Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN HASIL PENGKAJIAN DAN RENCANA INOVASI

PERHITUNGAN BERAT BADAN DAN TINGGI BADAN

UNTUK PASIEN TOTAL CARE DI HCU

RS SILOAM PURWAKARTA

Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Tugas praktek Profesi Ners


Stase keperawatan Manajemen

oleh :

Daniel Putra setiawan Gea 01503210010


Darman Zega 01503210048
Devid Pranata Simatupang 01503210114
Felisitas Karen Lystiawati 01503210182

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk dari layanan profesional dari bidang kesehatan.
Keperawatan berfungsi untuk membantu individu yang sakit maupun sehat, yang
terimplementasi dengan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan,
penyembuhan penyakit, membantu individu kembali kekemandiriannya secepat mungkin,
bahkan memberikan kematian yang damai. Layanan ini bersifat Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
komprehensif kepada individu selama 24 jam secara berkesinambungan. Hal inilah yang
membuat profesi keperawatan menjadi unik dan memiliki keunggulan sendiri dari profesi
lainnya (Budiono, 2016).
Manajemen keperawatan merupakan suatu proses yang digunakan untuk membantu
profesi keperawatan mencapai tujuannya. Pada dasarnya, manajemen keperawatan
merupakan suatu hirarki dimana terdapat posisi formal dengan tujuan dan fungsi yang
spesifik. Namun, semua perawat dapat menjadi manajer baik itu kepada teman sejawat
maupun kepada pasien. fungsi dari manajemen keperawatan adalah planning
(perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating/ directing
(pelaksanaan/pengarahan), dan controlling (pengontrolan) (Huber, 2017). Dalam
prosesnya manajemen keperawatan dimulai dari tingkat pengelolaan keperawatan tertinggi
sampai ke perawat pelaksana. Hasilnya dari manajemen keperawatan ini terlihat dari
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan ke pasien, pengembangan riset keperawatan,
dan pengembangan staf keperawatan (Dewi et al., 2021).
HCU (High Care Unit) adalah bagian suatu rumah sakit dan menjadi unit perawatan
rawat inap bagi pasien dengan kondisi yang stabil dan memerlukan pengobatan, perawatan
dan observasi secara ketat (Kemenkes RI, 2010). RS Siloam Purwakarta memiliki satu
HCU dengan kapasitas pasien berjumlah 8 orang, dimana diantaranya terdapat 2 tempat
sebagai ruang isolasi untuk pasien yang berpotensi menularkan penyakitnya. dari awal
bulan April sampai tanggal 13 April 2022, jumlah pasien pasien yang sudah dirawat di
HCU sebanyak 22 pasien dengan kriteria ketergantungan pasien berada pada level partial
dan total care.
Pemantauan berat badan dan tinggi badan sangat penting dilakukan bagi pasien-pasien
yang dirawat di HCU karena pada umumnya pasien cenderung mengalami asupan diet
yang kurang atau tidak adekuat sehingga berpotensi terjadinya malnutrisi. Dari sisi
pengobatan, pemantauan berat badan sangat penting karena dosis pengobatan diberikan
berdasarkan berat badan pasien. beberapa obat yang diberikan berdasarkan berat badan
diantaranya adalah adrenalin/epineprine, amiodarone, dopamin, vascon, dobutamin dll.
Obat-obat ini adalah obat emergency dan golongan obat high allert sehingga
pemberiannya baik itu dosis, rute, dan pemberianya harus benar dan tepat.
Standard emas dari perhitungan berat badan adalah pengukuran menggunakan
timbangan dan sebaiknya selalu digunakan ketika keadaan pasien memungkinkan. Namun,
ada beberapa kondisi klinis pasien yang tidak memungkinkan pengkuran berat badan
menggunakan timbangan seperti pasien dengan penyakit kritis, penurunan kesadaran, dan
tidak dapat berdiri. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di HCU dari dari 9
perawat (4 perawat senior, 2 perawat menengah dan 3 perawat junior) mengatakan bahwa
4 perawat dari 9 perawat mengatakan bahwa sudah pernah disosialisasikan mengenai
pengukuran berat badan pasien total care dan sudah pernah direalisasikan namun itu tidak
digunakan lagi karena sering terjadinya perubahan perawat yang ada diruangan HCU dan
5 perawat dari 9 perawat mengatakan bahwa belum pernah mengetahui pengukuran berat
badan pasien total care, jadi dari hasil wawancara kepada 9 perawat didapatkan bahwa
perhitungan berat badan pasien dilakukan dengan cara memperkirakan atau berasumsi
berdasarkan besarnya proporsi tubuh pasien tanpa ada dasar ilmiah yang jelas dan juga
hanya mengikuti BB pasien dari pengkajian dari departement sebelumnya. Tentunya ini
bisa saja berakibat buruk bagi pasien, terlebih ketika pasien mendapatkan pengobatan
dengan perhitungan dosis berdasarkan berat badan. permasalahan kedua yang ditemui
adalah, tidak dilakukannya pemantauan berat badan selama perawatan pasien. hasil
observasi ditemuakan bahwa perhitungan berat badan hanya dilakukan ketika pasien
masuk ke HCU, seharusnya pemantauan berat badan dilakukan 1-3 kali dalam seminggu.
Akibat buruknya adalah tidak terpantaunya status gizi pasien. untuk itu, peneliti membuat
formulasi dari pengukuran estimasi berat badan pasien berdasarkan lingkar lengan, serta
membuat suatu form pemantauan berat badan setiap pasien yang dirawat sebagai upaya
mengontrol perawat dalam pemanatauan secara berkala.

B. Tujuan Penulisan
Laporan ini dibuat untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan
yang dimiliki HCU RS Siloam Purwakarta sebagai upaya peningkatan kualitas asuhan
keperawatan kepada pasien secara komprehensif terkhusus dalam pemantauan berat
badan pasien total care atau tidak mampu dilakukan pengukuran berat badan
menggunakan timbangan secara berkala.
BAB II

ANALISA SITUASI DAN KAJIAN LITERATUR

A. Analisa Situasi Ruangan


a. Sumber daya manusia (SDM)
Ruangan HCU memiliki satu dokter RMO yang berganti setiap shift, 20 orang
perawat, dan satu orang HCA. Terdapat 1 orang perawat seabgai head nurse, 2 orang
incharge, dan 17 staff nurse. Struktur organisasinya sebagai berikut:

Head Nurse

Incharge

Perawat Perawat Perawat


Pelaksana Pelaksana Pelaksana

HCA

 Jumlah tenaga keperawatan


No. Pendidikan Jumlah Presentasi
1. S1-Keperawatan 14 70 %
2. D3-Keperawatan 6 30%
Total 20 100 %
 Jumlah tenaga non-keperawatan
No. Pendidikan Jumlah
1. SMK- Keperawatan 1
 Kualifikasi tenaga keperawatan
No. Inisial Masa kerja Posisi Sertifikasi
1. D 5 tahun HN ICU, CATH, ACLS
2. GJ 7 tahun 1 bulan Staf nurse SNCP 2014 + ACLS
3. AS 3 tahun 8 bulan Staf nurse ACLS
4. MR 1 tahun 2 bulan Staf nurse
5. NK 0 bulan Staf nurse
6. JA 7 tahun Incharge/DM SNCP 2014 + ACLS
7. RS 6 tahun 7 bulan Staf nurse SNCP + ACLS
8. M 5 tahun 2 bulan Staf nurse ICU Course
9. SI 3 tahun 8 bulan Staf nurse
10. VS 1 tahun 8 bulan Staf nurse
11. AS 7 tahun 4 bulan Staf ACLS
nurse/DM
12. EG 7 tahun 4 bulan Incharge
13. DC 1 tahun 1 bulan Staf nurse
14. SD 1 tahun 8 bulan Staf nurse
15. IP 3 tahun 2 bulan Staf nurse
16. EV 3 tahun 2 bulan Staf nurse
17. RL 5 tahun 7 bulan Staf nurse ACLS
18. OS 4 tahun 4 bulan Staf nurse KD/ACLS
19. ES 1 tahun 8 bulan Staf nurse
20. GO 2 tahun 8 bulan Staf nurse ICU Course
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah perawat yang bersertifikat ACLS
sebanyak 8 orang, bersertikat SNCP 3 orang, bersertifikat KD 1 orang, bersertikat
ICU course 3 orang, dan bersertifikat CATH 1 orang.
b. Fasilitas yang dimiliki
a. Denah ruangan

Toilet Bed 2 HCU ISO


Bed 1

Bed 3
1
DU

CU

Nurse
Penyimp
Bed 6

Bed 5
Bed 7

anan station HCU ISO


berkas 2

b. Peralatan medis
No. Nama barang Jumlah No. Nama barang Jumlah
1. Patient Monitor 8 32. Defibilator 1
2. SpO2 Dewasa 9 33. Amubag (adult)+mask 1
dewasa 3,4,5
3. SpO2 Anak 9 34. Amubag (child)+mask 1
anak 2&1
4. Manset Dewasa 9 35. EKG 2
5. Manset Anak 9 36. Infus pump 4
6. Suhu 18 37. Syringe pump 4
7. Bed Paramount 8 38. Tabung oksigen 1
Electric transport 1000 ml +
flow meter
8. Meja Makan Pasien 8 39. Refleks hammer 1
9. Nakas Pasien 8 40. Tiang infus 8
10. Bed Fan Washer 1 41. Gerusan obat 1
11. X-Ray Viewer 1 42. Torniquet 1
12. Instalasi Oksigen 8 43. Trolley tindakan 1
Sentral
13. Flow Meter Oksigen 8 44. Trolley EKG 1
14. Suction Reguler+Botol 2 45. Baskom stainles 4
Suction
15. Trolly 1 46. Glucotest 1
Emerrgency+tabung
Oksigen 500 ml
16. Urinal 1 47. Bed pad 24
17. Gelas ukur 200 ml 4 48. Laken 24-5
18. Tray obat 8 49. Selimut 24
19. Box obat 16 50. Sarung bantal barongsai 4
20. Tiang infus dorong 6 51. Bantal barongsai 4
21. Oksigen ukuran ½ m3 1 52. Bantal 12
22. Selimut bayi 14 53. Pen light 1
23. Steril susu 1 54. Thermometer infrared 1
24. Gorden rail + gorden 8 55. Stetoscope dewasa 1
25. Restrain (kain) 16 56. Stetoscope anak 1
26. Baju pasien anak 6 57. Blade no 1,2,3,4 4
27. Baju pasien dewasa 24 58. Handle dewasa 1
28. Sarung bantal 24 59. Spignomanometer 1
29. Pillow protector 24 60. Trolley linen kotor 1
30. Perlak 13 61. Tempat sampah besar 3
“bio earth”
31. Draw sheath 24 62. Thermometer ruangan 3

c. Konsep Metode Keperawatan


Metode keperawatan yang digunakan adalah metode keperawatan tim dimana dalam
satu shift dinas terdapat satu perawat yang memimpin proses pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dan disebut sebagai incharge. Secara garis besar incharge
bertanggung jawab penuh terhadap ruangan baik dari segi keamanan, kenyamanan,
dan penyelesaian tugas di satu shift tersebut. incharge dibantu oleh 2 orang perawat
pelaksana. Perhitungan ketenagaan setiap shift dilakukan dengan perbandingan 2:3:3,
yang berarti seorang incharge bertanggung jawab terhadap 2 orang pasien, dan masing
masing perawat pelaksana bertanggung jawab terhadap 3 orang pasien.
Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan dengan lengkap dan aktual sesuai
dengan kondisi pasien. setiap asuhan keperawatan yang diberikan kepasien selalu
didokumentasikan di catatan perkembangan pasien. setiap pasien yang masuk di HCU
dilakukan pengkajian awal dengan baik, namun dalam pengkajian berat badan dan
tinggi badan dilakukan berdasarkan asumsi dan perkiraan. Dari hasil observasi, Setiap
pasien baru tidak dilakukan penimbangan berat badan. Hal ini terjadi karena,
kebanyakan pasien HCU adalah pasien dengan kondisi khusus yang tidak
memungkinkan untuk dilakukaknnya penimbangan berat badan sehingga perawat
hanya berasumsi untuk penentuan berat badan pasien. dari hasil wawancara juga
didapatkan bahwa ruang HCU belum memiliki timbangan berat badan buat pasien
dengan kondisi khusus tersebut.
Setiap pergantian shift dilakukan operan shift. Pada waktu ini perawat incharge akan
mengoperkan perkembangan kondisi pasien, jumlah pasien, visite dan advice dari
dokter, perencanaan tindakan kedepannya dan lain-lain terkait dengan perawatan
pasien serta keamanan dan kenyamanan di ruang HCU. Perawat pelaksana melakukan
operan dengan perawat jaga di shift berikutnya.
d. Sumber Dana
Setiap perawat memperoleh penghasilan atau gaji perbulannya sesuai dengan
akumulasi gaji perbulan serta mendapatkan bonus dan THR
e. Marketing
Siloam Hospital Purwakarta telah terakreditasi Paripurna dari KARS, mampu
menyediakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dengan keunggulan di bidang
jantung, saraf dan trauma dengan dilengkapi Cathlab, CT scan, C-arm, ESWL,
Endoskopi, dan Laparaskopi. Letak dari siloam purwakarta sangat strategis sehingga
menjadi salah satu rumah sakit rujukan dipurwakarta.
Perawat di HCU memperkenalkan kepada pasien mengenai pelayanan Home Care
yang diesediakan oleh Rumah Sakit Siloam
B. Analisa SWOT
 Strength :
- Siloam Hospital Grup memiliki reputasi yang baik dan sudah terkenal dengan kualitas
pelayanan yang baik,
- Siloam Hospital Purwakarta memiliki fasilitas pelayanan Home Care
- Ruangan HCU SHPW memiliki 1 orang kepala ruangan dengan 19 orang staff
perawat.
- Seluruh Perawat Ruangan HCU SHPW masih berusia produktif.
- Ruangan HCU SHPW memiliki berbagai alat-alat medis yang mampu mendukung
proses perawatan pasien high care seperti monitor hemodinamik, Oksigen sentrak,
trolley emergency serta memiliki akses yang dekat dekat ICU apabila terdapat pasien
perburukan yang memerlukan tindakan intubasi.
- Divisi Keperawan SHPW selalu mengadakan case study setiap minggu sehingga
pengetahuan perawat mengenai kasus kelolaan senantiasa terasah dan ditambah setiap
minggu,
- Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat di Ruang HCU memiliki legal berupa
SOP yang ditetapkan pihak manajemen rumah sakit dan divisi keperawatan.
- Ruangan HCU SHPW memiliki 8 tempat tidur dengan kualitas tempat tidur yang
sangat layak untuk pasien dengan bedrest.
- Perawat HCU SHPW memiliki keterampilan dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pasien.
- Sesuai dengan SOP yang berlaku, pasien HCU SHPW akan dimandikan 2 kali sehari
yakni pada pagi dan siang hari. Hal ini memudahkan untuk melakukan pengkajian
berat badan pasien
- HCU SHPW selalu berkoordinasi dengan bagian gizi untuk penentuan diit pasien, dari
pihat gizi selalu rutin setiap hari melakukan visit ke ruangan untuk melihat kebutuhan
gizi pasien.
 Weakness :
- Diantara seluruh perawat HCU, hanya terdapat 4 orang perawat dengan sertifikat
ACLS dan 2 orang dengan sertifikat ICU Course,
- Beberapa pemeriksaan radiology seperti tindakan MRI masih belum tersedia di
SHPW sehingga harus dirujuk ke rumah sakit lain,
- Beberapa pelayanan pasien dengan penyakit kritis seperti pengobatan HIV dan Cancer
belum tersedia di Siloam Hospital Purwakarta.
- Jumlah 19 orang perawat dan 1 kepala ruangan dibagi menjadi tiga tanggungan
ruangan yakni HCU,Cathlab dan ICCU.
- Tidak terdapat alat pengukur berat badan digital untuk pasien dengan total care
 Opportunity :
- Siloam Hospital Purwakarta merupakan salah satu rumah sakit rujukan dipurwakarta
- Siloam Hospital Purwakarta melayani pasien umum, asuransi dan BPJS,
- Siloam Hospital Purwakarta merupakan Rumah sakit rujukan untuk kecelakaan kerja
di Purwakarta,
- Lokasi Siloam Hospital Purwakarta memungkinkan untuk menjangkau banyak pasien
- Siloam Hospital Purwakarta memiliki Kerjasama dengan perusahaan-perusahan
sekitar purwakarta dan jawa barat.
- Siloam Hospital Purwakarta memiliki kerja sama dengan Akademi Keperawatan
Efarina Etaham dan Universitas Pelita Harapan untuk tambahan tenaga Kesehatan.
 Threat :
- Persaingan Rumah sakit disekitar Rumah sakit siloam Purwakarta sangat ketat,
- Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan pasien mengenai pelayanan
Kesehatan sangat kurang.
- Masih banyak masyarakat ekonomi rendah yang tidak terpapar dengan layanan BPJS
Kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kesenjangan Antara Teori dan Permasalahan
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di HCU dari dari 9 perawat (4
perawat senior, 2 perawat menengah dan 3 perawat juinor) mengatakan bahwa 4 perawat
dari 9 perawat mengatakan bahwa sudah pernah disosialisasikan mengenai pengukuran
berat badan pasien total care dan sudah pernah direalisasikan namun itu tidak digunakan
lagi karena sering terjadinya perubahan perawat yang ada diruangan HCU dan 5 perawat
dari 9 perawat mengatakan bahwa belum pernah mengetahui pengukuran berat badan
pasien total care, jadi dari hasil wawancara kepada 9 perawat didapatkan bahwa
perhitungan berat badan pasien dilakukan dengan cara memperkirakan atau berasumsi
berdasarkan besarnya proporsi tubuh pasien tanpa ada dasar ilmiah yang jelas dan juga
hanya mengikuti BB pasien dari pengkajian dari departement sebelumnya. Pada
umumnya, perhitungan berat badan sangat diperlukan pada pasien karena dapat
menentukan diit yang akan diterima selama di rumah sakit maupun dalam pemberian
terapi obat. Pemberian terapi obat pada pasien-pasien dalam ruang lingkup intensive akan
lebih berhubungan dengan golongan obat-obatan high alert, dimana dalam perhitungan
dosis obat berdasarkan berat badan yang sesuai dengan keadaan pasien akan lebih
menentukan dosis obat yang akan diterima pasien secara akurat. Pada kenyataannya
kesulitan dalam pengukuran berat badan pada pasien total care menjadikan perawat kurang
peduli untuk melakukan pemantauan berat badan secara signifikan, sehingga mereka
cenderung hanya memperkirakan porposi berat badan pada setiap pasien tanpa melakukan
pengukuran yang tepat. Pemberian terapi obat berisiko tinggi menyebabkan bahaya pada
pasien sehingga penting bagi perawat untuk mengikuti cara pemberian terapi yang benar.
Menurut (Lilis Suryani, 2020), dalam pemberian terapi obat perawat harus memastikan
keamanan perawat yang memberi dengan mempertimbangkan asuhan keperawatan
terhadap obat yang akan diberikan, keamanan pasien, ketepatan rute pemberian
berdasarkan dosis yang sesuai, kerja obat, dan efek samping. Oleh karena itu, pemantauan
berat badan yang kurang terimplementasi dengan baik akan menjadi salah satu factor
risiko yang dapat membahayakan keadaan pasien pada saat menerima terapi obat
khususnya golongan obat high alert.
Pengukuran berat badan dan tinggi badan pasien sudah menjadi layanan kesehatan
yang sudah lama diterapkan. Namun, dalam pelaksanaannya masih belum sepenuhnya
dilakukan dengan baik. kesalahan dalam melakukan pengukuran berat badan pasien dapat
menyababkan kesalahan dalam pemberian dosis obat dan penentuan status gizi pasien. dari
sebuah artikel yang diterbitkan oleh ECRI (2014), menyebutkan bahwa pelaporan
kesalahan dosis obat yang dilaporkan ke institute PSO selama satu periode dari september
2012 sampai agustus 2013 menunjukkan bahwa kesalahan tersebut terjadi karena
ketidaktepatan dalam pencatatan dan pendokumentasian berat badan dan mengakibatkan
cedera pada pasien.
Menurut Pan et al., (2016), menyebutkan bahwa startegi pemberian dosis obat
berdasarkan berat badan masih menjadi satu tantangan medis karena kasadaran kepatuhan
dalam pemngukurannya masih buruk. Pemberian dosis berdasarkan berat badan memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap pemberian dosis obat. Dokter harus
mempertimbangkan penulisan resep obat berdasarkan berat badan pasien. dari hasil
observasi di ruangan HCU, beberapa dokter dalam memberikan dosis obat, menanyakan
terlebih dahulu berat badan badan paisen.
Dalam beberapa kasus, pasien yang masuk ke UGD sering kali penentuan berat badan
berdasarkan perkiraan. Hal ini, tentu saja bisa ditoleransi karena beberapa pasien yang
masuk UGD harus membutuhkan pertolongan segera. Namun, dalam pendokumentasian
berat badan sering sekali tidak dicatat bahwa hasil tersebut adalah perkiraan. Berdasarkan
artikel ECRI (2014) menyebutkan bahwa pasien yang masuk ke rawat inap seharusnya di
lakukan penimbangan berat badan. Dari hasil observasi yang dilakukan terlihat bahwa
penentuan berat badan pasien dilakukan dengan perkiraan saja.
Kesalahan dalam penimbangan berat badan dan tinggi badan tidak hanya berpengaruh
pada pemberian dosis obat tapi berpengaruh juga dalam penentuan status gizi pasien.
menurut Susetyowati (2014), asuhan gizi pasien pada tahap skrining merupakan tahapan
yang paling penting dalam memprediksi perubahan status gizi pasien serta sebagai
evaluasi dari intervensi gizi yang diberikan. Penambahan berat badan pasien dapat
menunjukkan terjadinya resiko obesitas atau mungkin menunjukkan adanya penumpukan
cairan. sebaliknya, pada pasien dengan penuruna berat badan dapat mengindikasi pasien
tersebut beresiko mengalami gizi buruk. Untuk itu, pengukuran berat badan pasien saat
awal masuk ke rawat inap dan pemanatauannya selama perawatan merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan.
Adapun beberapa alasan tidak dilakukannya penimbangan berat badan adalah karena
kurangnya alat penimbangan. kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya penimbangan seperti pada pasien Penurunan kesadaran, dan tidak mampu
berdiri atau pada pasien dengan total care. Dari hasil wawancara juga menyebutkan bahwa
penimbangan pasien tidak dilakukan karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan
untuk dilakukannya penimbangan serta tidak terdapatnya suatu alat yang bisa menimbang
pasien dengan kondisi khusus tersebut.
Pada pasien dengan kondisi khusus atau tidak dapat berdiri memang akan sulit dalam
melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan pasien. beberapa ahli
mengebangkan suatu formula yang bisa menjadi alternatif dalam memperkirakan berat
badan dan tinggi badan pasien seperti estimasi berdasarkan LILA, frame size, tinggi lutut,
rentang lengan, dan panjang ulna. Formula estimasi berat badan dan tinggi badan pasien
dengan tirah baring sangat efekti jika menggunakan estimasi berdasarkan LILA dan
panjang ulna (Mulyasari, 2018)
Penelitian yang dilakukan oleh Binns et al., (2015) menyatakan bahwa lingkar lengan
atas memiliki korelasi yang kuat dengan berat badan dengan nilai r = 0.96. lingkar lengan
atas sangat baik dalam memprediksi berat badan pasien. peningkatan LILA berhubungan
erat dengan berat badan dimana, 10 % perubahan pada LILA akan berhubungan dengan 10
% perubahan berat badan (Tang, 2013). Keuntungan dalam pengukuran LILA adalah
pengukurannya sederhana, tidak invasif, tidak membutuhkan kontribusi pasien yang lebih,
jarang terjadinya edema, bisa diukur disetiap posisi pasien, serta lat pengukuran yang
sederhana. Formula estimasi berat badan berdasarkan LILA adalah sebagai berikut

Laki laki = -93,2 + (3,29 x Lila) + (0,43 x TB)


Perempuan = - 64,6 + (2,,15 x Lila) + (0,54 x TB)

Berikut adalah cara pengukuran yaitu: (1) Tetapkan posisi bahu dan siku, (2)
Letakkan pita antara bahu dan siku (3) Tentukan titik tengah lengan (4) Lingkarkan pita
LILA pada tengah lengan (5) Pita jangan terlalu ketat (6) Pita jangan terlalu longgar (7)
Cara pembacaan skala yang benar Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan
siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi
bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat
pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga
permukaannya sudah tidak rata.

Gambar 1. Pengukuran LILA

Tinggi badan pasien dapat diperkirakan berdasarkan panjang ulna. Penelitian yang
dilakukan oleh Borhani et al., (2016) menyebutkan bahwa panjang ulna dapat menjadi satu
alternatif yang baik dalam penentuan tinggi badan pasien. penelitian pada orang dewasa di
Iran menujukkan bahwa panjang ulna berhubunan dengan tinggi badan pasien baik pada
responden laki-laki maupun perempuan. Berikut adalah formula estimasi tinggi badan
berdasarkan panjang ulna:

Laki laki = 97, 252 + (2,645 x Ulna)


Perempuan = 68,777 + (3, 536 x Ulna)
Berikut adalah cara pengukuran panjang Ulna: pengukuran dimulai dari siku
(olekranon) hingga titik tengah prosesus stiloideus (penonjolan tulang di pergelagangan
tangan) jika memungkinkan, gunakan tangan kiri pasien.

Gambar 2. Pengukuran Ulna

Pada tanggal 18 April 2022, peneliti melakukan pengukuranpanjang LILA dan


panjang ULNA pasien di HCU, dengan jumlah pasien 5 orang didapati hasil sebagai
berikut:
Pasien JK Panjang Tinggi LILA BB BB di Ket
Ulna badan (cm) (Kg) IMR
(cm) (cm)
A Perempuan 24 157 22 67 45 Tidak sesuai
B Perempuan 23 150 22 63 46 Tidak sesuai
C Laki-laki 25 163 24 56 55 Sesuai
D Perempuan 21 143 24 64 45 Tidak sesuai
E Perempuan 24 154 22 66 50 Tidak sesuai

Dari data diatas dapat diketahui bahwa 4 dari 5 pasien yang berat badan di IMR nya
tidak sesuai dengan hasil perhitungan berat badan menggunakan rumus crandal. Dari hasil
wawancara kepada 1 orang perawat HCU, mengatakan bahwa BB yang terdapat di lembar
IMR merupakan berat badan dari hasil perkiraan serta berat badan yang di operkan oleh
perawat UGD maupun ruangan yang mengantar pasien waktu masuk HCU. Hasil ini
menunjukkan bahwa ada ketimpangan antara data berat badan di IMR dan hasil
pengukuran berat badan berdasarkan rumus crandal. Untuk itu, penggunaan formulasi dari
pengukuran estimasi berat badan pasien berdasarkan lingkar lengan sangat diperlukan.

B. Plan Of Action
Berdasarkan permsalahan yang didapatkan kelompok didalam ruangan maka
kelompok membuat inovasi mengenai rumus pengukurang berat badan untuk pasien total
care yang dirawat diruang high care unit (HCU) yang memerlukan perawatan penuh
dimana rumus pengukuran berat badan ini diadaptasi dari rumus formula crandal dan
dalam hal ini kelompok berkolaborasi dengan orang gizi sehingga dalam pemenuhan
nutrisi kepada pasien bisa lebih baik. Rumus pengukuran berat badan ini kelompok akan
buat dalam bentuk formulir sehingga dalam pengisian bisa lebih efektif dan efesien.
Dengan adanya formulir rumus pengukuran berat badan pasien, maka dalam pemenuhan
nutrisi dan juga untuk berat badan pasien tidak hanya menerka untuk BB dan IMT dari
pasien itu sendiri melainkan ada dasar dan bisa lebih akurat. Berikut ini POSAC yang
dapat dilakukan untuk mewujudkan inovasi yang telah dirumuskan oleh kelompok:
Pengertian Planning menurut Dakhi (2016), menyebutkan bahwa perencanaan itu
merupakan pengaturan tujuan dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap
sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan direncanakan.
Dimana dalam membuat perencanaan memerlukan pemutusan tujuan, menetapkan aksi,
tanggung jawab, dan mengukur tingkat keberhasilan. Dalam perencanaan yang dilakukan
oleh kelompok dari tanggal 4 – 9 April 2022 kelompok telah melakukan pengkajian
ruangan berupa observasi dan juga wawancara kepada 9 perawat mengenai keadaan
ruangan serta mengumpulkan data data yang dapat mendukung dalam perencanaan yang
dibutuhkan untuk membuat inovasi yang dirancangkan.
Organizing menurut Dakhi (2016) menyebutkan bahwa organizing merupakan sebuah
taktik atau strategi yangg telah dirumuskan dalam perencanaan yang disusun dalam suatu
bentuk organisasi yang tepat dan memastikan semua pihak dapat bekerja secara efektif dan
efesien dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini membangi tugas kepada setiap anggota
kelompok untuk mencari kajian literature mengenai pengukuran berat badan dan juga
menguji coba hasil rumus yang teah didapatkan serta melakukan konsultasi dan diskusi
kolaborasi mengenai rumus berat pada HN ruangan dan juga petugas gizi.
Staffing merupakan pembuatan perencanaan mengenai sumber daya manusia sesuai
dengan kebutuhan yang sudah ditentukan dalam melakukan asuhan keperawatan
(Arumsari, 2017). Disini kelompok menetapkan tugas setiap individu kelompok dalam
menjalankan tugasnya yang telah disusun dalam organisasi yang dikemudian dibagi dalam
individu sehingga dapat dijalankan tugasnya masing masing.
Actuating menurut Dakhi (2016) menyebutkan bahwa usaha dalam merealisasikan
suatu rencana yang telah ditetapkan sebelumnnya. Dalam hal ini kematangan dan
pemhaman setiap individu kelompok diuji sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang
telah direncanakan. Disini kelompok medapatkan hasil dari perencanaan yang telah
ditetapakan sebelumnya yaitu mengenai inovasi formulir rumus pengukurang berat badan
pada pasien total care yang diadapatasi dari formula rumus berat badan crandal. Kemudia
formuir ini dibuat dalam bentuk pengkajian sebelum masuk ruangan HCU dan dari sini
berat badan dan IMT pasien dapat diketahui secara asli.
Controlling menurut Dakhi (2016) menyebutkan bahwa pengawasan adalah proses
penentuang dalam mengawasi hasil yang mau dicapai ini meliputi pengawasan sebelum
proses, saat proses dan sesudah proses. Hal ini dilakukan supaya hasil diharapkan menjadi
lebih efektif dan efesien. Dalam hal ini kelompok memperkenalkan dan mengawasi
penerapan inovasi yang dilaksanakan oleh perawat high care unit Siloam Hospital
Purwakarta.
Rumah Sakit Siloam Purwakarta

Sticker Pasien

Formulir Rumus Berat Badan Pasien Total Care

Hari/Tanggal LILA Estimasi TB Panjang Estimasi BB IMT Paraf/


Ulna TTD

NB:

*Rumus formula crandal dengan estimasi LILA:


Laki laki = -93,2 + (3,29 x Lila) + (0,43 x TB)
Perempuan = - 64,6 + (2,,15 x Lila) + (0,54 x TB)
**Rumus formula crandal bila TB tidak diketahui
(Ulna): TB (m)2
Laki laki = 97, 252 + (2,645 x Ulna)
Perempuan = 68,777 + (3, 536 x Ulna)
𝐁𝐁
***Rumus IMT =
𝐓𝐁 (𝒎)𝟐
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian SWOT ruangan HCU RS Siloam Purwakarta dapat
disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah perhitungan berat badan pasien
dilakukan dengan cara memperkirakan atau berasumsi berdasarkan besarnya proporsi
tubuh pasien tanpa ada dasar ilmiah yang jelas serta tidak dilakukannya pemantauan berat
badan selama perawatan pasien. Hasil observasi didapatkan bahwa perhitungan berat
badan hanya dilakukan ketika pasien masuk ke HCU. Tentunya hal ini dapat menimbulkan
kesalahan dalam penentuan status gizi pasien serta dalam penentuan dosis obat-obatan
high aller yang akan diberikan ke pasien. Oleh karena itu, kelompok memberikan inovasi
mengenai perumusan atau formulasi estimasi berat badan dan tinggi badan pasien yang
tidak dapat dilakukan penimbangan berat badan serta membuat suatu form pemantauan
berat badan pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit.
B. Saran
 Bagi perawat
Diharapkan rencana inovasi yang telah diberikan kelompok dapat diterapkan oleh
perawat serta memutuskan kembali waktu yang paling tepat untuk dilakukannya
pengukuran sehingga tidak mengganggu proses pemberian asuhan keperawatan ke
pasien serta tidak menambah beban kerja perawat
 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat mendukung rencana inovasi ini sehingga penerapannya
tidak hanya di unit HCU tapi diterapkan juga di unit perawatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arumsari, N. R. (2017). Penerapan Planning, Organizing, Actuating, Dan Controlling Di


Uptd Dikpora Kecamatan Jepara. Jurnal Unpad
Binns P., Dale N., Hoq M., Banda C., Myatt M. (2015). Relationship Between Mid Upper
Arm Circumference And Weight Changes in Children Aged 6-59 months. Arch Public
heal, 73: 1-10
Borhani-Haghighi M., Navid S., Hassanzadeh. (2016). Height Prediction From Ulna Leght In
Chabahar: A City in South-East of Iran. Rom J Leg Med, 24: 304-307
Dakhi, Y. (2016). Implementasi POAC Terhadap Kegiatan Organisasi Dalam Mencapai
Tujuan Tertentu. Jurnal Warta, (50). ISSN: 1829-7463
ECRI Institute. (2014). Medication Safety: Inaccurate Patient Weight Can Cause Dosing
Errors. Available from:
https://www.ecri.org/components?PSOCore/Pages/PSONav0214.aspx diakses pada
tanggal 15 april 2022
Suryani, L., Permana, L. (2020). Peningkatan Perilaku Perawat Melalui Pengetahuan Dalam
Menjalankan Prinsip Pemberian Obat Dua Belas Benar. Jurnal Of Science, 5(2): 79-85
Mulyasari I., Purbowati P. (2018). Lingkar Lengan Atas dan Panjang Ulna Sebagai Parameter
Antropometri Untuk MemperkirakBerat badan dan tinggi Badan Orang Dewasa. Jurnal
Gizi Indonesia, 7(1):30-36
Susetyowati. (2014). Penerapan Skrining Gizi di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajahmada
University Press
Tang Am., Dong K., Deitchler M., Chung M., Maalouf M Z. (2013). Use of cutOffs for Mid-
Upper arm Circumference (MUAC) as An Indicator or Predictor of Nutritional an
Health-related outcomes in Adolescent and Adult: A Systematic Review. Food Nutr
tech Assictance, 1-37Huber, D. (2017). Leadership and nursing care management. 6 th
Edition. Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai