No Kriteria Bobot/
Nilai
1 Diagnosa Keperawatan (PE):
3 Data Objektif:
Perkusi:
Tidak terkaji
Auskultasi:
Bising usus pasien RLQ: 10x/menit, RUQ: 12x/menit, LUQ: 12x/menit, LLQ: 10x/menit
Pemeriksaan Penunjang:
Hasil laboratorium (13 September 2021):
4. Hb: 7,8 g/dL
5. Ht: 22,1 %
6. Eritrosit: 2,9 106/µL
7. Sodium (Na): 126 mmol/L
8. Chloride (Cl): 97 mmol/L
Terapi Obat:
Lantus (1 x 8 unit di malam hari) SC
Novorapid (3 x 8 unit) SC
5 Dasar Pemikiran:
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan metabolik yang ditandai
dengan meningkatnya kadar gula darah yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti
adanya kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya, adanya gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak (WHO, 2019). DM tipe 2 merupakan akibat dari
defek sekresi insulin progresif diikuti dengan resistansi insulin, umumnya berhubungan
dengan obesitas. (Black Joyce. M & Hawks, Jane Hokanson. 2014).
Terdapat beberapa faktor utama penyebab terjadinya DM tipe 2, yaitu resistensi insulin dan
defek fungsi sel beta pankreas serta faktor lingkungan. Resistensi insulin terjadi saat insulin
tidak dapat bekerja secara optimal sel otot, lemak dan hati sehingga memaksa pankreas
untuk memproduksi insulin lebih banyak untuk mempertahankan normoglikemia. Ketika
terjadi ketidakadekuatan produksi insulin oleh sel beta pankreas maka akan terjadi
kompensasi dimana adanya peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Efek
hiperglikemia kemudian menyebabkan disfungsi sel beta pankreas karena kegagalan untuk
mengkompensasi beban metabolik. Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya DM
tipe dua, yaitu obesitas, terlalu banyak makan dan kurang dalam melakukan aktivitas fisik
(Decroli, 2019).
Tatalaksana terapi yang dapat diberikan kepada penderita DM ini dapat berupa terapi
nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi dapat berupa latihan
jasmani (jogging, jalan kaki, bersepeda santai) guna meningkatkan kebugaran tubuh, terapi
nutrisi (menerapkan pola makan sehat, mengurangi konsumsi gula serta menjaga berat
badan) (Decroli, 2019). Terapi farmakologi dapat berupa pemberian antihiperglikemi oral
maupun antihiperglikemi injeksi. Salah satu jenis terapi antihiperglikemi injeksi adalah
dengan pemberian Novorapid yang merupakan jenis insulin rapid acting. Novorapid ini
sendiri memiliki onset 5-15 menit dengan waktu puncak 1-2 jam dan lama kerja insulin
jenis ini adalah 4-6 jam. Pemberian terapi insulin ini diberikan guna menjaga kadar gula
darah pasien serta mencegah terjadinya komplikasi (PERKENI, 2015).
Berdasarkan teori yang dijabarkan di atas dapat diketahui bahwa pasien Tn. A didiagnosis
menderita DM tipe 2 dimana terjadi resistensi insulin dan defek sel beta pankreas sehingga
berakibat adanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Oleh karena itu, Tn. A
perlu diberikan terapi novorapid 3 x 8 unit guna mengontrol kadar gula darah.
Tindakan ini dilakukan dengan prinsip aseptik dengan mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan, memakai sarung tangan serta melakukan desinfeksi pada lokasi penusukan
dengan menggunakan alcohol swab. Tujuannya guna menjaga agar tidak terjadi
kontaminasi saat pemberian insulin dilakukan. Pemberian insulin dilakukan tepat saat
sebelum makan guna memastikan insulin bekerja lebih baik ketika glukosa dari makanan
mulai memasuki darah (Kodu, 2018).
Jenis terapi insulin yang diberikan pada pasien Tn. A adalah Novorapid. Novorapid dipilih
menjadi terapi yang diberikan dikarenakan jenis insulin ini mempunyai banyak keunggulan
dimana biasanya berbentuk insulin pen sehingga lebih mudah digunakan dibanding dengan
jenis insulin yang harus diberikan melalui syringe (PERKENI, 2015).
Pengaturan dosis insulin yang akan diberikan mengacu pada beberapa hal seperti berat
badan, umur, riwayat penyakit pasien serta kadar gula darah pasien. Semakin tinggi kadar
gula darah pasien maka akan semakin tinggi dosis yang akan diberikan atau dosis yang
diberikan normal namun frekuensi pemberiannya menjadi lebih sering. Dosis pemberian
ini dapat diturunkan secara perlahan jika kadar gula darah pasien sudah kembali ke kadar
normal. Lokasi penyuntikkan Novorapid haruslah di bagian jaringan lemak/ lapisan
subkutan, baik di bagian perut (abdomen) ataupun pada lengan atas (deltoid) (Kristiantoro,
2014).
Menurut teori yang dipaparkan di atas indikasi dan tujuan pemberian terapi novorapid pada
pasien Diabetes Mellitus tipe 2. Maka tindakan pemberian terapi novorapid pada Tn. A
yang saya lakukan sudah sesuai dengan tujuan serta indikasi tindakan. Dikarenakan
tindakan yang saya lakukan sudah cukup maka tidak perlu adanya tambahan intervensi.
7 Bahaya yang dapat terjadi? (Komponen Bahaya dan Pencegahan)
Bahaya:
Bahaya dapat terjadi dari pemberian novorapid adalah dapat menyebabkan pasien
mengalami hipoglikemi apabila setelah dilakukan penyuntikan pasien tidak langsung
mengkonsumsi makanan. Bahaya lainnya adalah dapat terjadi resiko infeksi jika tidak
mempertahankan prinsip aseptik dari tindakan tersebut (PERKENI, 2015).
Pencegahan:
Untuk mencegah terjadinya hipoglikemi pada pasien setelah pemberian novorapid maka
perlu dipastikan bahwa makanan sudah tersedia pada saat akan melakukan penyuntikan
sehingga setelah penyuntikan pasien dapat segera mengkonsumsi makanan. Perlu juga
mempertahankan teknik aseptik selama melakukan tindakan guna mencegah masuknya
kuman serta menurunkan resiko terjadinya infeksi pada lokasi penusukan.
9 Evaluasi Diri:
- Kelebihan: saya sudah dapat mengetahui rasional dalam dari tindakan intervensi
pemberian terapi novorapid kepada pasien saya
- Kekurangan: saya terkadang melakukan recapping setelah selesai melakukan
penyuntikkan sehingga beresiko tertusuk jarum
- Perbaikan: kedepannya saya akan langsung membuang jarum ke sharpbox dengan
menggunakan klem
Black. J., M & Hawks. J., H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8). Singapura:
Elsevier
Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2.
http://repo.unand.ac.id/21867/1/Buku%20Diabetes%20Melitus%20%28Lengkap%29.p
df. Diakses pada tanggal 14 September 2021
Kodu, S. (2018). Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Militus Tipe Ii Tentang Cara
Penggunaan Dan Penyimpanan Insulin Pen Di Rsud Kanjuruhan Kapanjen Kabupaten
Malang. http://repository.pimedu.ac.id/id/eprint/243/. Diakses tanggal 14 September
2021
Kristiantoro, D. (2014). Evaluasi Cara Penggunaan Injeksi Insulin Pen Pada Pasien
Diabetes Melitus Di RS “X” Purwodadi.
http://eprints.ums.ac.id/30086/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Diakses pada tanggal 15
September 2021
Nanda Internasional. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Jakarta: ECG
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia
2015. https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-
dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf. Diakses
pada tanggal 15 September 2021
WHO. (2019). Classifications of Diabetes Mellitus.
https://www.who.int/publications/i/item/classification-of-diabetes-mellitus. Diakses
pada tanggal 15 September 2021
Total