Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UPH ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN


Judul: Analisa Sintesa Tindakan Keperawatan (AST) Pemberian
Nebulizer

Nama/Nim :
Fransiska Denata Rangga/
Nama Pasien (Initial) :
Ny. S. H. L. T
Usia :
69 tahun
Diagnosa Medis :
Obs. Dyspnea ec. CHF dd/ Pneumonia, CKD stage V on HD,
DM tipe 2
No. MR 00-15-31-84
Tanggal Masuk RS : 28 November 2018
Tanggal dan Jam : 29 November 2018, jm. 11.00
Tindakan
Tindakan: : Pemberian Nebulizer

No Kriteria Nilai

1 Diagnosa Keperawatan (PE): Ketidak efektifan bersihan jalan napas /10


berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebih.

2 Data Subjekif: /10

 Pasien mengatakan batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu


 Pasien mengatakan dada terasa sakit saat batuk
 Pasien mengatakan dahak sulit keluar
 Pasien mngetakan merasa seperti ingin muntah saat batuk
 Pasien mengatakan merasa pusing
 Pasien mengatakan merasa mual
 pasien mengatakan merasa lemas

3 Data Objektif: /10

 Pasien terlihat lemas


 Pasien terlihat gelisah
 Pasien terlihat menggunakan otot bantu napas
 Pasien terpasang simple mask 6 Lpm
 Hasil foto thorax, menunjukan tanda-tanda edema paru, pleuropneumonia
kanan, bronkopneumonia kiri.
a. Pemeriksaan fisik
TD : 150/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 23 x/menit
S : 36,8 oC
SPO2: 97% (pasien terpasang simple mask 6 Lpm)
b. Terapi obat yang diberikan:
Combivent QDS Nebulizer
Flixotide QDS Nebulizer
Nace 200 mg TDS PO

4 Langkah-langkah Tindakan Keperawatan yang dilakukan: /10

 Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan (sarung tangan, wadah obat,


obat, tissue, plastic kuning)
 Mencuci tangan sebelum kepasien
 Melakukan double cek dengan pasien dengan menyuruh pasien
menyebutkan nama dan tanggal lahir yang kemudian di cocokan dengan
gelang nama pasien.
 Memposisikan pasien ke posisi semi fowler
 Menggunakan sarung tangan
 Membersihkan area nebulizer dengan tissue
 Membuka obat yang disediakan
 Mencampur obat combivent dengan fliksotide akan tercampur rata di
dalam wadah nebul
 Mengaitkan selang nebul dengan wadah nebul yang sudah diisi obat
 Mencoba menghidupkan nebulizer sebelum diberikan kepada pasien
(memastikan adanya uap yang keluar atau adanya masalah atau tidak)
 Memakaiikan kepada pasien dengan tekanan oksigen 6 Lpm
 Mengedukasi pasien untuk menghirup obat dari uap yang dikeluarkan
 Melepaskan sarung tangan
 Mengevaluasi respon pasien

5 Dasar Pemikiran: /15


Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemui pada
paru yang disebabkan oleh mikro-organisme (bakteri, virus, jamur, atau
parasit). Peradangan paru yang disebabkan oleh non-mikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, toksin, obat-obatan) disebut pneumonitis. Peradangan ini terjadi
pada bagian paru yang khusus berfungsi sebagai pertukaran udara sehingga
penderita pneumonia mengalami gangguan pertukaran udara di paru. Gejala
pneumonia bervariasi dan dapat timbul dalam bentuk yang ringan sampai berat,
tergantung dari tingkat infeksi, usia, dan penyebab. Gejala klasik pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri tipikal/khas biasanya timbul mendadak dan berkembang
dengan cepat. Gejala utama yang sering ditemui adalah batuk berdahak maupun
tidak berdahak, demam, sesak napas dan nyeri pada bagian dada/perut. (PDPI,
2009).
Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk memberikan terapi pengobatan
bagi pasien yang terserang gangguan saluran pernapasan dengan memanfaatkan
cairan uap yang sudah tercampur dengan obat. Obat akan langsung menuju ke
paru-paru untuk melonggarkan saluran pernafasan yang menyempit. Nebulisasi
adalah metode umum generasi aerosol medis dan sebagian besar digunakan oleh
orang dewasa dan anak-anak di seluruh dunia (Rakesh Pahwa et all, 2012).
Tujuan terapi nebulizer adalah untuk memberikan dosis terapeutik obat yang
diinginkan dalam bentuk aerosol partikel terhirup dalam waktu yang cukup
singkat biasanya 5-15 menit. Nebulizer merupakan instrumen untuk mengubah
obat cair menjadi kabut basah dengan menggunakan oksigen 6-8 Lpm, udara
terkompresi atau kekuatan ultrasonik untuk memecah solusi medis / suspensi
menjadi tetesan aerosol kecil yang dapat langsung dihirup. (Rakesh Pahwa et all,
2012).
Combivent merupakan obat yang digunakan untuk memaksimalkan respon
terhadap pengobatan pada pasien dengan penyakit gangguan pernapasan dengan
mengurangi bronkospasme dan untuk perawatan penyumbatan hidung dan radang
selaput lendir. (Rakesh Pahwa et all, 2012). Dosis combivent yang dianjurkan
bagi orang dewasa (termasuk lanjut usia) untuk nebulizer yaitu botol/vial dosis
satuan dengan dosis pemberian tiga atau empat kali sehari (MIMZ, 2018). Gejala
atau efek yang paling menonjol yang mungkin muncul dari pemberian combivent
adalah takikardia, palpitasi, tremor, hipertensi, hipotensi, hipokalemi, pelebaran
tekanan nadi, nyeri angina, aritmia, dan kemerahan. Efek samping yang paling
sering dilaporkan dalam uji klinis adalah sakit kepala, iritasi tenggorokan, batuk,
mulut kering, gangguan motilitas gastrointestinal (termasuk konstipasi, diare dan
muntah), mual, dan pusing (MIMZ, 2018).
Penggunaan flixotide memiliki efek anti-inflamasi yang ditandai di paru-
paru yang umumnya digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan iritasi di
paru-paru. Ini mengurangi gejala dan eksaserbasi asma pada pasien yang
sebelumnya diobati dengan bronkodilator saja atau dengan terapi profilaksis
lainnya. Episode gejala yang relatif singkat umumnya dapat dihilangkan dengan
penggunaan bronkodilator. Flixotide Nebul harus diberikan sebagai aerosol yang
diproduksi oleh nebuliser jet, seperti yang diarahkan oleh dokter. Karena
pengiriman obat dapat dipengaruhi oleh berbagai kriteria. Flixotide telah terbukti
memiliki efek terapeutik segera setelah 24 jam setelah memulai pengobatan untuk
pasien yang sebelumnya tidak menerima steroid inhalasi. (MIMZ, 2018).

6 Prinsip Tindakan: /5
Prinsip tindakan pemberian nebulizer merupakan prinsip bersih
karena tindakan invasif (Potter & Perry, 2010)
7 Analisa Tindakan Keperawatan: /15
Penggunaan nebulizer dengan menggunakan obat combivent dan flixotide
termasuk penting dilakukan untuk dapat membantu pemberian terapi yang dapat
langsung mengobati daerah saluran pernapasan. Hal ini sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk memberikan
terapi pengobatan bagi pasien yang terserang gangguan saluran pernapasan
dengan memanfaatkan cairan uap yang sudah tercampur dengan obat (Rakesh
Pahwa et all, 2012).
Pemberian combivent digunakan untuk membantu mengatasi keluhan pasien
batuk berdahak tetapi sulit untuk dikeluarkan dan menyebabkan dada tersa sakit
saat batuk. Dengan menggunakan obat ini dapat membantu membuka jalan napas
pasien dan memperbaiki saluran pernapasan yang dipenuhi sekret sehingga
memiliki pola napas yang lebih baik. Hal ini juga di dukung dengan teori
(Rakesh Pahwa et all, 2012) yang menjelaskan bahwa combivent merupakan obat
yang digunakan untuk memaksimalkan respon terhadap pengobatan pada pasien
dengan penyakit gangguan pernapasan dengan mengurangi bronkospasme dan
untuk perawatan penyumbatan hidung, radang selaput lendir dan bronkospasme.
Untuk penggunaan fliksotide juga dapat membantu untuk mencegah atau
mengurangi pembengkakan dan iritasi di paru-paru (MIMZ, 2018).
Dosis yang diberikan berdasarkan anjuran dokter saat melakukan tindakan di
ruangan yaitu 1 ampul combivent yang berisi 2,5 ml dan satu ampul fliksotide
yang berisi 2 ml dengan 3 kali pemberian dalam sehari. Dosis yang dianjurkan
untuk penggunaan Combivent dan fliksotide dalam pemberian nebulizer kepada
pasien dewasa yaitu 1 ampul untu setiap obatnya dalam 3-4 kali pemberian per
hari (MIMZ, 2018). oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dosis yang
diberikan telah sesuai dengan dosis yang semestinya harus diberikan.
Hal yang perlu dimodifikasi selain dari pada pemberian nebulizer yaitu juga
dengan dilakukannya fisio terapi dada. Fisioterapi dada adalah salah satu dari
pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang
bersifat akut maupun kronis. Fisiotherapi dada dalam hal ini merupakan suatu
tindakan untuk membersihkan jalan napas dari sputum, mencegah akumulasi
sputum, memperbaiki saluran napas, dan membantu ventilasi paru-paru serta
mempertahankan ekspansi paru. Ada beberapa teknik dalam fisioterapi dada yaitu
postural drainage, perkusi, vibrasi dan suction (Tohamy, 2015 dalam Dewi
Purnama, 2016).

8 Bahaya yang dapat terjadi? (Komponen Bahaya dan Pencegahan) /10


Bahaya:
Bahaya yang mungkin terjadi ketika memberikan nebulizer dengan
menggunakan obat combivent dan fliksotide yaitu adanya efek samping seperti
takikardia, palpitasi, tremor, hipertensi, hipotensi, hipokalemi, pelebaran tekanan
nadi, nyeri angina, aritmia, dan kemerahan. Utuk efek samping yang paling sering
muncul dari obat yang diberikan seperti sakit kepala, iritasi tenggorokan, batuk,
mulut kering, gangguan motilitas gastrointestinal (termasuk konstipasi, diare dan
muntah), mual, dan pusing (MIMZ, 2018)

Pencegahan:
Pencegahan dilakukan dengan tetap melakukan observasi apakah ada keluhan
selama pemberian obat dan setelah diberikannya obat untuk mengetahui tanda-
tanda atau efek samping yang muncul sehingga dapat ditangani dengan baik. Jika
ditemukannya efek samping maka pemberian obat harus dihentikan dan
memberikan obat penenang atau sebagai obat anti alergi jika diperlukan (MIMZ,
2018)

9 Hasil yang didapat: /5


S : - Pasien mengatakan sesak mulai berkurang
- Pasien mengatakan dahak sudah dapat dikeluarkan sedikit demi sedikit
- Pasien mengatakan masih merasa sedikit pusing
- Pasien mengatakan tidak merasakan mual lagi
O : TD: 130/80 mmHg HR: 78 x/menit RR: 18x/menit S: 36,4oC
- Pasien terlihat sudah dapat mengeluarkan dahak sedikit demi sedikit saat
batuk
- Dahak pasien berwarna putih kehijauan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi pemberian nebulizer dilanjutkan

10 Evaluasi Diri: /5
Kekurangan:
Kekurangan yang saya lakukan ketika melakukan tindakan ini yaitu saya tidak
mengetahui jika obat combivent dan flixotide tidak boleh dicampurkan. saya tidak
mencantumkan dan efek samping yang mungkin muncul, saya tidak mencantukan
hasil pemeriksaan fisik dan tidak mengedukasi pasien mengenai terapi pemberian
nebulizer yang dilakukan seperti hal yang tidak boleh dilakukan sesaat setelah
pemberian nebulizer yaitu makan, tidak menjelaskan mengenai efek samping
yang mungkin muncul dan ketika memberikan nebulizer saya tidak membantu
dengan memberikan chest terapi kepada pasien sesuai dengan yang seharusnya
dilakukan.
Kelebihan:
Untuk sekarang ini saya sudah lebih memperhatikan persiapan sebelum ke
pasien seperti jika sbelumnya saya sering lupa mencuci tangan sebelum ke
pasien, untuk kali ini saya sudah dapat mengingat dan melakukannya. Saya
merasa saya sudah dapat melakukan tindakan ini dengan baik dan mandiri
walaupun masih ada beberapa hal yang saya lupakan saat tindakan.

11 Daftar Pustaka: /5
MIMZ. (2018). Diakses dari
http://www.mims.com/indonesia/drug/info/flixotide%20nebules/?type=full#In
dications
Pahwa., Rakes. Et all. (2012). Nebulizer Therapy: A Platform for Pulmonary
Drug Delievery. Diakses dari: http://www.imedpub.com/articles/nebulizer-
therapy-a-platform-for-pulmonary-drug-delivery.pdf
Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing edisi 7. Jakarta : Salemba
medika.
Purnama, S. D. (2016). Upaya Mempertahankan Jalan Napas Dengan
Fisioterapi Dada Pada Anak Pneumonia. Diakses dari:
http://eprints.ums.ac.id/44483/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2009) Bab Pneumonia Komuniti dan


Pneumonia Nosokomial dalam IPD’S Compendium of Indonesia Medicine 1 st
Ed. Jakarta: PT Medinfocomm Indonesia.

Nilai

Anda mungkin juga menyukai