Anda di halaman 1dari 40

Cover

MATA KULIAH ASPEK LEGAL DAN ETIK


MENGANALISIS PENERAPAN ACCOUNTABILITY DITATANAN RS DARI
ASPEK MANAJEMEN DAN PRAKTIK KLINIK/ INSTITUSI PENDIDIKAN

DI SUSUN OLEH :

Reflin Helmy Torar 202201011


Renta anita 202201012
Robertha Eka Woro Astuti 202201013
Rosita Lumban Gaol 202201014
Sergio Yudi Midu 202201036
Sriwanti Ambabunga 202201037
Yuliana Bayu Prasetyoningsih 202201039

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS
JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah membantu
kelompok dalam menyelesaikan makalah ini. Judul makalah ini yaitu menganalisis
penerapan Accountability ditatanan RS dari aspek manajemen dan praktik klinik/
institusi pendidikan, yang bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aspek Legal
dan Etik serta mampu menganalisis penerapan Accountability ditatanan rumah sakit
dari aspek manajemen dan praktik klinik/ institusi pendidikan.
Penyusun menyadari bahwa makalah tidak akan selesai tepat waktu tanpa
arahan dari berbagai pemangku kepentingan. Saya mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Regina VT Novita, DNSc. dan Tim selaku Dosen Mata Kuliah Aspek Legal dan
Etik yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga dapat menambah ilmu dan
wawasan sesuai bidang yang kami susun. Makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, Sehigga saya membutuhkan kritik dan saran yang membangun
sebagai bahan perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membacanya

Jakarta, 08 Mei 2023

Kelompok IV
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Rumah sakit merupakan satu lembaga penyedia layanan kesehatan.
Sebagai penyedia layanan kesehatan rumah sakit menyediakan perawatan
secara menyeluruh untuk dapat memenuhi kebutuhan pengobatan serta
berfokus pada tujuan yang yang secara luas terdiri dari manajemen kesehatan
masyarakat, koordinasi perawatan dapat meningkatkan keterlibatan pasien,
serta melakukan implementasi perawatan berbasis bukti . (Guy David, 2018).
Sesuai dengan undang-undang menyebutkan bahwa setiap rumah sakit harus
memiliki suatu organisasi yang efektif, efisen dan akuntabel dan setiap rumah
sakit juga harus menyelenggarakan tata kelola rumah sakit dan tata kelola
klinis yang baik (Republik Indonesia, 2009).
Salah satu capaian dari keberhasilan penyelenggaraan pelayanan di
rumah Sakit adalah meningkatkan jasa kesehatan, kualitas pelayanan, dan
kepuasan pasien. Dan salah satu prinsip etik yang dapat meningkatkan
kepuasan pasien adalah akuntabilitas.  Dalam keperawatan sendiri
akuntabilitas merupakan standar yang pasti terhadap tindakan seorang
profesional yang bisa dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali . Sehingga dengan menerapkan prinsip akuntabilitas dapat segala
aktivitas ataupun layanan dapat dipertanggung jawabkan. (Ardiansyah, 2022).
Sehingga dengan adanya akuntabilitas dapat mencapai keberhasilan dari
program manajemen rumah sakit.
Dalam tatanan rumah sakit, perawat juga memilik tanggung jawab
terhadap tugas, dimana perawat harus memlihara mutu pelayanan serta
kejujuran professional setiap menerapkan pengetahuan dan ketrampilan.
Selain itu perawat juga bertanggung jawab untuk tidak menggunakan setiap
ilmu dan pengetahuan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma
kemanusian (Komite Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Prof. H.B Sa'Anin ,
2020). Maka dengan tanggung jawab yang dimiliki dapat memberikan mutu
pelayanan lebih meningkat.
Tanggung jawab merupakan hal penting yang mendasari kepuasan dari
masyarakat. Salah satu prinsip utama untuk mewujudkan organisasi yang baik
adalah akuntabilitas. Dalam hal ini akuntabilitas adalah salah satu sistem yang
sudah ada sejak zaman Mesopotamia yang dimana saat itu dikenal dengan
adanya hukum dimana seorang pimpinan wajib mempertanggungjawabkan
segala tindakannya kepada pihak yang memberi wewenang (Rakhmat, 2018).
Akuntabilitas juga disebut sebagai tanggung jawab yang bersifat objektif dan
subjektif, dimana responsibilitas objektif berasal dari adanya pengendalian
dari luar yang mendorong untuk bekerja sampai dengan tujuan bisa tercapai
secara efisien dan efektif dan selanjutnya responsibilitas subjektif yang
berasal dari sifat subjektif individu (Sri Ayu Andayani, 2020).
Dalam profesi keperawatan Perawat harus memiliki tanggung jawab
terhadap setiap tindakan yang dilakukan. Dalam keperawatan akuntabilitas
merupakan bagian penting sebagai suatu standar yang pasti bahwa tindakan
seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali (Samosir, 2020). Di salah satu rumah sakit yang ada di Jambi yang
jadi pusat analisis dari kelompok sampai saat ini telah menerapkan prinsip
akuntabilitas sebagai tata kelola perusahaan. Dengan adanya akuntabilitas
dalam pengelolaan rumah sakit dapat meningkatkan tanggung jawab dan
dapat meningkatkan kualitas dari tata kelola rumah sakit.
Sehingga, berdasarkan uraian diatas, maka kelompok tertarik untuk
mengangkat topik yang berjudul Penerapan Accountability ditatanan rumah
sakit dari aspek manajemen dan praktik klinik/ institusi pendidikan.
1.2. Tujuan
1.
1.1.
1.
1.1.
1.2.1. Tujuan Umum
Untujk Menganalisis penerapan Accountability ditatanan rumah
sakit dari aspek manajemen dan praktik klinik/ institusi pendidikan.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa penatalaksanaan penerapan Accountability
ditatanan rumah sakit dari aspek manajemen dan praktik klinik/
institusi pendidikan.
b. Menganalisa pengaruh penerapan Accountability ditatanan
rumah sakit dari aspek manajemen dan praktik klinik/ institusi
pendidikan.
c. Menganalisa manfaat penerapan Accountability ditatanan rumah
sakit dari aspek manajemen dan praktik klinik/ institusi
pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Definisi Akuntabilitas

Kata akuntabilitas berasal dari bahasa inggris accountability yang


berarti keadaan yang dapat dipertanggung jawabkan. Itulah sebabnya,
akuntabilitas menggambarkan suatu keadaan atau kondisi yang dapat
dipertanggung jawabkan. Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian
informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial
kepada pihak–pihak yang berkepentingan (Purba dan Amrul, 2018)
Pada dasarnya konsep akuntabilitas berawal dari konsep
pertanggungjawaban,konsep pertanggungjawaban sendiri dapat dijelasakan
dari adanya wewenang. Wewenang di sini berarti kekuasaan yang sah.
Menurut Weber ada tiga macam tipe ideal wewenang, pertama wewenang
tradisional kedua wewenang karismatik dan ketiga wewenang legal rational.
Yang ketigalah ini yang menjadi basis wewenang pemerintah. Dalam
perkembanganya, muncul konsep baru tentang wewenang yang
dikembangkan oleh Chester I. Barnard, yang bermuara pada prinsip bahwa
penggunaan wewenang harus dapat dipertanggungjawabkan. Darwin
sebagaimana dikutip Joko Widodo, membedakan konsep
pertanggungjawaban menjadi tiga : (Astri Dwi S, 2020).
Akuntabilitas (accountability); suatu istilah yang pada awalnya
diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat
untuk tujuan di mana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara
ilegal.
1. Responsibilitas (responsibility) ; konsep yang berkenaan dengan
standar profesional dan kompetensi teknis yang dimiliki
administrator (birokrasi publik) dalam menjalankan tugasnya.
2. Responsivitas (Responsiveness); pertanggung jawaban dari sisi yang
menerima pelayanan (masyarakat).
Dengan demikian akuntabilitas Dalam bukunya Mardiasmo 2018
merupakan kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada
pihak pemberi amanah yang berhak serta memiliki kewenangan
untuk menerima pertanggungjawaban dari pihak pemegang amanah,
selanjutnya akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban
memeprtanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya yang dilaksanakan secara periodik.

2.1.2. Macam-Macam Akuntabilitas


Akuntabilitas dibedakan dalam beberapa macam atau tipe, sebagaimana
dijelaskan oleh Sadu Wasistiono, mengemukakan adanya lima perspektif
akuntabilitas  (Astri Dwi S, 2020) yaitu :
1. Akuntabilitas administ atif atau organisasi adalah
pertanggungajwaban antara pejabat yang berwenang dengan unit
bawahanya dalam hubungan hierarki yang jelas.
2. Akuntabilitas legal, akuntabilitas jenis ini merujuk pada domain
publik dikaitkan dengan proses legislatif dan yudikatif. Bentuknya
dapat berupa peninjauan kembalikebijakan yang telah diambil oleh
pejabat publik maupun pembatalan suatu peraturan oleh institusi
yudikatif. Ukuran akuntabilitas legal adalah peraturan perundang
undangan yang berlaku.
3. Akuntabilitas politik, Dalam tipe ini terkait dengan adanya
kewenangan pemegangkekuasaan politik untuk mengatur,
menetapkan prioritas dan pendistribusian sumber – sumber dab
menjamain adanya kepatuhan melaksanakan tanggungjawab
administrasi dan legal . Akuntabilitas ini memusatkan pada tekanan
demokratik yang dinyatakan oleh administrasi public
4. Akuntabilitas profesional hal ini berkaitan dengan pelaksnaan
kinerja dan tindakan berdasarkan tolak ukur yang ditetapkan oleh
orang profesi yang sejenis.Akuntabilitas ini lebih menekankan pada
aspek kualitas kinerja dan tindakan.
5. Akuntabilitas moral. Akuntabilitas ini berkaitan dengan tata nilai
yang berlaku dikalangan masyarakat . Hal ini lebih banyak berbicara
tentang baik atau buruknyasuatu kinerja atau tindakan yang
dilakukan oleh seseorang/badan hukum/pimpinankolektif
berdasarkan ukuran tata nilai yang berlaku setempat

2.1.3. Dimensi Akuntabilitas


Terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi
sektor publik, yang diantaranya sebagai berikut (Mardiasmo, 2018):
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity
and legality) ; Dimensi akuntabilitas ini berkaitan dengan kepatuhan
terhadap hukum dan aturan yang telah diterapkan sebelumnya
2. Akuntabilitas proses (Process accountability); Dimensi
akuntabilitas ini berkaitan dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam pelaksanaan tugas sudah cukup baik, termasuk dalam hal
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, hingga
prosedur administrasi
3. Akuntabilitas program (program accountability); Dalam dimensi
akuntabilitas ini, memberikan pertimbangan mengenai tujuan yang
ditetapkan apakah dapat tercapai atau tidak; serta apakah ada
alternatif program lain yang memberikan hasil maksimal dengan
biaya minimal atau tidak.
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability); Dimensi
akuntabilitas ini berkaitan dengan pertanggungjawaban atas kebijakan
yang diambil kepada masyarakat luas

2.1.4. Akuntabilitas Profesi Keperawatan

Akuntabilitas merupakan konsep yang sangat penting dalam praktik


keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat
mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat
menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, erb 1991). Fry
(1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen
utama,yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan
undang-undang dapat dibenarkan.Akuntabilitas dapat dipandang dalam
suatu kerangka sistem hierarki, dimulai daritingkat individu, tingkat intuisi
atau professional dan tingkat sosial (Sullivian, Decker,1988; lih. Kozier
Erb, 1991). Pada tingkat individu atau tingkat pasien, akuntabilitas
direfleksikan dalam proses pembuatan keputusan tigkat perawat,
kompetensi, komitmendan integritas. Pada tingkat intuisi, akuntabilitas
direfleksikan dalam pernyataan falsafahdan tujuan bidang keperawatanatau
audit keperawatan. Pada tingkat professional,akuntabilitas direfleksikan
dalam standar praktik keperawatan. Sedangkan pada tingkatsoisal,
direfleksikan dalam undang-undang yng mengatur praktik keperawatan
(Wahyuni, 2021).
Akuntabilitas profesional mempunyai beberapa tujuan :
a. Perawat dan bidan harus mempertanggungjawabkan tindakannya
kepada pasien,manajer dan organisasi tempat mereka bekerja
b. Mereka bertanggungjawab terhadap tindakan yang diambil untuk
pasen dankeluarganya, masyarakat dan juga terhadap profesinya.
c. Mengevaluasi praktek profesional dan para stafnya.
d. Menerapkan dan mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan
yangdikembangkan oleh organisasi.
e. Membina ketrampilan personalstaf masing-masing.
f. Memastikan ruang lingkup dalam proses pengambilan
keputusan secara jelas
g. Mekanisme Akuntabilitas Profesi Keperawatan

2.3. Etika keperawatan


2.3.1. Definisi Etika Keperawatan
Istilah dan pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari
bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan perkataan
moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk
jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan
menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah dan
tindakan apa yang akan dilakukan. Etika keperawatan merefleksikan
bagaimana seharusnya perawat berperilaku, apa yang harus dilakukan
perawat terhadap kliennya dalam memberikan pelayanan
keperawatan kritis.
Aspek etika keperawatan merupakan hal penting bagi perawat di
pelayanan. Banyaknya kasus pelanggaran etik yang terjadi di Indonesia
seperti bayi melepuh karena ditinggal perawat, salah suntik, pasien jatuh,
pembiaran pasien sehinga terlambat mendapatkan penanganan
merupakan hal-hal yang masih saja terjadi dalam perawatan pasien. Hal
tersebut bisa saja terjadi karena perawat kurang memperhatikan prinsip
etika dalam asuhan keperawatan. Penelitian oleh Haddad dan Eiger
(2018) menunjukkan banyaknya keluhan pasien karena ketidak pedulian
perawat. Etika keperawatan adalah pedoman bagi perawat di dalam
memberikan asuhan keperawatan agar segala tindakan yang diambilnya
tetap memperhatikan kebaikan klien. Etika keperawatan mengandung
unsur-unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan hubungan antara
perawat dengan klien, dokter, sejawat perawat, diri sendiri, keluarga
klien, dan pengunjung.

2.3.2. Tipe-Tipe Etika Keperawatan


Tipe-tipe etika etika keperawatan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Bioetik: merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi
dalam etik,menyangkut masalah biologi dan pengobatan.Lebih lanjut,
bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan
antara ilmukehidupan, bioteknologi, pengobatan,politik, hukum, dan
theologi.Bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan
kesehatan,kesehatan modern,aplikasi teori etik,dan prinsip etik terhadap
masalah-masalah pelayanan kesehatan.
2. Clinical Ethics/ Etik Klinik: bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan
pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.Contoh clinical
ethics: adanya persetujuan atau penolakandan bagaimana seseorang
sebaiknya merespons permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).
3. Nursing Ethics/ Etik Keperawatan: bagian dari bioetik yang merupakan
studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan serta
dianalisis untuk mendapatkan

2.3.3. Prinsip – Prinsip Etika Keperawatan


Filosofi moral etika kesehatan dijelaskan dalam Prinsip Dasar Etika Kesehatan
sebagai berikut:
1. Otonomi (Autonomy) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa
individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek
terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa
dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan
sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan
atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan
kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
3. Keadilan (Justice) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama
dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal
dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek
dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak
menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip
veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan
objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang
ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan
adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan
prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik
bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka
memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya.
Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
6. Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk
menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia
pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Karahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah
informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti
persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan
pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain
harus dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas merupakan standar yang
pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali
2.3.4. Kode Etik Keperawatan Indonesia
Kode etik Adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan
tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana
seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian
pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik keperawatan Indonesia :
a. Perawat dan Klien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat
dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jeniskelamin,
aliran politik dan agama yang dianutserta kedudukan sosial.
2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya,
adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.
3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika
diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
b. Perawat dan praktek
1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang
keperawatan melalui belajar terus-menerus.
2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang
tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan
serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang
akurat dan mempertimbangkan kemampuan sertakualifikasi seseorang
bilamelakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan
delegasi kepada orang lain
4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan selalu menunjukkan perilaku profesional
c. perawat dan masyarakat Perawat mengemban tanggung jawab bersama
masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam
memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
d. Perawat dan teman sejawat
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesame perawat
maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara
keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan
ilegal.
e. Perawat dan Profesi
1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan
2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan
3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun
dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi.
2.4. Dilema Etik
2.4.1. Pengertian
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral
atau prinsip. Pada dilema etik ini,sukar untuk menentukan mana yang
benar atau salah serta dapat menimbulkan stress pada perawat karena
perawat tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien
atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan
dalam mengambil keputusan. Pada saat berhadapan dengan dilema etik
terdapat juga dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut
saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini
membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari
seorang perawat.

2.4.2. Dilema Etik yang terjadi dalam Keperawatan


1. Agama/ kepercayaan.
Di rumah sakit pastinya perawat akan bertemu dengan klien dari berbagai
jenis agama/ kepercayaan. Perbedaan ini nantinya dapat membuat perawat
dan klien memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan
masalah .
Misalnya ada seorang wanita(non muslim) meminta seorang perawat untuk
melakukan abortus. Dalam ajaran agama wanita itu,tidak ada hukum yang
melarang tentang tindak abortus. Tetapi di satu sisi perawat(muslim)
memiliki keyakinan bahwa abortus itu dilarang dalam agama.
Pastinya dalam kasus ini akan timbul dilema pada perawat dalam
pengambilan keputusan.Masih banyak contoh kasus- kasus lainnya yang
pasti muncul di dalam keperawatan
2. Hubungan perawat dengan klien
Dilema yang sering muncul antara lain:
a. Berkata jujur atau tidak. Terkadang muncul masalah-masalah yang
sulit untuk dikatakan kepada klien mengingat kondisi klien. Tetapi
perawat harus mampu mengatakan kepada klien tentang masalah
kesehatan klien.
b. Kepercayaan klien. Rasa percaya harus dibina antara perawat dengan
klien.tujuannya adalah untuk mempercepat proses penyembuhan
klien.
c. Membagi perhatian. Perawat juga harus memberikan perhatiannya
kepada klien.tetapi perawat harus memperhatikan tingkat kebutuhan
klien.keadaan darurat harus diutamakan terlebih dahulu. Tidak boleh
memandang dari sisi faktor ekonomi sosial,suku, budaya ataupun
agama.
d. Pemberian informasi kepada klien. Perawat berperan memberikan
informasi kepada klien baik itu tentang kesehatan klien, biaya
pengobatan dan juga tindak lanjut pengobatan
3. Hubungan perawat dengan dokter
a. Perbedaan pandangan dalam pemberian praktik pengobatan. Terjadi
ketidaksetujuan tentang siapa yang berhak melakukan praktik
pengobatan, apakah dokter atau perawat.
b. Konflik peran perawat. Salah satu peran perawat adalah melakukan
advokasi,membela kepentingan pasien. Saat ini keputusan pasien
dipulangkan sangat tergantung kepada putusan dokter. Dengan
keunikan pelayanan keperawatan, perawat berada dalam posisi
untuk bisa menyatakan kapan pasien bisa pulang atau kapan pasien
harus tetap tinggal.
4. Pengambilan keputusan Dalam pengambilan keputusan yang etis, seorang
perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Terkadang saat berhadapan dengan dilema etik terdapat juga dampak
emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional yang harus dihadapi. Dalam hal ini dibutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.

2.4.3. Prinsip moral dalam menyelesaiakan dilema etik keperawatan


1. Otonomi, Otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai.
2. Keadilan, Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan.
3. Kejujuran, Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mengatakan kebenaran. mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
salama menjalani perawatan.
4. Kerahasiaan, Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah informasi
klien dijaga privasinya. Yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak
seorangpun dapat memperoleh informasi kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
2.4.4. Pemecahan Dilema Etik Keperawatan
Kerangka pemecahan dilema etik menurut Kozier and Erb (1989)
1. Mengembangkan Data Dasar
a. Siapa saja orang-orang yang terlibat dalam dilema etik tersebut seperti
klien, suami, anak, perawat, rohaniawan.
b. Tindakan yang diusulkan. Sebagai klien dia mempunyai otonomi
untuk membiarkan penyakit menggerogoti tubuhnya walaupun
sebenarnya bukan hal itu yang di inginkannya. Dalam hal ini, perawat
mempunyai peran dalam pemberi asuhan keperawatan, peran advocad
(pendidik) serta sebagai konselor yaitu membela dan melindungi klien
tersebut untuk hidup dan menyelamatkan jiwa klien dari ancaman
kematian.
c. Maksud dari tindakan. Dengan memberikan pendidikan, konselor,
advokasi diharapkan klien dapat menerima serta dapat membuat
keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi.
d. Konsekuensi tindakan yang diusulkan Misalnya pada kasus wanita
yang mengidap kanker payudara dan harus dilakukan pengangkatan
payudara.
2. Identifikasi Konflik Akibat Situasi Tersebut
a. Untuk memutuskan apakah tindakan dilakukan pada klien,perawat
dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien.
b. Apabila tindakan tidak di lakukan perawat dihadapkan pada
konflik seperti tidak melaksanakan sumpah profesi, tidak
melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral serta tidak
melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan.
3. Tindakan Alternatif Terhadap Tindakan Yang Diusulkan
a. Mengusulkan dalam tim yang terlibat dalam masalah yang
dihadapi klien untuk dilakukannya tindakan atau tidak.
b. Mengangkat dilema etik kepada komisi etik keperawatan yang
lebih tinggi untuk mempertimbangkan apakah dilakukan atau tidak
suatu tindakan.
4. Menetapkan Siapa Pembuat Keputusan Pihak- pihak yang terlibat dalam
pembuat keputusan antara lain tim kesehatan itu sendiri, klien dan juga
keluarga.
5. Mengidentifikasi Kewajiban Perawat
a. Menghindarkan klien dari ancaman kematian.
b. Melaksanakan prinsip-prinsip kode etik keperawatan.
c. Menghargai otonomi klien
6. Membuat keputusan Keputusan yang diambil sesuai dengan hak otonomi
klien dan juga dari pertimbangan tim kesehatan lainnya
2.4.5. Hukum Kesehatan dan keperawatan
a) Pengertian Hukum Kesehatan dan Hukum Keperawatan
Hukum kesehatan adalah hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan kesehatan; meliputi penerapan perangkat hukum perdata,
pidana dan tata usaha negara., atau Seperangkat kaidah yang mengatur
semua aspek yang berkaitan dengan upaya di bidang kesehatan; meliputi
kedokteran, keperawatan dan kebidanan, makanan dan minuman, rumah
sakit, lingkungan hidup, lingkungan kerja, dan lain-lain yang terkait
dengan upaya Kesehatan. Sedangkan hukum keperawatan Bagian dari
hukum kesehatan yang mengatur semua aspek yang berkaitan dengan
amalan keperawatan
b) Tujuan Hukum Keperawatan dan Kesehatan Untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu
cita-cita bangsa Indonesia adalah melindungi segenap warga dari ancaman
(termasuk ancaman penyakit) dan memajukan kesejahteraan.Dalam
rangka itu perlu dilakukan pembangunan kesehatan yang meliputi semua
segi kehidupan (baik fisik, mental maupun sosial ekonomi) dengan
meletakkan peran pemerin-tah dan masyarakat yang sama besar dan sama
penting.Meningkatnya taraf hidup masyarakat dewasa ini pasti akan
mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan
pemerataan yang mencakup tenaga, sarana dan prasarana; baik jumlah
maupun mutunya.Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan
hukum bagi upaya meningkatkan, mengarahkan dan memberikan landasan
pembangunan di bidang kesehatan diperlukan perangkat hukum kesehatan
yang dinamis agar dapat menjangkau dan mengantisipasi perkembangan
c) Fungsi hukum dalam keperawatan: •
1. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek
perawatan apa yang legal dalam merawat pasien.
2. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
3. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan
keperawatan
4. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
membuat perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku
d) Peraturan yang terkait dengan praktik Keperawan
1. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009
2. UU Keperawatan No. 38 tahun 2014
3. Permenkes 26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 38
tahun 2018 tentang Keperawatan
5. UU Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 5. UU Perlindungan
Konsumen No. 8 tahun 1995.

BAB III
HASIL ANALISIS PENERAPAN ACCOUNTABILITY DITATANAN RS
DARI ASPEK MANAJEMEN DAN
PRAKTIK KLINIK
3.1. Analisa Data
RSX Jambi telah mengadopsi dan secara konsisten melaksanakan prinsip-
prinsip tata kelola perusahaan yang diterapkan secara universal, yaitu
transparansi, akuntabilitas, Responsibiliti, keadilan dan Indenpendensi.
Penerapan prinsip-prinsip ini terus ditingkatkan untuk membangun kesadaran
yang lebih baik di antara manajemen dan staf kami tentang pentingnya
implementasi prinsip-prinsip tersebut dalam meningkatkan kualitas tata kelola
perusahaan dan dalam mengawal keberlanjutan bisnis kami.
Gambaran Umum RS X di Jambi yaitu satu dari sekian Layanan Kesehatan
milik XHG, dinaungi oleh PT X Tbk. dan tercatat kedalam Rumah Sakit Kelas
B. dengan Nomor Surat Keputusan Direksi PT XIH TBK Nomor 002/DIR-
XIH/HC/X/2021 tentang Kode Etik Perseroan. RS X ini berlokasi di Jl.
Soekarno Hatta Paal Merah Jambi Selatan-Kota Jambi. Dalam perkembangan
selanjutnya, ekspektasi pemenuhan kebutuhan di bidang pelayanan kesehatan di
kota jambi semakin meningkat. Oleh karena itu, pihak corporate PT. X Tbk
menyambut hal tersebut dengan rencana peningkatan dan perluasan Rumah sakit
dengan penambahan poli rawata jalan dan penabahan ruang rawat inap.

Adapun jumlah kamar di RS X Jambi menurut Kelas :


1. VVIP : 2 kamar
2. VIP : 24 kamar
3. I : 11 kamar
4. II : 6 kamar
5. III : 4 kamar
6. ICU : 5 bed
7. NICU : 3 bed
8. TT Nurseri : 8 bed,
9. TT Isolasi : 3 Kamar
10. TT di IGD : 7 Bed
11. TT Kamar Bersalin : 3 bed
12. TT Ruang Operasi : 3 kamar
Terdiri dari 18 Poliklinik Spesialistik yaitu:
1. Poli Kebidanan dan Kandungan
2. Poli Anak
3. Poli Beda Umum
4. Poli Bedah Mulut
5. Poli Bedah Tulang
6. Poli Bedah Plastik
7. Poli Beda Saraf
8. Poli Bedah Onkologi
9. Poli Telinga Hidung dan Tenggorokan
10. Poli Gigi
11. Poli Paru
12. Poli Saraf
13. Poli Penyakit Dalam
14. Poli Jantung
15. Poli Gizi
16. Poli Mata
17. Poli Pain Clinic
18. Poli Kebidanan dan Kandungan
19. Poli Psikologi
20. Poli Jiwa/Psikiater
21. Poli Wound Care

Pelayanan Penunjang Diagnosa Lainnya sebagai berikut:


1. Deaprtemen Farmasi
2. Departemen Gizi
3. Departemen Rehabilitasi Medik
4. Deaptemen Hemodialisa
5. Departemen Radiologi
6. Departemen Laboratorium
7. Departemen Medical Record
8. Departemen IT
9. Departemen Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
10. Departemen Laundry
11. Departemen Purchesing
12. Departemen Logistik Umum
13. Ambulance / Mobil Jenazah
14. Pemulasaran Jenazah
15. IPAL
16. CSSD
Jumlah Karyawan RS X jambi adalah sebagai berikut :

1. Tenaga Struktural : 60 Orang

2. Tenaga Fungsional : 240 Orang

Jumlah : 320

3.2. Deskripsi Data


Semakin besar dan Kompleksnya perkembangan Corporate XHG, semakin pe
rlunya adanaya suatu standar etik prilaku yang dapat dijalankaan bagi setiap peke
rja, yang dituangkan dalam bentuk Kode Etik PT. XHG Tbk dan anak Perusahaa
n. Etik Prilaku yang standar yang di tuangkan dalam Kode Etik mampu meningk
atkan kualitas dari pekerja dan mempertahankan citra perseroan yang prima. Pela
yanan Rumah Sakit X Jambi menjadi Rumah Sakit Tipe B Jambi, berkepenting
an untuk mulai meletakkan landasan bagi pelaksanaan Good Corporate Governa
nance dimasa yang akan datang untuk mencapai kinerja Rumah Sakit yang baik
dalam mencapai pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Good Corporate Governanance diterapkan di RS X jambi Sejak Tahun 2021.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Presiden Direktur dan di Teruskan ke Direktur
RS X selaku pengawas dan pengendali Corporate Governanance: RS X menera
pkan tata kelola perusahaan. Manajeman rumah sakit. Sudah SIRS (sisteminform
asi rumah sakit), jadi billing system sudah terintegrasi akan tetapi program. Den
gan sistem Manajemen yang baru diharapkan kinerja rumah sakit semakin bagu
s untuk kedepannya.
Berdasarkan data diatas, bahwa RSX Jambi telah menjalankan manajemen r
umah sakit dengan menggunakan sistem informasi rumah sakit (SIRS), sehingga
billing system terintegrasi. SIRS sendiri merupakan pedoman dalam mengatur pe
laksanaan kinerja rumah sakit agar berjalan optimal dalam rangka mewujudkan g
ood governance. Adapun SIRS sendiri adalah suatu proses pengumpulan, pengol
ahan, dan penyajian data rumah sakit se-Indonesia. Sistem informasi ini mencak
up semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik
maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia N
omor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. SIRS ini merupakan penyempurnaan
dari SIRS Revisi V yang disusun berdasarkan masukan dari tiap Direktorat dan S
ekretariat dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hal ini diperl
ukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal serta semakin menin
gkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan datang.
Manfaat dari SIRS sendiri adalah dapat berperan sebagai subsistem dari Siste
m Kesehatan Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan wa
ktu. Mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jaja
ran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu. Dapat menunjang proses pen
gambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan
operasional pada berbagai tingkatan. Dapat meningkatkan daya guna dan hasil g
una terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang tela
h ada maupun yang sedang dikembangkan (Heru, 2012).

a. Transparansi
Penerapan prinsip transparansi di dalam Perseroan merupakan
bagian dari komitmen kami untuk memastikan bahwa para pemangku
kepentingan memiliki akses yang memadai terhadap informasi tentang
kegiatan dan laporan Perseroan. Tersedia dalam Bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia serta dalam bentuk cetak dan elektronik, kami telah
menunjuk Sekretaris Perusahaan untuk bertanggung jawab atas
pengungkapan informasi Perseroan yang tepat waktu dan akurat.
Salah satu upaya RSX di jambi dalam menerapkan prinsip-prinsip
good corporate governance, terutama dalam hal transparansi yakni dengan
mengadakan RAP (Rencana Anggaran Perusahaan) dan LPJ (Laporan Pert
anggung Jawaban) untuk merancang program dan evaluasi kinerja tahunan
RS X membuat rencana anggaran perusahaan setiap tahunnya, jadi dalam
satu tahun RSX mengetahui perencanaannya, pengeluarannya, anggaran k
euangannya. Sedangkan LPJ nya laporan pertanggung jawaban, dalam sat
u tahun itu apa yang perusahaan kerjakan dari rencana kerja perusahaan sa
tu tahun itu. Dengan demikian dapat dilihat yang sudah terealisasi dan bel
um terealisasi. diketahui bahwa upaya penerapan prinsipprinsip transparan
si dilakukan melalui RAP (Rencana Anggaran Perusahaan) dan LPJ (Lapo
ran Pertanggung Jawaban) dimana pada rapat-rapat tersebut dirancang pro
gram dan evaluasi kinerja tahunan RSX. Selain itu, bentuk transparansi ya
ng lain berupa penyediaan laporan keuangan. Hal ini diperlukan karena la
poran keuangan merupakan salah satu sarana yang dipergunakan rumah sa
kit untuk menjaga terlaksananya transparansi. Transparansi keuangannya
sudah transparan, kalau laporan keuangannya sudah sesuai dengan standa
r akuntansi keuangan (SAK). Publikasi, hanya untuk jajarana manajemen
dan dilaporkan ke Head Office. Laporan keuangan menjadi alat bantu untu
k mengungkapkan transaksi perusahaan beserta kinerjanya kepada stakeho
lders. Untuk itu, laporan keuangan yang disusun harus sesuai denagan stan
dar akuntansi keuangan (SAK). dan pengendali Corporate Governance: tr
ansparansi untuk laporan keuangannya telah muncul tiap tahun. Laporan k
euangan perusahaan dilaporkan ke publik oleh Corporate di Head Office
menggunakan sistem HOPE.
Selain dari tranparansi RAP dan LPJ, RSX juga sangat transparans
i terkait pengadaan alat, penataan data, kualitas layanan dokter dan karyaw
an, dan juga pengalokasian dana. Berdasarkan data diatas, bahwa setiap h
ari selasa diadakan rapat manajemen yang membahas mengenai masalah i
ntern maupun ekstern rumah sakit. Dan setiap rapat memiliki MOM atau n
otelen yang akan mencatat jalannya rapat hingga hasil dari rapat tersebut.
Catatan notulen tersebut akan didokumentasikan sebagai acuan rumah saki
t kedepannya.

b. Akuntabilitas
Kami memastikan pelaksanaan prinsip akuntabilitas melalui 3
tingkatan tata kelola, yaitu melalui penyelenggaraan rapat rutin, Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilakukan setiap tahun, serta
review dan evaluasi yang dilakukan setiap triwulan. Pada rapat rutin
tersebut, Direksi menyampaikan laporan keuangan dan operasional,
anggaran operasional sebelum memasuki tahun buku mendatang dan
penilaian kinerja, kepada Dewan Komisaris. Kemudian pada RUPS,
Direksi akan melaporkan kepada pemegang saham tentang pencapaian
keuangan dan operasional pada tahun buku. Meskipun demikian, setiap
kuartal, kami melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap efektivitas sistem
dan hasil kinerja.
Dari segi akuntabilitas, penerapan good corporate governance, dap
at dilihat pada struktur organisasi RSX. Manajemen RSX telah memiliki b
agian-bagian dari struktur organisasi yang jelas serta pembagian tugas dan
fungsi yang memudahkan kegiatan operasional rumah sakit dalam pelayan
an kesehatan. Dari setiap pelayanan medis di RSX jambi , dilayani oleh st
af/tenaga ahli sesuai di bidangnya masing-masing. Berdasarkan pengamat
an RSX jambi menempatkan karyawannya sesuai pada bidangnya masin
g-masing, sehingga sesuai job description masing-masing karyawan. Maka,
dengan kesesuaian fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban rumah s
akit akan mengakibatkan pengelolaan rumah sakit terlaksana secara efisie
n
Hospital information system (HIS) atau lebih dikenal dengan
sistem informasi rumah sakit (SIRS), merupakan salah satu contoh
aplikasi ti yang dapat diterapkan pada sektor kesehatan. Sirs berfungsi
sebagai penghubung (integrator) antar unit-unit layanan rumah sakit
(misal : pendaftaran, data medis pasien, data obat) pada satu atau beberapa
rumah sakit.  Bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas layanan
kesehatan, yang dilihat dari segi kecepatan, efektifitas dan efisiensi. Direk
si membangun manajemen sistem informasi rumah sakit (SIRS) yang efek
tif dengan mengikut sertakan karyawan dalam pelatihan-pelatihan. Berdas
arkan pengamatan. Diketahui bahwa tugas pelayanan ataupun manajemen
rumah sakit harus ditangani oleh tenaga profesional. Untuk itu diperlukan
adanya pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan. Setiap penyelenggara
an sistem baru di rsx direktur mendorong bagian sumberdaya untuk meng
dakan jadwal peratihan secara bertahap sehingga seluruh karyawan terpap
ar dan dilakukan pencatatan absensi peserta yang sudah mengikuti pelatiha
n dan disertai dengan rolepay.

c. Responsibilitas
Adapun komitmen regulasi kami dan penerapan sistem manajemen
risiko, RSX Jambi secara konsisten mematuhi semua prosedur dan
peraturan, baik klinis maupun non klinis yang diperlukan untuk
memberikan layanan kesehatan yang berkualitas. Kepatuhan terhadap
peraturan tersebut juga ditinjau dan ditingkatkan untuk memenuhi
komitmen keberlanjutan bisnis kami.
RSX Jambi memiliki sistem informasi rumah sakit (SIRS).
Hospital Information System (HIS) atau lebih dikenal dengan Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS), merupakan salah satu contoh aplikasi TI
yang dapat diterapkan pada sektor kesehatan. SIRS berfungsi sebagai
penghubung (integrator) antar unit-unit layanan rumah sakit (misal :
pendaftaran, data medis pasien, data obat) pada satu atau beberapa rumah
sakit.  Bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas layanan kesehatan,
yang dilihat dari segi kecepatan, efektifitas dan efisiensi.

Dengan diadakannya SIRS di RSX jambi dampaknya pada kemud


ahan karyawan dalam mengolah dan memasukkan data rumah sakit, denga
n billing system yang terintergrasi. Direktur bersama para Head Divis/Man
ajemen bertanggung jawab atas keberhasilan pengurusan rumah sakit dala
m rangka pencapaian tujuan yang telah disetujui. Untuk itu Head Divisi w
ajib melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya sesuai denga
n ketentuan yang ditetapkan, dan tidak lepas dari pengawasan Direktur. Be
rdasarkan data diatas, diketahui bahwa tiap tahunnya diadakan program ke
rja yang salah satunya mengenai laporan pertanggung jawaban manajemen
/keuangan untuk mengetahui eksistensi rumah sakit menjalankan tanggung
jawab dan tugas-tugasnya selama tahun berjalan. Laporan pertanggung ja
waban RSX Jambi hanya diumumkan/dipublikasikan kepada pihak interna
l.

d. Keadilan
Memberikan hak yang sama dan adil kepada pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya dan melindungi mereka sesuai dengan
hukum dan peraturan yang berlaku dalam koridor prinsip keadilan. Dan
untuk karyawan reward yang diberikan pada adalah dengan kinerja yang
baik berdasarkan penilaian Perfoman Apresial setiap enam bulan yaitu
pada peningkatan premi/insentifnya dan Reward terhadap staf yang
berprestasi berdasarkan penilaian oleh Human capital. Tetapi pada
karyawan dengan kinerja yang kurang baik berdasarkan hasil performan
apresial, tidak mengalami penigkatan premi/ insentifnya dan juga
dilakukan peringatan langsung. Selain itu keadilan yang diterapkan RSX
Jambi. keadilan yang diterapkan RSX jambi. Pada kebutuhan pasien,
seperti kemampuan pasien yang tidak mampu dalam membayar tarif
pengobatan. dan sistem pembayaran cicilan dengan surat perjanjian
piutang. Dan meyediakan pemotongan harga bagi pasien yang tidak
mampu. dan Selain itu RS X jambi juga menyiapkan Link Feadback
(SOFAS) yang dikirimkan ke no WA pasien secara otomatis untuk
menyampaikan keluhan atau feedback selama proses pengobatan, Disetiap
area pelayanan tersedia no WA dan Barcode jika ada keluhan pasien yang
ingin segera disampaikan. Berdasarkan data yang ditarik dari SOFAS
93% pasien-pasien langsung mengisi link feedback yang dikirim melalui
WA yang telah dilayani oleh RSX jambi sebagian besar merasakan
kenyamanan pelayanan dari sataf RSX jambi . Biaya/tarif pengobatanpun
masih standar, maksudnya bila dibandingkan dengan rumah sakit lainnya
biayanya tidak berbeda jauh. Penerapan SAYA SIAP #Dengan Hati oleh
RSX Jambi yaitu, dimana setiap karyawan membudayakan Sigap,
Informatif, Apresiasi dan Peduli selain itu RSX jambi juga menerapkan
5S yaitu : Budaya Kerja 5S : Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke pentin
g bagi kenyamanan pasien.

e. Independensi
Prinsip independensi sangat penting dalam memastikan bahwa
semua anggota manajemen puncak dan eksekutif tidak memiliki konflik
kepentingan dan membawa objektivitas pada proses pengambilan
keputusan. Sebagai bagian dari komitmen independensi, kami telah
menunjuk Komisaris Independen untuk duduk di dewan manajemen dan
Pihak Independen di Komite Audit. Independency yaitu Perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tid
ak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Ruma
h Sakit sejauh ini mengelola perusahaan secara profesional, bila terjadi ko
nflik dalam perusahaan maka seluruh pihak ikut mencari solusinya dan hal
tersebut tidak menjadi halangan bagi para petinggi untuk membuat suatu k
eputusan. Rumah Sakit tidak menyertakan keterlibatan keluarga dari pemil
ik perusahaan untuk membuat suatu keputusan.. Kemudian konflik interna
l yang terjadi dalam perusahaan tidak menjadi halangan dalam membuat s
uatu keputusan. Independency adalah suatu keadaan dimana perusahaan di
kelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau te
kanan dari pihak manapun yang tidak sesuai hukum yang berlaku dan prin
sip-prinsip korporasi yang sehat (Nur'ainy, et al., 2013).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
Rumah sakit X Jambi sebagai suatu organisasi yang memberikan layanan
kesehatan memiliki kewajiban atas segala keputusan dan kebijakan yang di
ambilnya. Keputusan dan kebijakan ini harus dapat di pertangggung jawabkan
sehingga dalam pelayanan organisasi dapat di jalankan dengan efektif, hal ini
sesuai dengan teori mengenai akuntabilitas yang merupakan suatu keadaan atau
kondisi yang dapat dipertanggung jawabkan (Purba dan Amrul, 2018).
Akuntability harus di terapkan dalam menjalankan suatu organisasi. Dalam
prinsipnya akuntabilitas berorientasi pada hasil, dimana membutuhkan adanya
laporan, dan konsekuensi untuk memperbaiki kinerja. Akuntabilitas sendiri yaitu
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga
pengelolaan rumah sakit terlaksana secara efektif. Setiap bagian telah
melaksanakan tugasnya dengan baik karena koordinasi yang baik pula, serta
peranan seorang pemimpin yang besar, yakni direktur. Dalam memutuskan
sebuah kebijakan di RS X Jambi, setiap kepala bagian akan diajak berdiskusi
untuk mendengarkan saran dan pendapatnya masing-masing. Dengan kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban rumah sakit akan mengakibatkan
pengelolaan rumah sakit terlaksana secara efisien (Kinerja et al., 2020).
Good Corporate Governanance telah diterapkan di RS X Jambi sejak tahun 2
021. Menurut jurnal penelitian tahun 2020, konsep good corporate governance
baru populer di Asia dan berkembang sejak tahun 1990-an. Tata kelola yang baik
(Good Governance) bagi rumah sakit merupakan langkah awal yang dapat
dilakukan untuk dapat mengikuti aturan yang berubah dan akan selalu berubah.
Tata kelola yang baik dapat membuat seluruh stakeholder rumah sakit merasakan
keadilan (fairness), transparansi (transparency), kemandirian (independency),
akuntabilitas (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility). Hasil
penelitian pada jurnal penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip good
governance berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Dengan penerapan
Good Governance berupa accountability public yang menyediakan informasi
yang dapat dipercaya akan mampu meningkatkan pencapaian visi misi yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam organisasi. Keakuntabilitasan Rumah Sakit dapat
dilihat pada struktur organisasi RS X Jambi, dimana di RS ini telah memiliki
bagian-bagian dari struktur organisasi yang jelas serta pembagian tugas dan
fungsi yang memudahkan kegiatan operasional rumah sakit dalam pelayanan
kesehatan (Kinerja et al., 2020). Dengan demikian prinsip Good Governance yang
dianut pada RS X Jambi telah sesuai dan terbukti pada jurnal penelitian ini.
Penerapan good corporate governance sangat diperlukan dalam perusahaan.
Implementasi good coorporate governance dapat berjalan dengan baik apabila
didukung oleh para pelaku organisasi yang memiliki komitmen dan integritas
untuk mewujudkannya. Pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh Zaeni dan
Sawarjuwono, akuntabilitas juga mengharuskan adanya pengawasan yang efektif
dengan dibentuknya internal audit dan komite audit serta adanya pengawasan
yang berasal dari luar melalui audit eksternal (Mochammd Zaeni, 2019), hal
inipun dilakukan pada RS X Jambi. Dengan adanya pengawasan ini, keselamatan
pasien dapat terwujud, yang merupakan salah satu akuntabilitas RS. Hal ini
diperkuat dalam jurnal penelitian yang menyatakan tujuan keselamatan pasien di
rumah sakit diantaranya terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
dan meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
(Siagian, 2020).
Akuntabity di RS X Jambi, terlihat juga dengan sudah di terapkannya sistem
informasi rumah sakit, dimana setiap layanan dapat terintegrasi dan layanan pun
lebih transparan dan bisa di pertanggangung jawabkan untuk kelengkapan dan
keakuratan data. Akuntability di RS.X tergambar juga dari adanya kebijakan,
program, alur, SPO yang sudah tetapkan sehingga setiap pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga selalu berdasarkan aturan – aturan yang
telah di terapkan. Dalam penelitian tahun 2022 oleh Wiraya dan Haryati, Standar
Operasional Prosedur (SOP) merupakan pedoman atau acuan untuk melaksanakan
tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja rumah sakit yang
berdasarkan indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata
kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP untuk menciptakan komitmen mengenai
satuan unit kerja rumah sakit untuk mewujudkan good governance. SOP
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi yang berkaitan dengan ketepatan
program dan waktu. Selain itu SOP digunakan untuk menilai kinerja organisasi
salah satunya akuntabilitas kinerja rumah sakit di Indonesia. Penerapan SOP
dalam setiap tindakan perawat merupakan salah satu upaya untuk menjaga
keselamatan pasien, meningkatkan pelayanan dan menghindari tuntutan
malpraktik. Karena itu seharusnya setiap satuan unit kerja pelayanan publik
rumah sakit memiliki SOP sebagai acuan dalam bertindak. Melalui penerapan
SOP ini akuntabilitas kinerja rumah sakit dapat dievaluasi dan terukur (Mastia
Wiraya, 2022).

RS X Jambi menempatkan karyawannya sesuai pada bidangnya masing-masin


g, sesuai job description masing-masing karyawan, hal ini sesuai dengan jurnal
penelitian yang dilakukan pada tahun 2021, dimana karyawan terkhusus perawat
memiliki akuntabilitas tersendiri. Akuntabilitas perawat akan tergantung pada
bentuk otoritas yang mereka miliki. Otoritas perawat termasuk pada tugas
mandisi, maupun delegasi. Sehingga penting sekali untuk menempatkan
karyawan, termasuk perawat sesuai dengan job descriptionnya (Anwar, 2021).

Salah satu hal yang memperkuat bahwa RS X Jambi telah menerapkan


akuntabilitas nya yaitu dengan ketersediaan pelayanan yang mudah, terbuka,
aman dan nyaman. Dalam penelitian dijelaskan bahwa akuntabilitas dapat
diimplementasikan sebagai suatu bentuk kebijakan yang strategis. Akuntabilitas
pelayanan publik dapat mendorong untuk meningkatkan kinerja pelayanan, salah
satunya dalam akuntabilitas program yang diukur sehingga melalui aspek
keterbukaan, kemudahan dalam pemberian pelayanan, ketersediaan sarana,
empati/daya tanggap, rasa aman dan nyaman (Niken Nurmiyati, 2020).

Dalam penelitian tahun 2020, salah satu prinsip utama terciptanya


akuntabilitas dengan adanya kesadaran bagi para perawat dan pegawai bahwa
mereka terikat dalam organisasi yang memiliki ketentuan dan hukum yang
berlaku serta melaksanakan tugas mereka sesuai dengan SOP yang telah di
tetapkan sehingga pelayanannnya berjalan dengan efektif dan tepat. Hal ini
ditandai dengan lebih banyaknya perawat dan karyawan yang melaksanakan
tugasnya berdasarkan program yang ditetapkan (Andayani et al., 2020). Tindakan
keperawatan yang menggambarkan akuntabilitas diantaranya praktik serah terima.
Dalam jurnal penelitian praktik serah terima pasien yang efektif memerlukan
dukungan pendidikan. Penting juga untuk mengembangkan akuntabilitas
profesional yang lebih besar selama proses serah terima (Zolkefli, 2021). Perawat
menyatakan pandangan bahwa penting untuk memasukkan akuntabilitas
profesional, atau kewajiban untuk menggunakan seluruh kompetensi profesional
mereka saat menilai pasien. Akuntabilitas profesional terhadap standar tidak
hanya menjaga kualitas perawatan atau memastikan keselamatan pasien (Jørghild
Karlotte Jensen, 2019).
Dapat di simpulkan bahwa di dalam RS X Jambi telah di terapkan prinsip –
prinsip akuntability seperti yang tertuang di dalam teori , dengan akuntability
dapat meningkatkan kinerja organisasi, meningkatkan kepuasasan
pasien ,akuntability pun dapat meningkatkan integritas dan etika sesuai dengan
batasan- batasan profesional dan hal ini sudah diterapkan di RS X Jambi.
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
5.1. Kesimpulan
Acountability adalah suatu keadaaan atau situasi yang dapat
dipertanggungjawabkan, yang didasarkan pada pemberian informasi dan
pengkuan atas aktivitas dan kinerja finansial pada pihak tertentu, atau dapat juga
digambarkan sebagai suatu pemberian wewenang yang sah. Sedangkan
acountabilitasa dalam profesi keperawatan dapat diartikan sebagai
pertanggungjawaban dari suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima
konsekuensi dari tidankan tersebut.

Dalam praktek keperawatan sendiri akuntabilitas mengandung dua kompenen


meliputi tanggung jawab dan tanggung gugat dalam praktek keperawatan, dimana
inti dari akuntabilitas pelayanan keperawatan perfokus pada keselamatan pasien
dari pemberian asuhan yang profesional oleh tenaga keperawatan yang
profesional yang teregistrasi, prosedur pelayanan yang terstandarisasi.

Dalam pembahasan kasus pada makalah ini menggambarkan bagaimana


penerapan akuntabilitas di RS X di Jambi, sudah menerapkan pelayanan yang
dapat dipertanggungjawabkan Good Corporate Governanance telah diterapkan di
RS X Jambi sejak tahun 2021, dimana semua keputusan dan kebijakan yang
diambil akan melibatkan seluruh kepala bagian terkait dalam pengambilan
keputusan dan penerapan kebijakan pelayanan.
Manajemen RSX telah memiliki bagian-bagian dari struktur organisasi yang j
elas serta pembagian tugas dan fungsi yang memudahkan kegiatan operasional ru
mah sakit dalam pelayanan kesehatan. Dari setiap pelayanan medis di RSX jambi
, dilayani oleh staf/tenaga ahli sesuai di bidangnya masing-masing. Berdasarkan p
engamatan RSX jambi menempatkan karyawannya sesuai pada bidangnya masin
g-masing, sehingga sesuai job description masing-masing karyawan. Maka, denga
n kesesuaian fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban rumah sakit akan men
gakibatkan pengelolaan rumah sakit terlaksana secara efisien, terlaksananya pener
apan akuntabilitas dalam seluruh proses pelayanan di RS X di jambi menjamin as
uhan yang berfocus terhadap keselamatan pasien.

5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. (2021). PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP PERAWAT DALAM
PEMENUHAN KEWAJIBAN BERDASARKAN KODE ETIK KEPERAWATAN. Jurnal de
FactoVolume 8 No. 1, 1-16.

Ardiansyah. (2022, Juni 22). Kementrian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan. Prinsip Etik pada Tindakan Keperawatan.

Astri Dwi S, S. I. (2020). PENERAPAN RESPONSIBILITAS DAN TRANSPARANSI LAYANAN


PUBLIK. Jurnal Professional FIS UNIVED Vol.7 No.1, 1-7.

Guy David, P. A.-M. (2018). The economics of patient-centered care. Journal of Health
Economics, 50-77.

Heru. (2012). Penerapan Balanced Scorecard sebgaai tolak ukur pengukuran kinerja pada
badan usaha membentuk rumah sakit (Studi Kasus pada RSD Mardi Waluyo). Sekola
Tinggi Ilmu Ekomoni Kusuma Negara.

International Council of Nurses. (2021). The ICN Code of Ethics for Nurses. Geneva
Switzerland.

Jati, B. P. (2019). PENGARUH PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS


AKRUAL TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH.

Jørghild Karlotte Jensen, R. S. (2019). Hospital nurses' professional accountability while using
the National Early Warning Score: A qualitative study with a hermeneutic design.
Journal Of Clinical Nursing, 4389-4399.

Komite Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Prof. H.B Sa'Anin . (2020). Buku Standar Kode Etik
Keperawatan. Padang.

Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik (I. ANDI.


Mastia Wiraya, R. T. (2022). IMPLEMENTASI SOP KEPERAWATANBERBASIS ELEKTRONIKDI
RUMAH SAKIT. Journal Of Inovation Research and Knowledge, 1-6.

Mochammd Zaeni, T. S. (2019). IMPLEMENTASI GOOD COORPORATE GOVERNANCE PADA


RS. ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGY SURABAYA. Jurnal Investasi Islam, 1-9.

Niken Nurmiyati, S. B. (2020). AKUNTABILITAS PROGRAM “SPEAK UP” (SALURAN


PENGADUAN KITA UNTUK PARIKESIT) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI
MUHAMMAD PARIKESIT TENGGARONG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. Dinamika :
Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 1-16.

Nur'ainy, Renny, Nurcahyo, Bagus, Kurniasih, Sri, . . . Sugiharti. (2013). Implementation of


Good Corporate Governance and Its Impact on Corporate Performance: The
Mediation Role of Firm Size (Empirical Study from Indonesia). Global Business and
Management Research: An International Journa.

Rakhmat. (2018). Administrasi dan Akuntabilitas Publik. Yogyakarta : Andi.

Republik Indonesia. (2009). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN


2009 TENTANG RUMAH SAKIT. Jakarta: Sekretariat Negara.

Samosir, E. (2020). BUDAYA ETIK AKUNTABILITY PERAWAT DALAM PEMODELAN PATIENT


SAFETY DI RUMAH SAKIT. 1-8.

Siagian, E. (2020). PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI SEBUAH


RUMAH SAKIT SWASTA BANDAR LAMPUNG. JURNAL SKOLASTIK KEPERAWATAN, 1-
10.

Sri Ayu Andayani, B. S. (2020). Akuntabilitas Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum
Daerah Salewangang Di Kabupaten Maros. Kajian Ilmiah Mahasiswa Adminstrasi
Publik, 1-13.

Wahyuni, S. (2021). Etika Keperawatan dan Hukum Kesehatan. Cirebon: CV. Rumah Pustaka.

Zolkefli, Y. (2021). Greater accountability in nursing handover . Belitung Nursing Journal, 1-2.

Anda mungkin juga menyukai