Anda di halaman 1dari 42

RESPON TIME PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN

ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT


DARURAT (IGD) RSUD DR. SLAMET GARUT

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan dalam Seminar Usulan Penelitian yang akan digunakan dalam


penyusunan Skripsi pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

RESTI PUJIANTI
KHG.C 16089

i
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG
PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL : RESPON TIME PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN


ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASIGAWAT
DARURAT RSUD DR. SLAMET GARUT

NAMA : RESTI PUJIANTI

NIM : KHG.C 16089

Proposal ini telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan


Tim Penelaah Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Karsa Husada Garut

Garut, April 2020

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ttd.

(H. Zahara Farhan, S.Kep., Ns., M.Kep) (Gin Gin Sugih Permadi, S.Kep., M.H.Kes)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal dengan

ii
judul “Respon Time Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di

Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Slamet Garut”.

Proses penyusunan proposal ini tidak lepas dari berbagai hambatan. Namun

karena do’a, bantuan serta bimbingan dari semua pihak, sehingga penulis mampu

menyelesaikan proposal ini. Dengan penuh rasa hormat penulis ingin

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,

khususnya kepada :

1. Dr. (HC) H. Amas Setiana, selaku Ketua Pembina Yayasan Dharma Husada

Insani Garut.

2. H.D Saepudin, S.Sos., M.Kes, selaku Ketua Pengurus Yayasan Dharma

Husada Insani Garut.

3. H. Engkus Kusnadi, S.Kep., M.Kes, selaku Ketua STIKes Karsa Husada

Garut.

4. Iin Patimah, M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan.

5. H. Zahara Farhan S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing utama yang telah

memberikan waktunya untuk membimbing, memotivasi dan memberikan

saran - saran serta ilmu yang berharga kepada penulis.


6. Gin Gin Sugih Permadi, S.Kep., M.H.Kes selaku pembimbing pendamping yang

telah memberikan waktu untuk membimbing, memotivasi dan

memberikan saran - saran serta ilmu yang berharga kepada penulis.

7. Seluruh staff dosen dan karyawan STIKes Karsa Husada Garut yang telah

memberikan ilmu dan bimbingannya.

iii
8. Kedua orang tua serta keluarga yang selalu memberikan do’a serta dukungan baik

moril maupun materil.

9. Teman-teman seperjuangan kelas 4B S1 Keperawatan STIKes Karsa Husada

Garut.

10. Semua pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan proposal ini.

Semoga Allah SWT memberkahi dan membalas semua kebaikan yang telah

diberikan. Dalam penulisan proposal ini penulis menyadari bahwa masih terdapat

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu ide, gagasan,

kritik serta saran sangat penulis harapkan.

Akhir kata penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat dan memberikan

wawasan bagi semua pihak. Aamiin.

Garut, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

iv
DAFTAR TABEL vii

DAFTAR BAGAN viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I
PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Gawat Darurat 10

Tabel 2.2 Jenis Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat 13

Tabel 3.3 Definisi Operasional 23

vi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 22

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Lampiran II Lembar Observasi Respon Time Perawat

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU Nomor 44 Tahun 2009). Rumah

sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan

medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap,

operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi,

sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan

kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, ambulance, pemeliharaan

sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah (Kepmenkes No 340 Tahun 2010).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, ada 3 jenis akses pelayanan

kesehatan yang dihitung yaitu akses ke fasilitas rumah sakit, akses ke fasilitas

puskesmas, dan akses ke fasilitas klinik/praktek mandiri. Hasil analisis diperoleh data

akses ke fasilitas rumah sakit, tiga dimensi memberikan penjelasan terhadap skoring

indeks sebesar 51,99% dengan korelasi antara 0,18 dan 0,40. Di provinsi Jawa Barat

kemudahan akses ke rumah sakit sebesar 32,3% mudah, 38,2% sulit, dan 29,5%

sangat sulit (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Tahun 2007, data kunjungan pasien

ke Instalasi Gawat Darurat di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 pasien (13,3 %

dari total seluruh kunjungan di RSU) dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan
2

IGD berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum 1.033 unit dari 1.319

unit Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan

perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat (Keputusan

Menteri Kesehatan, 2009).

Instalasi gawat darurat merupakan gerbang utama bagi pelayanan

kesehatan. Instalansi gawat darurat (IGD) adalah sektor rumah sakit yang

memberikan pelayanan pertama pada pasien gawat darurat sehingga sektor ini

menjadi sektor pertama yang akan dituju oleh seseorang yang merasa

mendapatkan masalah kesehatan agar mendapatkan pertolongan yang secepatnya.

IGD menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera

yang mengancam kelangsungan hidupnya. Sesuai dengan pendapat AHCA

(America Hospital Association) tahun 2007 mengatakan bahwa masyarakat

mengandalkan ruang gawat darurat untuk mencari pengobatan dan perawatan

medis, dalam kondisi mengancam jiwa ataupun tidak (Rahmawati, Irma, 2017).

Kondisi kegawatdaruratan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Gawat

darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera

guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU Nomor 44

Tahun 2009). Pelayanan gawat darurat dapat memberikan pelayanan gawat

darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan

awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai

standar (Permenkes No 340 Tahun 2010).

Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan

keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau
3

sakit yang mengancam kehidupan. Keperawatan gawat darurat adalah asuhan

keperawatan yang diberikan pada individu dari seluruh rentang usia yang mengalami

gangguan kesehatan yang bersifat aktual atau berpotensi mengalami gangguan, baik

fisik atau emosional, yang memerlukan intervensi lebih lanjut. Asuhan keperawatan

gawat darurat dapat bersifat episodik, primer, akut, dan dapat terjadi di berbagai

tempat. Perawat gawat darurat memberikan perawatan pada pasien segala usia dan

populasi dengan spektrum yang luas meliputi pencegahan penyakit dan injury,

penyelamatan jiwa dan penyelamatan anggota tubuh (life saving and limb saving

measure). Keperawatan gawat darurat mendasari asuhan yang diberikan pada kasus

yang mengancam nyawa atau berpotensi untuk mengancam nyawa dan menimbulkan

kecacatan secara cepat, tepat dan aman (Patrick & Fazio dalam Sheehy, 2018).

Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan untuk membantu dan

menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dengan segara (Nursalam, 2017).

Respon time perawat adalah kecepatan atau waktu tanggap pelayanan yang cepat,

reponsif, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan. Waktu

tanggap pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di

depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari petugas

instalansi gawat darurat yang waktu pelayanan yaitu waktu yang diperlukan

pasien sampai selesai (Suhartati et al, 2011). Waktu tanggap adalah waktu yang

dibutuhkan mulai pasien datang di IGD sampai mendapat pelayanan dokter. Standar

respon time yang baik ≤ 5 menit (Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008). Response

time pelayanan dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh

berbagai hal, baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-komponen lain yang
4

mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi.

Dengan ukuran keberhasilan adalah response time selama 5 menit dan waktu

definitive ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008 dalam Naser, Rima Wahyu, dkk, 2015).

Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat

darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada

penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.

Keberhasilan waktu tanggap atau respon time sangat tergantung pada kecepatan

yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa

atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga

pertolongan rumah sakit (Moewardi, 2003 dalam Maatilu Vitrise, Mulyadi,

Malara Reginus T, 2014). Waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu ≤ 5 menit.

Waktu tersebut harus terpenuhi dengan prosedur gawat darurat yaitu Airway,

Breathing, Circulation, dan Disability. Jika waktu tanggap lambat akan

berdampak pada kondisi pasien seperti rusaknya organ-organ dalam atau

komplikasi, kecacatan bahkan kematian, dan apabila waktu tanggap cepat maka

akan berdampak positif yaitu mengurangi beban pembiyaan, tidak terjadi

komplikasi dan berkurangnya angka mortalitas dan morbiditas (Kepmenkes,

2009). Sutawijaya (2009) dalam Maatilu (2014) mengatakan bahwa dalam kondisi

gawat darurat pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit. Nafas

berhenti dalam waktu 2-3 menit sehingga dapat menyebabkan kematian yang fatal

(Maatilu, 2014). Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah

The Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita.
Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin

kecil harapan hidup pasien (Permenkes, 2018).


5

Achmad (2012) dalam penelitiannya terkait faktor-faktor yang

berhubungan dengan lama waktu tanggap perawat pada penanganan asma di

instalasi gawat darurat RSUD Panembahan Senopati Bantul, bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi waktu tanggap perawat dalam melaksanakan tugasnya dalam

penanganan pasien di instalasi gawat darurat yaitu lama kerja, pendidikan dan

usia. Semakin lama masa kerja maka akan semakin banyak pengetahuan,

kompetensi dan pengalaman yang didapatkan. Begitu pula dengan pendidikan

yang didukung oleh pendidikan non formal, dan usia akan mempengaruhi waktu

tanggap karena semakin bertambah usia maka semakin banyak informasi yang

akan mempengaruhi kinerjanya. Hal ini didukung oleh Maatilu (2014) bahwa

faktor yang mempengaruhi respon time perawat yaitu tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan, lama kerja dan pelatihan.

Kurang tanggapnya perawat dalam melayani pasien juga dipengaruhi oleh

banyaknya kunjungan pasien yang datang ke instalasi gawat darurat. Tidak

sebandingnya tenaga keperawatan dengan beban kerja mampu menimbulkan

kesenjangan yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu pelayanan

keperawatan. Hal ini didukung oleh penelitian Kambuaya, Paulus Ronaldo, dkk

(2016) terkait hubungan beban kerja perawat dengan waktu tanggap pelayanan

keperawatan gawat darurat menurut persepsi pasien di IGD RSUD Kabupaten

Sorong bahwa ada hubungan antara beban kerja perawat dengan waktu tanggap

pelayanan keperawatan gawat darurat menurut persepsi pasien di IGD RSUD

Kabupaten Sorong. Namun, hal ini dibantah oleh Said, Sahrul, Mappanganro, Andi

(2018) dalam penelitiannya tentang hubungan beban kerja perawat dengan respon

time pada penanganan pasien di instalasi gawat darurat bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara beban kerja perawat dengan respon time perawat pada
6

penanganan pasien di Instalasi Gawat Darurat di IGD RS Ibnu Sina Makassar dengan

nilai ρ = 0.673.

Berdasarkan data yang didapat jumlah perawat di Instalasi Gawat Darurat

(IGD) RSUD dr. Slamet Garut sebanyak 54 orang dengan klasifikasi jenis

kelamin, pendidikan, dan masa kerja yang berbeda-beda. Hasil wawancara studi

pendahuluan yang dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien di instalasi gawat

darurat tiga dari lima mengatakan pelayanan di IGD RSUD dr. Slamet masih

kurang, dikarenakan saat pasien datang untuk mendapatkan pelayanan, pasien

tidak segera dilayani melainkan harus menunggu di kursi tunggu, dan ketika

pasien maupun keluarga pasien menyampaikan keluhan kepada perawat tidak

langsung ditanggapi. Selain itu, kurangnya bed di ruang triage seringkali

membuat pasien yang datang harus mendapatkan perawatan di kursi tunggu

hingga pasien dipindahkan sesuai dengan kondisi kegawatdaruratannya. Namun,

hal ini terdapat kesenjangan dengan data dari hasil Indeks Kepuasan Masyarakat

(IKM) yang dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan yaitu pada Januari sampai Juni

2019 dengan jumlah responden sebanyak 3.947 orang responden menunjukkan

bahwa mutu pelayanan instalasi RSUD dr. Slamet Garut mendapat kategori B

yaitu baik, dengan nilai rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) rawat

instalasi 80,43. Dan nilai untuk instalasi gawat darurat sendiri ada pada nilai

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) 73,46.

Dari hasil uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

terkait “Gambaran Respon Time Perawat dalam Melaksanakan Asuhan

Keperawatan di Instalansi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet

Garut”.
7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah “Bagaimanakah Gambaran Respon Time Perawat dalam

Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Instalansi Gawat Darurat Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Slamet Garut?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran respon time perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Slamet Garut.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademisi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan

bahan referensi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya manajemen

keperawatan terkait respon time perawat di instalasi gawat darurat.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran terkait respon

time perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga memotivasi

perawat untuk melaksanakan tugasnya dengan cepat, tepat dan efisien sesuai

dengan kompetensi perawat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan evaluasi kinerja dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di

instalasi gawat darurat RSUD dr. Slamet Garut.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep Dasar Instalasi Gawat Darurat (IGD)

2.1.1.1 Definisi Instalasi Gawat Darurat

Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah sakit

yang memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya

pasien dengan kondisi gawat darurat (Kepmenkes, 2009 dalam Rostiami, 2018).

Instalasi gawat darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat

serta kasus lainnya di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya

penyelamatan hidup klien (Adhiwijaya, 2018).

Instalasi Gawat Darurat adalah fasilitas rumah sakit khusus yang dirancang

khusus dan dikelola untuk memberikan perawatan darurat 24 jam. Instalasi Gawat

Darurat tidak dapat beroperasi secara terpisah dan harus menjadi bagian dari

sistem pengiriman kesehatan terintegrasi dalam rumah sakit baik secara

operasional maupun struktural (Queensland Health Guideline, 2014). Instalasi

Gawat Darurat (IGD) adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan

pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara

terpadu dengan melibatkan berbagai multi disiplin (Kurniati, Ana, 2015).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa instalasi

gawat darurat adalah salah satu unit pelayanan di rumah sakit yang menyediakan
9

pelayanan pertama pada pasien gawat darurat yang memegang peranan penting

dalam upaya penyelamatan hidup pasien.

2.1.1.2 Lingkup Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD)

IGD berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang

membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi seharihari

maupun bencana. Secara garis besar kegiatan dan tanggung jawab IGD secara

umum terdiri dari :

1. Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan menangani

kondisi akut atau menyelamatkan nyawa dan/atau kecacatan pasien.

2. Menerima pasien rujukan yang memerlukan penanganan lanjutan/definitif dari

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

3. Merujuk kasus-kasus gawat darurat apabila Rumah Sakit tersebut tidak mampu

melakukan layanan lanjutan/definitif.

2.1.1.3 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Gawat Darurat

Standar pelayanan minimal instalasi gawat darurat menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang

Standar Pelayanan Rumah Sakit adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Gawat Darurat

Jenis Pelayanan Indikator Standar


Gawat Darurat 1. Kemampuan menangani life 1. 100%
saving anak dan dewasa
2. Jam buka pelayanan gawat 2. 24 jam
darurat
3. Pemberi pelayanan gawat 3.
100%
darurat yang bersertifikat
yang masih berlaku
BLS/PPGD/GELS/ALS
10

4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana 4. Satu tim


5. Waktu tanggap pelayanan di instalasi gawat
darurat 5. ≤ lima menit terlayani, setelah pasien
6. Kepuasan pelanggan datang
7. Kematian pasien < 24 jam 6. ≥ 70 %
7. ≤ dua per seribu (pindah ke pelayanan
rawat inap
8. Khusus untuk RS jiwa pasien dapat setelah 8 jam) 8. 100 %
ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam
9. Tidak adanya pasien yang harus membayar
uang muka 9. 100 %

Standar minimal pelayanan gawat darurat di atas diperjelas kembali

dalam peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 47 tahun

2018 tentang pelayanan kegawatdaruratan setiap fasilitas pelayanan

kesehatan wajib memiliki pelayanan kegawatdaruratan yang minimal

mempunyai kemampuan :

1. Pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu untuk
rumah

sakit.

2. Memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai jam operasional untuk

puskesmas, klinik dan tempat praktik mandiri dokter, dokter gigi, dan

tenaga kesehatan.

3. Menangani pasien segera mungkin setelah sampai di fasilitas pelayanan

kesehatan.

4. Memberikan pelayanan kegawatdaruratn berdasarkan kemampuan

pelayanan, sumber daya manusia, sarana, prasarana, obat dan bahan

medis habis pakai, dan alat kesehatan.


11

5. Proses triase untuk dipilih berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya,

sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesi kedokteran dan/atau

pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

6. Membuat alur masuk pasien dengan penyakit infeksius khusus atau

yang terkontaminasi bahan berbahaya sebaiknya berbeda dengan alur

masuk pasien lain. Jika fasilitas ruang isolasi khusus dan dekontaminasi

tidak tersedia, pasien harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan

kesehatan lain yang memiliki fasilitas ruang isolasi khusus.

2.1.1.4 Klasifikasi Instalasi Gawat Darurat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Repunlik Indonesia Nomor

47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan, klasifikasi pelayanan

instalasi gawat darurat adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan instalasi gawat darurat level IV sebagai standar minimal rumah

sakit kelas A.

2. Pelayanan instalasi gawat darurat level III sebagai standar minimal rumah

sakit kelas B.

3. Pelayanan instalasi gawat darurat level II sebagai standar minimal rumah

sakit kelas C.

4. Pelayanan instalasi gawat darurat level I sebagai standar minimal rumah

sakit kelas D.

2.1.1.5 Jenis Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat

Jenis pelayanan di instalasi gawat darurat menurut Peraturan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018 penanganan


12

kegawatdaruratan di rumah Sakit meliputi pelayanan kegawatdaruratan level I,


level II, level III, dan level IV. Adapun jenis pelayanan gawat darurat pada
level I sampai dengan level IV sebagai berikut :

Tabel 2.2 Jenis pelayanan di Instalasi Gawat Darurat

Level I Level II Level III Level IV


Memberikan Memberikan Memberikan Memberikan
pelayanan pelayanan pelayanan pelayanan
sebagai sebagai sebagai sebagai
berikut : berikut : berikut : ber ikut :
1. Diagnosis dan 1. Diagnosis & 1. Diagnosa & Diagnosis &
penanganan penanganan 1. penanganan penanganan:
permasalahan pada permasalahan pada permasalahan pada A, permasalahan pada
: jalan nafas (airway B, C, dengan alat yang A,B,C dengan alat
A : jalan nafas problem), ventilasi lebih lengkap lengkap termasuk
(airway problem), pernafasan termasuk 2. ventilator.
B : ventilasi (breathing ventilator. Melakukan
pernafasan problem) dan 2. Melakukan resusitasi resusitasi dasar,
(breathing sirkulasi. dasar, Penilaian Penilaian
problem), dan C : 2. Melakukan disability, penggunaan disability,
sirkulasi pembuluh resusitasi dasar, obat, 3. EKG, penggunaan obat,
darah (circulation Penilaian disability, defibrilasi. EKG, defibrilasi.
problem) penggunaan obat, 3. Evakuasi dan rujukan Observasi
2. Melakukan EKG, defibrilasi. antar 4. Fasyankes. 5. ROE
resusitasi dasar, 3. Evakuasi dan 4. Ruang Observasi (Ruang Observasi
stabilisasi dan rujukan antar Emergensi (ROE). Emergensi).
evakuasi Fasyankes. 5. Bedah emergensi Bedah emergensi
4. Bedah emergensi Anestesi
emergensi

2.1.1.6 Indikator Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Menurut Nursalam (2017), indikator mutu pelayanan di instalasi gawat

darurat (IGD) adalah sebagai berikut :

1. Angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat (> 5 menit) sebesar


5%.

2. Angka kegagalan pemasangan infus (> 2 kali) sebesar 5%.

3. Angka kesalahan transfer pasien sebesar 7%.

4. Angka kesalahan pengambilan darah sebesar 0%.

5. Angka kesalahan pemberian obat sebesar 0%.


13

2.1.2 Konsep Dasar Respon Time Perawat

2.1.2.1 Definisi Respon Time Perawat

Waktu tanggap adalah waktu yang dibutuhkan mulai pasien datang

di IGD sampai mendapat pelayanan dokter. Waktu tanggap (respon time)

adalah jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejak kedatangan pasien

sampai dilayani dokter dengan standar waktu ≤ 5 menit (Kepmenkes R.I

No. 856, 2009).

Respon time perawat adalah kecepatan atau waktu tanggap

pelayanan yang cepat, reponsif, dihitung sejak pasien datang sampai

dilakukan penanganan. Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan

dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai

mendapat tanggapan atau respon dari petugas instalansi gawat darurat yang

waktu pelayanan yaitu waktu yang diperlukan pasien sampai selesai

(Suhartati dkk, 2011).

Waktu tanggap adalah jumlah waktu pasien sejak masuk instalasi

gawat darurat (IGD) sampai mendapatkan pelayanan medis (Lumenta,

2009 dalam Hidayat Untung, 2010). Emergency respon time 2 (ERT 2)

adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan tindakan operasi

cito sejak diputuskan operasi oleh dokter spesialis anestesi (setelah seluruh

pemeriksaan penunjang sudah dilakukan) sampai dimulainya insisi di

kamar operasi (from decision to incision). Standar waktu emergency

respon time 2 (ERT) yaitu ≤ 120 menit .

Dari beberapa pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa

respon time perawat adalah waktu tanggap pelayanan dimulai sejak pasien

tiba di instalasi gawat darurat sampai mendapatkan pelayanan medis.


14

2.1.2.2 Tujuan Respon Time Perawat

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 tentang Standar

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit (2009), tujuan dari respon time

perawat adalah sebagai berikut.

1. Tergambarnya kemampuan dan ketanggapan perawat dalam pelayanan


gawat

darurat.

2. Terselenggaranya pelayanan keperawatan yang cepat, responsive dan

mampu menyelamatkan pasien gawat darurat dari kecacatan maupun

kematian.

2.1.2.3 Standar Respon Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat

Standar pelayanan minimal merupakan ketentuan yang menjadi

tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh perawat kepada klien.

Standar pelayanan minimal tersebut dijadikan sebagai panduan dalam

melaksanakan perencanaan dan tindakan. Kecepatan dan ketepatan

pertolongan yang diberikan pada pasien yang masuk di instalasi gawat

darurat membutuhkan standar, sesuai dengan kompetensi dan

kemampuannya. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,

prasarana, sumber daya manusia dan manajemen instalasi gawat darurat

rumah sakit sesuai dengan standar (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita

gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai

kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau

sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau respon time sangat


15

tergantung pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian

pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di

tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit

(Moewardi, 2003 dalam Maatilu Vitrise, Mulyadi, Malara Reginus T,

2014).

Standar respon time tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pasien gawat

darurat harus terlayani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di

instalasi gawat darurat, begitu juga dalam Keputusan Menteri Kesehatan

No 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah

Sakit disebutkan waktu tanggap pelayanan di instalasi gawat darurat

adalah ≤ 5 menit terlayani setelah kedatangan pasien. Waktu tersebut harus

terpenuhi dengan prosedur gawat darurat yaitu Airway, Breathing,

Circulation, dan Disability. Jika waktu tanggap lambat akan berdampak

pada kondisi pasien seperti rusaknya organ-organ dalam atau komplikasi,

kecacatan bahkan kematian, dan apabila waktu tanggap cepat maka akan

berdampak positif yaitu mengurangi beban pembiyaan, tidak terjadi

komplikasi dan berkurangnya angka mortalitas dan morbiditas

(Kepmenkes, 2009).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan, setiap detik sangat

berharga bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu

terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan

hidup pasien. Penyebab keterlambatan waktu tanggap pada penanganan

pasien di instalasi gawat darurat (IGD) dapat dicegah dengan cara


16

memprioritaskan kegawatdaruratan pasien secara cepat dan tepat, sesuai

dengan standar yang ditetapkan yaitu paling lambat

5 menit sehingga tidak terjadinya waktu tunggu (Musliha, 2010 dalam

Mahyawati, 2015).

2.1.2.4 Kategori Respon Time Perawat

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 tentang

Standar Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit (2009), respon time

dikategorikan ke dalam tiga macam, antara lain ;

1. P1 yaitu dengan kecepatan penanganan 0 – 4 menit : cepat

2. P2 yaitu dengan kecepatan penanganan 5 – 10 menit : lambat

3. P3 yaitu dengan kecepatan penanganan > 10 menit : sangat lambat

2.1.2.5 Faktor - Faktor yang Memperngaruhi Respon Time Perawat

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo, Eko (2015) tentang

Hubungan Response Time Perawat dalam Memberikan Pelayanan dengan

Kepuasan Pelanggan di IGD RS. Panti Waluyo Surakarta dengan

menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif yang dilakukan pada 95

sampel pasien mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi respon time

perawat adalah

sebagai berikut :

1. Kompetensi Perawat

Untuk menjamin pelayanan yang cepat dan tepat maka perawat harus

mempunyai kompetensi. Faktor ini meliputi pendidikan.

2. Sarana dan Prasarana


17

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana (fasilitas

kesehatan). Jika sarana dan prasarana sesuai dengan standar maka

perawat akan cepat dan tepat pula dalam memberikan pelayanan kepada

klien.

3. Pengetahuan dan Keterampilan

Menurut Notoatmojo, Soekidjo, (2010) mengatakan bahwa pengetahuan

dan keterampilan sangat penting, semakin tinggi pengetahuan dan

keterampilan maka akan semakin baik pula pelayanan yang akan

diberikan. Selain itu jika perawat mempunyai pengetahuan dan

keterampilan maka perawat akan lebih cepat dan tepat dalam

memberikan pelayanan kepada klien.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode, dkk (2012) tentang

Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Ketepatan Waktu Tanggap

Penanganan pada Kasus Respon Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah

dan Non-Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan desain

penelitian cross sectional yang dilakukan pada 28 sampel penanganan

kasus di IGD bedah dan 28 sampel pengambilan kasus di IGD non-bedah

mengungkapkan bahwa, faktor yang berhubungan dengan response time

penanganan kasus di IGD bedah dan non bedah adalah:

1. Ketersediaan Stretcher

Canadian of Association Emergency Physician (2012) menuliskan

ketidakcukupan terhadap ketersediaan stretcher pada penanganan

pasien di IGD akan menyebabkan hal yang serius terhadap pasien baru

dimana pasien tersebut keadaannya kritis. Maka, penanganan pada


18

pasien tersebut akan terhambat karena ketersediaan stretcher yang

kurang memadai. Hasil

penelitian didapatkan nilai p = 0,006.

2. Ketersediaan Petugas Triage

Ketersedian petugas triage sangat berpengaruh karena pada saat pasien

masuk IGD maka pertama kali pasien akan dilakukan penggolongan

triage terlebih dahulu untuk menentukan prioritas tindakan, namun jika

petugas triage tidak tersedia maka hal tersebut tidak dilakukan sehingga

pasien yang masuk akan berkumpul dalam satu ruangan tanpa adanya

penggolongan prioritas penanganan dan membuat petugas yang akan

melakukan tindakan menjadi kualahan. Hasil penelitian didapatkan nilai

p = 0,006.

3. Tingkat Karakteristik Pasien

Kondisi pasien yang masuk di IGD akan mempengaruhi waktu tanggap

perawat itu sendiri, semakin kritis keadaan pasien, maka waktu tanggap

perawat harus semakin cepat karena berhubungan dengan keselamatan

dan nyawa pasien.

4. Faktor pengetahuan petugas kesehatan, ketrampilan dan pengalaman bekerja

petugas kesehatan yang menangani kejadian gawat darurat.

5. Beban Kerja Fisik.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan

bahwa tercapainya indikator standar respon time perawat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu sarana prasarana, pengetahuan dan keterampilan

perawat, ketersediaan petugas triase, tingkat karakteristik pasien,

pengalaman kerja, lama kerja, beban kerja, usia dan jenis kelamin.
19

2.1.2.6 Dampak Respon Time Perawat

Response time sangat berdampak pada tingkat kepuasan pasien.

Berdasarkan penelitian terkait kepuasan pasien terhadap response time

yang dilakukan oleh Widodo E, dkk (2015) mengungkapkan bahwa hasil

tingkat kepuasan pasien yang tinggi sebesar 87,4% dari 95 pasien yang

diberikan tindakan oleh perawat di RS. Panti Waluyo Surakarta. Selain itu,

response time yang cepat dari perawat juga akan bermanfaat bagi pasien

dengan trauma ataupun pasca kecelakaan. Pada kasus henti jantung jika

tidak ditangani dalam waktu 4 menit maka akan mengakibatkan kerusakan

pada otak dan kematian akan terjadi jika tidak ditangani dalam 10 menit

(AHA, 2010).

Response time juga dapat berarti waktu emas terhadap kehidupan

seorang pasien dimana dalam banyak kasus menggambarkan semakin

cepat mendapatkan pertolongan definitif maka kemungkinan kesembuhan

dan keberlangsungan hidup seseorang akan semakin besar, sebaliknya

kegagalan response time di IGD dapat diamati dari yang berakibat fatal

berupa kematian atau cacat permanen dengan kasus kegawatan organ vital

pada pasien sampai hari rawat di ruang perawatan yang panjang setelah

pertolongan di IGD sehingga berakibat ketidakpuasan pasien dan complain

sampai dengan biaya perawatan yang tinggi (Rahmanto, 2014).

2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimanapun, kapanpun, dan

pada siapapun. Kondisi gawat darurat adalah suatu keadaan dimana

seseorang secara tiba-tiba dalam kondisi gawat atau akan menjadi gawat

dan terancam anggota badannya dan jiwanya (akan menjadi cacat atau
20

mati) bila tidak mendapatkan pertolongan segera (Kepmenkes R.I Nomor

856, 2009 dalam Rostiami, 2018).

Instalasi gawat darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus

gawat darurat serta kasus lainnya di rumah sakit memegang peranan

penting dalam upaya penyelamatan hidup klien (Adhiwijaya, 2018). Pasien

yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat

dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan

gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga

dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan penanganan yang

tepat dan respon time yang cepat (Kepmenkes R.I Nomor 856, 2009 dalam

Rostiami, 2018).

Respon time perawat adalah kecepatan atau waktu tanggap

pelayanan yang cepat, reponsif, dihitung sejak pasien datang sampai

dilakukan penanganan (Suhartati et al, 2011). Waktu tanggap (respon

time) adalah jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejak kedatangan

pasien sampai dilayani dokter dengan standar waktu ≤ 5 menit

(Kepmenkes Kepmenkes R.I Nomor 856, 2009).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No

129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

disebutkan waktu tanggap pelayanan di instalasi gawat darurat adalah ≤ 5

menit terlayani setelah kedatangan pasien. Waktu tersebut harus terpenuhi

dengan prosedur gawat darurat yaitu Airway, Breathing, Circulation, dan

Disability. Jika waktu tanggap lambat akan berdampak pada kondisi pasien

seperti rusaknya organ-organ dalam atau komplikasi, kecacatan bahkan

kematian, dan apabila waktu tanggap cepat maka akan berdampak positif

yaitu mengurangi beban pembiyaan, tidak terjadi komplikasi dan


21

berkurangnya angka mortalitas dan morbiditas (Kepmenkes R.I Nomor

856, 2009).

Kerangka pemikiran penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran respon time perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

di instalasi gawat darurat RSUD dr. Slamet Garut. Untuk lebih jelasnya,

kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Respon Time Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Instalasi


Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut

Input Proses Output

Klien membutuhkan
perawatan segera dari
perawat dalam menangani
kasus kegawatdaruratan
(respon time perawat)

Kategori Respon
Time
1. P1 : Cepat
2. P2 : Lambat
3. P3 : Sangat
Lambat

Sumber : Modifikasi dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 856 Tentang Standar Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (2009)


Pasien yang
mengalami kondisi 22
kegawatdaruratan
di IGD RS
Keterangan :

: Tidak Diteliti

: Diteliti

: Alur Penelitian
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran respon time

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di instalasi gawat darurat

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal,

yaitu gambaran respon time perawat dalam melaksanakan tindakan

kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah

dr. Slamet Garut.

3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.3 Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Ukur
Respon time Waktu tanggap yang Lembar Cepat : < 5 menit Ordinal
perawat dalam dibutuhkan mulai observasi dan Lambat : 5 – 10
melaksanakan pasien datang ke IGD Stopwatch menit
Sangat Lambat : >
tindakan sampai mendapatkan
10 menit
kegawatdaruratan pelayanan perawat
24

23

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut sejumlah

54 orang.

3.4.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut Sampel

dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut dengan menggunakan

teknik total sampling.

3.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang

didapatkan langsung melalui observasi langsung peneliti dalam menilai respon

time perawat yang dihitung dalam satuan menit menggunakan stopwatch. Adapun

pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut ;

1. Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada instansi

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut yang akan dijadikan tempat

penelitian.

2. Setelah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian dari Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Slamet Garut, selanjutnya peneliti meminta izin penelitian kepada
25

KESBANGPOL untuk mendapatkan surat rekomendasi penelitian.


3. Peneliti menyerahkan surat izin penelitian kepada direktur Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Slamet Garut untuk melakukan penelitian respon time perawat

dalam melaksanakan tindakan kegawatdaruratan di IGD.

4. Peneliti menyerahkan surat izin penelitian kepada kepala ruangan instalasi

gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut untuk melakukan

penelitian tentang respon time perawat dalam melaksanakan tindakan

kegawatdaruratan.

5. Peneliti menanyakan kesediaan perawat untuk menjadi responden dalam

penelitian. Selanjutnya perawat yang bersedia menjadi responden diberikan

lembar persetujuan (informed consent), kemudian menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian yang akan dilakukan.

6. Pada saat pengumpulan data, peneliti melakukan observasi di tempat penelitian

dalam bentuk observasi terstruktur dimana observasi telah dirancang secara

sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.

Tujuan dari observasi ini adalah untuk melihat gambaran respon time perawat

dalam melaksanakan tindakan kegawatdaruratan di instalasi gawat darurat

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut. Selanjutnya peneliti melakukan

analisis data dari hasil data yang didapatkan.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar

observasi respon time perawat yang terdiri dari informasi tentang responden

dengan kolom-kolom berisikan nomor, kode responden, waktu pasien tiba di IGD,
26

waktu respon perawat, selisih waktu, kategori respon time dan keterangan. Respon

time perawat akan dihitung mulai pasien masuk ke instalasi gawat darurat (IGD)

sampai mendapat pelayanan dari perawat, dihitung dalam satuan menit maupun

detik dengan menggunakan stopwatch. Kemudian peneliti mengisi hasil

pengukuran dalam lembar observasi, selanjutnya dikategorikan. Adapun kode

untuk. Selanjutnya dilakukan analisa data.

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas pada penelitian ini tidak dilakukan, karena instrumen yang

digunakan pada penelitian ini merupakan instrumen yang telah digunakan oleh

Yumiati Tuwa Ringu (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Fator

yang Berhubungan dengan Respon Time Perawat di IGD Rumah Sakit Umum

Tipe C di Kupang Berdasarkan Teori Kinerja Gibson.

3.7.2 Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan oleh Yumiati Tuwa Ringu

(2017) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor yang Berhubungan

dengan Respon Time Perawat di IGD Rumah Sakit Umum Tipe C di Kupang

Berdasarkan Teori Kinerja Gibson.

3.8 Rancangan Analisis Hasil Data Penelitian

3.8.1 Tahapan Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan tahapan sebagai

berikut ;
27

1. Editing

Pada tahap ini peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisisan

instrumen dan peneliti mengecek kembali kelengkapan lembar observasi yang

telah di isi.

2. Coding

Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi dan mengklasifikasi setiap pertanyaan

yang terdapat dalam instrumen berdasarkan item - item yang diukur. Hasil

observasi respon time diberi kode sebagai berikut.

1) Cepat

2) Sedang

3) Lambat

3. Tabulating

Pada tahap ini peneliti melakukan tabulasi data dengan memasukkan data pada

tabel-tabel jawaban yang sudah diberi kode kategori jawaban. Tabulasi data

dilakukan berdasarkan hasil lembar observasi dan setelah dilakukan edit data

dan pemberian kode data.

4. Processing

Pada tahap ini peneliti memproses dan menganalisa data dengan cara

memasukan data ke dalam format SPSS menggunakan computer.

5. Cleaning
28

Pada tahap ini peneliti memeriksa kembali data untuk melihat kemungkinan

adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, atau kekeliruan dalam memasukan

data penelitian.

3.8.2 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisa

statistik deskriptif dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi. Setelah data

dianalisa, selanjutnya dilakukan pengkategorian hasil ukur dengan kategori

sebagai berikut ;

1. Cepat : 0 – 4 menit

2. Sedang : 5 – 10 menit

3. Lambat : > 10 menit

Setelah data hasil penelitian dikategorisasikan berdasarkan kategori tersebut,

selanjutnya diinterpretasikan ke dalam distribusi frekuensi dengan rumus sebagai

berikut ;

P=( )x100%

Keterangan :

P= Presentase kategori hasil ukur

F= Frekuensi dari setiap kategori hasil ukur

N = Jumlah responden

Semua data hasil presentase tersebut, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut:

0% = Tidak seorangpun responden

1%-19% = Sangat sedikit dari responden

20%-39% = Sebagian kecil dari responden


29

40%-59% = Sebagian dari responden

60%-79% = Sebagian besar dari responden


80%-99% = Hampir seluruh dari responden

100% = Seluruh dari responden

(Arikunto, 2012).

3.9 Langkah-langkah Penelitian

3.9.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan peneliti melakukan tahapan sebagai berikut ;

1. Menentukan topik penelitian

2. Melakukan kajian teori

3. Memilih lahan/tempat penelitian

4. Melakukan studi pendahuluan untuk menemukan masalah penelitian

5. Menyusun proposal penelitian

6. Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian

7. Seminar proposal penelitian

3.9.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap persiapan peneliti melakukan tahapan sebagai berikut ;

1. Melakukan observasi penelitian

2. Melakukan pengolahan dan analisa data

3. Membahas hasil penelitian

3.9.3 Tahap Akhir

Pada tahap persiapan peneliti melakukan tahapan sebagai berikut ;

1. Penyusunan laporan penelitian


30

2. Penyajian hasil penelitian


3.10 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di instalasi gawat darurat Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Slamet Garut pada bulan April sampai dengan Mei 2020.
31

DAFTAR PUSTAKA

Adhiwijaya, Adrian. 2018. Respon Time Petugas IGD Rumah Sakit Umum
Daerah Labuang Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Nomor
12. Volume (2) halaman ; 168 - 171.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Rebulik Indonesia.

Maatilu, dkk. 2014. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon Time
Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD RSUP Prof. DR.
R. D. Kandou Manado. Diakses melalui ejournal.unsrat.ac.id pada Tanggal
19 Januari 2020.

Mahyawati. 2015. Hubungan Kegawatdaruratan Pasien Dengan Waktu Tanggap


Perawat Di IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Diakses melalui
digilib.unisayogya.ac.id pada Tanggal 19 Januari 2020.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 129 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Republik


Indonesia Nomor 856. Tentang Standar Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 340 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 47 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Naser, Rima Wahyu, dkk. 2015. Hubungan Faktor-faktor Eksternal dengan


Respon Time Perawat Dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Diakses melalui ejournal
Keperawatan (e-Kp) Nomor 3 Volume (2) pada Tanggal 19 Januari 2020.

Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2017. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
32

Queensland Health Guideline. 2014. Emergency Department Access. Queensland


Goverment.

Rahmawati, Irma. 2017. Respon Time (Waktu Tanggap) Perawat Dalam


Penanganan Kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat RSU PKU
Muhammadiyah di Kabupaten Kebumen. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong. Diakses melalui elib.stikesmuhgombong.ac.id
pada Tanggal 19 Januari 2020.

Rostiami. 2018. Studi Deskriptif Respon Time Perawat Pada Pasien Di IGD
RSUD dr. Loekmonohadi Kudus. Prosiding HEFA (Health Events for All)
Menuju Masyarakat Sehat dan Sejahtera dengan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (GERMAS). Halaman 177 - 184.

Sabriyati, Wa Ode, dkk. 2012. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan


Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus pada Respon Time I di
Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo. Diakses melalui pasca.unhas.ac.id pada Tanggal 19 Januari
2020.

Said, Sahrul, dan Andi Mappanganro. 2018. Hubungan Beban Kerja Perawat
dengan Respon Time pada Penanganan Pasien di Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Journal of Islamic Nuring Nomor 3
Volume (1) halaman 71 - 81.

Kurniati, Amelia, dkk. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy
Edisi Indonesia 1. Dicetak di Indonesia: Elsevier.

Suhartati, dkk. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah


Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Gava Media.

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah


Sakit. Jakarta.

Widodo, Eko. 2015. Hubungan Respon Time Perawat dalam Memberikan


Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan di IGD RS. Panti Waluyo
Surakarta. Diakses melalui
https://www.coursehero.com/file/54233509/01gdl-ekowidodon-1064-1-
skripsi-7pdf/ pada Tanggal 30 Januari 2020.

Yumiati, Tuwa Ringu. 2017. Skripsi. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan
Respon Time Perawat di IGD RSU Tipe C di Kupang Berdasarkan Teori
Kinerja Gibson. Program Studi Pendidikan Ners Universitas Airlangga.
33

Surabaya. Diakses melalui repository.unair.ac.id pada Tanggal 19 Januari


202
KISI - KISI INSTRUMEN PENELITIAN
RESPON TIME PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN
KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH Dr. SLAMET GARUT

No. Aspek Yang Dinilai Indikator Kategori


1. Respon Time Perawat 1. P1 yaitu dengan kecepatan 1. Cepat
penanganan 0 – 4 menit : cepat 2. 2. Lambat
P2 yaitu dengan kecepatan 3. Sangat
penanganan 5 – 10 menit : lambat Lambat
3. P3 yaitu dengan kecepatan penanganan
> 10 menit : sangat lambat
34

LEMBAR OBSERVASI
RESPON TIME PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN
KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH Dr. SLAMET GARUT

Kecepatan Kategori Ket


Waktu Waktu Selisih
No. Responden Pasien Respon P1 (0-4 P2 (5-10 P3 (>10
Waktu
Masuk Petugas menit) menit) menit)
ke IGD IGD

Anda mungkin juga menyukai