Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORI
1. Case Manager
a. Pengertian
Case manager adalah seorang profesional yang mengelola satu
atau lebih kasus yang dipercayakan kepadanya dengan jalur yang telah
ditentukan, dalam konteks ruang dan waktu yang ditentukan
(Fabbri et al., 2017)
. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menggunakan
istilah case manager sebagai Manajer Pelayanan Pasien (MPP) yaitu
seseorang professional yang mengimplementasikan proses kolaborasi,
melalui asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi pelayanan,
evaluasi dan advokasi dalam pelayanan, agar pemenuhan kebutuhan
pasien terpenuhi secara komprehensif, melalui komunikasi yang efektif
dan pemanfaatan sumber daya rumah sakit yang ada untuk
menghasilkan asuhan pasien yang bermutu dengan biaya efektif
(KARS, 2016).
Case manager berperan aktif, bertanggung jawab dan
berkolaborasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan pelayanan yang efektif dan efisien. Case manager
bertanggung jawab pada pelaksanaan program terapi dan pemeriksaan
penunjang yang telah ditentukan hingga melakukan kontrol terhadap
pelayanan yang diterima pasien untuk memastikan pasien
mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan
(Indrian, 2018)
. Case manager juga secara aktif berpartisipasi dengan klien
untuk mengidentifikasi dan memfasilitasi pilihan dan layanan sesuai
kebutuhan kesehatan individu, dengan tujuan mengurangi fragmentasi
dan duplikasi perawatan dan meningkatkan kualitas, hasil klinis yang
hemat biaya (Peggy Rossi, 2014).
Case manager merupakan bagian dari manajemen pelayanan
pasien yang berasal dari seorang perawat atau dokter yang bertanggung
jawab terhadap kesinambungan pelayanan pasien dan mengatur
pelayanan pasien selama rawat inap, meningkatkan kontinuitas
pelayanan, koordinasi, kepuasan pasien, kualitas pelayanan dan hasil
yang diharapkan termasuk mengintegrasikan pelayanan keperawatan,
efektifitas biaya dari pengobatan medis, discharge planing, dan hasil
manajemen.
b. Tujuan Case Manager
Dalam pelaksanaan manejemen kasus, case manager memiliki
tujuan (Peggy Rossi, 2014):
1) Memberikan hasil perawatan klinis yang berkualitas tinggi, hemat
biaya, efisien dan tepat waktu di seluruh rangkaian sumber daya
perawatan.
2) Menahan atau mengurangi biaya dengan menyeimbangkan
pemanfaatan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai hasil
klinis yang realistis dan mencegah pasien dirawat kembali setelah
mendapatkan perawatan dirumah sakit
3) Memastikan pasien mendapatkan perawatan yang tepat setiap saat
dengan lama rawat inap se-efisien dan sesingkat mungkin
4) Pastikan pengalaman case manager yang memuaskan untuk semua
orang
Tujuan case manager menurut (KARS, 2016) adalah untuk
melibatkan pasien dan keluargannya didalam pemberian asuhan yang
untuk pasien, agar merasa menjadi bagian dalam keputusan
pengobatan dan rencana asuhan.
c. Manfaat Case Manager
Case manager dalam pelaksanaan tugas sebagai profesional
manajemen pelayanan pasien dapat memberikan manfaat diantaranya
sebagai berikut (KARS, 2016):
1) Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
2) Meningkatkan tingkat kepuasan pasien dan keluarga
3) Meningkatkan keterlibatan dan kepatuhan pasien dalam asuhan
sehingga dapat meningkatan kualitas hidup pasien
4) Peningkatan kolaborasi interprofesional tim PPA
5) Penurunan tingkat asuhan sesuai kebutuhan pasien dan panduan
klinis yang diharapkan dapat menurunkan lama rawat di RS dan
dapat mencegah hari rawat yang tidak perlu
6) Penurunan frekuensi, jenis dan lama pemeriksaan, termasuk
pemeriksaan yang tidak perlu
7) Menghindari tagihan yang tidak perlu
8) Penurunan readmisi ke rumah sakit dan kunjungan pasien yang
sama ke IGD
Sedangkan bagi rumah sakit, dengan adanya case manajer
memberikan keuntungan berupa penetapan biaya pelayanan efektif,
orientasi pelayanan yang holistik, kontinuitas pelayanan, memberikan
informasi pada klien sehingga mengetahui siapa yang harus dihubungi
untuk bantuan dan membantu proses evaluasi penerapan clinical
pathway (KARS, 2016).
d. Kualifikasi Case Manager
Seseorang yang dapat ditetapkan adalah seorang ners atau dokter
umum yang berpengalaman pada pelayanan rumah sakit, berdasarkan
kualifikasi (KARS, 2016):
1) Perawat
a) Berpendidikan minimal profesi Ners;
b) Berpengalaman sebagai perawat di ruang rawat inap minimal 3
(tiga) tahun;
c) Berpengalaman menjadi kepala ruangan minimal 2 (dua) tahun.
2) Dokter (Umum)
a) Memiliki pengalaman minimal 3 tahun dalam pelayanan klinis
di rumah sakit.
b) Memiliki pengalaman sebagai dokter ruangan minimal 1 tahun.
Selain kualifikasi diatas, seorang case manager juga perlu
menambah pengetahuan dan beberapa kompetensi yang mendukung
praktiknya dengan mengikuti pelatihan antara lain:
1) Pelatihan penyusunan Standart Prosedur Operasional, Panduan
Praktik Klinik, clinical pathway dan pelatihan lain yang terkait
pengetahuan klinis.
2) Pelatihan patient center care (PCC).
3) Pelatihan dengan tema perasuransian termasuk INA-CBGs.
4) Pelatihan tentang discard planning.
5) Pelatihan tentang manajemen risiko.
6) Pelatihan mengenai hukum dan etiko-legal.
7) Pelatihan komunikasi efektif
e. Prinsip Kerja Case Manager
Case manager fokus menggunakan prinsip – prisip kerja utuk
melaksanakan pekerjaannya (KARS, 2016), yaitu:
1) Menggunakan pendekatan pasien sebagai fokus pelayanan atau
patient center care dengan tetap memberikan fasilitas otonomi pada
pasien dalam perawatan, untuk ikut serta pada pengambilan
keputusan.
2) Melakukan pendekatan secara komprehensif dan holistik dengan
tetap mengedepankan pendekatan budaya untuk meningkatkan
kesadaran dan menghargai perbedaan.
3) Mendorong semua pelayanan pasien mengacu pada keselamatan
pasien.
4) Membina hubungan baik steakholder di Masyarakat.
5) Membantu melewati alur sistem pelayanan kesehatan agar dapat
melewati transisi dengan baik.
6) Meningkatkan professionalisme dalam menjalankan pekerjaannya
dan menunjukkan hasil yang baik didukung fakta – fakta.
7) Mendukung regulasi secara nasional, regional maupun lokal dalam
upaya mendukung kesehatan pasien.
f. Peran dan Fungsi Case Manager
Menurut KARS (2016), Case manager memiliki peran yang
cukup luas dalam pelayanan pasien yang mencakup:
1) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien, keluarga dan
PPA, baik dalam kondisi akut sampai dalam proses rehabilitasi, di
rumah sakit maupun pasca rawat.
2) Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien
dengan mengintegrasikan asuhan pasien dengan meningkatkan
kolaborasi interprofesional
3) Mengoptimalkan proses reimbursemen
Dalam CMSA (2016) , Case Manager dapat berperan dalam
melakukan koordinasi pelayanan perawatan kesehatan yang diperoleh
pasien:
1) Mengidenfitikasi manfaat layanan
Case manager mempertimbangkan model dalam
memprediksi, menyaring data dan memutuskan apakah klien akan
mendapat manfaat dari layanan manajemen kasus.
2) Melakukan pengkajian, identifikasi tujuan dan merencanakan
intervensi
Peran case manager melakukakan pengkajian kebutuhan
kesehatan maupun psikososial pasien, termasuk mengkaji adanya
dukungan dan kemampuan klien dalam implementasi manajemen
kasus. Kemudian melakukan identifikasi tujuan perawatan dengan
klien, keluarga klien, maupun pemberi pelayanan kesehatan. Case
manager juga merencanakan intervensi perawatan dan sumber
daya yang dibutuhkan dengan melibatkan klien, keluarga maupun
PPA lain untuk memaksimalkan respons klien, keamanan,
efektifitas biaya dan pelayanan perawatan yang optimal.
3) Komunikasi dan kolaborasi
Untuk meminimalkan fragmentasi layanan dan mencegah
risiko pelayanan, case manager dapat memfasilitasi komunikasi
dan koordinasi antar anggota dari tim perawatan kesehatan dengan
tetap melibatkan klien dalam proses pengambilan keputusan.
Kemudian juga berkolaborasi dengan PPA lain untuk menyediakan
perawatan yang aman, dan jika diperlukan case manager akan
mengkoordinasikan rujukan klien.
Case manager juga melakukan komunikasi berkelanjutan
dengan klien, keluarga klien maupun PPA lain yang terlibat untuk
memastikan bahwa semua mendapat informasi yang baik tentang
rencana perawatan dan layanan manajemen kasus.
4) Edukasi dan Konseling
Melakukan edukasi kepada klien dan keluarga tentang
pelayanan pengobatan, manfaat asuransi, masalah keuangan, dan
layanan manajemen kasus, untuk membuat perawatan yang tepat
waktu. Case manager juga melakukan konseling melalui
pemberdayaan pasien untuk memecahkan masalah dengan
mengekplorasi rencana pilihan perawatan dan alternatifnya untuk
mencapai hasil yang optimal
5) Identifikasi hambatan perawatan
Mengidentifikasi hambatan perawatan dan keterlibatan
klien dalam perawatan kesehatannya sendiri untuk mencegah hasil
perawatan yang tidak optimal serta membantu klien dalam transisi
perawatan yang aman ke penyedia pelayanan berikutnya yang
paling tepat. Dalam hal ini case manajer juga berperan dalam
meningkatkan kemandirian klien untuk penentuan nasib sendiri dan
penyediaan perawatan yang berpusat pada klien dan sesuai budaya.
6) Advokasi
Melakukan advokasi antara klien dan pembayar untuk
memfasilitasi hasil positif bagi klien, PPA dan pembayar, dengan
tetap menjadikan kebutuhan klien sebagai prioritas utama.
7) Evaluasi
Melakukan evaluasi terhadap nilai dan efektivitas rencana
perawatan manajemen kasus, alokasi sumber daya, dan penyediaan
layanan dengan menerapkan ukuran hasil yang mencerminkan
kebijakan dan harapan organisasi, standar akreditasi, dan
persyaratan peraturan. Evaluasi dilakukan untuk meningkatkan
kinerja agar akses klien lebih optimal dan pencapaian sasaran
sasaran dan hasil yang diinginkan.
Sedangkan fungsi case manager secara garis besar adalah
memfasilitasi permasalahan pasien dengan mengkolaborasikan antara
pasien, keluarga dan profesional pemberi asuhan dengan cara
menjalankan fungsi asesmen, perencanaan, fasilitasi dan advokasi,
melalui kolaborasi dengan pasien, keluarga, professional pemberi
asuhan, sehingga menghasilkan hasil asuhan yang diharapkan
(KARS, 2016)
.
Luasnya cakupan peran dan dan fungsi ini, seorang case
manager dituntut memiliki kompentensi yang baik dalam hal konsep
manajemen pelayanan pasien, prinsip praktik manajemen pelayanan
pasien, manajemen pelayanan kesehatan dan pelaksanaannya,
reimbursement pelayanan kesehatan, aspek psikososial asuhan pasien,
rehabilitasi, dan pengembangan profesional (Tahan et al., 2016).
g. Komponen Proses Case Management
Dalam praktiknya case manager berfikir secara kritis melihat
fenomena yang ada didasari evidence based praktice. Melaksanakan
fungsi dan tanggung jawab pada proses, fasilitasi, koordinasi, dan
kolaborasi selama pasien dirawat. Sedangkan langkah – langkah case
managemen antara lain (CMSA, 2016):
1) Identifikasi kelayakan pasien case management
Berfokus pada identifikasi klien untuk menentukan kelayakan dan
manfaat dari layanan manajemen kasus dengan melibatkan klien
dan keluarga termasuk dalam memperoleh persetujuan untuk
layanan manajemen kasus. Tahap identifikasi merupakan langkah
untuk menilai, menjelaskan dan menjalin hubungan pelayanan
dengan klien. Pada tahap ini seorang case manager diharapkan
untuk:
a) Mendapatkan persetujuan klien untuk berpartisipasi dalam
program manajemen kasus dan memastikan setiap klien
memahami hak dan tanggung jawabnya serta memberikan
informasi yang cukup tentang opsi yang berlaku jika tidak
memenuhi syarat
b) Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan tentang klien,
mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan awal setiap
klien.
c) Menjelaskan proses manajemen kasus kepada klien, termasuk
kelayakan, penilaian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan
transisi.
d) Memastikan klien memahami proses keluhan dan banding
untuk layanan sebagaimana mestinya.
e) Berkomunikasi dengan klien mengenai kriteria yang
menunjukkan akhir dari hubungan layanan manajemen kasus.
2) Asesmen dan penilaian peluang
Melakukan pengumpulan data, analisis, dan sintesis
informasi untuk mengembangkan rencana perawatan yang berpusat
pada klien. Asesmen mencakup kondisi medis, kesehatan perilaku,
penggunaan dan penyalahgunaan zat dan determinan kesehatan
sosial. Kebutuhan dan peluang perawatan diidentifikasi melalui
analisis temuan dan penentuan kebutuhan, hambatan, dan/atau
kebutuhan yang teridentifikasi dalam perawatan.
3) Pengembangan rencana manajemen kasus
Mengembangkan rencana manajemen kasus yang meliputi
menentukan prioritas tujuan dan/atau hasil yang ingin dicapai; dan
intervensi yang diperlukan. Planning atau perencanaan
mencangkup identifikasi sumber daya yang ada, serta mengatasi
hambatan-hambatan yang terkait. Perencanaan yang dirancang
untuk mendokumentasikan tindakanan untuk mencapai tujuan
jangka pendek dan jangka panjang pasien serta hasil yang optimal.
Masukan dan partisipasi klien dan/atau keluarga klien sangat
penting untuk meningkakan perawatan yang berpusat pada pasien
dan memaksimalkan potensi untuk mencapai sasaran sasaran.
4) Implementasi dan Koordinasi
Implementasi dari rencana manajemen kasus dilaksanakan
dengan memfasilitasi koordinasi perawatan, layanan, sumber daya,
dan pendidikan kesehatan yang ditentukan dalam intervensi yang
telah direncanakan. Koordinasi perawatan yang efektif
membutuhkan komunikasi dan kolaborasi berkelanjutan dengan
klien dan/atau keluarga, serta seluruh interprofesional tim
perawatan kesehatan.
Case manager bekerja untuk memastikan bahwa semua
pihak terlibat bekerja sama secara konstruktif dan efisien sehingga
setiap klien menerima layanan, sumber daya, dan dukungan yang
telah direncanakan. Case manager melakukan hal – hal:
a) Membangun hubungan untuk memastikan pendekatan yang
berpusat pada klien.
b) Memfasilitasi dan mengembangkan keterampilan manajemen
diri klien.
c) Menambah independensi klien, menjaga komunikasi dengan
klien dan penyedia layanan informal dan formal
d) Mengatur diskusi kelompok dan sesi pengambilan keputusan
serta melakukan pemantauan kebutuhan dan preferensi klien
e) Mengidentifikasi, memfasilitasi dan mengatasi dan konflik
dengan segera
f) Menjelaskan dan menegaskan kembali kemungkinan alternatif
transisi, peran, dan tanggung jawab transisi yang potensial
kepada klien.
5) Monitoring dan evaluasi
Melakukan monitoring untuk menilai kemajuan klien dengan
intervensi yang telah direncanakan, mengevaluasi apakah tujuan
dan intervensi perawatan tetap sesuai, relevan, dan realistis.
Kemudian menentukan apakah diperlukan revisi atau modifikasi
untuk kebutuhan, tujuan, atau intervensi perawatan yang
ditentukan.
6) Pengakhiran asuhan case manager
Pengakhiran asuhan berfokus pada penghentian layanan
manajemen kasus profesional ketika pasien telah mencapai tingkat
fungsi dan pemulihan tertinggi atau ketika klien dilakukan rujukan.

2. Mutu Pelayanan Keperawatan


a. Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan
Mutu pelayanan keperawatan adalah proses yang dilakukan
oleh perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam
mempertahankan kondisi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual
pasien (Suarli, 2012) . Mutu pelayanan keperawatan menunjukan
tingkat kesempurnaan pelayanan apabila yang dilakukan sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan yang dapat
menimbulkan kepuasan bagi pasien (Butar-Butar et al., 2016). Kualitas
layanan dikatakan bermutu apabila yang dirasakan sama atau melebihi
dari pelayanan yang diharapkan (Nursalam, 2014) . Berdasarkan
pengertian tersebut, mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh perawat secara profesional untuk
memenuhi kebutuhan pasien baik kebutuhan biologis, psikologis,
sosial dan spriritual yang dapat menimbulkan kepuasan pasien.
b. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan
keperawatan menurut Nursalam, (2014) adalah:
1) Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication)
Merupakan komunikasi informal antara seorang pembicara dengan
orang yang menerima informasi yang dapat berimbas baik atau
buruk terhadap suatu hubungan. Dalam pelayanan keperwatan
komunikasi ini penting dan komunikasi yang baik akan menjadi
motivasi tersendiri bagi pasien sehingga dapat berimbas positif
terhadap pelayanan, kondisi pasien maupun meningkatkan upaya
pemasaran rumah sakit.
2) Kebutuhan pribadi (personal need)
Harapan pelanggan bervariasi tergantung pada karakteristik
individu yang memengaruhinya. Pasien memiliki kebutuhan yang
berbeda – beda antara satu pasien dengan pasien lainnya meskipun
dalam keadaan klinis yang sama. Kebutuhan ini lebih personal dan
harus diberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien juga.
Pemenuhan kebutuhan ini mampu meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.
3) Pengalaman masa lalu (past experience)
Pengalaman pasien merasakan suatu pelayanan kesehatan
sebelumnya juga akan memengaruhi tingkat harapannya dalam
memperoleh pelayanan kesehatan di masa kini atau masa
mendatang.
4) Komunikasi eksternal (company’s external communication)
Komunikasi eksternal yang digunakan oleh pemberi layanan
kesehatan melalui berbagai bentuk juga memiliki peranan dalam
pembentukan harapan pasien terhadap pelayanan keperawatan.
Sedangkan menurut Triwibowo (2013) faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan meliputi 6 kriteria yaitu:
1) Mengenal kompetensi diri
Perawat profesional harus mengetahui kelebihan dan kekurangan
pada dirinya sendiri sebelum membuat rencana dan melakukan
tindakan keperawatan kepada pasien. Introspeksi diri secara
kontinu akan membuat individu akan mengantisipasi dan
meminimalkan kejadian yang dapat menimbulkan ancaman
keselamatan pasien.
2) Meningkatkan koordinasi
Perawat akan berkolaborasi dan melakukan kerja sama dalam
memberikan asuhan kepada pasien bersama dengan PPA lain
maupun dengan keluarga pasien, dan pasien agar dapat mencapai
pemberian kualitas perawatan yang komrehensif.
3) Pengetahuan dan keterampilan
Perawat harus wawasan pengetahuan yang luas dan terkini agar
dapat menyelesaikan masalah pasien dengan baik, termasuk
menguasai ketrampilan yang dibutuhkan oleh pelayanan.
4) Penyelesaian tugas
Perawat bekerja sebagai tim dalam pemberi asuhan kepada pasien,
dan merupakan profesi yang paling sering berinteraksi dengan
pasien, oleh karenanya perawat perlu memiliki pengetahuan
tentang kondisi pasien secara lengkap melalui proses pengkajian
dengan teliti serta mendokumentasikan berbagai kondisi pasien
secara lengkap.
5) Melakukan prioritas masalah keperawatan
Seorang perawat harus melakukan analisa serta menetapkan
prioritas masalah sesuai dengan kondisi pasien.
6) Evaluasi berkesinambungan
Evaluasi dilakukan secara terus menerus terhadap keadaan pasien,
hal ini diperlukan agar perawat tetap mengetahui kondisi pasien
sehingga akan dapat menetapkan perencanaan tindakan berikutnya
kalau diperlukan.
c. Pengukuran Mutu Pelayanan
Menurut Prof. A Donabedian, dalam Nursalam (2014) ada 3
(tiga) aspek yang digunakan sebagai variabel untuk mengukur mutu
pelayanan yaitu:
1) Input
Input merupakan sarana fisik perlengkapan, organisasi dan
manajemen. Input juga meupakan sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan seperti SDM, keuangan, obat,
fasilitas dan peralatan, teknologi, organisasi, dan informasi.
2) Proses
Proses adalah seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh pemberi
asuhan terhadap pasien baik perawat, dokter maupun tenaga
kesehatan lainnya dalam berinteraksinya dengan pasien. Semakin
patuh semua tenaga kesehatan profesional kepada standar yang
baik (standards of good practise) maka akan semakin tinggi pula
kualitas pelayanan yang diberikan terhadap pasien. Dalam hal ini,
proses merupakan interaksi profesional antara pemberi pelayanan
dengan konsumen pasien dan keluarganya. Setiap tindakan harus
selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien dan
meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada
pasien.
3) Output
Output/outcome adalah hasil pelayanan pelayanan keperawatan
berupa perubahan yang terjadi pada pasien termasuk kepuasan dari
pasien dan keluarganya. Perubahan yang terjadi dapat berupa
perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
negatif. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit/keperawatan
tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah
menghasilkan output yang baik pula.
d. Dimensi mutu keperawatan
Konsep mutu keperawatan dituangkan dalam 5 dimensi, seperti
yang dinyatakan oleh Parasuraman dalam Nursalam (2014) adalah:
1) Daya tanggap (responsiveness)
Responsiveness (daya tanggap) yaitu respon perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien dengan cepat dan tepat
termasuk kecepatan perawat dalam menangani menanggapi
keluhan pasien. Responsiveness merupakan kesediaan dan kesiapan
para petugas kesehatan untuk membantu para pasien untuk
mendapatkan pelayanan secara cepat, merespon permintaan pasien,
serta menginformasikan kapan saja pelayanan akan diberikan
(Astuti, 2017) . Perawat dalam memberikan pelayanan harus
mengutamakan hal – hal yang dapat mempengaruhi orang yang
dilayani, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari
perawat untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat
penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya. Dalam pelayanan keperawatan
adalah waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai
mendapat pelayanan dari tenaga kesehatan (perawat).
2) Jaminan (Assurance)
Assurance merupakan bentuk kepastian dari suatu
pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari perawat, sehingga
pasien merasa puas dan yakin bahwa segala urusan pelayanan yang
dilakukan dapat selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan,
kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan
(Parasuraman, 2001 dalam Nursalam, (2014). Margaretha (2003)
dalam Nursalam (2014) menyatakan bahwa jaminan pelayanan
yang diberikan perawat sangat ditentukan oleh performance atau
kinerja pelayanan, komitmen organisasi yang kuat, perilaku
kepribadian (personality behavior) yang baik. Assurance atau
jaminan yaitu perilaku perawat dalam memberikan kepercayaan
dan rasa aman bagi pasien, dengan selalu bersikap sopan, dan
menguasai pengetahuan dan keterampilan. Assurance dapat
memberikan kejelasan informasi tentang penyakit dan obatnya
kepada pasien yang dilandasi pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, risiko atau keragu – raguan.
3) Bukti Fisik (Tangible)
Tangible adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik yang
dapat terlihat atau digunakan oleh perawat sesuai dengan
penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu
pelayanan yang diterima oleh pasien, sehingga puas atas pelayanan
yang dirasakan, yang menunjukkan prestasi kerja atas pemberian
pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001 dalam
Nursalam, 2014
). Faktor tangible atau bukti fisik merupakan kualitas layanan
berupa kondisi fisik yang nyata, meliputi penampilan fasilitas fisik,
peralatan, personil dan perlengkapan komunikasi
(Sureskiarti & Husniah, 2021)
.
Kualitas layanan yang diberikan umumnya digunakan
untuk membentuk image positif bagi setiap individu yang
dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan
kemampuan dari pemilik pelayanan tersebut
4) Empati (Empathy)
Emphaty (empati), yaitu perhatian secara individual yang
diberikan perawat kepada pasien seperti kemudahan untuk
menghubungi, kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan
pasien dan usaha untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pasien (Astuti, 2017) . Empati dalam pelayanan keperawatan
merupakan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik,
pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas
pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman
masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi pelayanan
harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin
dilayani. (Nursalam, 2014).
Perawat perlu memiliki kemampuan perawat membina
hubungan, memiliki perhatian, dan memahami kebutuhan pasien.
Selain itu juga perlu meningkatkan komunikasi terapeutik dalam
menyapa dan berbicara, mengikutsertaan pasien dalam mengambil
keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat
berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap
mendapat kunjungan keluarga.
5) Keandalan (Reliability)
Reability (kehandalan), yaitu kemampuan perawat memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan
keperawatan adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga
kesehatan khususnya perawat (Astuti, 2017).
Inti pelayanan keandalan adalah setiap perawat memiliki
kemampuan yang andal, mengetahui mengenai seluk belum
prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai
kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur
dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan
yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti
oleh pasien, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan
(Nursalam, 2014).

B. KERANGKA TEORI
PERAN CASE MANAGER
AKTIVITAS CASE MANAGER
1. Memfasilitasi pemenuhan
1. Asessment
kebutuhan asuhan.
2. Planning
2. Mengoptimalkan terlaksananya
3. Implementasi
PCC
4. Coordinating
3. Mengoptimalkan proses
5. Monitoring
reimbursemen
6. Evaluate
PELAKSANAAN CASE
PRINSIP PELAKSANAAN CASE MANAJEMEN
MANAGEMENT
1. Identifikasi kelayakan pasien case
management Mutu pelayanan keperwatan:
2. Asesmen dan penilaian peluang 1. Daya tanggap
3. Pengembangan rencana (responsiveness)
manajemen kasus 2. Jaminan (Assurance)
4. Implementasi dan Koordinasi 3. Bukti Fisik (Tangible)
5. Monitoring dan evaluasi 4. Empati (Empathy)
6. Pengakhiran asuhan case 5. Keandalan (Reliability)
manager

Gambar 2.1 Kerangka Teori


C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Daya tanggap (responsiveness)


D.
Jaminan (Assurance)

PERAN CASE MANAGER Bukti Fisik (Tangible)

Empati (Empathy)

Keandalan (Reliability)

PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimanakah Peran Case Manager Terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Pandanarang Boyolali?
Astuti, P. P. (2017). HUBUNGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN KEPUASAN
PASIEN DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL.
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/15621

Butar-Butar, J., Simamora, R. H., Rsud, P., Kabupaten, P., Tengah, T., Fakultas, D., Universitas,
K., & Utara, S. (2016). HUBUNGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN
TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RSUD PANDAN KABUPATEN TAPANULI
TENGAH. Jurnal Ners Indonesia, 6(1), 50–63. https://doi.org/10.31258/JNI.6.1.50-63

CMSA. (2016). Standards of Practice for Case Management, Revised 2016©.

Fabbri, E., de Maria, M., & Bertolaccini, L. (2017). Case management: An up-to-date review of
literature and a proposal of a county utilization. In Annals of Translational Medicine (Vol.
5, Issue 20). AME Publishing Company. https://doi.org/10.21037/atm.2017.07.26

INDRIAN, R. (2018). IMPLEMENTASI CASE MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN MUTU


PELAYANAN DI RUMAH SAKIT ISLAM PURWOKERTO (STUDI KASUS PASIEN DM TIPE II).
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/22257

KARS. (2016). Panduan Praktik Manajer Pelayanan Pasien-MPP di Rumah Sakit (Case
Manager).

Nursalam, Dr. M. N. (Hons). (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional (4th ed.). Penerbit Salemba.

Peggy Rossi, K. Z. (2014). The Hospital Case Management Orientation Manual. Danvers, MA :
HCPro, [2014] ©2014.

Suarli, S. (2012). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Erlangga.

Sureskiarti, E., & Husniah. (2021). Hubungan Kinerja Perawat dalam Melakukan Asuhan
Keperawatan terhadap Empati Mutu Pelayanan Keperawatan di RSIA Qurrata A’yun
Samarinda. Borneo Student Research, Vol 2, No 3, 1727–2733.
https://journals.umkt.ac.id/index.php/bsr/issue/view/46

Tahan, H. M., Watson, A. C., & Sminkey, P. v. (2016). Informing the content and composition
of the CCM certification examination a national study from the commission for case
manager certification: Part 2. Professional Case Management, 21(1), 3–21.
https://doi.org/10.1097/NCM.0000000000000129

Triwibowo, C. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit. Trans Info Media.

E.

Anda mungkin juga menyukai