Anda di halaman 1dari 14

SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

(SP2KP)

A. PENGERTIAN
Sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP)
merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit ruang
rawat di rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk melaksanakan
asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien. SP2KP mempunyai sistem
pengorganisasian yang baik dimana seluruh komponen yang terlibat dalam
asuhan keperawatan diatur secara profesional (Sitorus, dalam Rantung 2013).
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan
Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara
perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya
(Perry, Potter. 2009).
Model Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP) diartikan sebagai
suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan yang diperlukan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan
tersebut.
Model pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu model yang
memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan
otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi
pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Model PKP
terdiri lima subsistem yaitu: nilai-nilai profesional yang merupakan inti dari
model MKP, hubungan antar profesional, metode pemberian asuhan
keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan
pengambilan keputusan, system kompensasi dan penghargaan (Hoffart &
Woods, 1996, dalam Sudarsono, 2000).
Komponen-komponen yang terlibat yaitu perawat, pasien, sistem
pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional,
fasilitas, sarana prasarana serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat
Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi
keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan
primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai
berikut :
1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya
tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu
layanan profesional.
2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners.
3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap
PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan
primer , setiap PP merawat 9-10 klien.
5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan
yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi
penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu
mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung
jawabnya.
6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab
dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart &
Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan
klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang
merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat,
sehingga klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan
keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai otonomi
dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan
termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk
membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai
professional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis
komunikasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim
menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan
keperawatan yang harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan
kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan
pemimpin yang efektif.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra
ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari
dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih
mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang
rawat sehingga mampu member informasi tentang kondisi klien kepada
profesi lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang
perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan
medic.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk
asuhan keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan
yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau
kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa
jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat
ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. PP dapat
mempelajari secara detail asuhan keperawatan klien tertentu sesuai
dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada
pendidikan ners spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung
jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan
beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama
sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang
dikelol, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat
berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang
professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut juga harus
mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan lainnya.
B. Perbedaan MPKP dan SP2KP
Dalam model MPKP tidak terdapat PP (perawat primer), jika di SP2KP
mengenal mengenai PP dan PA (perawat associate). Kelebihan dari SP2KP
adalah pelayanan keperawatan kepada pasien lebih terstruktur dan kinerja
perawat lebih professional. Lebih terstruktur, terorganisir SP2KP karena SP2KP
merupakan bantuk pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan lebih
baik dalam memberikan tingkat pelayanan asuhan keperawatan terhadap
klien.
C. Hambatan dalam penerapan SP2KP dan MPKP
Adapun hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP adalah kurangnya
sumber daya manusia yang kompeten,
1. MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP (model
keperawatan profesional)
2. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan psecara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya
tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu
layanan professional
3. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana
keperawatan/Ners.
4. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat
ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
D. Jenis Model Praktek Keperawatan Profesional
Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan pengalaman mengembangkan
model PKP dan masukan dari berbagai pihak perlu dipikirkan untuk
mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model Praktek Keperawatan
Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
1. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan
keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga
perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang
berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat
melakukan riset sera memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan.
2. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu
tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi
tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area
spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil
riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan
satu orang untuk 10 perawat primer (1:10).
3. Model Praktek Keperawatan Profesional I
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen
utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan yang digunakan pada model ini adalah kombinasi metode
keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
4. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan
tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat
3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
E. Aplikasi Nilai-Nilai Profesional Dalam Praktik
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam
segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula
terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan
tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan
profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas
pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan
basis pada etik dan moral yang tinggi.Sikap etis profesional yang kokoh dari
setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk
penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang
muncul. MPKP merupakan model praktek keperawatan profesional yang
mewujudkan nilai-nilai profesional. Nilai-nilai profesional yang diterapkan
pada MPKP adalah:
1) Pendekatan Manajemen ( Management Approach )
2) Penghargaan karir ( compensatory rewards )
3) Hubungan Profesional ( professional relationship)
4) Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system ).
F. Anggota Dalam Pelaksanaan SP2KP
Peran Managerial dan Leadership
Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim,
mendelegasikan sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah
direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA mengevaluasi
asuhan keperawatan yang diberikan.
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra
untuk klien yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan
tanggung jawab profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus
dibuat sesegera mungkin pada saat klien masuk dan dievaluasi setiap hari.
PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian
tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung
jawab terhadap klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada
tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam menerima
pendelegasian.
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan.
PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan
asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk
membimbing PA agar mampu memberikan asuhan keperawatan seuai dengan
standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat dilaksanakan secara langsung,
misalnya mendampingi PA saat melaksanakan tindakan tertentu pada klien
atau secara tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga harus
senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan keterampilannya,misalnya
memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.
Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian
dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki
kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus
menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak
mengganggu produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan
keperawatan.
G. Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde keperawatan
1. Komunikasi Tim Melalui Renpra
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam
melakukan kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut
dapat melalui; renpra, konferensi, dan ronde keperawatan yang
terstruktur dan terjadwal.
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai
a) Pedoman bagi PP-PA
b) Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai
penunjuk perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai
media komunikasi PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP
mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan keperawatan
yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim
PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat
perencanaan asuhan keperawatan (renpra ). Hal ini menunjukan
bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi
ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah
sakit ). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1
kali 24 jam setelah pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman
dan media komunikasi. Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung
jawab PP tidak sedang bertugas ( misalnya pada malam hari atau hari
libur ), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan
pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang
terkait dengan kebutuhan dasar pasien. Selanjutnya segera setelah PP
bertugas kembali maka pengkajian dan renpra yang telah ada harus
divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus
dimengerti oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki
pemahaman yang sama tentang istilah-istilah keperawatan yang
digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O (
Intake/Output = pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud
dengan monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan
"berikan dukungan pada pasien dan keluarganya" , maka baik PP dan
PA dalam timnya harus memiliki persepsi yang sama tentang tindakan
yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan
kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut.
Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada
renpra, PP terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-masing
PA. Hal yang tidak dapat didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab
dan tanggung gugat seorang PP (Dunville dan McCuock, 2004).
Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban
untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan
oleh PA.
2. Komunikasi tim oleh konferensi
Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA
untuk membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan
setiap hari. Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terima
shift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan
didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi. Konferensi
akan efektif jika PP telah membuat renpra, dan membuat rencana apa
yang akan dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2
arah dalam diskusi antara PP–PA tentang rencana asuhan keperawatan
dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait.
3. Komunikasi tim melalui Ronde
Keperawatan Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus
dibedakan dengan ronde keperawatan yang dilakuan dengan clinical
manager (ccm). Tujuan ronde keperawatan dalam tim adalah agar PP dan
PA bersama-sama melihat proses yang diberikan.
a) Kerjasama dengan tim lain Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi,
ahli farmasi, fisioterapi, staf laboratorium dll. Peran PP dalam
melakukan kerjasama dengan tim lain tersebut adalah :
1) Mengkolaborasikan.
2) Mengkomunikasikan.
3) Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi
tanggung jawabnya.
4) PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi
tingkat pendidikan dalam pengalamannya.
PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien
yang terkait dengan perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang
akurat bagi tenaga kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi
misalnya akan membantu perkembangan pasien selama dalam perawatan,
agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk
mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde
antar profesional.
Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat
menyebabkan komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu
komunikasi antar tim kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi
keperawatan. Dokumentasi tersebut dibuat oleh PP tetapi sebelumnya
harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan bahwa dokumentasi yang
ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat komunikasi.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi
lain, seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan
berkomunikasi, misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain,
tidak terkesan memerintah atau menggurui atau bahkan menyalahkan
orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari profesi lain, merupakan
kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi antar profesi ini
PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan
yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter
menjadwalkan pasien untuk di rontgen dada dan di USG abdoment
sekaligus pemeriksaan mata pada hari yang sama, maka seorang PP harus
mampu mengkoordinasikan semua kegiatan tersebut agar tidak
melelahkan dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya. Misalnya
dalam hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.
H. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga kesehatan
lainnya.
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau
tantangan yang dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam
kelompok dan antar profesi. Tersebut diantaranya adalah :
1) PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak
mampu membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA
yang tidak sesuai dengan kemampuan PA tersebut.
2) PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu
melakukan tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan
oleh PP.
3) Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi
keperawatan.
4) Adanya friksi diantara sesama PA. Tantangan seperti disebutkan diatas
dapat di pandang sebagai dinamika yang terjadi dalam kelompok.
Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang terkait dalam
komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM
(Clinical Care Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA
sendiri harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif penyelesaiannya.
I. Peran dan Tanggung Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya
1. Peran Kepala Ruangan ( KARU)
a. Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU dan melakukan
ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat.
b. Memimpin sharing pagi.
c. Memimpin operan.
d. Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
e. Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi: pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan
penunjang (Hasil Lab), dll.
f. Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
g. Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area
tanggung jawabnya.
h. Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
2. Peran Ketua Tim ( KATIM )
Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh
Tim keperawatan di bawah koordinasinya.
a) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim
keperawatan di bawah koordinasinya pada saat Pre Croference
b) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan
yang tepat untuk pasiennya.
c) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat PP
d) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di bawah
koordinasinya pada saat Post Conference.
3. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam
dan hari libur.
a) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
b) Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya
c) Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat PP
d) Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan
e) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
4. Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA)
Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up)
perkembangan pasien.
a) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh PA
b) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.
J. Kinerja Perawat Setelah Penerapan SP2KP
Lebih bertanggung jawab kepada klien, lebih profesional dari pada
sebelumnya. Peran PP dalam SP2KP, dalam pengembangan konsep SP2KP,
perawat PP berugas dalam menjalankan komunikasi dengan tenaga kesehatan
lain seperti dokterm, ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP
bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan hasil
pengkajiannya dan yang berhubungan dengan perawatannya pasien, sehingga
dapat membantu dalam memutuskan tindakan medis nantinya.

Anda mungkin juga menyukai