PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan mengalami
perubahan mendasar dalam memasuki abad 21 ini. Perubahan tersebut merupakan
dampak dari perubahan kependudukan dimana masyarakat semakin berkembang yaitu
lebih berpendidikan, lebih sadar akan hak dan hukum, serta menuntut dan semakin kritis
terhadap berbagai bentuk pelayanan keperawatan serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi saat ini (Kuntoro, 2010).
Peningkatan profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai sejak diterima
dan diakuinya keperawatan pada tahun 1983 sebagai profesi pada Lokakarya Nasional
Keperawatan. Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah dengan
membuka pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma III
keperawatan, mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta mengembangkan
standar praktik keperawatan. Upaya penting lainnya adalah dibentuknya Direktorat
Keperawatan di Departemen Kesehatan di Indonesia.
Layanan keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih bersifat okupasi. Artinya,
tindakan keperawatan yang dilakukan hanya pada pelaksanaan prosedur, pelaksanaan
tugas berdasarkan instruksi dokter. Pelaksanaan tugas tidak didasarkan pada tanggung
jawab moral serta tidak adanya analisis dan sintesis yang mandiri tentang asuhan
keperawatan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan sistem pemberian pelayanan
keperawatan professional (SP2KP).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sistem pemberian pelayanan keperawatan professional
(SP2KP).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk megetahui definisi SP2KP
b. Untuk mengetahui komponen pelayanan kepeawatan profesional
c. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan professional berdasarkan
SP2KP
d. Aplikasi nilai-nilai profesional dalam praktik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep SP2KP
1. Definisi
SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional)
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Perry, Potter. 2009). Sistem
pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) adalah kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit yang memungkinkan
perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian yang baik dimana sesional luruh
komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan diatur secara profesional (Rantung
2013). SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit
ruang rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat, profil pasien, sistem
pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional, fasilitas,
sarana prasarana (logistik) serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat Bina
Pelayanan Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa SP2KP yaitu sistem
pemberian pelayanan keperawatan professional disetiap unit ruang rawat inap di
rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
professional bagi pasien. Pelaksanaan MPKP maupun SP2KP merupakan upaya untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan menjadi
efektif dan efisien (Keliat, 2009).
Pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan yang
memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya
dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan
yang diberikan pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan
primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
a. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan
secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
d. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5
klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10
klien.
e. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting
sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan
membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
f. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab
terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar
menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua
asuhan yang diberikan.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung
jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali
dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi
manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga
mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya
dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan
membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah
pada pendidikan ners spesialis.
3. Pengarahan
Pengarahan dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu program
motivasi, manajemen konflik, dan supervisi. Program motivasi dimulai dengan
membudayakan cara berfikir positif bagi setiap SDM dengan
mengungkapkannya melalui pujian (reinforcement) pada setiap orang yang
bekerja bersama-sama. Kebersamaan dalam mencapai visi, dan misi merupakan
pendorong kuat untuk focus pada potensi masing-masing anggota.
Pengawasan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Pengawasan langsung dilakukan saat tindakan atau kegiatan sedang
berlangsung, misalnya perawat pelaksanan sedang melakukan banti balutan,
maka katm mengobservasi tentang pelaksanaan dengan memperhatikan apakah
standar kerja dijalankan. Pengawasan terkait pula dengan kinerja dan kompetisi
perawat, yang akan berguna dalam program jenjang karir perawat bersangkutan.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pelaporan atau dokumen yang
menguraikan tindakan dan kegiatan yang telah dilakukan.
Pengawasan biasanya dilakukan oleh perawat yang lebih
berpengalaman, ahli atau atasan kepada perawat dalam pelaksanaan kegiatan
atau tindakan. Di ruang rawat pengawasan dilakukan kepada kepala ruangan,
ketua tim dan perawat pelaksana.
4. Fungsi Pengendalian
Pengendalian adalah upaya mempertahankan mutu, kualitas atau
standar. Output (hasil) dari suatu pekerjaan dikendalikan agar memenuhi
keinginan (standar) yang telah ditetapkan. Pengendalian difokuskan pada proses
yaitu pelaksanaan asuhan keperawatan dan pada output (hasil) yaitu kepuasan
pelanggan, keluarga, perawat dan dokter. Kepala ruangan akan membuat
laporan hasil kerja bulanan tentang semua kegiatan yang dilakukan. Audit
dokumentasi keperawatan dilakukan pada rekam medik yang pulang atau yang
sedang dirawat lalu dibuat rekapitulasinya untuk ruangan.
a. Penghargaan karir (Compensatory Rewards)
Keperawatan merupakan SDM kesehatan yang mempunyai
kesempatan paling banyak untuk melakukan praktek profesionalnya pada
pasien di berbagai tatanan khususnya pada pasien yang dirawat di rumah
sakit serta memberikan asuhan 24 jam terus menerus. Untuk sejumlah
pasien diperlukan sejumlah perawat karena perawat senantiasa ada di antara
pasien, berbeda dengan profesi kesehatan lain yang memerlukan waktu
sesaat dan tidak terus menerus sehinggajumlah mereka tidak sebanyak
perawat.Untuk itu, kemampuan perawat melakukan praktek keperawatan
professional perlu dipertahankan, dikembangkan dan ditingkatkan melalui
manajemen SDM/kinerja perawat yang konsisten dan disesuaikan dengan
perkembangan iptek keperawatan.
Untuk MPKP pemula, diharapkan karu dan katim mempunyai latar
belakang pendidikan minimal DIII Keperawatan serta seluruh perawat
pelaksana minimal DIII.
1. Orientasi kerja
Semua perawat yang bekerja di ruang MPKP harus melalui
masa orientasi berupa pemberian informasi tentang budaya kerja
MPKP dan orientasi di ruang rawat MPKP. Selama masa orientasi
dievaluasi kinerja dalam melaksanakan budaya kerja MPKP.
2. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB)
Pendidikan keperawatan berkelanjutan dapat berupa pendidikan
formal yaitu peningkatan pendidikan dari SPK ke DIII keperawatan,
DIII Keperawatan ke S1 Ners Keperawatan, atau S1 Ners ke S2
Keperawatan dan seterusnya. Selain itu dapat dilakukan pendidikan
informal secara on the job training yaitu pelatihan/bimbingan secara
terus menerus sambil bekerja, misal perawat pelaksana dapat
meningkatkan kompetensinya dengan bimbingan katim, dapat
meningkatkan kemampuan manajenal katim dengan bimbingan
kepala ruangan. Out the job training yaitu pelatihan yang
diselenggarakan dalam kurun waktu tertentu, misalnya pelatihan 4
hari atau lebih. Perawat harus meninggalkan pekerjaannya sementara.
Pelatihan yang diikuti akan dirancang sesuai dengan pengembangan
kemampuan yang terkait.
3. Pengembangan Jenjang Karir Perawat
Pengembangan jenjang karir adalah pengembangan peran dan
tanggung jawab. Seorang perawat yang telah sukses di ruang MPKP
merupakan asset keperawatan untuk pengembangan MPKP di ruang
rawat lain, artinya menjadi pembaharu. Ia dapat pula berperan sebagai
narasumber bagi rumah sakit lain yang ingin mengembangkan MPKP.
Demikian juga perawat asosiet dapat berkembang menjadi perawat
primer dan perawat primer menjadi karu.
b. Hubungan Profesional ( Profesional Relationship)
Hubungan pnofesional antara anggota tim keperawatan dan profesi
dokter memberi suasana ilmiah dan profesional di ruang MPKP. Untuk itu
direncanakan kegiatan yang akan memberi kesempatan bagi tenaga
kesehatan berbagi pendapat dan pengalaman, baik dalam pelayanan maupun
asuhan pada pasien dan keluarga. Interaksi antara profesi diselenggarakan
berupa:
1) Hubungan profesional antar perawat
a) Operan, yaitu komunikasi dan serah terima antara shift pagi, sore
dan malam. Operan dari malam ke pagi dan dari pagi ke sore
dipimpin oleh katim, sedangkan openan dan sore ke malam
dipimpin oleh penanggungjawab shift sore.
b) Konfenensi awal (pre conference) yaitu komunikasi katim dan
perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan
pada shift tersebut yang dipimpin oleh katim. Jika yang berdinas
pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference
ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana
harian) dan tambahan rencana dan katim atau PJ tim. Pre
conference dipimpin oleh katim atau PJ tim.
c) Konferensi akhir (post conference) yaitu komunikasi katim dan
perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan
sebelum operan berikutnya. Isi post conference adalah hasil asuhan
keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (tindak
lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau PJ tim.
d) Studi kasus dapat dilakukan pada tingkat tim atau ruangan pada
kasus pasien baru, pasien yang tidak berkembang, pasien yang
meninggal, pasien dengan masalah yang jarang ditemukan.
e) Rapat keperawatan dapat dilakukan satu bulan sekali untuk
mengevaluasi hasil kerja secara keseluruhan membagi informasi,
peraturan/perkembangan IPTEK yang dipimpin oleh katim.
f) Pendelegasian tugas yang jelas diberikan kepada perawat yang
mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Kepala ruangan
dapat mendelegasikan tugas kepada katim, demikian pula katim
dapat mendelegasikan tugas kepada perawat pelaksana.
c. Hubungan profesional antara perawat dan dokter
1) Kolaborasi antara katim dan dokter
Katim bertanggungjawab berkolaborasi dengan dokter yang
merawat pasien yang ada di timnya. Jika katim tidak dinas/tidak di
tempat, maka ia harus mendelegasikan kolaborasi dengan dokter kepda
perawat yang merawat pasien yang bersangkutan. Sesuai dengan
pengorganisasian perawat, maka dokter, fisioterapis dan ahli gizi dapat
berdialog dengan perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien
tertentu. Hubugan kemitraan dapat ditumbuhkan sehingga iklim kerja
yang saling menghargai dapat tencipta.
2) Instruksi dokter melalui telpon dibuatkan pedomannya. Misalnya perlu
ada saksi penerima telpon dan 1x24 jam kemudian dokter harus
mengganti instruksi lisan menjadi instruksi tertulis.
3) Studi kasus multidisiplin, yaitu membahas kasus bersama-sama tim
terkait. Misalnya setiap pasien baru dibahas bersama tindakan dan
berbagai pihak untuk kepentingan pasien. Hal ini perlu agar terlaksana
asuhan terpadu dan holistik.
4) Rapat ruang rawat, bersama seluruh petugas kesehatan yang bekerja di
ruangan tersebut untuk membahas hasil total pelayanan kesehatan
ruang rawat.