Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING

AKUNTABILITAS

Di Susun Oleh:
Tengku Shaffan Ristanury

DOSEN PENGAMPU:
Dra. Harlina, M.Sc
Nur Wisma, S.Pd.I., M.Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN


KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020/2021
1. Akuntabilitas
Konsep akuntabilitas atau “accountability” berasal dari dua kata,
yaitu “account” (rekening, laporan atau catatan) dan “ability” (kemampuan).
Akuntabilitas bisa diartikan sebagai kemampuan menunjukkan laporan atau
catatan yang dapat dipertanggungjawabkan (Suharto: 2006). A. Muri
Yusuf  (dalam Amirah Diniaty, 2012:89), menjelaskan akuntabilitas tidak sama
dengan responsibilitas. Akuntabilitas lebih mengacu pada pertanggung jawaban
keberhasilan atau kegagagalan pencapaian misi organisasi, sedangkan
responsibilitas berhubungan dengan kewajiban melaksanakan wewenang atau
amanah yang akan diterima. Akuntabilitas mempertanggung jawabkan
pelaksanaan wewenang atau amanah tersebut.

Berdarkan pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa akuntabilitas yakni


memberikan pernyataan penjelasan perilaku seseorang, menawarkan pernyataan
atau penjelasan alasan, penyebab, alasan, atau motif, atau hanya memberikan
pernyataan fakta atau acara.  Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi
(penilaian) mengenai standar pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat
sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila dirasa sudah
tepat,

Dari beberapa pengertian di atas, maka yang di maksud dengan akuntabilitas


dalam bimbingan dan konseling adalah perwujudan kewajiban konselor/guru BK
atau unit organisasi (bimbingan dan konseling) untuk mempertanggung jawabkan
pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan
kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Dalam
hal ini konselor/guru BK berkewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja
dari tindakannya atau badan yang membawahinya kepada pihak-pihak yang
memiliki hak untuk meminta jawaban atas kewenangan yang telah diberikan
untuk mengelola sumber daya tertentu.
2. Konsep Pengawasan

Menurut Winardi  dalam Yosa (2010) “Pengawasan adalah semua aktivitas yang


dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual
sesuai dengan hasil yang direncanakan”. 

Sedangkan menurut Basu Swasta  dalam Yosa (2010); “Pengawasan merupakan


fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti
yang diinginkan”. Kegiatan pengawasan adalah kegiatan Pengawas Satuan
Pendidikan dalam melaksanakan penyusunan program pengawasan satuan
pendidikan, pelaksanaan pembinaan akademik dan administrasi, pemantauan
delapan standar nasional pendidikan, penilaian administrasi dan akademik, dan
pelaporan pelaksanaan program pengawasan

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat pemakalah simpulkan bahwa


pengawasan dalam Bimbingan dan Konseling adalah suatu upaya yang sistematik
untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem
umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual BK dengan standar
yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan
dalam penyelenggaraan layanan BK, serta untuk mengambil tindakan perbaikan
yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua tujuan penyelenggaraan layanan
dapat tercapai secara efektif. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu
melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah
direncanakan secara efektif dan efisien.

3. Stakeholder BK

Istilah stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak


pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen
bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain.
Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke
dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana,
stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak
yang terkait dengan suatu isu atau suatu rencana   (Abdiprojo, 2010).

i.

Keseluruhan komponen stakeholders di ataslah yang secara langsung terlibat dan


terkait dalam rangka penyelenggaraan program bimbingan dan konseling.
Masing-masing komponen tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang
berbeda-beda yang kesemuannya menjadi satu kesatuan yang
utuh. Stakeholder akan berkolaborasi untuk membuat perencanaan, dan semua
anggota yang bersangkutan dari sekolah internal dan eksternal masyarakat harus
dimasukkan.

Konselor yang berkomitmen dan berdedikasi melaksanakan fungsi dan tugas


profesionalnya dengan bertanggung jawab kepada lima pihak, yaitu kepada:

1. Diri sendiri : bahwa ia telah melaksanakan apa yang perlu/harus


dilaksanakannya
2. Ilmu dan profesi: bahwa ia telah menunaikan kaidah-kaidah keilmuan
dalam profesinya sesuai dengan tuntutan keilmuan dan keprofesionalannya itu.
3. Peserta didik/sasaran layanan: bahwa ia telah berbuat sesuatu yang
menguntungkan peserta didik dalam pengembangan potensi dirinya,
pengembangan KES dan penanganan KES-T-nya.
4. Pemangku kepentingan (stakeholder) lainya: bahwa ia telah memenuhi
kewajiban sebagaimana diletakkan ke pundaknya, oleh orang tua peserta didik,
pimpinan satuan pendidikan (sekolah/madrasah, dan lain-lain), pemerintah atau
yayasan, dan masyarakat pada umumnya.
5. Tuhan Yang Maha Esa: bahwa ia telah berbuat sesuatu sesuai dengan
keimanan dan ketakwaan kepada-Nya (Prayitno: 2009).
4. Syarat Akuntabilitas dan pengawasan

Untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dan pengawasan yang baik, maka


dalam akuntabilitas itu sendiri wajib memiliki:
1. Keterbukaan atau transparansi akuntabilitas pengawasan pendidikan.
Keterbukaan diperlukan dalam rangka menciptakan kepercayaan timbal balik
antar pemangku kepentingan melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Ini
berhubungan dengan pertanggungjawaban untuk melaporkan, menjelaskan, dan
membuktikan kebenaran dan kebermanfaatan sebuah kegiatan atau keputusan
kepada pemangku kepentingan.
2. Responsibilitas berhubungan dengan tuntutan bagi para konselor/guru
BK/guru pembimbing untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan
kewenangan mereka dalam melakukan praktik layanan Bimbingan dan Konseling
secara komprehensif.
3. Konsekuensi yaitu public/klien mempunyai hak untuk mengetahui
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak yang mereka (klien) beri
kepercayaan (konselor) tentang program pelayanan, metode assessment, penilaian,
penggunaan data (using data) dan tindak lanjut layanan yang telah diberikan
kepadanya. Kedua hal tersebut di atas adalah ide pokok dalam membangun public
trust.
Ada beberapa persyaratan sebelum melaksanakan pengawasan.
1. Pengawasan membutuhkan rencana-rencana
2. Pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas
3. Pengawasan dilakukan secara objektif
4. Pengawasan dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi pada
bidangny

5. Bentuk Akuntabilitas

Yusuf (dalam Amirah Diniaty, 2012:92) mengemukakan ada beberapa bentuk


akuntabilitas dalam BK antara lain adalah akuntabilitas program dan akuntabilitas
manajemen.

1. Akuntabilitas Program
Mengacu pada pertanggungjawaban hasil dari kegiatan-kegiatan BK yang telah
dilaksanakan. Hal ini akan bersinggungan kuat dengan rencana program yang
disusun sebelumnya dan juga akan menampilkan akuntabilitas proses yang
berhubungan dengan proses pelaksanaan kegiatan.

2 Akuntabilitas manajemen

Yang dirinci menjadi akuntabilitas keuangan, akuntabilitas fasilitas, akuntabilitas


administratif, dan akuntabilitas Sumber Daya Manusia.

Menitikberatkan pada efesiensi dan efektifitas dalam penggunaan dana, fasilitas,


sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. Akuntabilitas ini menampilkan
peranan manajer bukan hanya dalam menerapkan peraturan yang ada, tetapi juga
untuk menerapkan proses berkelanjutan, sehingga memungkinkan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik.

6. Kriteria Akuntabilitas

Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu.
Krumboltz, 1974 (dalam Gibson & Mitchell, 1981) mengidentifikasi tujuh kriteria
yang harus dipenuhi jika sistem akuntabilitas adalah untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Hal tersebut adalah sebagai berikut:

 Dalam rangka untuk menentukan domain tanggung jawab konselor, tujuan


umum konseling harus disetujui oleh semua pihak.
 Prestasi konselor harus dinyatakan dalam hal penting yaitu perubahan perilaku
yang diamati dan dirasakan oleh klien.
 Kegiatan konselor harus dinyatakan sebagai biaya, bukan prestasi.
 Sistem akuntabilitas harus dibangun untuk mempromosikan pelayanan yang
efektif profesional dan pengembangan diri, bukan untuk melemparkan dan
menyalahkan atau menghukum kinerja yang buruk.
 Dalam rangka mempromosikan pelaporan yang akurat, laporan kegagalan dan
hasil yang tidak diketahui harus diizinkan dan tidak pernah dihukum.
 Semua pengguna dari sistem akuntabilitas harus terwakili dalam perancangan.
 Sistem akuntabilitas itu sendiri harus dilakukan evaluasi dan modifikasi.
REFRENSI

Yusuf, A. Muri. 2011. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Padang: UNP Press.

Amirah Diniaty. 2012. Evaluasi Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru: Zanafa


Publihsing.

Depdiknas. 2009. Bahan Belajar Mandiri Kelompok Kerja Pengawas Sekolah


Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial. Jakarta: Dirjen PMPTK.

Dirjen Diknas. 2004. Bimbingan dan Konseling.

Gibson, Robert L & Mitchell, Marianne H. 1981. Introduction to Counseling and


Guidance. Second Edition. New York: Mc Millan Publishing.

Prayitno. 2009. Arah Kinerja Profesional Konseling Sekolah. Padang: FIP-UNP.

Schmidt, J. J. 2003. Counseling in schools:   Essential services and


comprehensive programs, 4thed.  Boston, MA. : Allyn & Bacon.

Suharto, Edi. 2006. Akuntabilitas Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan


Sosial. Makalah disampaikan dalam Semiloka Eksistensi Diklat Kesejateraan di
Era Globalisasi. Jakarta: TKSM.

Anda mungkin juga menyukai