berbaring saja lingkungan (00085)
- Klien mengatakan (NANDA-I
mengatakan tidak leluasa Edisi 11 tahun
beraktivitas 2018-2020 hal
- Klien mengatakan bosan 217)
dikamar
Ds :
- Klien tampak berbaring
- Klien tampak bosan
- Klien tampak bergerak
labat

3 22 April 2020 Do : Kurang Resiko


jam 12,30 - klien mengeluh pusing pengetahuan Ketidakstabilan
- klien mengeluh mual tentang faktor Kadar Glukosa
Ds: yang dapat Darah (00179)

25
- klien tampak memegang dirubah
kepala (NANDA-I
- klien tampak berkeringat Edisi 11 tahun
TTV 2018-2020 hal
- TD : 140/80 mmHg 174)
- N : 92 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 37°C

GDP : 201 mg/dl


Glukosa 2 jam PP : 252 mg/dl

XII. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d Kurang pengetahuan proses
penyakit
2. Risiko ketidakstabilan glukosa dalam darah b.d Kurang pengetahuan tentang
faktor yang dapat dirubah
3. Hambatan mobilitas fisik b.d Kurang dukungan lingkungan

XIII. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO No Diagnosa Diagnosa Nursing Outcome Nursing Rasional


Keperawatan Intervention
1 00204 Ketidakefektifan setelah dilakukan  Monitor tanda-tanda  Untuk
perfusi jaringan asuhan keperawatan vital mengetahui
perifer b.d 1x shift diharapkan :  Kaji luka keadaan
Kurang  Perawatan luka umum klien
pengetahuan NOC  Untuk
proses penyakit          Circulation status mengetahui
         Tissue Perfusion : keadaanluka
cerebral  Untuk
mencegah

26
Kriteria Hasil : infeksi dan
Mendemonstrasikan mengobati
status sirkulasi yang luka
ditandai dengan :
 Tekanan systole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
  Tidak ada ortostatik
hipertensi

2 00179 Risiko Setelah dilakukan     Managemen  Untuk


ketidakstabilan asuhan keperawatan Hiperglikemia mengetahui
glukosa dalam 1x shift diharapkan : Aktifitas ; perubahan
darah b.d Kurang1)     Tingkat glukosa · Memantau glukosa
pengetahuan darah peningkatan gula  Untuk
tentang faktor Defenisi : keadaan darah mengetahui
yang dapat dimana tingkat · Memantau gejala gejala
dirubah glukosa di plasma dan hiperglikemia, hiperglikemi
urin dalam rentang poliuria, polidipsi,  Untuk
normal poliphagi, dan mengetahui
Indikator : kelelahan. tindakan apa
·   Glukosa darah dalam · Memantau urin keton selanjutnya
batas normal · Memberikan insulin  Untuk
·   Glukosa urin dalam yang sesuai mengatur
batas normal ·  Memantau status kadar
·   Urin keton cairan glukosa
- Mendorong pasien  Untuk
untuk memantau gula mengetahui
darah kebutuhan
cairan
 Untuk
membantu
klien dalam
meakukan
secara
mandiri
3 00085 Hambatan Setelah dilakukan Exercise therapy :  anda-
mobilitas fisik b.d asuhan keperawatan ambulation tanda vital
Kurang dukungan 1x shift diharapkan: menunjukkan

27
lingkungan keadaan
 jonit movement :  monitoring vital sign
umum pasien
active sebelum dan sesudah
 untuk
latihan dan lihat
 mobility level
menentua
respon pasien saat
 self care : ADLs terapi
latihan
selanjutnya
 transfer  konsultasikan dengan
 untuk
performance terapi fisik tentang
memudahkan
kriteria hasil rencana ambulansi
klien dalam
sesuai dengan
 klien meningkat aktvitas
kebutuhan
dalam aktivitas  untuk
fisik  ajarkan pasien atau mengetahui
tenaga kesehatan lain perkembanga
 mengerti tujuan
tentang tehnik n klien
dari peningkatan
ambulansi  untuk
mobilitas
 kaji kemampuan membantu
 memverbalisasikan
pasien dalam klien jika
perasaan dalam
pemenuhan klien tidak
meningkatkan
kebutuhan ADLs mampu
kekuatan dan
secara mandiri sesuai  untuk
kemampuan dalam
kemampuan memudahkan
berpindah
klien
 dampingi dan bantu
 untuk
pasien saat mobilisasi
membantu
dan bantu penuhi
klien dalam
kebutuhan ADLs
bergerak
klien
 untuk
 berikan alat bantu jika
memudahkan
klien membutuhkan 
klien dalam
 ajarkan pasien melakukan
bagaimana merubah nya secara
posisi dan berikan mandiri
bantuan jika
diperlukan

28
BAB 4
ANALISA JURNAL

A. Pendahuluan
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolismeyang ditandai dengan
hiperglikemia yangberhubungan dengan abnormalitas metabolismekarbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkanoleh penurunan sekresi insulin atau
penurunansensitivitas insulin atau keduanya yang menyebabkankomplikasi kronis
mikrovaskuler danneuropati (Yuliana, 2009 dalam NANDA, 2013).

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukanadanya kecenderungan peningkatan


insiden danprevelensi Diabetes melitus tipe II di berbagaipenjuru dunia termasuk
Indonesia. WH menyatakan kasus diabetes di Asia akan naiksamapai 90% dalam

29
20 tahun ke depan. Di Indonesia berdasarkan hasildari 24417 responden
berusia>15tahun, 10,2% mengalami toleransi glukosaterganggu (kadar glukosa)
140-200 mgdl setelahpuasa selama 4 jam diberikan beban glukosasebanyak 75
gram, Beberapa hal yang dihubungkandengan faktor resiko diabetes melitus
adalahobesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik danrendahnya konsumsi
sayur dan buah. Salah satu komplikasi yang sering terjadiadalah gangren, dimana
kulit dan jaringan sekitarluka akan mati atau nekrotik dan
mengalamipembusukan, Gangren dapat terjadi pada pasienbagian tubuh yang
terendah diujung terutamapada ekstremitas bawah.Perawatan luka biasanya
mengunakanantiseptik cairan fisiologis (NaCl atau RL)lakukan debridement pada
luka dan gunakan kasasteril serta peralatan luka Cloramfenikol,tetrasiklin HCL,
silver sulvadiazine 1%, basitracin,bioplacenton, mafenide acetate dangentamisin
sulfat adalah antibiotik yang seringpenggunaan antibiotik topikal ini dapat
menyebabkanefek yang merugikan seperti peningkatanjumlah koloni pada luka,
menimbulkan nyeri dan sensitifitas terhadap sulfa.

Beberapa peneliti melakukan penelitian denganmetode pengobatan gangrene


secara herbal diantaranya pengobatan gangren dengan herbal madu, garam dan
aloe vera. Perawatan luka menggunakan madu mengandung zat gula fruktosa dan
glukosa yang merupakan jenis gula monosakarida yang mudah diserap oleh usus.
Selain itu, madu mengandung vitamain, asam amino, mineral, antibiotik dan
bahan-bahan aroma terapi.Pada umumnya madu tersusun atas 17,1 % air, 82,4 %
karbohidrat total, 0,5% protein, asam amino, vitamin dan mineral. Selain asam
amino nonesensial ada jug asam ami-no esensial diantaranya listin, hystadin,
tritofan. Karbohidrat yang terkandung dalam madu termasuk tipe karbohidrat
sederhana.Karbohidrat tersebut umumnya terdiri dari 38,5% fruktosa dn 31%
glukosa. Sisanya 12,9% karbohidratyang tersusun dari maltose, sukrosa, dan
gula lain. Kemudian cara perawatan luka gangren dengan madu secara rutin akan
lebih baik, dari jaman dulu madu sangat dipercaya oleh masyarakat untuk
berbagai jenis pengobatan termasuk luka madu juga mudah didapat selain itu
efektif dalamproses penyembuhan luka karena kandungan airnya rendah, juga PH
madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxida-nya mampu membunuh
bakteri dan mikro-organisme yang masuk kedalam tubuh kita. Selain itu madu
juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan antiseptik menjaga luka
(Hammad, 2013).

Garam mempunyai sifat yang mudah menyerap air. Ketika garam dicampur
dengan air, terutama air hangat, terbentuklah partikel-partikel dengan muatan
listrik yang berbeda: ion natrium yang bermuatan positif dan ion klor yang
bermuatan negative, larutan garam ini diberikan pada bagian yang luka, ion-ion

30
ini akan mengatur tekanan sel-sel di sekitar luka. Tekanan diatur sedemikian rupa
sehingga cairan tidak akan keluar dari dalam sel .Di samping mengeringkan luka,
air garam juga dapat membunuh bakteri yang menyerang luka (terutama bakteri
staphylococcus dan streptococcus.

B. Kasus
Sebelum dibawa kerumah sakit pada tanggal 20 April 2020, klien mengalami luka
di kaki kiri bagian jempol ±1 minggu sebelum dibawa ke RS, klien pernah
melakukan pengobatan tradisional sebelumnya tapi tidak kunjung sembuh,
sehingga suami nya membawa ke rumah sakit karena luka tambah parah. Pada
tanggal 22April dilakukan pemeriksaan pada luka, di temukan luka di jempol kiri
telah dilakukan amputasi dengan kondisi luka mulai membaik. Ttv : T: 37 °C, N :
90 kali/menit R : 20 kali/menit, TD : 110/70 mmHg, SpO2 : 99%

C. Rumusanmasalah
Mana yang lebih efektif perawatan luka dengan menggunakan air garam dengan
perawatan luka menggunakan madu ?

(Patient, Population or
Perawatan luka pada penderita DM
problem)

Pengaruh Rendam Air Garam Terhadap Proses


(Intervention)
Penyembuhan Ukus Diabetikum

(Comparasion or Pemberian madu terhadap proses penyembuhan luka


Intervention) gangren pada pasien diabetes mellitus

(Outcome) Luka membaik

D. Metode/strategipenelusuranbukti
Jurnal pertama
Judul : Pengaruh Rendam Air Garam Terhadap Proses
Penyembuhan Ukus Diabetikum
Alamat jurnal :Jurnal SMART Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKes) Karya Husada Semarang. Volume.4 No.2,
ISSN: 2503-0388
Waktu penelitian : Tahun 2017

Jurnal kedua
Judul :Pengaruh Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka
GangrenPada Pasien Diabetes Mellitus
Alamat :Media Publikasi Penelitian, Website:

31
ejournal@stikespku.ac.id
Waktu : 2017

E. Hasil Penelusuran
No JudulJurnal Validity Important Applicable
Pengaruh a. Desain penelitian: quasi a. Berdasarkan kelompok - Bahan mudah
eksperimen dengan umur sebagian besar
1. Rendam Air didapatkan
rancangan pre
Garam test – post test design 50-60 tahun 14 (35%) - Memberikan manfaat
Terhadap with control group b. Berdasar yang banyak dan lebih
Proses b. Populasi dan jeniskelamin, mudah dalam
responden berjenis
Penyembuhan sampel:seluruh pasien mengaplikasikannya
kelamin wanita 22
Ulkus dengan ulkus
orang (55%) lebih
Diabetikum diabetikum di RS Prima
banyak dari laki-laki
Medika Pemalang,
c. Dari hasil analisis
Teknik pengambilan
pengaruhrendam air
sampel dengan quota
garam terhadap
sampling
proses penyembuhan
ulkus
c. Besar sampel:
diabetikum,bahwa
sampel yang telah di
pasien yang tidak
tetapkan peneliti yaitu
diberikan perlakuan
sejumlah 40 responden,
dapat dilihat darirata-
20 responden dilakukan
rata nilai proses
tindakan rendam air
penyembuhan luka
garam, dan 20
pada kelompok
responden tidak
kontrol (tidak
dilakukan rendam air
direndam air garam)
garam sebagai control.
adalah 3.35
d. Dari hasil analisis
pengaruhrendam air
garam terhadap
proses penyembuhan
ulkus
diabetikum,bahwa
pasien yang diberikan
perlakuan dapat
dilihat dari rata rata
nilai proses
penyembuhan luka
pada kelompok

32
intervensi (direndam
air garam) adalah
3.70
e. Dari hasil analisa
bivariat dilakukan
dengan menggunakan
uji beda mean
independent
menggunnakan uji
non parametric
Mann-Whitney U
karena distribusi data
tidak normal. Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa
rata-rata nilaiproses
penyembuhan luka
pada kelompok
intervensi (direndam
air garam) adalah
3.70, sedangkan rata-
rata nilai proses
penyembuhan luka
pada kelompok
kontrol (tidak
direndam air garam)
adalah3.35. Hasil uji
statistik didapatkan
ada pengaruh
perawatan luka
rendam air garam
terhadap proses
penyembuhan luka
ulkus diabetikum (p
value = 0.029)

Pengaruh Madu a. Desain penelitian: a. Berdasarkan kelompok - Bahan mudah di


2. Terhadap Quasi Eksperiment umur, dari4 responden dapatkan
Proses Penelitian ini 75%berusia > 60 th - Memberikan manfaat
Penyembuhan menggunakan pendekatan yang golong lansia yang banyak lebih
Luka Gangren One Design Pre-test and b. Berdasar mudah dalam

33
Post-test Group jeniskelamin, mengaplikasikannya
b. Populasi dan sampel: responden berjenis
Seluruhpasien kunjungan kelamin wanita 3 orang
di Poliklinik Omah Luka (75%) lebih banyak
c. Besar sample: dari perempuan
Pengambilan sampel c. Dari hasil analisis
dengan menggunakan pengaruh madu
teknik Aksidental terhadap proses
sampling, Seluruhpasien penyembuhan luka
kunjungan di Poliklinik gangrene, bahwa pasien
Omah Lukasebanyak 20 yang sebelum diberikan
responden perlakuan dapat dilihat
d. Pengukurannnya dari Hasil Uji Distribusi
NormalLuka
Responden (One-
Sample Kolmogorov-
Smirnov Test) nilai p:
0,846, keterangan
>0,05 =normal
d. Dari hasil analisis
pengaruh madu
terhadap proses
penyembuhan luka
gangrene, bahwa pasien
yang sesudah diberikan
perlakuan
perawatanselama dua
minggu, dapat dilihat
dari Hasil Uji Distribusi
Normal Luka
Responden (One-
Sample Kolmogorov-
Smirnov Test) nilai p:
0,417, keterangan
>0,05 = normal
e. Dari analisis bivariat
diperoleh hasil t
hitung5.000 dan p
value 0.015 karena
hasil t hitung5.000
diatas harga atau >
table t: 2.35 dan p <dari
0.05, maka disimpulkan
ada manfaat maduuntuk

34
mempercepat proses
penyembuhan
lukagangrene sehingga
hipotesis yang berbunyi
adamanfaat madu
terhadap penyembuhan
luka gangrene di
terima. Dan keeratan
pengaruhpaired sample
correlation 0,577
(57%)
sehinggamempunyai
pengaruh yang sedang.

F. Diskusi
a. Pengaruh Rendam Air Garam Terhadap ProsesPenyembuhan
Ulkus Diabetikum
Kelebihan :
- Bahan mudah didapatkan
- Memberikan manfaat yang banyak dan lebih mudah dalam
mengaplikasikannya
- Biaya tergolong rendah
- Dapat membunuh kuman yang terdapat diluka

Kekurangan :
- Kurang bisa mengukur secara akurat manfaat rendaman garam dikarenakan
di dalam jurnal tidak dijelaskan takaran untuk jumlah garam dan suhu air
yang digunakan
- Manfaat dari rendaman garam akan membuat luka menjadi cepat kering
sehingga proses penyembuhan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan
luka lembab

b. Pengaruh Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka Gangren


Kelebihan :
- Bahan mudah di dapatkan
- Memberikan manfaat yang banyak lebih mudah dalam mengaplikasikannya

Kekurangan :

- Kurang bisa mengukur secara akurat manfaat madu untuk proses


penyembuhan luka karena jumlah sampel yang terbatas
- Untuk biaya tergolong tinggi

35
G. Kesimpulan
Pemberian terapi dengan menggunakan madu lebih efektif dan mudah
diaplikasikan meskipun biayanya relative mahal karena madu dapat membuat
luka menjadi lembab sehingga mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan
hasil uji statistik perawatan luka dengan menggunakan madu lebih efektif
daripadaair garam.

BAB 5

A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormone
insulin baik absolute maupun relatif.  Ada dua jenis diabetes yaitu diabetes tipe l
dan diatetes tipe ll. Diabetes tipe I diakibatkan karena tejadinya kerusakan
pankreas sehingga insulin harus di datangkan dari luar. Diabates tipe II atau
disebut juga DM yang tidak tergantung pada insulin yang disebabkan karena
insulin yang tidak dapat bekerja dengan baik. Diabetes dapat menyebabkan
berbagai komplikasi penyakit dan mempunyai gejala-gejala yang dapat dikenali
dengan mudah. Sehingga diabetes mellitus dapat dicegah dengan pengaturan
aktifitas fisik, olahraga teratur, dan pengaturan pola makan.

36
B. Saran
Sebaiknya perawat harus mengetahui konsep dasar penyakit DM agar dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada pasien dalam kehidupan sehari-hari
dapat dilakukan dengan baik dan benar.

37
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura
dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika.

38
39

Anda mungkin juga menyukai