Anda di halaman 1dari 37

WORKSHOP KOMUNIKASI EFEKTIF

DI RUMAH SAKIT

RSUP DR. M. DJAMIL


PADANG
2019
LEMBAR TIM PENYUSUN
WORKSHOP KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT

Buku ini merupakan pedoman dalam pelaksanaan workshop


komunikasi Efektif di RSUP. DR. M. Djamil Padang.
Tim Penyusun
Kontributor DR.dr. Dovy Djanas, Sp.OG(K)
dr. Ribeldi Bimantara
dr. Irwin Fitriansyah
dr.Calvindra Leenesa
Design Cover dr. Ribeldi Bimantara

Disusun dalam tujuan penerapan pelayanan dengan


komunikasi Efektif di RSUP. DR. M. Djamil Padang

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan atas kehadiran ALLAH SWT, yang telah senantiasa
melimpahkan Rahmat dan Hidayah- NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat
walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Dan dengan kerido’an-NYA sehingga
buku pedoman “Workshop Komunikasi Efektif di Rumah Sakit” ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting dalam kehidupan
manusia secara umum. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan.
Semua Manusia berinteraksi dengan sesama dengan berkomunikasi. Komunikasi dapat dilakukan
dengan cara yang sederhana sampai yang kompleks, dan teknologi kini telah merubah cara
manusia berkomunikasi secara drastis. Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang
terucap belaka, melainkan bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan kepala yang
membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, sikap dan perasaan yang sama.
Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci dalam komunikasi.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil adalah rumah sakit Kelas A
Pendidikan dengan status Badan Layanan Umum (BLU), merupakan rumah sakit
rujukan untuk wilayah Sumatera Bagian Tengah, melayani masyarakat di wilayah
Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, serta wilayah Sumatera Utara bagian
selatan.
RSUP DR. M. Djamil Padang awalnya bernama RSU Megawati, menempati 2
(dua) komplek, yaitu di Jalan Belakang Gereja dan di Jalan Jati Lama dengan kapasitas
100 TT. Pada tahun 1953 dibangun gedung baru di atas tanah seluas 8.576 Ha di Jalan
Perintis Kemerdekaan, dengan nama RSUP DR. M. Djamil Padang yang diresmikan
pada tahun 1978 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134 tahun 1978,
yaitu untuk mengabadikan nama salah seorang putera terbaik Sumatera Barat dalam
masa perjuangan kemerdekaan, yaitu Dr. M. Djamil, Ph.D, DSc.
RSUP DR. M. Djamil Padang telah mengalami berbagai perubahan status. Pada
tahun 1994 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 542 tahun 1994, RSUP DR.
M. Djamil Padang ditetapkan sebagai Unit Swadana. Tahun 1997, guna memberikan
otonomi di bidang pengelolaan pendapatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), RSUP DR. M. Djamil

2
Padang ditetapkan sebagai Unit Pengguna PNBP, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 123/2000, RSUP DR. M. Djamil Padang berubah status menjadi Rumah Sakit
Perusahaan Jawatan (RS Perjan) dengan nama Perjan RS DR. M. Djamil Padang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005, Perjan RSUP DR. M. Djamil
Padang dikembalikan statusnya menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenkes RI,
dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
Di dalam pengembangan pelayanan, pendidikan dan penelitian di era globalisasi,
AFTA 2015, peningkatan rumah sakit sudah menjadi kelas A di akhir tahun 2016, serta
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang semakin meningkat, maka RSUP DR. M.
Djamil Padang harus memberikan pelayanan terbaik, bermutu tinggi dan
mengutamakan keselamatan pasien dengan menerapkan standar pelayanan KARS.
Pada Tahun 2018 ini RSUP DR. M. Djamil Padang, berhasil mendapatkan predikat
Akreditasi Internasional dari KARS 2019.
Dengan tersusun nya buku pedoman “Workshop Komunikasi Efektif di Rumah
Sakit” di harapkan dapat menjadi acuan bagi seluruh staf di RSUP DR. M. Djamil
Padang dalam memberikan pelayanan yang berorientasi keselamatan pasien dengan
menerapkan komunikasi yang Efektif dengan budaya 5 S ( Senyum, Salam, Sapa,
Sopan, Santun) yang berakar dari pemahaman dan perubahan sikap dalam memberikan
pelayanan sehingga arah pelayanan RSUP. DR. M. Djamil Padang menuju arah yang
lebih baik.

Penyusun
DR. Dr. Dovy Djanas, SpOG (K)

3
BAGIAN I
KOMUNIKASI EFEKTIF

Setelah satu hari dirawat sedikitnya pasien telah berinteraksi dengan 15 staf rumah
sakit dari berbagai profesi baik dokter spesialis, dokter umum di UGD, perawat UGD,
Perawat di ruangan, petugas laboratorium, radiologi, petugas administrasi
pendaftaran, satpam dan lainnya. Komunikasi di rumah sakit memiliki karakteristik
tertentu dibandingkan dengan komunikasi pada umumnya. Karakteristik unik tersebut
dikarenakan situasi lingkungan rumah sakit yang sangat kompleks. Seringkali di rumah
sakit berhadapan dengan orang-orang yang memiliki tingkat stress/emosional yang
berlebihan yang diakibatkan oleh situasi kondisi penyakitnya ataupun tekanan tenaga
kesehatan akibat beban kerja yang berlebih. Hal ini membutuhkan penerapan strategi
komunikasi yang efektif.
Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) menekankan pentingnya peningkatan komunikasi
efektif dalam asuhan pasien hal ini juga bagian dari implementasi Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 1691 tahun 2010 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Komunikasi yang efektif dirumah sakit akan meningkatkan keselamatan pasien
sehingga terhindar dari kasus sentinel.

DEFINISI
Komunikasi efektif terdiri dari dua istilah yaitu komunikasi dan efektif. Komunikasi
adalah proses menyampaikan atau berbagi informasi, pikiran atau perasaan melalui
lisan, tulisan maupun bahasa tubuh. Efektif artinya membawa hasil atau sesuai dengan
harapan / tujuan.
Komunikasi dikatakan efektif jika informasi, pemikiran atau pesan yang disampaikan
dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga diperoleh pengetahuan /
pemahaman, kesamaan persepsi dan perubahan perilaku.

4
Kita mengenal istilah 3V dalam komunikasi, istilah 3V merupakan hasil penelitian
Profesor Albert Mehrabian. Ia telah mempelopori pemahaman komunikasi sejak tahun
1960-an. Ia menerima gelar PhD dari Clark University dan pada tahun 1964 memulai
karir sebagai pengajar dan peneliti di University of California, Los Angeles.
Secara sederhana, hasil penelitiannya mengenai 3V umumnya disampaikan sebagai
berikut:
• 7% makna dari pesan yang disampaikan ditangkap lewat Verbal / kata-kata
• 38% makna dari pesan yang disampaikan ditangkap lewat Vokal / intonasi
• 55% makna dari pesan yang disampaikan ditangkap lewat Visual / bahasa tubuh

Formula Mehrabian (7%/38%/55%) berlaku dalam situasi di mana ada ketidaksesuaian


antara kata dan ekspresi. Artinya, saat kata-kata tidak cocok dengan ekspresi wajah -
khususnya pada penelitian yang Mehrabian- orang cenderung percaya ekspresi wajah
yang tampak, bukan kata yang diucapkan.
Komunikasi di rumah sakit memiliki karakteristik tertentu dibandingkan dengan
komunikasi pada umumnya. Karakteristik unik tersebut dikarenakan situasi lingkungan
rumah sakit yang memiliki kompleksitas. Seringkali di rumah sakit berhadapan dengan
orang – orang yang memiliki tingkat stress / emosional yang berlebih yang diakibatkan
situasi kondisi penyakit yang mengharuskan penerapan strategi komunikasi yang
efektif.

5
Gambar 1
Corak Komunikasi di Rumah Sakit

Berdasarkan gambar 1 dapat diperoleh penjelasan begitu kompleknya corak


komunikasi di rumah sakit. Pasien sebagai senter dalam pelayanan dalam sehari dapat
bertemu dengan lebih dari 15 orang petugas rumah sakit yang berbeda yang memiliki
karakteristik yang berbeda pula. Begitupun perawat misalnya dalam sehari akan
berkomunikasi dengan professional pemberi asuhan lainnya setidaknya 10 PPA selain
dengan teman sejawatnya sendiri. Dari gambar tersebut dapat terlihat potensi
hambatan komunikasi yang mungkin muncul dalam proses asuhan pasien.

KOMPONEN KOMUNIKASI
Komponen komunikasi yang efektif harus memenuhi kriteria yaitu :
1. Pengirim pesan (sender)
2. Pesan yang dikirimkan (massage)
3. Bagaimana pesan itu dikirimkan (delivery channel atau media)
4. Penerima Pesan (receiver)
5. Umpan Balik (feedback)

6
KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT
1. Komunikasi antar petugas kesehatan
JCI melaporkan bahwa tingkat kematian dan kecatatan pasien disebabkan oleh
komunikasi antar petugas kesehatan yang buruk. Komunikasi antar petugas kesehatan
dapat dilakukan oleh lintas profesi (misalnya perawat dengan dokter) maupun satu
profesi (dokter dengan dokter). Komunikasi antar tenaga kesehatan dilakukan sebagai
bagian dari tim. Setiap petugas kesehatan akan melakukan komunikasi baik komunikasi
langsung maupun komunikasi tidak langsung.

a. Komunikasi langsung dilakukan ketika masing-masing petugas melakukan


pertukaran pesan secara langsung, hal ini mungkin ditemui pada saat kunjungan pasien
dan berdiskusi tentang perkembangan pasien

b. Komunikasi tidak langsung dapat terjadi ketika salah satu dari petugas tersebut
tidak dapat hadir secara langsung. Komunikasi tidak langsung dapat melalui telepon
maupun catatan rekam medik.
Peningkatan Komunikasi efektif antar petugas kesehatan dapat dilakukan dengan
teknik SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation).

SBAR (Situasion, Background, Assesment, Recommendation) dikembangkan oleh


Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai teknik komunikasi yang digunakan oleh kapal
selam nuklir. Pada akhir tahun 1990 SBAR mulai di kenalkan pada area kesehatan pada
kurikulum pelatihan Crew Resource Management (CRM). Sejak saat itu, SBAR diadopsi
oleh rumah sakit dan fasilitas perawatan di seluruh dunia sebagai cara sederhana
namun efektif untuk standarisasi komunikasi antara pemberi perawatan.

Joint Commission International (JCI) telah menyatakan bahwa SBAR merupakan praktik
terbaik dalam komunikasi standar dalam pelayanan kesehatan untuk membangun
budaya mutu dan keselamatan pasien. Dokter dan professional pemberi asuhan (PPA)
lainnya menggunakan SBAR untuk berbagi informasi pasien dalam format yang jelas,
lengkap, ringkas dan terstruktur. SBAR memastikan komunikasi antar pelayanan

7
kesehatan berjalan efektif dengan satu set strategi. SBAR dapat digunakan pada saat
pelaporan hasil kritis, transfer pasien dan hands off. Formula SBAR adalah sebagai
berikut :

I : Introduction; Ucapkan salam, panggil nama yang ditelepon kemudian sebutkan


nama anda, nama ruangan dan nama rumah sakit.
Contoh : Selamat Sore dr.Joko Sp. Ort. , Saya Perawat Reni dari Ruang Kacapiring RSUD
Sehat Sentosa akan melaporkan pasien Dina, 42 tahun”

S : Situation ; Sampaikan apa yang dikeluhkan pasien dan hasil observasi anda saat ini.
Contoh : Pasien Dina saat ini mengeluh nyeri dada dan mengalami sesak napas,
Respirasi 42 x/menit, Tekanan darah saat ini 150/ 96 mmHg, Heart Rate 96x/ menit
dan terlihat gelisah

B : Background : sampaikan riwayat pasien masuk rumah sakit dan tindakan/


pengobatan yang telah dilakukan.
Contoh : Pasien Dina masuk rumah sakit 2 hari yang lalu dengan fraktur tibia dextra
dan kemarin telah dilakukan operasi, Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung dan
diabetes “
A : Asessment : sampaikan hasil penilaian anda berdasarkan
Situation dan Background
Contoh : Penilaian saya, kemungkinan pasien mengalami serangan jantung

R : Recommendation : Sampaikan apa yang telah anda lakukan untuk mengatasi


masalah tersebut dan apa yang anda harapkan kepada mitra komunikasi kita
Contoh : saya harap dokter segera untuk melihatnya dan saya sudah mulai dengan
pemberian oksigen 2 liter/menit, dan mengatur posisi semifowler, apakah dokter
setuju?
Setelah proses penyampaian informasi melalui SBAR tersampaikan selanjutnya Tulis,
Baca Ulang dan Konfirmasi (Tulbakon) atas perintah yang diterima. Setiap perintah

8
yang diterima di tulis dan dibacakan ulang, untuk obat terutama obat yang nama obat
dan rupa mirip harus dilakukan pengejaan menggunakan ejaan alfhabet internasional.
Tabel 1 Kode Alfabet telephonic internasional
Karakter Kode Alfabet Karakter Kode Alfabet
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu

Proses SBAR dan Tulbakon dapat dilakukan dengan menggunakan formulir khusus
SBAR atau bisa juga tanpa Formulir, tapi untuk pemula lebih baik menggunakan
formulir untuk memudahkan proses komunikasi.

2. Komunikasi petugas kesehatan dengan pasien


Komunikasi petugas dengan pasien adalah komunikasi yang menyembuhkan
(terapeutik), setiap kata-kata yang keluar dari petugas kesehatan harus yang
mengandung pesan-pesan yang dapat membantu pasien meningkatkan status
kesehatannya. Komunikasi kesehatan petugas kesehatan dengan pasien harus efektif.
Lima kunci komunikasi efektif petugas kesehatan dan pasien dalam edukasi adalah :

a. Smile / tersenyum
Salah satu cara membangun kemampuan komunikasi yang baik dengan pasien adalah
dengan cara membangun hubungan baik/ kepercayaan (trust) sedini mungkin dengan
pasien. Tersenyumlah dan gunakan kontak mata sebagai sinyal positif yang anda
kirimkan ketika anda memulai percakapan. Pastikan pasien bahwa anda sangat merasa
senang bisa berbicara dengannya.

9
b. Be clear/ berbicara dengan jelas
Berbicaralah dengan jelas ketika anda berbicara dengan pasien agar pesan yang
disampaikan dapat di tangkap secara komprehensif. Hindari berbicara dengan cepat ,
suara lirih atau parau. Cara terbaik untuk mengetahuinya adalah rekan pembicaraan
anda dan dengarkan kembali, jika anda merasa ada yang kurang jelas rubahlah gaya
bicara anda.

c. Relax / Santai
Anda dapat menjadi komunikator yang baik jika anda dapat berbicara dengan santai.
Jika anda gugup, anda akan berbicara cepat dan sulit untuk dipahami. Gugup dapat
terjadi ketika edukator tidak memahami materi secara komprehensip. Anda juga dapat
membuat pasien tidak nyaman saat anda gugup.

d. Variatif / Tidak monoton


Edukator harus mampu membuat pasien tidak bosan terhadap materi yang
disampaikan. Anda dapat membuat topic pembicaraan lebih variatif, diselingi dengan
humor (jangan berlebihan) atau sesekali merubah intonasi ketika menyampaikan
pesan inti.

e. Dengar dan Pahami


Komunikasi dalam edukasi adalah komunikasi dua arah. Anda perlu mendengarkan dan
memahami apa yang dikatakan oleh pasien dan keluarga. Pasien akan kehilangan minat
untuk berbicara ketika edukator terus-terusan berbicara sehingga anda tidak mampu
menggali apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan pasien.

HUKUM KOMUNIKASI
Lima hukum komunikasi efektif (REACH) :

1. Respect (sikap menghargai): Berarti rasa hormat dan saling menghargai orang
dan dapat membangun kerjasama menghasilkan sinergi

10
2. Empathy: Kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu syarat utama dalam memiliki sikap
empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu
sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.

3. Audible: Dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Audible berarti pesan
yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan.

4. Care and Clarity (jelas): Memberi perhatian akan apa yang disampaikan oleh
mitra bicara sehingga membuat merasa diperhatikan. Care juga berarti menyimak
secara seksama apa isi pembicaraan dari lawan kalau diperlukan memberi umpan balik
untuk mendapatkan penjelasan.

5. Humble (rendah hati), Untuk membangun rasa menghargai orang lain biasanya
didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki.
Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterima
sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Pada kenyataannya sering kita mengalami
kegagalan saling memahami. Sumber utama kesalahpahaman adalah cara penerima
menangkap makna suatu pesan berbeda dari yang dimaksud oleh pengirim, karena
pengirim gagal mengkomunikasikan maksudnya dengan tepat. Kemungkinan terjadi
adanya kesenjangan antara apa yang sebenarnya dimaksudkan pengirim dengan apa
yang dimaksudkan oleh penerima, sehingga hal ini akan memungkinkan terciptanya
suatu pertentangan (conflict) antar individu-individu yang berkomunikasi. Kegagalan
tersebut diantaranya bersumber dari hambatan yang bersifat emosional dan
socioculture, misalnya kita tersinggung seorang teman membelai kepala kita, ternyata
baginya merupakan ungkapan keakraban. Sering kita mendengarkan dengan maksud
sadar maupun tidak sadar untuk memberikan penilaian dan menghakimi si pembicara,
akibatnya ia menjadi bersikap defensif (bersikap menutup diri) dan sangat berhati-hati
dalam berkata-kata. Kesalahpahaman atau distorsi dalam komunikasi sering terjadi
karena kita tidak saling mempercayai (A. Supratiknya, 2001).

11
Praktik komunikasi efektif, diperlukan dukungan keterampilan dasar komunikasi
interpersonal yang meliputi observasi, mendengar, membaca, berbicara, dan menulis.
Kemampuan dasar seorang tenaga kesehatan sebagai komunikator yaitu bertanya,
cara berbicara dan menjelaskan, keterampilan mendengar, cara mengamati, dan
memahami bahasa non-verbal khususnya dalam menjaga sikap (bahasa tubuh).
Keterampilan tersebut menjadi penting agar mendukung komunikasi efektif dalam
melaksanakan asuhan pelayanan kepada pasien.

1. Keterampilan bertanya: Dalam bertanya, ada 2 jenis pertanyaan yaitu terbuka


dan tertutup. Ketika bertanya kepada pasien, dapat menggunakan kombinasi
pertanyaan terbuka dan tertutup. Ini dapat digunakan untuk mengarahkan
pembicaraan dan memungkinkan kita untuk mengambil keputusan apakah gejala yang
dikeluhkan pasien. Tetapi untuk meningkatkan keselamatan pasien kita harus menggali
informasi yang lengkap dengan mengajukan pertanyaan terbuka.

2. Keterampilan berbicara: saat berbicara dengan pasien dan keluarga pasien,


sebaiknya menggunakan bahasa mudah dimengerti (perlu mengetahui apakah pasien/
keluarga menggunakan bahasa tertentu), disesuaikan dengan usia, latar belakang, dan
kemampuan mental mitra bicara kita. Agar informasi yang disampaikan terstruktur,
logis, dan bisa dipahami, perlu dilakukan persiapan sebelum menjelaskan. Penjelasan
harus seringkas mungkin dan pilihlah kata-kata yang bisa dipahami pasien, jangan
menggunakan jargon atau istilah klinis. Penjelasan verbal akan lebih mudah dipahami
bila disertai ilustrasi/ gambar atau demonstrasi. Sesudah informasi disampaikan,
berikan pertanyaan umpan balik untuk memastikan pasien sudah memahami
penjelasan yang diberikan.

3. Keterampilan mendengarkan: Teknik mendengarkan secara aktif melibatkan


fisik dan mental. Kita bukan hanya mendengarkan apa yang dikatakan pasien, tetapi
juga berusaha memahami emosi dan perasaan yang berkaitan dengan kata-kata
pasien. Pesan yang kita terima merupakan kombinasi antara apa yang didengar dan
apa yang dilihat. Bahasa tubuh yang menunjukkan minat, seperti menganggukkan

12
kepala, tersenyum, kontak mata, atau ekspresi wajah akan membuat pasien menyadari
dokter atau tenaga kesehatan fokus kepadanya. Sebagai umpan balik dalam
mendengar, kita perlu melakukan parafrase yaitu menggunakan kata-kata kita sendiri
untuk mencerminkan inti pernyataan pasien. Ini digunakan guna memastikan bahwa
apa yang kita pahami sudah sesuai dengan yang pasien sampaikan pada kita.

GAYA KOMUNIKASI
Setiap individu memiliki gaya komunikasi tersendiri, dalam berkerja sebagai tim gaya
komunikasi tersebut harus menjadi perhatian agar tetap komunikasi dapat berjalan
secara efektif.

Agresif Pasif Asertif


Kemampuan - berfikiran tertutup - menyenangi komunikasi - efektif, pendengar
Komunikasi - bukan pendengar tidak langsung yang baik
yang baik - selalu setuju - tidak menghakimi
- tidak dapat - tidak pernah - mempertimbangkan
melihat orang lain mengemukakan pendapat perasaan orang lain
menunjukan - ragu-ragu
keahliannya
- monopoli

Kepercayaan - “semua orang - “ jangan tidak setuju” - Percaya semua


harus seperti saya” - “jangan membuat memiliki nilai
- “saya tidak pernah kegaduhan” - Mengangani situasi
salah” sebaik mungkin
- Semua memiliki hak
berpendapat
Karakteristik - mencapai tujuan - mudah memaafkan - sadar diri
dengan biaya - mempercayai semua
mahal orang
- menggertak - terbuka dan fleksibel -
- merendahkan dan pro aktif
sarkastik

13
Perilaku - merendahkan - menghindari konflik - Konsisten
- tidak berpikir dia - mengeluh bukan mengambil - Action oriented
salah tindakan
- bossy - kesulitan
- over power mengimplementasikan
- mengetahui tindakan
segalanya
- tidak menunjukan
penghargaan
Perasaan - marah - tidak memiliki kekuatan - antusias
- bermusuhan - orang lain lebih baik - Positif
- frustasi
- tidak sabar

Isyarat Non - Tunjuk jari - gelisah - gesture yang terbuka


Verbal - Mengernyitkan - sering menganggukan - kontak mata
dahi kepala dan tersenyum - rileks
- Kesilauan - tidak ada kontak mata - intonasi sesuai
- Nada tinggi postur - volume suara kecil maksud pesan
kaku
Isyarat Verbal - “kamu harus” - suaranya monoton - bertanya
- “Kerjakan ini”
- Kata kasar
Mekanisme - Harus selalu - menghindari dan - negosiasi, tawar
dalam menang argumen mengabaikan masalah menawar
memecahkan - menarik diri - menghadapi masalah
masalah dengan baik tidak
membuat kondisi yang
lebih buruk

HAMBATAN KOMUNIKASI EFEKTIF


Komunikasi tenaga kesehatan dan pasien seringkali menemui hambatan yang dapat
menyebabkan komunikasi tidak efektif.
Hambatan –hambatan tersebut diantaranya adalah :

1. Hubungan yang tidak baik antara tenaga kesehatan dengan pasien


Hubungan yang tidak baik disebabkan karena edukator dan pasien ada yang merasa
lebih tinggi (tidak setara), tidak menjaga privasi pasien dan membedakan pasien
berdasarkan suku,ras dan agama.

14
2. Pesan yang disampaikan tidak jelas
Edukator menyampaikan pesan tidak jelas, sering berkata gumaman (introduction
sound) seperti “eee”…mmmm”. Dari sisi pesan alat bantu yang disampaikan tidak
tepat.

3. Lingkungan yang tidak kondusif


Lingkungan yang bising dapat menganggu proses edukasi, jika materi edukasi lebih
privasi, siapkan ruangan khusus untuk edukasi.

4. Tidak tepat sasaran


Edukator harus mampu mengidentifikasi siapa sasaran yang tepat untuk dilakukan
edukasi, apakah pasien, anaknya, ibunya, ayahnya atau asistennya?.

“Tidak semua orang bisa menjadi terkenal namun semua orang bisa menjadi hebat,
karena kehebatan ditentukan oleh pelayanan.”
Martin Luther King
1929-1968

15
BAGIAN II
PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA

Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga (edukasi) merupakan salah satu pemenuhan
hak pasien dan keluarga akan informasi kesehatan yang dijamin oleh undang-undang
RI no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Pasien berhak mengetahui diagnosis penyakit
dan upaya peningkatan kesehatan yang akan dilaksanakannya agar pasien dan keluarga
ikut serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesembuhannya. Partisipasi pasien dan
keluarga sangat penting dalam proses mempercepat penyembuhan dan hal ini akan
berdampak terhadap efektifitas dan efisiensi baik bagi rumah sakit maupun bagi pasien
dan keluarga.

Dampak kegiatan edukasi pasien dan keluarga adalah mempercepat proses pemulihan
dan menurunkan peluang untuk readmisi atau datang kembali ke rumah sakit dengan
penyakit yang sama pada waktu tertentu. Di Amerika Serikat biaya yang dikeluarkan
pasien readmisi lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan ketika pasien
datang pertamakali ke rumah sakit. Kembalinya pasien dengan penyakit yang sama
bahkan dengan kondisi lebih buruk dapat diatasi dengan memberdayakan pasien dan
keluarga melalui kegiatan edukasi. Sedangkan dampak partisipasi aktif pasien dan
keluarga bagi rumah sakit adalah akan menurunkan length of stay (LOS) dan
menurunkan peluang readmisi. Dalam era JKN dimana pembiayaan pelayanan
kesehatan di rumah sakit dibiayai melalui BPJS rumah sakit dituntut untuk melakukan
kendali mutu dan kendali biaya. LOS yang lebih rendah akan membuat rumah sakit
tidak merugi dengan tetap mempertahankan kualitas mutu layanan.

16
DEFINISI
Pendidikan pasien dan keluarga adalah upaya sistematis dan terstruktur membangun
kemampuan dan tanggungjawab terhadap kesehatan dirinya sendiri melalui
peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan dalam mengatasi sumber
masalah kesehatan.
Pendidikan kesehatan dilakukan secara multidisiplin dan terintegrasi sesuai dengan
kebutuhan pendidikan. Edukator harus melalukan kajian kebutuhan edukasi agar
pelaksanaan kegiatan edukasi dilaksanakan secara efektif dan efisien . Edukator harus
memanfaatkan moment sebaik baiknya, jadikan setiap momen bertemu pasien adalah
sebagai upaya melakukan edukasi. Misalnya ketika membantu pasien turun dari
tempat tidur, ajarkan pasien dan keluarga cara turun yang benar untuk menghindari
risiko pasien jatuh. Edukasi dilakukan dari sejak pasien masuk sampai pasien keluar.

TUJUAN
Tujuan edukasi pasien dan keluarga adalah meningkatkan partisipasi aktif pasien dan
keluarga dalam proses asuhan sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat
dalam meningkatkan kesehatannya secara mandiri sehingga timbul tanggungjawab
terhadap status kesehatannya.

LANGKAH- LANGKAH EDUKASI


Berdasarkan teori Stoomberg (2015) terdapat 4 langkah proses edukasi pasien dan
keluarga yaitu asessmen, perencanaan, implementasi dan evaluasi :

1. Asesmen : langkah awal dari proses edukasi yang berupa kegiatan pengumpulan
data pasien, kebutuhan belajar dan potensi hambatan belajar. Keberhasilan proses
edukasi dipengaruhi oleh hasil pengkajian.. Beberapa hal yang harus menjadi fokus
data pengkajian adalah :

17
a. Pastikan identitas pasien benar

b. Bahasa, identifikasi bahasa yang digunakan sehari – hari apakah menggunakan


bahasa Indonesia, bahasa asing, bahasa daerah (sebutkan) atau bahasa isyarat. Rumah
sakit harus menfasilitasi proses edukasi dengan menyediakan berbagai macam bahasa
yang memungkinkan pasien berobat ke rumah sakit tersebut. Rumah sakit dapat
mengidentifikasi karyawannya yang pandai berbahasa asing atau rumah sakit dapat
bekerjasama dengan lembaga bahasa untuk menyediakan penterjemah.

c. Keyakinan dan nilai-nilai , kaji nilai-nilai dan keyakinan pasien tentang


penyakitnya, baik nilai dan keyakinan yang positif maupun negatif. Contohnya
keyakinan negatif pasien adalah jika sakit typhoid maka tidak boleh gunting kuku, hal
ini tentu bertentangan dengan nilai-nilai kesehatan, atau tidak boleh pulang pada hari
Sabtu dll.

d. Literasi kesehatan, kaji tingkat literasi kesehatan dari pasien. Semakin tinggi
kemampuan literasi kesehatan maka pasien memiliki kesiapan yang lebih baik untuk
dilakukan proses edukasi. Cara mengkaji literasi kesehatan pasien yang termudah
adalah adalah dengan kemampuan membaca, penguasaan pengetahuan beberapa
istilah penyakit secara konferehensif, dan kemampuan menyebutkan kata-kata istilah
kesehatan

e. Gaya Pembelajaran yang disukai, identifikasi gaya pembelajaran yang disukai


pasien dan keluarga. Pada umumnya gaya pembelajaran terdiri dari 3 jenis yaitu visual,
audio dan kinestetik. Pengkajian gaya belajar ini penting untuk
menentukan metode dan teknik edukasi yang akan digunakan. Pasien dengan gaya
pembelajaran visual lebih menyukai metode pembelajaran melalui indra penglihatan.
Pasien lebih senang tampilan gambar/ grafik dan sejenisnya. Pasien dengan gaya
pembelajaran auditori lebih dominan menyenangi proses pembelajaran dengan
menggunakan indra pendengaran, sehingga pasien dengan karakteristik ini akan lebih
senang jika diajak diskusi atau mendengarkan pesan kesehatan melalui perangkat

18
audio. Sedangkan pasien dengan gaya pembelajaran kinestetik menyenangi proses
pembelajaran melalui gerakan anggota tubuh/ demontrasi.
f. Motivasi untuk berubah, identifikasi potensi dari pasien yang akan dijadikan
dasar dalam perubahan perilaku baru

g. Kesediaan menerima informasi

h. Kebutuhan pasien akan pembelajaran. Mengkaji kebutuhan edukasi


merupakan hal paling penting untuk mengetahui kebutuhan belajar pasien dan
keluarganya. Proses mendapat data potensial kebutuhan edukasi dapat melalui data
objektif maupun subjektif. Data objektif, misalnya setelah dilakukan asesmen pasien
berisiko jatuh sehingga pasien atau keluarga harus dilakukan edukasi pencegahan
pasien jatuh. Sedangkan data subjektif diperoleh dari keterangan pasien. Tanyakan
kepada pasien apa yang membuatnya khawatir atau apa yang menjadi pikiran
berkaitan dengan status kesehatannya atau tanyakan apa yang ingin diketahui dari
kondisi kesehatannya dan upaya penatalaksanaannya.
Dalam akreditasi versi 2012 setidaknya terdapat enam tema kebutuhan edukasi yang
harus disiapkan oleh rumah sakit, yaitu :
1). Penggunaan obat yang aman
2). Potensi interaksi obat dengan makanan
3). Teknik Rehabilitasi Medik
4). Penggunaaan peralatan medik yang aman
5). Manajemen nyeri
6). Diit dan Nutrisi
7). Diagnosis penyakit dan faktor risikonya terkait kebutuhan promosi kesehatan

Didalam JCI terdapat beberapa yang harus dikaji akan kebutuhan edukasi yaitu :
1). Informasi obat secara komprehensif
2). Informasi antikoagulan
3). Pengendalian infeksi (kebersihan tangan, Healthcare Associated Infections, tindakan
invasif dan perawatan pre dan post operasi)

19
4). Pencegahan pasien jatuh
5). Fokus perubahan perilaku (berhenti merokok, aktivitas fisik, mengurangi konsumsi
alkohol, kebersihan diri dll)
6). Pencegahan bunuh diri
7). Tanda dan gejala yang harus menjadi perhatian pasien dan keluarga

i. Pengkajian terhadap hambatan belajar adalah mengidentifikasi potensi-potensi yang


dapat menganggu efektifitas kegiatan edukasi. Pengkajian hambatan belajar ini sebagai
dasar untuk merencanakan teknik dan metode yang tepat dalam proses kegiatan
edukasi. Setiap hambatan belajar harus dilakukan intervensi untuk meminimalkannya.
Beberapa hambatan belajar yang mungkin muncul adalah :
1). Bahasa  apakah diperlukan penerjemah atau tidak
2). Nyeri  edukasi pada saat pasien mengalami nyeri akan tidak efektif, batasi materi
dan waktu, kolaborasi dengan dokter/perawat untuk menajemen nyeri, lakukan
penjadwalan kembali.
3). Hambatan fungsional  hambatan fungsional dikarenakan penurunan fungsi
fisiologis tubuh, misalnya gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan
bicara atau penurunan mobilitas fisik.
4). Hambatan emosional  kondisi emosional akan mempengaruhi efektifitas
penerimaan pesan, lakukan pendampingan psikiater atau rohaniawan.
5). Penurunan fungsi kognitif  kemampuan pasien dalam menerima pesan
pembelajaran dipengaruhi oleh fungsi kognitifnya. Jika hal ini ditemukan maka
edukator dapat melibatkan keluarga atau orang yang tinggal serumah dalam proses
edukasi.
6). Motivasi yang buruk, motivasi untuk berubah dapat menjadi faktor penguat dari
keinginan belajar, walaupun sebenarnya tidak perlu motivasi pun seseorang dapat
berubah dengan terus melakukan pengulangan-pengulangan (repetisi). Waktu yang
sebentar di rumah sakit harus dimanfaatkan oleh edukator, walaupun tidak ada
motivasi untuk berubah, edukator dapat menitipkan pesan-pesan perubahan perilaku
kepada keluarganya dan keluarganya diminta untuk mengulang - ngulang pesan yang
disampaikan (repetisi).

20
7). Literasi kesehatan yang rendah dapat menjadi penghambat proses pembelajaran,
edukator perlu melibatkan keluarga yang memiliki literasi kesehatan yang lebih baik
dalam proses edukasi.

2. Perencanaan; Setelah kebutuhan edukasi pasien dan potensi hambatan telah


diketahui maka proses perencanaan dimulai. Perencanaan edukasi didasarkan pada
hasil pengkajian dan dilakukan bersama-sama pasien dan atau keluarga. Dalam proses
perencanaan edukator harus membangun jembatan antara kebutuhan pasien dan
kekhawatiran pasien. Peremcanaan meliputi proses penetapan tujuan bersama,
intervensi hambatan belajar, penetapan materi, metode dan teknik pembelajaran.

Kebutuhan Jembatan Kekhawatiran

Langkah-langkah perencanaan edukasi yaitu :

a. Menetapkan tujuan
Edukator bersama-sama pasien dan atau keluarga menetapkan tujuan bersama
kebutuhan edukasi berdasarkan hasil pengkajian. Apa yang akan menjadi prioritas
dalam kebutuhan edukasi dan sampai level mana target-target edukasi dapat dicapai.
Tujuan yang dibuat harus spesifik, terukur, dapat dicapai, realistik dan mempunyai
batas waktu yang jelas. Dalam menetapkan tujuan edukator harus menjembatani
antara kebutuhan dan kekhawatiran. Berikut beberapa contoh sederhana edukator
menjembatani kebutuhan dan kekhawatiran pasien.

21
Kebutuhan pasien Kehawatiran Jembatan
Olah raga/ aktifitas Nyeri “dengan berolah raga,
fisik anda dapat meningkatkan
kekuatan otot dan akan
mengurangi nyeri, mari kita
cek olah raga yang tepat
untuk anda
Kemoterapi Rambut saya akan "Kemo membunuh sel- sel
rontok yang tumbuh cepat, seperti
rambut dan kanker.
Sementara itu, mari kita
diskusikan apa yg tepat
sebagai penggantinya wig
atau kerudung ... "

Menurunkan Saya tidak bisa "Makanan rendah kolesterol


kolesterol makan enak dapat lezat. Berikut adalah
beberapa contohnya. Dan
Anda juga dapat
memperlakukan diri Anda
sekali-sekali."

b. Menetapkan intervensi untuk mengatasi hambatan


Edukator harus menetapkan intervensi hambatan belajar agar proses edukasi berjalan
dengan efektif. Intervensi hambatan belajar didasarkan pada hasil asesmen hambatan
belajar yang ditemukan. Pada umumnya intervensi untuk mengatasi hambatan belajar
adalah sebagai berikut :

Hambatan Belajar Intervensi


Bahasa Gunakan penterjemah

Nyeri Batasi materi yang diberikan

Gangguan fungsional Libatkan keluarga

Gangguan emosional Libatkan rohaniawan/ psikiater

Penurunan fungsi kognitif Libatkan keluarga

22
Nilai-nilai agama yang
Libatkan rohaniawan
bertentangan

Nilai-nilai budaya yang Libatkan keluarga/ tokoh


bertentangan budaya

Literasi kesehatan yang rendah Libatkan keluarga

c. Menetapan isi edukasi


Edukator menetapkan isi materi edukasi sesuai dengan hasil kajian kebutuhan. Pada
saat menetapkan isi materi edukasi tidak harus diberikan secara komprehensif,
mungkin ada beberapa hal yang telah pasien ketahui, sehingga edukator dapat
memberikan penguatan atas informasi yang telah diketahuinya. Sedangkan pada
bagian materi yang belum diketahui menjadi fokus dari materi yang akan disampaikan.
Penentuan materi edukasi juga disepakati bersama-sama pasien dan keluarga.
Struktur materi edukasi agar sistematis dapat menggunkan metode :
1) Why : Kenapa materi ini penting diketahui oleh pasien dan keluarga
2) What : Apa isi materi tersebut
3) How to : Bagaimana caranya/ langkah langkahnya
4) Call to Action : Mengajak pasien dan keluarga untuk sesuai tujuan materi
edukasi

d. Menentukan metode dan media edukasi


Metode edukasi merupakan teknik penyampaian pesan kesehatan pada proses edukasi
sedangkan media adalah instrumen/ alat bantu penguatan pesan. Penentuan metode
dan media edukasi harus dilakukan secara cermat dan efektif. Menentukan metode
dan media yang digunakan untuk edukasi didasarkan pada hasil kajian gaya belajar
yang disukai.

23
Pendekatan dalam
Gaya belajar Karakteristik
Pembelajaran
Lebih menyukai Gunakan media visual,
gambar, grafik, dan
Visual leaflet, flashcard,
tampilan
visual lainnya lembar balik

Lebih menyukai
Auditori Gunakan diskusi
instruksi verbal
Lebih menyukai
Gunakan simulasi,
Kinestetik pembelajaran melalui
demonstrasi, roleplay
gerakan

Penentuan metode dan media edukasi juga dapat dilakukan berdasarkan pada tujuan
yang ditetapkan dengan tetap memperhatikan gaya pembelajaran yang disukai.
Misalkan untuk meningkatkan pengetahuan bisa menggunakan media leaflet dengan
metode diskusi sedangkan untuk meningkatkan keterampilan pasien dan keluarga bisa
menggunakan metode demontrasi/simulasi dengan media alat peraga.

3. Pelaksanaan ; Implementasi dilaksanakan beradasarkan pada hasil perencanaan,


hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan edukasi :

a. cek kembali kesiapan pasien dalam menerima edukasi, tidak tertutup


kemungkinan ditemukan pasien mengalami perubahan kondisi kesehatannya.

b. Cek juga kesiapan edukator dalam memberikan edukasi, jika materi yang
disampaikan tidak dikuasai lebih baik meminta bantuan ahlinya atau sampaikan materi
dari panduan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.

c. Cek kembali apakah media telah sesuai dengan perencanaan, jika diperlukan
lakukan mixing media.

d. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk melakukan proses pembelajaran

24
e. Hormati privasi pasien, jika materi edukasi sangat rahasia atau pasien meminta
untuk tidak diketahui oleh yang lain edukator harus menfasilitasi ruangan khusus untuk
edukasi

f. Lakukan komunikasi efektif

g. Lakukan edukasi dengan tetap memperhatikan kondisi pasien

h. Lakukan langkah-langkah kecil untuk tujuan yang besar, hindari membebani


pasien dari informasi, menerima berapapun jumlah langkah pasien bersedia untuk
menerima informasi dan selalu menawarkan kesempatan untuk mempelajari lebih
lanjut.

i. Berikan penguatan-penguatan, garis bawahi pesan-pesan penting yang harus


diperhatikan

j. Tanyakan kembali materi yang disampaikan


k. Berikan reinforcement dan penghargaan untuk membangun rasa percaya diri
pasien dalam perubahan perilaku yang akan dijalaninya.

Dalam Proses pelaksanaan edukasi beberapa hambatan mungkin akan ditemui dimana
pada saat pengkajian tidak terdeteksi, oleh karena itu dibutuhkan antisipasi dari
edukator untuk melakukan intervensi hambatan pada proses pelaksanaan edukasi,
berikut contoh hambatan yang mungkin ditemui :

25
Keberhasilan proses tindakan edukasi sangat tergantung dari kesiapan pasien dan
kesiapan edukator, sehingga peran edukator dalam proses asesmen dan perencanaan
menjadi sangat penting dalam mempersiapkan keberhasilan tindakan edukasi.

Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian tujuan dan target edukasi yang telah direncanakan dengan
hasil dari proses implementasi. Evaluasi dapat dilakukan pada setiap proses atau pada
akhir proses edukasi. Evaluasi yang dilakukan pada setiap proses untuk mengetahui
sejauhmana persiapan pada setiap proses edukasi. Sedangkan edukasi yang dilakukan
pada akhir proses dilakukan untuk menilai apakah tujuan dari edukasi tercapai atau
tidak dan sejauhmana capaian dari target evaluasi tersebut.

Secara umum evaluasi yang dilakukan pada tahapan akhir adalah sebagai berikut :
a. Mampu menjelaskan dengan bantuan
b. Mampu mendemontrasikan dengan bantuan
c. Mampu menjelaskan secara mandiri
d. Mampu mendemontrasikan dan menjelaskan secara mandiri
e. Perlu pengulangan

Sedangkan evaluasi pelaksanaan edukasi pasien dan keluarga secara keseluruhan di


rumah sakit dilakukan oleh pengelola edukasi/ PKRS dapat dilakukan melalui open
medical record review (OMRR) dan close medical record review (CMRR). OMRR

26
dilakukan ketika pasien masih ada di rumah sakit kemudia di ambil secara acak
dokumen rekam mediknya apakah dilakukan proses edukasi atau tidak dan dilakukan
verifikasi langsung kepada pasien, sedangkan CMRR dilakukan pada dokumen rekam
medis pasien setelah dirawat (pasiennya sudah pulang).

27
Pendahuluan
Dalam melakukan pekerjaan sehari hari, seorang petuga medis tidak jarang
menghadapi situasi yang dilematis terkait dengan kondisi pasien dan keluarganya.
Salah satu kondisi yang sering kali berpengaruh secara fisik dan mental bagi penderita,
keluarganya maupun masyarakat lingkungannya adalah suatu berita buruk dalam
medis yang harus disampaikan. Berita buruk dalam medis yang dimaksud adalah suatu
berita yang secara drastis dan negatif mengubah pandangan pasien terhadap dirinya
dan atau masa depannya. Berita buruk yang dimaksud adalah setiap informasi yang
merugikan dan berpotensi serius untuk mempengaruhi individu terhadap pandangan
pada dirinya dan atau masa depannya dan atau menempatkan mereka pada situasi
akan perasaan tidak adanya harapan, putus asa, ancaman terhadap kesejahteraan
mental atau fisik seseorang, berisiko mengganggu kemapanan, atau di mana suatu
pesan yang diberikan menimbulkan suatu pilihan yang sempit bagi individu dalam
hidupnya.
Ada banyak alasan mengapa seorang petugas medis merasa mengalami kesulitan
dalam menyampaikan berita buruk. Sutau rasa empati dan keprihatinan bersama
terhadap suatu berita yang akan mempengaruhi pasien sering kali digunakan untuk
membenarkan pemotongan berita buruk sehingga tidak tersampaikan. Ketrampilan
berkomunikasi dalam penyampaian kepada pasien dengan baik bukan merupakan
keterampilan opsional. Hal itu adalah suatu bagian penting dari praktek profesional.
Kesalahan dalam komunikasi dapat menimbulkan dampak yang serius baik secara fisik
maupun psikis bahkan dapat menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan di
pengadilan. Itu sebabnya penguasaan ketrampilan dalam komunikasi khususnya dalam
menyampaikan sutau berita buruk merupakan hal penting dalam praktek medis.

Pembahasan
Berita buruk adalah berita (informasi) yang secara drastis dan negatif
mengubah pandangan hidup pasien tentang masa depannya. Berita buruk sering
diasosiasikan dengan suatu diagnosis terminal, namun seorang dokter keluarga
mungkin akan menghadapi banyak situasi yang termasuk dalam bagian berita buruk,
seperti hasil USG seorang ibu hamil yang menunjukkan bahwa janinnya telah

28
meninggal, atau gejala polidispi dan penurunan berat badan seorang remaja yang
terbukti merupakan onset diabetes.
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab
seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan.
Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan
menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk
bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal
petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang
secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat,
komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak
percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien.
Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga
pasien. Terdapat hubungan yang kuat antara persepsi pasien yang menerima informasi
adekuat tentang penyakit dan pengobatannya dengan penyesuaian psikologis pasien
dalam jangka waktu yang lebih lama. Pasien yang menyadari mereka menerima terlalu
banyak atau terlalu sedikit informasi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami
stress atau berkembang menjadi cemas dan atau depresi.
Petugas medis sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk
terutama untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak
siap dan tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir
berita tersebut akan membuat stress dan memberi efek negatif pada pasien dan
keluarganya, serta akan mengganggu hubungan terapetik. Petugas medis merasakan
bahwa tugas tersebut tidak menyenangkan dan tidak nyaman; Petugas medis tidak
ingin menghilangkan harapan pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan
atau keluarganya, atau merasa tidak yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang
sangat dalam. Hal-hal tersebut sering dijadikan alasan dokter untuk menunda
menyampaikannya. Padahal hasil penelitian menunjukkan 5090% pasien di Amerika
menginginkan mendapatkan informasi yang lengkap mengenai diagnosis terminal yang
mungkin terjadi pada mereka.
Mengingat bahwa menyampaikan berita buruk merupakan salah satu bagian
dari komunikasi, maka dengan mempelajari dan melatih keterampilan berkomunikasi
petugas medis akan mampu menyampaikan berita buruk dengan cara yang dapat

29
mengurangi ketidak nyamanan dan lebih memuaskan pasien dan keluarganya.
Penyampaian berita buruk dengan sikap dan cara yang tepat dapat meningkatkan
penerimaan pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan rencana terapi lebih lanjut,
pendorong pencapaian tujuan terapi yang realistis, memberi dukungan mental serta
menguatkan hubungan pada pasien.

Teknik Menyampaikan Berita Buruk


Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang
traumatik menunjukkan, bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah
attitude (sikap dan perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan
kemampuan penyampai berita menjawab pertanyaan. Terdapat enam langkah dalam
menyampaikan berita buruk:
1. Melakukan persiapan
• Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang akan
disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium atau pun
pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga pengetahuan
dasar tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait penyakit pasien.
• Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman. Pastikan
bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis lain atau pun
dering telepon.
• Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir. Perkenalkan
diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan mereka dengan
pasien.
• Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah kata2
spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus dihindari dalam
penyampaian.
2. Menanyakan apa yang pasien tahu tentang penyakitnya
Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit
parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya tersebut.
Hal ini bertujuan untuk menjajagi apakah pasien atau keluarganya dapat memahami
berita buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan:

30
• ―Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda?‖
• ―Bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda saat ini?‖
• ―Apakah Anda khawatir mengenai sakit atau kondisi Anda?‖
• ―Apakah petugas medis Anda sebelumnya mengatakan apa penyakit Anda?

Atau menyarankan Anda melakukan suatu pemeriksaan?‖

• ―Dengan gejala2 yang ada, menurut Anda penyakit apa yang mungkin
terjadi?‖
• ―Apakah menurut Anda ada hal serius ketika berat badan Anda turun
drastis?‖
3. Menanyakan seberapa besar keinginan tahu pasien tentang penyakitnya
Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien,
orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang dapat
berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing. Setiap
orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih lanjut. Jika
pasien menunjukkan tanda tidak menginginkan informasi yang lebih detail, maka
petugas medis harus menghormati keinginannya dan menanyakan pada siapa
informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui
berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa:

• ―Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah Anda ingin

mengetahui lebih lanjut?‖

• ―Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci mengenai kondisi
Anda? Jika tidak, apakah Anda ingin saya menyampaikannya pada
seseorang?‖

• ―Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang terjadi pada
diri mereka, sementara keluarga justru sebaliknya. Mana yang Anda pilih?‖

• ―Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan


menjelaskan dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan?

• ―Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini?‖


Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak menyampaikan
pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara petugas medis
mempunyai kewajiban secara hukum untuk memberikan inform consent pada
pasien dan disisi lain hubungan terapetik yang efektif juga membutuhkan kerjasama

31
dengan keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian, tanyakan mengapa mereka
tidak menginginkan petugas medis memberikan informasi pada pasien, apa yang
mereka takutkan akan apa yang petugas medis sampaikan, dan apa pengalaman
mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa petugas medis bersama keluarga
menemui pasien dan menanyakan apakah pasien ingin informasi mengenai
kesehatannya dan apa pertanyaan yang mungkin diajukan.
4. Menyampaikan berita
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh
empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan.
Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana yang
mudah dipahami. Hindari katakata manis (eufemisme) ataupun istilah-istilah
kedokteran. Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti ―meninggal‖ atau
―kanker‖. Jangan meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering memberikan
jeda setelah penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa
yang disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari
kalimat ―Saya minta maaf‖ atau ―Maafkan saya‖ karena kalimat tersebut dapat
diniterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang terjadi,
atau bahwa semua ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik gunakan kalimat

Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda mengenai hal ini‖. Beberapa kalimat
lain yang dapat dipilih untuk menyampaikan berita buruk:

• ―Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan Anda terkena

kanker leher rahim‖

• ―Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan hasil

pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah meninggal‖

• ―Hasil pemeriksaan laboratorium yag ada tidak sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium awal penyakit kanker‖

• ―Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum tulang

belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia‖

5. Memberikan respon terhadap perasaan pasien

32
Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya petugas medis diam untuk
memberi jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi. Respon pasien dan
keluarga dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang menangis,
marah, sedih, cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah, tidak percaya, takut,
merasa tidak berharga, malu, mencari alasan mengapa hal ini terjadi, bahkan bisa
jadi pasien pergi meninggalkan ruangan. Siapkan diri dalam menghadapi berbagai
reaksi. Dengarkan dengan tenang dan perhatian penuh. Pahami emosi pasien dan
ajak pasien untuk menceritakan perasaannya.
Contoh kalimat yang dapat digunakan untuk merespon perasaan pasien:

• ―Saya dapat merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit‖


• ―Anda terlihat sangat marah. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda
rasakan?‖
• ―Apakah berita ini membuat Anda takut?‖
• ―Sampaikan saja perasaan Anda tentang apa yang baru saya sampaikan‖
• ―Saya berharap hasil ini berbeda‖
• ―Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?’
• ―Saya akan coba membantu Anda‖
• ―Saya akan bantu Anda untuk menyampaikannya pada anak-anak Anda‖
Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal. Sebaiknya sediakan kertas tisu.
Komunikasi non verbal yang akan sangat membantu adalah : Petugas medis
menyodorkan tisu, menawarkan minuman. Gunakan sentuhan jika memang pantas,
karena ada juga pasien atau anggota keluarga tidak suka disentuh, bersikap sensitif
terhadap perbedaan budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau komentar
yang tidak pada tempatnya.
Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka. Jangan
mendesak dengan terburu-buru menyampaikan informasi lebih lanjut. Jika emosi
sudah dikeluarkan, biasanya pasien atau keluarga lebih mudah diajak pada langkah
berikutnya.
6. Merencanakan tindak lanjut
Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa:

• Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi

33
• Pengobatan gejala-gejala yang ada
• Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang penyakit dan
pengobatannya
• Tawarkan harapan yang realistis. Walaupun tidak ada kemungkinan untuk
sembuh, bangun harapan pasien dan sampaikan tentang pilihan terapi apa
saja yang tersedia.
• Mengatur rujukan yang sesuai
• Menjelaskan rencana untuk terapi lebih lanjut
• Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan dukungan
secara emosi dan praktis, misal keluarga, teman, tokoh yang disegani,
pekerja sosial, konselor spiritual, peer group, atau pun terapis profesional
Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga, bahwa petugas
medis tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka, dan petugas medis akan
terlibat aktif dalam rencana yang akan dijalankan. Katakan mereka dapat
menghubungi petugas medis jika ada pertanyaan lebih lanjut. Tentukan waktu
untuk pertemuan berikutnya.
Petugas medis juga harus memastikan bahwa pasien akan aman dan selamat
saat pulang. Cari tahu: apakah pasien dapat mengemudikan sendiri kendaraan saat
pulang? Apakah pasien sangat cemas atau khawatir, merasa putus asa atau ingin
bunuh diri?
Apakah ada seseorang di rumah yang dapat memberikan dukungan pada pasien?

7. Mengkomunikasikan Prognosis
Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana perjalanan
penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin mempunyai
kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan hidup mereka, atau
pasien merasa ketakutan dan berharap bahwa Petugas medis akan mengatakan
penyakitnya tidak serius.
Sebelum langsung menjawab pertanyaan pasien tentang prognosis, sebaiknya
Petugas medis mengumpulkan informasi tentang alasan mereka menanyakan hal
tersebut.
Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:
• ―Apa yang Anda harapkan akan terjadi?

34
• ―Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan penyakit
seperti ini?‖
• ―Apa yang Anda harapkan terjadi?‖
• ―Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan?
• ―Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?‖
Petugas medis harus mempertimbangkan dampak pemberian informasi
prognosis. Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka biasanya mengharapkan
informasi yang lebih rinci. Sedangkan pasien yang sangat khawatir atau cemas,
mungkin akan lebih baik mendapat informasi secara umum saja. Jawaban Petugas
medis yang definitif seperti :
―Anda hanya mempunyai usia harapan hidup sampai 1 tahun‖ akan berisiko
menyebabkan kekecewaan jika ternyata terbukti usia harapan hidupnya lebih
singkat. Jawaban seperti ini juga dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustasi
jika dokter merendahkan usia harapan hidup pasien. Kalimat berikut lebih
disarankan dalam menjawab pertanyaan tentang prognosis: ―Sekitar sepertiga
pasien dengan kasus seperti ini dapat bertahan hidup sampai satu tahun,
separuhnya bertahan hidup dalam 6 bulan, apa yang akan terjadi sesungguhnya
pada diri Anda, saya sungguh tidak tahu‖
Setelah jawaban tersebut Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan
menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap
berencana untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke pasien dan keluarga
bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih
mempersiapkan mental untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi
penderitaan. Petugas medis harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas
medis akan siap mendukung dan membantu mereka.

Contoh Kasus
Beberapa contoh kasus yang seringkali berpotensi menimbulkan berita buruk adalah :
Janin meninggal, Kecelakaan (kehilangan anggota badan), Kasus anak (leukemia,
epilepsi, kelainan kongenital, post meningo ensefalitis), Kematian Anggota keluarga
yang tengah dirawat, Hepatitis / HBs Ag (+), Kehamilan yang tidak diinginkan (hamil

35
diluar nikah atau gagal KB), Idiosinkrasi terapi (sindrom Steven Johnson), Medical abuse
(kasa tertinggal pada luka jahitan, dll), Retardasi mental, Skizofrenia, dan sebagainya.

Penutup
Kemampuan para petugas medis dalam menyampaikan berita buruk pada
pasien dan keluarganya merupakan hal penting yang harus dikuasai. Hal itu akan lebih
menjamin tersampaikannya berita buruk pada pihak terkait, sehingga tidak perlu lagi
ada kendala dalam menyampaikan berita buruk maupun pemotongan berita buruk
sehingga tidak tersampaikan.
Ketrampilan berkomunikasi dalam penyampaian berita buruk adalah suatu
bagian penting dalam praktek profesional. Persiapan dan tahapan yang perlu
dilaksanakan dalam menyampaikan berita buruk akan mencegah kesalahan dalam
komunikasi yang dapat menimbulkan dampak yang serius baik secara fisik maupun
psikis bahkan dapat menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan di
pengadilan.

TERIMA KASIH

36

Anda mungkin juga menyukai