No Kriteria Bobot/
NIlai Mhs
1 Diagnosa Keperawatan (PE): 10
Gangguan Menelan berhubungan dengan Gangguan Neuromuscular. (Sumber: NANDA 2015-2017).
2 Data Subjekif: 10
1. Keluarga pasien mengatakan pasien sudah tidak sadarakan diri sejak tanggal 15 Oktober 2019.
2. Keluarga pasien mengatakan pasien lemas.
3. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat menelan.
3 Data Objektif: 10
1. Pasien tampak lemas dan tidak sadarkan diri.
2. Pasien tampak susah untuk menelan makan dan minum melalui mulut.
3. Pasien terpasang alat bantu makan selang NGT nomor 16 Fr, terpasang Kateter Intravena nomor 20 di Metacarpal Dektra,
terpasanag alat bantu nafas Nasal Canul 3 lpm, terpasang Kateter Urine nomor 16, pasien terpasang monitor.
Tanda-tanda vital:
1. TD : 142/83 mmHg
2. HR : 82 x/menit
RR : 15 x/menit
S : 36,3 °C
SpO2 : 100 %
EWS : 4
Pemeriksaan Fisik:
1. Keadaan umum pasien: Pasien tidak sadarkan diri
2. Kesadaran pasien: Koma (GCS E1,M2,V1)
3. Pemeriksaan abdomen:
a) Inspeksi: perut datar, massa (-)
b) Palpasi: hepar tidak teraba, nyeri tekan (-)
c) Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Auskultasi: bising usus (+)
4. Kekuatan otot:
1111 0000
1111 0000
Terapi diet : Bubur saring 5 x 200 cc/24 jam dan Susu 1 x 150 cc/24 jam
Hasil CT Brain Non Contras Tanggal 15 Oktober 2019
1. Parenkim Cerebri : Tampak lesi hipodens inchomogen pada kedua paraventrikel lateratis sampai corona radiata.
2. Basal Ganglia : Tampak lesi hipodens (HU: 8-11,56) pada sisi kiri dekat putamen dan kapsula interna.
3. Kapsula Interna : Tampak lesi hipodens pada sisi kanan dekat cornu anterior ventrikel lateratis kanan.
(Kesan CT Brain: Infark Cerebri Bilateral)
4 Langkah-langkah Tindakan Keperawatan yang dilakukan saat praktik (bukan menurut teori): 10
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dilakukannya pemasangan NGT kepada keluarga*
3. Kontrak waktu
4. Mempersiapkan alat (set NGT ukuran 16 Fr, sarung tangan bersih, plastik kuning, jelly, hypavix/plaster, stetoskop, kateter tip 50 cc,
sarung tangan bersih, hand-drap)*
5. Menjaga privasi pasien
6. Mengatur posisi tempat tidur pasien ke posisi supine*
7. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan*
8. Mengukur panjang tube/selang NGT dari hidung pasien ke ujung telinga (ear lube) lalu lanjut sampai ke Processus Xyphoideus dan
memberikan tanda pada selang setelah pengukuran*
9. Mengoleskan jelly pada ujung selang sepanjang 10 cm*
10. Memberikan intruksi kepada pasien pada saat memasukan selang NGT dan memasukan selang secara perlahan*
11. Mengecek kepatenan selang NGT menggunakan kateter tip 50 cc yang sudah diisi udara sebanyak 10 ml, menempatkan stetoskop di
daerah lambung kemudian mendorong udara dalam kateter tip sehingga udara masuk ke lambung*
12. Mengfiksasi selang NGT menggunakan plaster/hypavix*
13. Menutup ujung luar NGT agar udara tidak masuk*
14. Merapikan pasien
15. Merapikan alat-alat
16. Membuka sarung tangan dan mencuci tangan*.
5 Dasar Pemikiran: 15
Hipertensi (HT) emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah (TD) yang berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti
kerusakan baru atau perburukan kerusakan organ target (target organ damage=TOD), pada kondisi klinis ini terjadi kerusakan organ
diperantarai hipertensi (hypertensive mediated organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa (Whelton et al. 2017). Pada kondisi HT
emergensi, terjadi ketidakmampuan kontrol endothelium terhadap tonus vaskuler, sehingga terjadi breakthrough hyperperfusion pada organ
target, nekrosis fibrinoid arteriolar, dan peningkatan permeabilitas endotheliaum disertai edema perivaskuler. Berkurangnya aktivitas
fibrinolitik endothelium bersamaan dengan aktivasi koagulasi dan agregasi platelet mengakibatkan terjadinya disseminated intravascular
coagulation (DIC).
Menurut Whelton et al, (2017) secara umum bila tidak didapatkan compelling condition, tatalaksana HT emergensi adalah dengan
melakukan penurunan TD maksimal 25% dalam jam pertama, kemudian target penurunan TD mencapai 160/100-110 mm Hg dalam 2
sampai 6 jam, selanjutnya TD mencapai normal dalam 24 sampai 48 jam. Penurunan TD yang lebih agresif dilakukan bila didapatkan
compelling condition (aorta dissekan, pre-eklampsia berat atau eklampsia, dan krisis pheochromocytoma). Sedangkan menurut Sarafidis PA
& Bakris GL, (2019) penurunan TD yang kurang agresif dilakukan pada HT dengan kondisi komorbid penyakit serebro-vaskuler
(perdarahan intraserebral akut dan stroke iskhemik akut).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang
salah satunya di negara Indonesia. Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat berkurangnya aliran darah sehubungan
dengan penyumbatan (trombosis, emboli), dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2014). Darah yang keluar dan menyebar menuju
jaringan parenkim otak, ruang serebrospinal, atau kombinasi keduanya adalah akibat dari pecahnya pembuluh darah otak yang dikenal
dengan stroke hemoragik.Banyak kasus stroke hemoragik membutuhkan perawatan jangka panjang, hanya 20% penderita yang dapat hidup
secara independen, sedangkan 40% kasus meninggal dalam 30 hari dan sekitar separuhnya akan meninggal dalam 48 jam. Sebanyak 80%
kasus stroke hemoragik spontan dimana kerusakan diakibatkan pecahnya pembuluh darah arteri akibat hipertensi kronis atau angiopati
amiloid (Haynes et al., 2012; Rincon & Mayer, 2013).
Indikasi pemasangan NGT yaitu untuk kepentingan diagnosis dan terapi, indikasi lain tentang pemasanagan NGT kepada pasien untuk
akses pemberian nutrisi bagi pasien yang tidak mampu menelan makan dan minum melalui mulut serta untuk mengevaluasi isi lambung bagi
pasien yang dicurigai mengalami pendarahan gastrointestinal (Kresnawati,D. 2009). Pada pasien yang saya kaji dilakukan pemasangan NGT
karena kondisi pasien yang mengalami penurunan kesadaran, sehingga pasien tidak mampu menelan makan dan minum melalui mulut.
Pemberian selang NGT pada pasien untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan terapi obat.
Sumber: Kresnawati, D. (2009). Komplikasi Pemasangan Pipa Nasogastrik dan Penanganannya. Denpasar: Fakultas Kedokteran Fakultas
Udayana.
8 Hasil yang didapat: 10
Tanggal 21 Oktober 2019, jam 09.30 WITA
S: Pasien tidak terkaji, karena keadaan pasien tidak sadar atau koma.
O: Pada pasien tidak terjadi distres pernapasan, pasien tidak mengalami batuk, selang NGT tepat pada lambung pasien dengan panjang 55
cm dari batas hidung pasien.
A: Masalah Gangguan Menelan pada pasien teratasi
P:
1. Cek kepatenan selang NGT sebelum memberikan makanan pada pasien
2. Hindari pemberian makan pada pasien jika terdapat residu lebih dari 150-200 ml
3. Monitor refleks batuk pada saat pemberian makanan
4. Hentikan pemberian makan pada pasien jika pasien tersendak
5. Atur posisi pasien sebelum dan setelah pemberian makanan
6. Monitor jumlah kebutuhan diet pasien (cairan)
9 Evaluasi Diri: 5
Dalam melakukan tindakan pemasangan NGT ini saya melakukan tindakan tersebut dengan percaya diri dan hati-hati, karena kondisi
pasien yang saya lakukan pemasangan NGT dalam kondisi tidak sadarkan diri. Pada saat saya melakukan tindakan pemasangan NGT pada
pasien, saya memiliki kekurangan yaitu pada saat melakukan pengukuran selang NGT. Pada saat mengukur selang NGT saya menempelkan
selang pada telinga pasien. Untuk kedepannya saya akan berusaha menjadi lebih baik dan berhati-hati dalam melakukan pengukuran selang
NGT, agar selang tidak menempel di tubuh pasien. Saya juga akan membaca SOP rumah sakit mengenai pemasangan NGT sebelum
melakukan tindakan
Total 100