Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL

PENGARUH KARAKTERISTIK PERAWAT TERHADAP


WAKTU TANGGAP DALAM PENANGANAN KEGAWATAN
PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMKITAL DR.
MIDIYATO.S TANJUNGPINANG

Oleh:

CITRA DEWI
162212074

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TANJUNGPINANG

2023
PENGARUH KARAKTERISTIK PERAWAT TERHADAP
WAKTU TANGGAP DALAM PENANGANAN KEGAWATAN
PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMKITAL DR.
MIDIYATO.S TANJUNGPINANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang

Oleh:

CITRA DEWI
162212074

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TANJUNGPINANG

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya-Nya, kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini dengan berjudul “Hubungan

antara karakteristik perawat terhadap waktu tanggap dalam penanganan

kegawatan pasien di Instalasi Gawat Darurat Dr. Midiyato.S Tanjungpinang”.

Penelitian ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar

Sarjana Keperawatan dalam menyelesaikan pendidikan di Stikes Hang Tuah

Tanjungpinang. Pembuatan penelitian ini tak lepas dari bimbingan dan bantuan

dari semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ini mengucapkan

terimakasih pada:

1. (Kolonel purn) Wiwiek Liestyaningrum, Skp, M.Kep selaku Ketua

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang

2. Ns. Yusnaini Siagian, S.Kep, M.Kep. Selaku Wakil Ketua I Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

3. Ikha Rahardiantini S. Si, Apt, M.Farm. Selaku Wakil Ketua II Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

4. Ernawati, S.Psi, M.Si. Selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.

5. Ns. Zakiah Rahman, S.Kep. M.Kep Kepala Program Studi Sarjana

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang

6. Hotmaria Julia Dolok Saribu, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing I

yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan proposal

ini.
7. Zuraida, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II yang bersedia

memberikan masukan, kritikan dan saran pada proposal ini.

8. Bapak/ibu dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,

nasehat serta dukungan selama perkuliahan.

9. Rekan-rekan seperjuangan Sarjanan Keperawatan Program Non regular

Stikes Hangtuah Tanjungpinang.

10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan proposal ini masih jauh

dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti mengharapkan saran ataupun kritikan

yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini kedepannya. Sehingga, dapat

bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Tanjungpinang, 12 September 2023

Penulis,

Citra Dewi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat merupakan sebuah unit penting yang menjadi pu

sat pelayanan kegawatdaruratan sebuah rumah sakit. Sering kali Instalasi Gawa

t Darurat menjadi pintu utama masuknya pasien, khususnya pasien dengan kon

disi akut yang membutuhkan penanganan segera dan tindakan menyelamatkan

nyawa. Tenaga kesehatan yang bekerja di dalam sebuah Instalasi Gawat Darura

t terdiri dari dokter, perawat, petugas farmasi, petugas administrasi, dan petuga

s pelayanan kesehatan lainnya (Doondori, 2019).

Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan ole

h pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan p

encegahan kecacatan. Pasien Gawat Darurat yang selanjutnya disebut pasien ad

alah orang yang berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlu

kan tindakan medis segera (PMK NO 47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kega

watdaruratan) dalam (Yunita, 2019).

Hak asasi manusia adalah mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan.

Pelayanan kegawatdaruratan meliputi pelayanan kegawatdaruratan pada

bencana dan pelayanan kegawatdaruratan sehari-hari. Pelayanan

Kegawatdaruratan ini harus ditingkatkan secara terus-menerus untuk

memenuhi harapan masyarakat yang selalu menginginkan kualitas pelayanan

yang bermutu tinggi. Untuk mencapai pelayanan yang bermutu tinggi tersebut

perlu peningkatan kualitas sumber daya manusia, di samping peningkatan

sarana dan prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan, tanpa meninggalkan


prinsip pelayanan yang terjangkau biayanya bagi masyarakat (PMK Nomor 47

Tahun 2018).

Pelayanan Kegawatdaruratan meliputi penanganan kegawatdaruratan

prafasilitas pelayanan kesehatan, intrafasilitas pelayanan kesehatan, dan

antarfasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan Kegawatdaruratan tersebut

sampai saat ini belum menunjukkan hasil maksimal, sehingga banyak

dikeluhkan oleh masyarakat ketika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan.

Meskipun di negara kita hampir di setiap kota terdapat fasilitas Pelayanan

Kegawatdaruratan dari semua jenis Fasilitas (PMK Nomor 47 Tahun 2018).

Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digu

nakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, pre

ventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pem

erintah daerah, dan/atau masyarakat (PMK NO 47 Tahun 2018 Tentang Pelaya

nan Kegawatdaruratan) dalam (Simandalahi, 2019).

Pasien yang datang ke IGD biasanya mengalami sakit akut, sakit berat,

atau injury yang dapat menyebabkan pasien berada pada kondisi yang labil

bahkan mengancam kehidupan pasien. Sehingga petugas kesehatan harus

berupaya semaksimal mungkin memberikan pelayanan terbaik dengan cepat,

tepat, dan cermat agar status kesehatan pasien dapat tertangani sesuai dengan

standar pelayanan kegawatdaruratan (response time ≤ 5 menit) Konteks

keadaan pasien gawat darurat dapat berpengaruh terhadap status bio psiko-

sosial dan spiritual serta kondisi keluarganya (Amelia, Yanny and Silwi, 2018).

Pertolongan gawat darurat melibatkan dua komponen utama yaitu

pertolongan fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Kedua komponen
tersebut sama pentingnya dalam upaya pertolongan gawat darurat. Pertolongan

gawat darurat memiliki sebuah waktu standar pelayanan yang dikenal dengan

istilah waktu tanggap (response time) yaitu maksimal 5 menit. Waktu tanggap

gawat darurat merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di

depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas instalasi gawat

darurat dengan waktu pelayanan yang diperlukan pasien sampai selesai proses

penanganan gawat darurat (Samfriati, 2019).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 129/Menkes/SK/I

I/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit menyatakan waktu tang

gap atau respons time. Standar waktu ini dihitung berdasarkan kecepatan pelay

anan dokter maupun perawat di UGD. Waktu ini dihitung dari saat pasien tiba

di depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas UGD dengan

waktu pelayanan yang dibutuhkan pasien sampai selesai proses penanganan ga

wat darurat (Susanti, 2019).

Response time sangat penting dalam menangani pasien gawat darurat kh

ususnya pasien dengan kategori triase merah karena dapat mengurangi keluasa

n rusaknya organ-organ dalam dapat juga mengurangi beban pembiayaan dan r

esponse time yang cepat dapat menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan yan

g dirasakan oleh keluarga pasien ditunjang juga dengan sikap peduli atau empa

ti dan keramahan juga komunikasi yang baik antara keluarga pasien dengan pet

ugas kesehatan khususnya perawat (Samfriati, 2019).

Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan hitungan menit dan

sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun

komponen - komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium,


radiologi, farmasi, dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau

tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata

standar yang ada (Kumaladewi,2021).

Hasil penelitian Susanti (2019) menyatakan bahwa adanya hubungan ya

ng signifikan antara respon time perawat dengan tingkat kepuasan pelanggan.

Dimana semakin cepat tanggap yang dilakukan perawat dalam menangani kega

watdaruratan pasien maka pelanggan akan semakin puas dengan pelayanan kep

erawatan tersebut.

Menurut Simandalahi (2019) mengatakan bahwa dalam kondisi gawat d


nyawa
arurat pasien dapat kehilangan dalam hitungan menit. Nafas berhenti dala

m waktu 2-3 menit sehingga dapat menyebabkan kematian yang fatal. Respon t

ime sangat penting bahkan pada selain penderita penyakit jantung. Waktu tang

gap yang panjang dapat mengakibatkan resiko kematian ataupun cedera parah.

Kenaikan 1 menit waktu tanggap, dapat meningkatkan angka kematian rata-

rata 17% setelah 1 hari kejadian.

Waktu tanggap perawat dalam memberikan pertolongan kepada pasien

dapat dihitung dengan hitungan menit. Tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi waktu tanggap perawat di IGD meliputi: 1) karakter pasien, 2)

penempatan staf, 3) Brankar, Rostur dan alat lainnya yang digunakan untuk

memindahkan pasien ke ambulans atau tempat tidur) 4) petugas kesehatan,

waktu ketibaan pasien, 5) pelaksanaan manajemen, 6) strategi pemeriksaan, 7)

penanganan yang dipilih, 8) masa kerja, 9) Pendidikan, 10) Beban kerja

(Jordiawan, 2015, Kemenkes, 2009, Munandar, 2012 dalam Tuti, 2020).


Berdasarkan data dari Rumah Sakit Dr.Midiyato S Tanjungpinang

didapatkan bahwa pelayanan gawat darurat dilayani tidak sesuai dengan waktu

tanggap. Data Kunjungan pasien gawat darurat dari Januari 2023 sampai

dengan September 2023 didapatkan 6940 kunjungan pasien, dengan waktu

tanggap lebih dari 5 menit sebanyak 1946 (71,9%). Karakteristik individu

diklasifikasikan menjadi dua yaitu karakteristik demografi dan karakteristik

psikologif. Karakteristik adalah ciri-ciri yang ada di dalam masing-masing dari

individu yang nantinya akan mempengaruhi individu dalam melakukan

sesuatu.

Fenomena yang terjadi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) yakni

penerapan triase belum dilakukan dengan maksimal sehingga masih didapatkan

pasien 71,9% tidak memperoleh penanganan yang cepat dan tepat sesuai

dengan kondisinya. Ketidaktepatan triase tersebut akhirnya menyebabkan

memanjangnya response time dalam melaksanakan tindakan pelayanan awal di

IGD.

Berdasarkan data tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh karakteristik perawat terhadap waktu

tanggap dalam penanganan kegawatan pasien di Instalasi Gawat Darurat Dr.

Midiyato.S Tanjungpinang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada pengaruh karakteristik perawat terhadap

waktu tanggap dalam penanganan kegawatan pasien di Instalasi Gawat

Darurat Rumkital Dr. Midiyato.S Tanjungpinang?”


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh karakteristik perawat terhadap waktu

tanggap dalam penanganan kegawatan pasien di Instalasi Gawat Darurat

Rumkital Dr. Midiyato.S Tanjungpinang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendeskripsikan karakteristik perawat di Instalasi Gawat

Darurat Rumkital Dr. Midiyato.s tanjungpinang

b. Untuk mengetahui waktu tanggap dalam penanganan kegawatan

pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumkital Dr. Midiyato.S

Tanjungpinang

c. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik perawat terhadap waktu

tanggap dalam penanganan kegawatan pasien di Instalasi Gawat

Darurat Rumkital Dr. Midiyato.S Tanjungpinang

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikasi

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai infomasi bagi

akademik dalam pelajaran ilmu keperawatan untuk menambahkan

pemahaman tentang Hubungan Antara Karakteristik Perawat


Terhadap Waktu Tanggap Dalam Penanganan Kegawatan Pasien Di

Instalasi Gawat Darurat Rumkital Dr. Midiyato.S Tanjungpinang

b. Bagi Pelayananan Keperawatan

Penelitian dapat digunakan oleh perawat untuk

menambahkan pengetahuan dan pemahaman mengenai manfaat

Hubungan Antara Karakteristik Perawat Terhadap Waktu Tanggap

Dalam Penanganan Kegawatan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat

Rumkital Dr. Midiyato.S Tanjungpinang

c. Bagi Peneliti

Sebagai referensi bagi peneliti lain terutama penelitian yang

berkaitan dengan Hubungan Antara Karakteristik Perawat Terhadap

Waktu Tanggap Dalam Penanganan Kegawatan Pasien Di Instalasi

Gawat Darurat Rumkital Dr.Midiyato.s tanjungpinang

2. Manfaat Akademik/Teoritis/Keilmuwan

Penelitian bermanfaat sebagai sumber pustaka tentang “Hubungan

Antara Karakteristik Perawat Terhadap Waktu Tanggap Dalam

Penanganan Kegawatan Pasien Di Instalasi Gawat Darurat Rumkital Dr.

Midiyato.S Tanjungpinang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perawat

1. Definisi

Menurut Wardah, Febrina, Dewi (2017) berpendapat bahwa peraw

at adalah tenaga yang bekerja secara professional memiliki kemampuan, k

ewenangan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawat

an.

2. Profesi Perawat

Keperawatan merupakan model pelayanan profesional untuk meme

nuhi kebutuhan dasar manusia baik yang sehat maupun yang sakit yang m

engalami gangguan fisik, psikis, dan sosial, sehingga mencapai derajat kes

ehatan yang optimal dengan cara meningkatkan kemampuan individu, men

cegah, dan memperbaiki, serta melakukan rehabilitasi yang dipersepsikan

sakit oleh individu (Nursalam, 2013).

Keperawatan juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk pelayanan

profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat-kiat kesehatan, secara kom

prehensif yaitu berbentuk pelayanan bio-psikososio-spiritual, ditujukan ke

pada individu, keluarga, masyarakat, dan kelompok baik sehat maupun sak

it yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Asmuji(2012) dalam

Azizah, 2015).

3. Peran Perawat

Peran perawat dapat diartikan sebagai tingkah laku dan gerak gerik

seseorang yang diharap oleh orang lain sesuai dengan kedudukan dalam sy
stem, tingkah laku dan gerak gerik tersebut dapat dipengaruhi oleh keadaa

n sosial di dalam maupun di luar profesi perawat yang bersifat konstan (Po

tter & Perry, 2010).

a) Pemberi perawatan, perawat membantu klien untuk memenuhi kebutu

han dasarnya dan mendapatkan kesehatannya kembali melalui proses

penyembuhan dengan pemberian asuhan keperawatan.

b) Pembuat keputusan klinis, perawat membuat keputusan sebelum meng

ambil tindakan keperawatan dan menyusun rencana tindakan yang ber

hubungan dengan pengkajian, pemberian perawatan, evaluasi hasil, de

ngan menggunakan pendekatan terbaik bagi pasien. Pembuatan keputu

san dapat dilakukan secara mandiri, ataupun kolaborasi dengan tenaga

kesehatan lain dan keluarga klien.

c) Pelindung dan advokat klien, perawat bertugas mempertahankan lingk

ungan yang aman, mencegah terjadinya kecelakaaan dan hal yang mer

ugikan bagi klien. Sebagai advokat, perawat membantu klien menguta

rakan hak-haknya, melindungi hak-hak klien sebagai manusia dan sec

ara hukum.

d) Manajer kasus, perawat beperan mengkoordinasi aktivitas anggota tim,

mengatur waktu kerja serta sumber yang tersedia di lingkungan kerja

nya.

e) Rehabilitator, perawat dengan segenap kemampuan membantu klien k

embali meningkatkan fungsi maksimal dirinya setelah mengalami kec

elakaan, sakit ataupun peristiwa lain yang menyebabkan klien kehilan

gan kemampuan dan menyebabkan ketidakberdayaan.


f) Pemberi kenyamanan, kenyamanan serta dukungan emosional yang di

berikan perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan secara utu

h kepada klien, dapat memeberikan pengaruh positif berupa kekuatan

untuk mencapai kesembuhan klien.

g) Komunikator, perawat bertugas sebagai komunikator yang menghubu

ngkan klien dan keluarga, antar perawat maupun tenaga kesehatan lain

nya. Faktor terpenting dalam memenuhi kebutuhan klien, keluarga dan

komunitas adalah kualitas komunikasi.

h) Penyuluh, dalam hal ini perawat menjelaskan kepada klien tentang pe

ntingnya kesehatan, memberi contoh prosedur perawatan dasar yang d

apat digunakan klien untuk meningkatkan derajat kesehatannya, melak

ukan penilaian secara mandiri apakah klien memahami penjelasan yan

g diberikan dan melakukan evaluasi untuk melihat kemajuan dalam pe

mbelajaran klien.

i) Peran karier, perawat berkarier dan mendapatkan jabatan tertentu, hal

ini memberikan perawat kesempatan kerja lebih banyak baik sebagai s

eorang perawat pendidik, perawat pelaksana tingkat lanjut, dan tim pe

rawatan kesehatan.

4. Karakteristik Perawat

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maksydayan (2012),

karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimemiliki oleh seseorang

yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan

lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor

biologis dan sosiopsikologis. Faktor biologis meliputi genetik, sistem


syaraf dan hormonal, sedangkan faktor sosiopsikologis terdiri dari

komponen-komponen kognitif (intelektual), konatif (kebiasaan dan

kemauan bertindak), afektif (emosional).

Karakteristik individu diklasifikasikan menjadi dua yaitu

karakteristik demografi dan karakteristik psikologif. Berdasarkan uraian

diatas dapat disimpilkan karakteristik adalah ciri-ciri yang ada di dalam

masing-masing dari individu yang nantinya akan mempengaruhi individu

dalam melakukan sesuatu. Pada penelitian ini karakteristik perawat yang

akan diteliti adalah Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama

kerja.

a) Usia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), usia dimaknai

sebagai satuan waktu yang mengukur segala objek dan organisme

hidup (manusia, hewan dan tumbuhan). Perhitungan usia dimulai saat

keberadaan objek atau saat kelahiran organisme hidup sampai dengan

waktu perhitungan usia. Masyarakat yang berada dalam usia kerja

disebut sebagai tenaga kerja.

Penetapan usia kerja berbeda-beda di setiap negara. Di

Indonesia usia kerja diatur dalam undang-undang nomor 13 tahun

2003 tentang ketenagakerjaan bab I pasal 1 ayat 1 yaitu mereka yang

berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun. International Labour

Organization (ILO) menggolongkan mereka yang berada pada

kelompok usia ini sebagai golongan usia produktif (ILO, 2013).


Menurut Robbins dan Judge (2016) bahwa usia terhadap kinerja

sangat berpengaruh, pekerja dengan usia yang lebih tua memiliki

sejumlah kualitas yang positif terhadap pekerjaannya,

berkemungkinan lebih rendah untuk mengunduran diri dibandingkan

para pekerja yang lebih muda karena masa pengabdian mereka yang

panjang cenderung memberi mereka tingkat gaji yang lebih tinggi,

tunjangan liburan yang lebih panjang dan tunjangan pensiun yang

lebih menarik.

Menurut penelitian Siti Rochani tahun 2021 usia yang bekerja

diruang igd RSUD dr.Ajirdarno berada usia 27 tahun sampai dengan

37 tahun.sebagian responden berusia diatas 34 tahun.seluruh

responden berusia lebih dari 20 tahun. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian (Ashra dan Amalia, 2018) menunjukan bahwa ada

hubungan antara umur dengan waktu tanggap, dimana umur

responden yang berumur dewasa tua melakukan tindakan dengan baik

dibandingkan dengan yang berumur dewasa muda.

Hasil penelitian Jaya Bhakti dan Mulia 2017 menunjukan

responden yang berusia dewasa muda memiliki waktu tanggap yang

baik. Ruang perawatan gawat darurat membutuhkan perawat yang

berpengalaman dan terampil dalam melakukan tindakan. Usia 20-40

tahun merupakan usia produktif dimana semakin tinggi usia

seseorang, maka semakin bertambah ilmu dan pengetahuan

keterampilan yang dimiliki oleh seorang perawat maka akan


membuat perawat tersebut terampil dalam melakukan tindakan.

Menurut Bertnus (2009) dalam Prasetyo (2019).

b) Jenis Kelamin

Menurut Angus Stevenson dan Maurice Waite (2011)

mendefinisikan jenis kelamin atau seks sebagai spesies makhluk hidup

yang terbagi menjadi varian laki-laki dan perempuan. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, emansipasi adalah persamaan hak antara

kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam berbagai aspek

masyarakat, termasuk untuk bekerja. Penerimaan pekerja dalam suatu

organisasi atau lembaga juga telah memberi kesempatan yang sama

kepada laki-laki maupun perempuan untuk menduduki jabatan,

termasuk jabatan pimpinan.

Menurut penelitian Siti Rochani tahun 2021 perawatan diruang

gawat darurat selain dibutuhkan dibutuhkan kecepatan keterampilan

juga membutuhkan perasaan dan kepekaan dalam melakukan tindakan

keperawatan. Sistem waktu tanggap dalam melakukan tindakan

dibutuhkan sikap tenang dan cekatan dalam menghadapi

kegawatdaruratan,laki-laki biasanya lebih bisa menangani keadaan

darurat dibandingkan perempuan, namun seiring perkembangan ilmu

pengetahuan, kemajuan tekhnologi ditemukan bahwa perempuan juga

lebih baik dalam menangani pasien di IGD (Al-Jabar 2020)

Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan beberapa

penelitian yang menunjukan bahwa responden yang bekerja di

instalasi gawat darurat sebagian besar adalah laki-laki, Hasil


penelitian (Wiyadi dan Rahman,2020) menunjukan perawat di

instalasi gawat darurat RSUD A Wahad Sjahranie Samarinda berjenis

kelamin laki-laki.

c) Pendidikan

Menurut undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang

pendidikan tinggi, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional

Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem

pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang

saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan

nasional.

Nuriana (2019) berpendapat bahwa pendidikan formal

merupakan pendidikan yang dijalankan secara teratur, terstruktur,

sistematis dan berjenjang yang diikat oleh peraturan yang sangat ketat.

Setiap organisasi kerja memberikan tuntutan yang berbeda-beda pada

pekerja. Tuntutan tersebut harus dapat dipenuhi oleh pekerja sebab


jika tidak akan menimbulkan konflik seperti menurunnya

produktivitas kerja.

Menurut hasil penelitian Siti Rochani tahun 2021 menunjukan

sebagian besar responden berlatar belakang pendidikan D3

keperawatan 18 responden (60%), Hasil ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan (Handayani, 2020) yang menunjukan bahwa sebagian

besar perawat yang bekerja diruang instalasi gawat darurat di RSUD

Wisata UIT Makasar berlatang belakang pendidikan D3 yaitu 54,8%.

Begitu juga pula penelitian yang dilakukan oleh Ashra,F dan Amalia,S

2018 menunjukan 72,22% responden berpendidikan D3 keperawatan.

Salah satu syarat perawat diruang perawatan gawat darurat

adalah memiliki ijazah dibidang keperawatan dan memiliki pelatihan

dibidang kegawatdaruratan. Pendidikan D3 keperawatan merupakan

pendidikan vokasi yang menghasilkan lulusan yang mempunyai sikap,

pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan. Lulusan D3

keperawatan biasanya sudah dibekali sertifikat pelatihan kursus

perawatan gawat darurat, Jadi lulusan D3 keperawatan sudah

memenuhi kriteria untuk menjadi perawat gawat darurat. Tingkat

pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi

seseorang dan lebih mudah menerima ide-ide dan tekhnologi makin

tinggi pendidikan, manusia akan membuahkan pengetahuan baik yang

menjadikan hidup berkualitas.


d) Masa Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masa kerja ialah

jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu lembaga atau organisasi

tertentu. Tidak ada korelasi antara masa kerja dengan pemutusan

hubungan kerja, rekruitmen pekerja dan tingkat kehadiran pekerja.

Akan tetapi, masa kerja berkorelasi terhadap produktifitas kerja

seseorang (Nuriana, 2019). Menurut Robbins dan Judge (2017) masa

kerja dinyatakan sebagai pengalaman kerja, dilihat sebagai sebuah

predikator yang baik pada produktivitas pekerja. Masa kerja juga

merupakan sebuah variabel yang mampu menjelaskan perputaran

pekerja. Semakin lama seseorang dalam suatu pekerjaan, semakin

kecil kemungkinannya untuk keluar.

Masa atau pengalaman kerja sangatlah penting dalam

memberikan pelayanan yang prima untuk meningkatkan pengetahuan

maupun ketrampilan,sehingga dengan masa kerja yang panjang dapat

meningkatkan ketrampilan dan metode dalam bekerja sehingga dapat

memiliki banyak pengalaman dengan masalah atau kasus-kasus

kegawatdaruratan yang yang terjadi sangat berpengaruh terhadap

respon time petugas/pekerja. Masa kerja atau lama kerja adalah proses

pembentukan pengetahuan atau ketrampilan tentang metode suatu

pekerjaan karena keterlibatan individu/petugas tersebut dalam

pelaksanaan tugas pekerjaan,sehingga dengan lama kerja yang

panjang dapat meningkatkan teknik dan metode dalam bekerja

sehingga dapat memiliki banyak pengalaman terkait dengan masalah


atau kasus-kasus kegawatdaruratan yang terjadi sangat berpengaruh

terhadap respon time petugas/pekerja. (Suyanto, 2010, Maatilu 2014

dan Haryatun, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian Tati Murni Karokaro tahun 2020

selama meneliti di IGD masa kerja perawat yang bertugas sangat

berhubungan dengan lamanya bekerja dan pengalaman yang dimiliki

ketika bekerja di instalasi sebelumnya, perawat fresh graduate masih

butuh bimbingan dan pelatihan dasar kegawatdaruratan yang

masuk/berobat ke instalasi IGD RS Grandmed sesuai dengan

pengelompokan triage dan respon time sesuai kebijakan RS

Grandmed. Peneliti juga menyadari bahwa masa kerja juga sangat erat

kaitanya dengan waktu tanggap (respon time) pada pasien triase

warna merah dikarenakan keterampilan dan kompetensi perawat yang

memiliki pelatihan tentang BTCLS sehingga dapat menangani pasien

dengan benar dan sesuai standar prosedur operasional perlu adanya

peningkatan dalam memberikan pelatihan kepada perawat yang fresh

graduate untuk mengikuti pelatihan dasar kegawatdaruratan sehingga

waktu tanggap (respon time) pada pasien dapat ditangani sesuai

kebijakan RS Grandmed dan juga peraturan kesehatan.

e) Status Kepegawaian

Status kepegawaian merupakan salah satu faktor penyebab

ketidaknyamannan kerja (job insecurity). Pekerja dengan status tenaga

kerja tetap maupun tenaga kerja tidak tetap yang bekerja pada instansi
pemerintah ataupun swasta memiliki faktor risiko mengalami

ketidaknyamanan kerja (Iskandar dan Yuhansyah, 2018).

B. Waktu Tanggap/ Respon Time

1. Pengertian Waktu Tanggap/ Respon Time

Menurut Suharteti et al Respon time adalah kecepatan dalam menanga

ni klien (Akrian N Tumbuan dkk, 2015). Response time sangat berhubungan d

engan triase dimana standar triase yang paling banyak digunakan di Rumah S

akit untuk penanganan pasien di negara Australia dengan menggunakan lima

kategori diantaranya, sangat mengancam hidup maka waktu tanggapnya langs

ung (0 menit), sedikit mengancam hidup (10 menit), beresiko mengancam hid

up (30 menit), darurat (60 menit) dan kategori biasa dengan waktu perawatan

(120 menit). Di negara Kanada juga terdapat lima tingkatan triase yaitu Resus

itasi (0 menit), gawat darurat (0 menit), darurat (<30 menit), tingkat biasa (<6

0 menit) dan tidak gawat (<120 menit) (Departemen Of Health and Ageing O

f Australian Government dalam Kartikawati, 2013).

Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan p

elayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan k

ecacatan (Soetrisno, 2013).

Response time juga dapat berarti waktu emas terhadap kehidupan

seorang pasien dimana dalam banyak kasus menggambarkan semakin

cepat mendapatkan pertolongan definitif maka kemungkinan kesembuhan

dan keberlangsungan hidup seseorang akan semakin besar, sebaliknya

kegagalan response time di IGD dapat diamati dari yang berakibat fatal

berupa kematian atau cacat permanen dengan kasus kegawatan organ vital

pada pasien sampai hari rawat di ruang perawatan yang panjang setelah
pertolongan di IGD sehingga berakibat ketidakpuasan pasien dan

complain sampai dengan biaya perawatan yang tinggi (Rahmanto, 2014).

Respon time dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, jumlah ten

aga, sarana dan prasarana, pengetahuan atau pengalaman perawat (Eko wi

dodo 2015, 25). Respon time perawat dikatakan tepat waktu jika tidak mel

ebihi rata-rata waktu yang telah ditetapkan.

Dapat disimpulkan bahwa waktu tanggap adalah kecepatan dan ket

epatan pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertol

ongan yang sesuai dengan kegawatdaruratan penyakitnya sejak memasuki

pintu IGD.

2. Standar Waktu Tanggap/ Respon Time

Standar respon time tertuang Permenkes 47 Tahun 2018 Tentang

Pelayanan Kegawatdaruratan yang menyebutkan bahwa pasien gawat

darurat harus terlayani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di gawat

darurat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Respon time perawat

Adapun faktor yang memberikan pengaruh pada masalah respon ti

me pada perawat menurut Eko Widodo, (2015), dijelaskan bahwa

a) Kompetensi perawat

Untuk menjamin pelayanan yang cepat dan tepat maka perawat

harus mempunyai kompetensi. Faktor ini meliputi pendidikan.

b) Sarana dan prasarana


Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana (fasilitas ke

sehatan). Jika sarana dan prasarana sesuai dengan standar maka perawa

t akan cepat dan tepat pula dalam memberikan pelayanan kepada klien.

c) Pengetahuan dan keterampilan

Menurut Notoatmodjo bahwa pengetahuan dan keterampilan san

gat penting, semakin tinggi pengetahuan dan ketrampilan maka akan se

makin baik pula pelayanan yang akan diberikan. Selain itu jika perawa

t mempunyai pengetahuan dan keterampilan maka perawat akan lebih

cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan kepada klien.

d) Kecepatan pelayanan

Kecepatan pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk mend

apatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitn

ya sejak memasuki pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kecepatan pel

ayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu y

ang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan (Kepmen:Nom

or:63/KEP/M.PAN/7/2003).Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah

pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam

waktu kurang dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.

C. Konsep Triase

1. Definisi Triase
Triase berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan

diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir yaitu proses k

husus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau pe nyakit untuk m

enentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digun

akan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfo

kus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya ma

nusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang

yang memerlukan perawatan di IGD setiap tahunnya (Andara, 2019).

Triase adalah suatu tindakan pemilihan pasien berdasarkan pada ti

ngkat kegawatannya, keparahanya dan cidera yang diprioritaskan apakah a

da atau tidaknya gangguan seperti Airway (A), Breathing (B), dan Circula

tion (C) dengan mempertimbangkan sumber daya manusia, sarana dan pro

babilitas hidup pasien (Kartikawati, 2013).

Dari pengertian tersebut maka triase dapat didefinisikan sebagai u

paya pengelompokkan pasien secara cepat dengan memperhatikan gejala b

erupa berat atau ringannya cedera yang dialami pasien ada atau tidaknya g

angguan Airway, Breathing, dan Circulation.

2. Tujuan Triase

Tujuan Triase adalah memberikan petolongan secara cepat, tepat te

rutama pada korban dalam keadaan kritis atau emergensi yang memerluka

n tindakan segera sehingga nyawa korban dapat diselamatkan (Garbez, et a

ll. 2011).

Tujuan triase menurut Nusdin (2020) antara lain :

a) Mengidentifikasi kondisi pasien atau korban yang mengancam nyawa.


b) Mengidentifikasi cepat pasien yang memerlukan stabilisasi segera.

c) Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakurat yang dialami pasien

d) Mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan.

e) Mengidentifikasi pasien yang hanyar dapat diselamatkan dengan pemb

edahan.

f) Bertindak dengan cepat dan waktu yang tepat serta melakukan yang ter

baik untuk pasien.

3. Prinsip dalam pelaksanaan triase

Menurut Andara, (2019) prinsip – prinsip triase terbagi menjadi 6 yaitu:

a) Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu kemampuan beres

pon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam ke

hidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatd

aruratan.

b) Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat. Intinya, ketelitian dan keak

uratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.

c) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian

d) Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi

e) Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara

akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien

tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnost

ic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pe

ngobatan.

f) Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan :

(1) Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit.


(2) Dapat mati dalam hitungan jam.

(3) Trauma ringan.

(4) Sudah meninggal

4. Klasifikasi Triase

Klasifikasi triase dibagi menjadi beberapa level tingkat keperawata

n. Tingkat level keperawatan didasarkan pada tingkat kegawatan, tingkat p

rioritas, tingkat kedaruratan, tingkat keakutan, dan lokasi kejadian. Berikut

5 klasifikasi triase menurut Mardalena (2016):

a) Klasifikasi Kegawatan Triase

Berdasarkan (Oman, 2008 dalam Andara safery wijaya, 2019), pen

gambilan keputusan triage di dasarkan pada keluhan utama, riwayat m

edis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasi

l pengkajian fisik yang terfokus. Penentuan triase didasarkan pada keb

utuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada faktor-fakto

r yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewa

t sistem pelayanan kedaruratan. Hal - hal yang harus dipertimbangkan

mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningk

at keparahannya.

Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage

adalah kondisi klien yang meliputi :

(1) Gawat

Suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memer

lukan penanganan dengan cepat dan tepat.

(2) Darurat
Suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan pen

anganan cepat dan tepat seperti kegawatan.

(3) Gawat darurat

Suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan A

BC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan, Circulation / sirk

ulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal / cacat .

b) Klasifikasi Tingkat Prioritas

Klasifikasi triase dari tingkat keutamaan atau prioritas, di bagi men

jadi 4 warna. Klasifikasi prioritas ditandai dengan beberapa tanda warn

a. Berikut beberapa warna yang sering digunakan untuk triase (Mardal

ena, 2016):

(1) Biru

Warna biru digunakan untuk menandai pasien yang harus s

egera atau ditangani dan tingkat prioritas pertama. Warna biru me

nandakan bahwa pasien dalam keadaan mengancam jiwa yang me

nyerang bagian vital. Pasien yang bertanda biru, jika tidak segera

ditangani dapat menyebabkan kematian. Berikut termasuk priorita

s pertama (warna biru) diantaranya adalah sumbatan, henti nafas

(frekuensi nafas <10x/menit), sianosis, henti jantung, nadi tidak te

raba, pucat, akral dingin, dan GCS <8.

(2) Merah

Warna merah digunakan untuk menandai pasien yang harus

segera atau ditangani dan tingkat prioritas pertama setelah triase bir

u. Warna merah menandakan bahwa pasien dalam keadaan mengan


cam jiwa, prioritas pertama (warna merah) diantaranya adalah frek

uensi nafas>32x/menit, suara nafas mengi, nadi terasa lemah, nadi <5

0x/menit>150x/menit, pucat, akral dingin, CRT<2 detik, dan GCS 9-1

2.

(3) Kuning

Pasein yang diberi tanda kuning juga berbahaya dan harus s

egera atau cepat untuk ditangani. Akan tetapi, tanda kuning menjad

i tingkat prioritas kedua setelah tanda merah. Dampak jika tidak se

gera ditangani, akan mengancam fungsi vital organ tubuh bahkan

mengancam nyawa. Prioritas pertama (warna kuning) diantaranya a

dalah frekuensi nafas >24- 32 x/ menit, suara nafas mengi, tekanan

darah sistol > 160mmHg, diastol >100mmHg dan GCS>12.

(4) Hijau

Hijau merupakan tingkat prioritas ketiga. Warna hijau men

gisyaratkan bahwa pasien hanya perlu penanganan dan perawatan

biasa. Pasien tidak dalam kondisi gawat darurat dan tidak dalam k

ondisi terancam nyawanya. Pasien yang diberi prioritas warna hij

au menandakan bahwa pasien hanya mengalami luka ringan atau s

akit ringan. Prioritas pertama (warna hijau) diantaranya adalah fre

kuensi nafas 16-29x/menit, nadi 8-120x/menit, tekanan darah sist

ol 120-160 mmHg, diastole 80-100 mmHg dan GSC 15. Contoh l

uka superfisial. Penyakit atau luka yang masuk ke prioritas hijau

adalah fraktur ringan disertai perdarahan, benturan ringan atau las

erasi, histeris, dan luka bakar ringan.


c) Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Kedaruratan Triase

Menurut Kartikawati (2011) dalam pemberian label pada pasien da

pat diklasifikasikan menjadi berikut:

1) Korban kritis/immediate diberi label merah/kegawatan yang m

engancam nyawa (prioritas 1)

2) Delayed/tertunda diberi label kuning/kegawatan yang tidak me

ngancam nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2 )

3) Korban terluka yang masih dapat berjalan diberi lebel hijau atau ti

dak terdapat kegawatanya atau penangananya dapat ditunda (prior

itas 3). Ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama secara validita

s, yaitu merupakan tingkat akurasi sistem kedaruratan. Kedua, sec

ara rebilitas yaitu perawat yang menangani pasien sama dan mene

ntukan tingkat kedaruratan yang sama pula. Kedua cara tersebut

sering digunakan untuk menganalisis dan menentukan

kebijakan untuk pasien yang dirawat di IGD.

d) Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keakutan

Menurut Iyer (2004) dalam Mardalena (2016), menyatakan pen

tingnya petunjuk yang dikuasai oleh perawat triage. Perawat dituntut m

ampu mengidentifikasi kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi sep

erti perdarahan aktif, nyeri hebat, gangguan emosi, stupor, diaphoresis,

dispnea saat istirahat, tanda-tanda vital di luar batas normal dan sianosi

s. Klasifikasi triage berdasarkan tingkat keakutan dibagi ke 5 tingkatan,

sebagai berikut (Mardalena, 2016):

1) Kelas I
Kelas satu meliputi pasien yang masih mampu menunggu la

ma tanpa menyebabkan bahaya dan tidak mengancam nyawa. Cont

ohnya seperti pasien mengalami memar minor.

2) Kelas II

Pasien termasuk kelas dua adalah penyakit ringan, yang tid

ak membahayakan diri pasien. Contohnya seperti flu, demam biasa

atau sakit gigi.

3) Kelas III

Pasien yang berada di kelas tiga, pasien berada dalam kondi

si semakin mendesak. Pasien tidak mampu menunggu lebih lama.

Contohnya seperti pasien yang mengalami otitis media.

4) Kelas IV

Adapun pasien yang tidak mampu menahak kurang dari dua

jam dikategorikan kelas IV. Pasien hanya mampu bertahan selam

a pengobatan, sebelum ditindaklanjuti. Pasien kelas IV ini termas

uk urgen dan mendasar. Contohnya seperti penderita asma, fraktu

r panggul dan laserasi berat.

5) Kelas V

Pasien yang berada di kelas V adalah pasien gawat darurat.

Apabila pasien diobati terlambat, dapat menyebabkan kematian. C

ontohnya seperti syok, henti jantung, dan gagal jantung.

D. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan penjelasan tentang teori yang dijadikan

landasan dalam suatu penelitian, dapat berupa rangkuman dari berbagai teori

yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka. Didalam kerangka teori tergambar

asumsi-asumsi teoritis yang digunakan untuk menjelaskan fenomena

(Nursalam, 2016). Menurut Notoadmojo (2018) kerangka teori adalah tinjauan

teori dari hasil-hasil penelitian lain yang berkaitan dengan permasalahan yang

ingin diteliti . Adapun kerangka teoritis dalam proposal ini adalah :

Skema 2.1. Kerangka Teoritis

Karakteristik Perawat :
Waktu tanggap
1. Jenis kelamin
Keterangan : 1. Kurang dari 5 menit
2. Usia
: diteliti 2. Lebih dari 5 menit
3. Pengalaman Kerja

4. Pendidikan

E. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2018). Definisi

konseptual penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan dan

kaitan antara variabel satu dengan yang lainnya (Nursalam, 2016). Adapun

kerangka konseptual pada proposal ini adalah :

Skema 2.2. Definisi Konseptual Penelitian


Variabel Independen Variabel Dependen
Karakteristik Perawat Waktu Tanggap

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara dari suatu

penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan

dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2018). Terdapat 2 uji

hipotesis penelitian

1. Jika nilai probabilitas (p) <0,05, artinya ada penaruh karakteristik perawat

terhadap waktu tanggap dalam penanganan kegawatan pasien di

instalasi gawat darurat Dr. Midiyato.S Tanjungpinang.

2. Jika nilai probabilitas (p) > 0,05, artinya tidak ada pengaruh karakteristik

perawat terhadap waktu tanggap dalam penanganan kegawatan pasien

di instalasi gawat darurat Dr. Midiyato.S Tanjungpinang.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabar, T. M. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pendidikan,


Jenis Kelamin, Dan Masa Bekerja ParamedismTerhadap Pelaksaanaan
Sistem Tanggap Darurat Di Rsud Serang. Jurnal Dinamika Pendidikan,
13(2), 178-184. https://doi.org/10.33541/jdp.v.13i2.1909

Amelia, K., Yanny, T., & Silwi, I. (2018). Keperawatan Gawat Darurat Dan
Bencana Sheehy. Edisi Indonesia Pertama, Singapura: Elsevier.

Ashra, F., & Amalia, S. (2018). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Waktu
Tanggap Penanganan Kasus Gawat Darurat di IGD Puskesmas Kumanis
Kabupaten Sijujung Tahun 2016 The Relationship Between
Characteristics Of Nurse And Their Response Time In Emergency Case In
Jurnal Kesehatan Prima Nusantra Bukit tinggi Volume, 9(2),89

Asmuji. 2012. Manajemen Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi. Jogjakarta:


Arruzz Media

Blanchard, J. E., Doig, C. J., Hagel, B. E., Anton, A. R., Zygun, D. A., &
Kortbeek, J. B. (2012). Emergency Medical Services Response Time And
Mortality In An Urban Setting. Prehospital Emergency Care, 16(1).

Basoeki, A.P. 2012. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Anestesiologi &


Reanimasi. Surabaya: Fk. Unair.

Cdc. (2017). 10 Leading Causes Of Death By Age Group. United States:

Doondori, A. K., Sekunda, M. ., Cahyani, S. L. ., & Kurnia, T. A. . (2019).


Response Time Nurses In Providing Services With Patient Satisfaction
Installed Emergency Department. Jkp (Jurnal Kesehatan Primer), 4(2),
76–83. Https://Doi.Org/10.5281/Jkp.V4i2.34

D Prasetyo, R. (2019). Pengaruh Latihan Basic Life Support Terhadap


Pengetahuan Dan Keterampilan Tim Muhammmadiyah (Mdmc)
Banyumas. 68-75
Edy Sutrisno. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Januari: Penerbit
Prenadamedia Group Cet. Ke 8

Eko Widodo,Suparno.2015.” Manajemen Pengembangan Sumber Daya


Manusia”.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Eko Widodo,Suparno.2015.” Manajemen Pengembangan Sumber Daya


Manusia”.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fadhilah , N., Harahap, W. A., & Lestari, Y. (2015). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Waktu Tanggap Pada Pelayanan Kasus Kecelakaan
Lalu Lintas Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1) National
Center For Injury Prevention And Control Cdc Using Wisqars.

Handayani, R. (2020). Dengan Response Time Di Instalasi Stikes Panakkuang


Makassar Prodi S1-Keperawatan Prodi S1- Keperawatan

Jordiawan (2015). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Response Time


Pada Pasien Rawat Jalan Pengguna Jaminan Kesehatan Nasional Di
Tempat Pendaftaran Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kartikawati, N.D. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta: Salemba Medika.

Karokaro, T. M., Hayati, K., Sitepu, S. D. E. U., & Sitepu, A. L. (2020). Faktor
€“Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Tanggap (Response Time)
Pasien Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Grandmed. Jurnal
Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 2(2), 172-180.

Karokaro, T., & Hasrawi, L (2019). The Effect Of Endotracheal Tube Suction
Measure On Our Saturation Levels In Failed Patients , Jurnal
Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830 Vol, 2 No., 1 Edisi
Mei-Oktober 2019 https:ejornal.medistra.ac.id/indek.php,JFK
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :
63/Kep/M.Pan/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik

Leading Practices In Emergency Departement Patient Experience. 2010. Ontario


Hospital Asociation.

Maatilu, V., Mulyadi, N., & Malara, R. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Response Time Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Di Igd Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 2(2).

Munandar, A. S. 2012. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta : Ui-Press

Musliha. 2015. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Naser, R. W., Mulyadi, & Malara, R. T. (2015). Hubungan Faktor-Faktor


Eksternal Dengan Response Time Perawat Dalam Penaganan Pasien
Gawat Darurat Di Igd Rsup. Prof. Dr. D. Kandou Manado. Ejournal
Keperawatan, 3(2).

Nuriana Rachmani Dewi, 2017 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis


Tingkat Tinggi Dan Self-Efficacy Mahasiswa Melalui Brain-Based
Learning Berbantuan Web . Universitas Pendidikan Indonesia
Repository.Upi.Edu| Perpustakaan.Upi.Edu

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Keperawatan Pendekatan Ilmu Praktis.


Jakarta :Salemba Medika

Nusdin (2020) Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Jakad Media Publishing.

Ilo. 2013. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, Keselamatan Kesehatan Sarana


Untuk Produktivitas. Bahasan Ind Ed. Jakarta : Score

Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : Egc.

Patricia Gonce, 2013. Keperawatan Kritis:Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8


Volume 2. Jakarta: Egc.
Permenkes 47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan Mencabut
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/Sk/Ix/2009 Tentang
Standar Instalasi Gawat Darurat Di Rumah Sakit

Perez, M. (2015). Response Time To The Emergency Department (Ed) And Its
Effect On Patient Flow And Hospital Outcomes. Meetingabstracts, 148(4).
Doi:10.1378/Chest.2215810

Potter, P A & Perry, A G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Egc: Jakarta

Purba, D.E, Kumaat, L.T & Mulyadi. 2015. Hubungan Response Time Dengan
Kepuasan Keluarga Pasien Gawat Darurat Pada Triage Merah Di Igd Rsup
Prof.Dr.R.D Kandou Manado. Diakses Tanggal: 8 April 2015 Jam: 11.15
Wib
Http://Jurnal.Unsrat.Ac.Id/Index.Php/Article/Bibliography/2015/317381

Rahmanto Wahyu,Bryan. 2014. Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak, Sanksi


Denda, Dan Kesadaran Wajib Pajak, Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Rima, Wahyu. 2015. Hubungan Faktor Faktor Eksternal Dengan Response Time
Perawat Dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Igd Rsup Prof.
Dr.R.D. Kandou Manado. Ejournal Keperawatan Vol. 3.

Rissamdani, R. (2015). Hubungan Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat


Dengan Waktu Tanggap (Respon Time) Keperawatan Di Ruang Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Permata Bunda Tahun 2014 (Doctoral
Dissertation, Universitas Sumatera Utara).

Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. (2016). Perilaku Organisasi Edisi 16.
Jakarta : Salemba Empat.
Rumampuk, J., & Katuuk, M. E. (2019). Hubungan Ketepatan Triase Dengan
Response Time Perawat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tipe
C. Jurnal Keperawatan, 7(1). Https://Doi.Org/10.35790/Jkp.V7i1.25206

Sarinah Dan Mardalena. 2016. Pengantar Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit


Deepublish. Yogyakarta.

Susanti, S. (2019). Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Harga Terhadap


Kepuasan Pelanggan Di Coffee Rr Pekanbaru (Doctoral Dissertation,
Universitas Islam Riau).

Surtiningsih, D., Susilo, C., & Hamid, M. A. (2016). Penerapan Response Time
Perawat Dalam Pelaksanaan Penentuan Prioritas Penanganan
Kegawatdaruratan Pada Pasien Kecelakaan Di Igd Rsd Balung. The
Indonesian Journal Of Health Science, 6(2).

Sutrisno. 2013. Keperawatan Kegawat Daruratan. Jakarta: Media Aesculapins

Suyanto, 2010. Pengaruh Strategi Respons Time di Instlasi Gawat Darurat dalan
Upaya Meningkatkan Kepuasan Pelangan di Rumah Sakit Semen Gresik.
Jurnal

Tumbuan, Akrian N., Et Al. "Hubungan Response Time Perawat Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Kategori Triase Kuning Di Igd Rsu Gmim Kalooran
Amurang." Jurnal Keperawatan Unsrat, Vol. 3, No. 2, 2015.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan


Tinggi

Wardah, Febrina, Dewi. (2017). Pengaruh Pengetahuan Perawat Dalam


Pemenuhan Perawatan Spiritual Pasien Di Ruang Intensif. Jurnal
Edurance, Vol 2 No 3.

WHO. (2018). Global Status Report On Road Safety 2018. World Health
Organization.
Wiyadi, W., & Rahman, G . 92020). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Waktu Tanggap Pada Pasien Gawat Darurat Di Instalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Husada Mahakam: Jurnal
Kesehatan 10 (1), 78-84. https://doi.org/10.35963/hmjk.v 10i1.21

Yuliati. 2018. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. T. Ari, Ed). Jakarta: Cv. Trans
Info Medika.

Anda mungkin juga menyukai