Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INTERNATIONAL PATIENT SAFETY GOALS (IPSG 4)


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Keperawatan
Profesional Anestesi Prodi D-IV Keperawatan
semester VII
Nama Pembimbing: Sri Arini, SKM., M.Kep

Disusun oleh:
Andri Susilowati

(P07120213005)

Eva Fakhrunnisa

(P07120213017)

Heyuni Prasiwi

(P07120213019)

Jessi Indriasari

(P07120213023)

Nuraini Maghfuroh

(P07120213038)

Winda Arfiansari

(P07120213017)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem


dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKesRI, 2006).
Dalam penelitian Dwiprahasto (2006), menyatakan bahwa 11 %
medication error di rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan
obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat yang keliru. Dalam penelitian
Aiken dan Clarke (2002) menyatakan bahwa kesalahan pengobatan dan efek
samping obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk ke rumah sakit. Di
antara kesalahan tersebut, 25 hingga 50% adalah berasal dari kesalahan
peresapan (eliminasi) dan dapat dicegah. Studi yang dilakukan Bagian
Farmakologi Universitas Gajah Mada antara 2001- 2003 menunjukkan bahwa
medication error terjadi pada 97 % pasien Intensive Care. Berdasarkan Laporan
Peta Nasional Keselamatan Pasien (Kongres PERSI 2007) kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden
yang dilaporkan (Kemenkes, 2008) (Andi, 2013).
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah
Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999),
medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be
completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa


Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Untuk itu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP), disyaratkan
untuk mengimplementasikannya mulai tanggal 1 Januari 2011 di semua rumah
sakit yang terakreditasi oleh Joint Commission International (JCI) di bawah
Standar Internasional untuk Rumah Sakit. Dan pada kesempatan ini kelompok
akan membahas sedikit tentang sasaranke- 4 darikeselamatan pasien yaitu
benar lokasi pembedahan, benar prosedur,dan benar pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar patient safety
2. Bagaimana memastikan lokasi pembedahan?
3. Bagaimana prosedur pembedahan yang benar?
4. Bagaimana standar IPSG 4?
5. Bgaimana maksud dan tujuan IPSG 4?
6. Bagaimana elemen penilaian IPSG 4?
7. Bagaimana SPO kamar operasi?
8. Apa saja masalah dalam IPSG 4?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mengetahui indikator keselamatan pasien (patient safety)


2. Tujuan Khusus
a. Bagaimana konsep dasar patient safety
b. Bagaimana memastikan lokasi pembedahan?
c. Bagaimana prosedur pembedahan yang benar?
d. Bagaimana standar IPSG 4?
e. Bgaimana maksud dan tujuan IPSG 4?
f. Bagaimana elemen penilaian IPSG 4?
g. Bagaimana SPO kamar operasi?
h. Apa saja masalah dalam IPSG 4?

BAB II
ISI
Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar,
Pembedahan pada Pasien Yang Benar

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang


mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim
bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking),
dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula
asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi.
Kewajiban dan tanggung jawab :
1

Petugas/Perawat kamar operasi


a. Memahami dan mengimplementasikan seluruh prosedur yang ada
b. Memastikan ketepatan pasien dan penandaan area yang akan

dilakukan tindakan operasi


c. Melaporkan jika tejadi kesalahan dalam identifikasi ataupun marking

area
2

Kepala bagian Ruang Operasi


a. Memastikan dan memantau petugas telah melaksanakan panduan

tindakan preoperatif, intraoperatif dan posoperatif dengan baik


b. Melakukan penyelidikan jika telah terjadi kesalahan dalam melakukan

tindakan operasi
3

Ka.Sub Keselamatan Pasien


a. Melakukan pemantauan atas tata kelola panduan tindakan operasi

bersamadengan Kepala bagian ruang operasi

b. Melakukan verifikasi dan penyelidikan jika terjadi kesalahan dalam

melakukan tindakan operasi.


A. MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN
1. Teknik Penandaan Lokasi Operasi

Berikut merupakan teknik yang dilakukan dalam penandaan


lokasi operasi:
a

Pasien diberi tanda saat informed concent telah dilakukan

Penandaan dilakukan sebelum pasien berada di kamar operasi

Pasien harus dalam keadaan sadar saat dilakukan penandaan


lokasi operasi

Tanda yang digunakan dapat berupa : tanda panah/tanda ceklist

Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi operasi

Penandaan dilakukan dengan spidol hitam (anti luntur, anti air)


dan tetap terlihat walau sudah diberi desinfektan
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk

sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau
multipel level (tulang belakang).
2. Anjuran Penandaan Lokasi Operasi
a. Gunakan tanda yang telah disepakati, yaitu dengan mengunakan

tanda Ya
b. Tandai pada atau dekat daerah insisi
c. Gunakan tanda yang tidak ambigu (contoh tanda X merupakan

tanda ambigu)
d. Daerah yang tidak dioperasi jangan ditandai, kecuali sangat

diperlukan.
e. Penandaan dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar. Jika

memungkinkan dan harus terlihat sampai saat akan di insisi.


3. Yang Berhak Melakukan Penandaan Lokasi Operasi

a. Dokter Bedah
b. Asisten dokter
c. Pihak yang diberi pendelegasian (perawat bedah)

4. Jenis Tindakan Operasi yang

Tidak Perlu Dilakukan

Penandaan
a. Prosedur endoskopi
b. Cateterisasi Jantung
c. Prosedur yang mendekati atau melalui garis midline tubuh : SC,
Histerektomi, Tyroidektomi, laparatomi
d. Pencabutan gigi
e. Operasi pada membran mukosa
f. Perineum
g. Kulit yang rusak
h. Operasi pada Bayi dan neonates
i. Lokasi intra organ seperti mata dan organ THT maka penandaan
dilakukan pada daerah yang mendekati organ berupa tanda
panah.
Pasien yang tidak dilakukan penandaan (site marking) dapat
diverifikasi pada saat time out.

B. PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR


Checklist Keselamatan Pasien Pra Operasi
Kejadian kematian dan komplikasi akibat pembedahan dapat
dicegah, yaitu dengan prosedur surgical safety checklist. Merupakan
sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan
berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat

komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim


profesional di ruang operasi. Tim profesional terdiri dari perawat, dokter
bedah, anestesi dan lainnya. Tim bedah harus konsisten melakukan setiap
item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase,
the time out phase, dan the debriefing phase sehingga dapat
meminimalkan

setiap

risiko

yang

tidak

diinginkan

(Safety &

Compliance, 2012).
Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan checklist, saran
untuk

implementasi,

rekomendasi

untuk

mengukur

pelayanan

pembedahan dan hasilnya. Seting praktek yang berbeda harus


mengadaptasi sesuai dengan kemampuan mereka. Tiap poin checklist
sudah berdasarkan bukti klinis atau pendapat ahli, karena dapat
mengurangi kejadian yang serius, mencegah kesalahan pembedahan dan
hal ini yang dapat mempengaruhi kejadian yang tidak diharapkan atau
biaya tidak terduga. Checklist ini juga dirancang untuk kemudahan dan
keringkasan. Banyak langkah yang sudah diterima sebagai praktek yang
rutin di berbagai fasilitas di seluruh dunia walaupun jarang diikuti oleh
keseluruhan. Tiap bagian bedah harus praktek dengan checklist dan
mengevaluasi bagaimana kesensitivan integrasi checklist ini dengan alur
operasi biasanya.
Tujuan utama dari WHO surgical safety checklist-dan manualnyauntuk membantu mendukung bahwa tim secara konsisten mengikuti
beberapa langkah keselamatan yang kritis dan meminimalkan hal yang
umum dan risiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien
bedah. Checklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim sebagai arti
konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat dipastikan untuk setiap
pasien. Untuk mengimplementasikan checklist selama pembedahan,
seseorang harus bertanggungjawab untuk melakukan pengecekan
checklist. Biasanya dikoordinatori oleh perawat sirkuler atau setiap
klinisi yang berpartisipasi dalam operasi.

Checklist membedakan operasi menjadi 3 fase.

Pertama,

berhubungan dengan waktu tertentu seperti pada prosedur normalperiode sebelum induksi anestesi. Kedua, setelah induksi dan sebelum
insisi pembedahan. Ketiga, setelah penutupan luka tapi sebelum pasien
masuk RR. Dalam setiap fase, ceklist koordinator harus diijinkan
mengkonfirmasi bahwa tim sudah melengkapi tugasnya sebelum proses
operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan langkah dalam
ceklist, sehingga mereka dapat mengintegrasikan ceklist tersebut dalam
pola normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa
intervensi dari koordinator ceklist. Setiap tim harus menggabungkan
penggunaan ceklist ke dalaam pekerjaan dengan efisiensi yang
maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk
melengkapi langkah secara efektif.

C. PROSEDUR PADA PASIEN YANG BENAR


1. Fase Sign in
Fase Sign In adalah fase sebelum induksi anestesi, koordinator
secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi,
prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah
ditandai, persetujuan untuk operasi telah diberikan, oksimeter pulse
pada pasien berfungsi. Koordinator dengan profesional anestesi
mengkonfirmasi risiko pasien apakah pasien ada risiko kehilangan
darah, kesulitan jalan nafas, reaksi alergi.
2. Fase Time Out
Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi
memperkenalkan diri dan peran masing-masing. Tim operasi
memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling kenal.
Sebelum

melakukan

sayatan/insisi

pertama

pada

kulit,

tim

mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan operasi

yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga mengkonfirmasi


bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit
sebelumnya.
3. Fase Sign Out
Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang
telah

dilakukan.

Dilakukan

pengecekan

kelengkapan

spons,

penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan


alat atau masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang
dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan memusatkan perhatian
pada manajemen post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan
pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).
Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim
yang sesuai untuk memastikan bahwa tindakan utama telah dilakukan.
Oleh karena itu, sebelum induksi anstesi, koordinator ceklist secara
verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika mungkin)
bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan
tempat yang dioperasi sudah benar dan persetujuan untuk pembedahan
sudah dilakukan. Koordinator akan melihat dan mengkonfirmasi
secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai (jika mungkin) dan
mereview dengan anstesist risiko kehilangan darah pada pasien,
kesulitan jalan napas dan reaksi alergi dan mesin anstesi serta
pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah akan hadir
pada fase sebelum anestesi ini, sehingga mempunyai ide yang jelas
untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi pasien
yang lain. Bagaimanapun juga, kehadiran ahli bedah tidak begitu
penting untuk melengkapi ceklist ini.

D. STANDAR IPSG 4

Rumah sakit menyusun mengembangkan sebuah pendekatan untuk


memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar.

E. MAKSUD DAN TUJUAN


Lokasi pembedahan yang salah, prosedur yang salah,
pembedahan pada pasien yang salah adalah peristiwa
mengkhawatirkan yang sangat umum terjadi di rumah
sakit. Kesalahan ini diakibatkan komunikasi yang tidak
efektif atau tidak memadai antara anggota tim bedah,
kurangnya keterlibatan pasien pada pemberian tanda pada
lokasi pembedahan, dan kurang memadainya prosedur
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, faktor-faktor yang
sering

kali

turut

berkontribusi

adalah:

kurangnya

keterlibatan pasien dalam menilai, kurangnya pengkajian


terhadap rekaman medis, budaya yang tidak mendukung
komunikasi secara terbuka antara anggota tim bedah,
masalah

akibat

tulisan

tangan

yang

tak

terbaca,

danpenggunaansingkatan-singkatan.
Rumah
kebijakan

sakit

harus

dan/atau

menghilangkan

secara

prosedur

masalah

kolaboratif
yang

yang

menyusun

efektif

untuk

mengkhawatirkan

ini.

Kebijakan ini mencakup definisi pembedahan yang di


dalamnya

terkandung

setidaknya

menyelidiki

dan/atau

menyembuhkan

gangguan

tubuh

pengangkatan,

manusia

pengubahan

prosedur
penyakit

melalui
atau

yang
dan

pemotongan,

pemasukan

alat

diagnostik/terapi. Kebijakan ini berlaku untuk segala lokasi


di rumah sakit, di manaproseduritudilakukan.

Praktik berbasis bukti (evidence, based, practices) dibahas dalam


The (US) Protokol Universal Joint Commissions Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Proses-proses penting dalam Protokol Universal itu adalah
a. Menandai lokasi pembedahan;
b. Proses verifikasi sebelum operasi, dan
c. Sesaat sebelum memulai prosedur.

F. ELEMEN PENILAIAN
JCI 5th. Edition : IPSG / SKP
Elemen penilaian Bab IPSG / SKP pada standar JCI edisi kelima
mengalami beberapa perubahan dibandingkan standar JCI edisi keempat
(di Indonesia, dikenal dengan nama standar akreditasi RS 2012).
Perubahan-perubahan dalam IPSG 4 dapat dilihat pada daftar di bawah ini:
Elemen Penilaian SKP.4 JCI Edisi 4
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang dimengerti

secara jelas untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan


pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain

untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat


prosedur, dan tepat pasien dan bahwa semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan berfungsi.
3. Tim

bedah
yang
lengkap
mengadakan
dan
mendokumentasikan prosedur time-out sesaat sebelum
memulai prosedur bedah.

4. Kebijakan

dan
prosedur
dikembangkan
yang
akan
mendukung keseragaman proses untuk memastikan tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur
medis dan gigi yang dilakukan di selain kamar operasi.

Elemen Penilaian SKP.4 JCI Edisi 5


1. Rumah

sakit menggunakan penandaan yang langsung


dikenali untuk identifikasi lokasi pembedahan dan prosedur
invasif yang konsisten di seluruh rumah sakit

2. Penandaan

lokasi pembedahan dan prosedur invasif


dilakukan oleh orang yang melakukan prosedur dan
melibatkan pasien dalam proses penandaan.

3. Rumah sakit menggunakan check list atau proses lain untuk

mendokumentasikan, sebelum prosedur dilakukan, bahwa


informed consent sesuai dengan prosedur; bahwa lokasi yang
tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat
diidentifikasi; dan bahwa seluruh dokumen dan teknologi
medis yang diperlukan tersedia, tepat, dan berfungsi.
SKP.4.1
1.

Seluruh tim bedah melaksanakan dan mendokumentasikan


prosedur time-out di area dimana pembedahan / prosedur
invasif akan dilakukan, sesaat sebelum memulai suatu
pembedaan / prosedur invasif.

2.

Komponen time-out meliputi ketepatan identifikasi pasien,


ketepatan sisi dan lokasi, persetujuan atas prosedur yang
dilakukan, dan konfirmasi bahwa proses verifikasi telah
selesai dilakukan.

3.

Ketika pembedahan dilakukan, termasuk prosedur gigi dan


medis yang dilakukan di tempat selain kamar operasi, rumah
sakit menggunakan proses yang seragam untuk memastikan
lokasi yang tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang
tepat.

G. SPO KAMAR OPERASI


Prosedur pengelolaan dan pelayanan kamar operasi secara rinci
diatur dalam tiap-tiap SPO. SPO di InstalasiBedahSentral (IBS) meliputi:

1. SPO pasien sewaktu tiba di kamar operasi meliputi:


a. SPO pemeriksaan identitas pasien sewaktu tiba di kamar operasi.
b. SPO pemastian teknik serta lokasi operasi.
c. SPO izin operasi (informed consent).

2. SPO pencatatan meliputi:


a. SPO pencatatan kecelakaan/kegagalan.
b. SPO pelaporan kepada yang berwenang.
3. SPO Penjadwalan pasien meliputi
a. SPO Penjadwalan operasi elektif.
b. SPO Penjadwalan operasi darurat.
c. SPO menunda operasi.
d. SPO menambahkan pasien pada jadwal operasi yang sudah ada.

4. SPO ketidaksesuaian penghitungan bahan dan/atau alat sebelum dan


sesudah operasi.
5. SPO Laporan operasi dibuat dalam rekam medis pasien
6. SPO Pelaksanaan pengendalian infeksi dikamar operasi
7. SPO Pemeliharaan dan perbaikan peralatan di kamar operasi
8. SPO pelayanan anestesi di kamar operasi pada masa pra, saat dan
pasca operasi

H. MASALAH DALAM IPSG 4


Permasalahan dalam IPSG 4 meliputi :
1. Kurang adekuat pada proses :
a. Komunikasi antara anggota Tim Bedah
b. Asesmen pasien
c. Penelaahan ulang catatan medis
2. Kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi

3. Tidak melakukan prosedur untuk verifikasi


4. Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim

bedah
Masalah yang mungkin/ biasanya muncul dalam proses IPSG 4
1. Tidak tepat lokasi

Kesalahan dalam menulis rekam medis atau membaca


foto rontgen.
2. Tidak tepat prosedur
a. Kuantitas

SDM (tim OK) kurang sehingga


mengganggu kelangsungan operasi.
b. Kualitas tenaga medis terutama koas dan residen
kurang baik.
c. Sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat
seperti bangunan, alat-alat operasi, lampu /
penerangan, prosedur sterilisasi / CSSD.
3. Tidak tepat pasien
Salah identifikasi karena nama pasien sama.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem


dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sasaran
Keselamatan

Pasien

adalah

mendorong

perbaikan

spesifik

dalam

keselamatan pasien.
Lokasi pembedahan yang salah, prosedur yang salah, pembedahan pada
pasien yang salah adalah peristiwa mengkhawatirkan yang sangat umum
terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini diakibatkan komunikasi yang tidak
efektif atau tidak memadai antara anggota tim bedah, kurangnya keterlibatan
pasien pada pemberian tanda pada lokasi pembedahan, dan kurang
memadainya prosedur verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, faktor-faktor
yang sering kali turut berkontribusi adalah kurangnya keterlibatan pasien
dalam menilai, kurangnya pengkajian terhadap rekaman medis, budaya yang
tidak mendukung komunikasi secara terbuka antara anggota tim bedah,
masalah akibat tulisan tangan yang tak terbaca, dan penggunaan singkatansingkatan.
Elemen Penilaian SIKP.4
1. Rumah sakit menggunakan tanda yang langsung dikenali untuk
mengidentifikasi lokasi pembedahan dan melibatkan pasien dalam proses
pemberian tanda.
2. Rumah sakit menggunakan daftar atau proses lain untuk sebelum operasi
untuk memverifikasi apakah lokasinya, prosedur, dan pasien sudah benar
dan bahwa seluruh dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudahada,
tepat, danfungsional.
3. Tim bedah lengkap melakukan dan mendokumentasi prosedur jeda sesaat
sebelum memulai prosedur pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur disusun sedemikian sehingga semua proses


seragam sehingga dapat dipastikan lokasi benar, prosedur benar, dan
pasien juga benar; termasuk prosedur medis dan gigi yang dilakukan
tidak di ruang operasi.

B. Saran

Rumah Sakit diharapkan dapat menetapkan suatu unit kerja keselamatan


pasien rumah sakit dengan fungsi unit kerja mengelola program keselamatan
pasien dan pusat informasi keselamatan pasien. Selain itu RS dapat
menyelenggarakan pelatihan KPRS yang merata untuk seluruh karyawan
sehingga dapat mengatasi cara penanganan patient safety dalam unit kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor
1691/Menkes/Per/Viii/2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Diakses pada tanggal 29 Maret 2016 dari http://www.hukor.depkes.go.id.
Anonym.2012. Academia.Edu. Diakses pada tanggal 22 september 2016 dari
https://www.academia.edu.
Safety & Compliance. 2012. Patient Safety Indicators. Diakses 22 september
2016 dari https://www.haltonhealthcare.on.ca
Yuliarto. 2013. International Patient Safety Goals (IPSG) Sasaran Internasional.
Diakses pada tanggal 22 september 2016dari http://lamongankab.go.id.

KAMUS INDIKATOR KINERJA INTERNATIONAL PATIENT SAFETY GOALS (IPSG) 4


1

Nama Indikator

Penandaan Lokasi Operasi sebelum pasien di operasi

Program

Keselamatan Pasien

Dimensi
Kelayakan

Ketepatan Waktu

Ketersediaan

Manfaat

Kesinambungan

Keselamatan

Efektifitas

Kehormatan dan Harga diri

Efisiensi

Lainnya, sebutkan :

Tujuan

Mencegah terjadinya kesalahan pasien, prosedur, dan sisi operasi

Dasar Pemikiran / Literatur

JCI Accreditation Standards for Hospitals 4th ed.

Definisi

Penandaan lokasi operasi adalah pemberian tanda lokasi dan sisi operasi yang tepat
dengan melibatkan pasien oleh operator yang akan melakukan tindakan.

Memandu petugas kesehatan dalam memastikan kebenaran identitas pasien dan

lokasi/ area insisi sebelum prosedur operasi/ tindakan invasif dilakukan.


7

Kriteria
a. Inklusi
b. Eksklusi

Semua pasien yang akan dilakukan tindakan operasi dan harus ditandai sesuai
SPO
Semua pasien yang tidak perlu ditandai lokasi operasi mis. Organ tunggal

Tipe indikator

Stuktur
Proses
Outcome
Proses dan Outcome

Jenis indikator

Rate based
Sentinel event
Waktu
Presentase
Lainnya

10

Numerator

Jumlah pasien yang sudah diberi tanda lokasi sisi operasi saat di lakukan Sign in

11

Denominator

Jumlah semua pasien rencana operasi yang harus ditandai sesuai SPO

12

Cara Pengukuran / Formula

Jumlah pasien yang sudah ada "tanda lokasi sisi operasi" saat di lakukan Sign in/
Jumlah semua pasien rencana operasi yang harus ditandai sesuai SPO x 100%

13

Standard Pengukuran / Target

100%

Pengukuran Indikator dan/atau


ambang batas :
14

Sumber data

15

Target sampel dan Ukuran Sampel (n)

Medical record
Catatan Data
Laporan Kepuasan Pasien
Sistem Pelaporan, mohon dijelaskan : ____________
Lainnya : Pengamatan lokasi operasi pasien

: Wilayah pengamatan : Ruang rawat


inap
16

Metodologi Pengumpulan Data :

(Pilih salah satu)


17

Retrospektif
Concurrent

Pengumpul Data : Analis lab,


radiografer, perawat, dokter

18

Frekuensi Penilaian data : (Pilih salah


satu)

19

Periode waktu pelaporan

Harian
Mingguan
Bulanan
Lainnya

Bulanan
6 bulanan

Triwulan
Lainnya

20

Mohon dijelaskan mengenai rencana analisis

21

Mohon dijelaskan bagaimana hasil-hasil data akan disebarluaskan pada staf : Rapat mingguan unit kerja, Rakor

22

Nama alat atau file audit: Formulir Ceklis Penandaan Lokasi Operasi(Sertakan alat formulir untuk audit)

Anda mungkin juga menyukai