Anda di halaman 1dari 33

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPON TIME PERAWAT

IGD DI RS X KOTA PADANG

TAHUN 2019

Program studi

Keperawatan

Di Susun Oleh

NADIA ABDE PERTIWI

1610105024

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ALIFFAH PADANG

2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban
yang harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Pemerintah dan segenap
masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari pembangunan kesehatan
sehingga pelaksanaannya tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan yang terstruktur
(Departemen(Sabriyanti, Islam and Gaus, 2012).
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah sektor rumah sakit yang memberikan
pelayanan pertama pada pasien gawat darurat sehingga sektor ini menjadi sektor pertama
yang akan dituju oleh seseorang yang merasa mendapatkan masalah kesehatan agar
mendapatkan pertolongan yang secepatnya. IGD menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
Sesuai dengan pendapat AHCA (America Hospital Association) tahun 2007 mengatakan
bahwa masyarakat mengandalkan ruang gawat darurat untuk mencari pengobatan dan
perawatan medis, dalam kondisi mengancam jiwa ataupun tidak. Pada pasien kronis dan
tidak mengancam jiwa yang berobat ke ruang gawat darurat dapat mengkonsumsi
sumber daya yang seharusnya digunakan untuk pasien akut dan mendesak (Lulie and
Hatmoko, 2017)
Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving.
Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-
benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat
kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit
pada manusia dapat menyebabkan kematian yang fatal . Salah satu indikator
keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah kecepatan
memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada
keadaan rutin sehari- hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau
response time sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia serta kualitas
pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di
tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Maatilu, Mulyadi
and Malara, 2014)
Kecelakaan adalah suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang
datangnya mendadak dan tidak dikehendaki, sehingga menimbulkan cedera fisik,
mental, dan sosial. Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut tempat
kejadian, salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas Menurut Peraturan Pemerintah RI
No. 43 tahun 1993, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak
disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai
jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. (Fadhilah,
Harahap and Lestari, 2015)
Dari data rekam medis RSUP Dr. M. Djamil tahun 2012 tercatat pasien IGD
untuk triage Bedah (surgikal) berjumlah 4.262 dari 37.124 kunjungan IGD secara
keseluruhan (11,4%), di mana diantara pasien tersebut adalah korban kasus kecelakaan
lalu lintas. Serta jumlah mortalitas pasien secara keseluruhan berjumlah 298 pasien
(0,8%). Data lain dari RSUD Cengkareng dari Januari – September 2011, tercatat angka
kecelakaan lalu lintas berjumlah 521 dari 15.186 kunjungan IGD seluruhnya (3,4%).
Jumlah kematian dari kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 22 orang (4,2%) dan 6
diantaranya adalah D.O.A (Death On Arrival)
Korban kecelakaan lalu lintas yang mengalami luka ringan biasanya langsung
ditangani secara medis sesuai dengan perlukaan yang diderita. Sedangkan korban
meninggal dapat langsung diselesaikan berkas perkaranya dan dapat langsung
diserahkan kepada keluarga. Tidak jarang korban kecelakaan lalu lintas yang jatuh ke
dalam kondisi gawat darurat, di mana korban gawat darurat adalah korban yang
terancam jiwanya dan harus segera ditangani dan dibawa ke pelayanan gawat darurat.
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pertolongan segera
yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan, atau pelayanan
pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting bahwa waktu adalah
nyawa (Time saving is life saving). Salah satu indikator mutu pelayanan berupa respon
time atau waktu tanggap yang merupakan indikator proses untuk mencapai indikator
hasil, yaitu kelangsungan hidup. (Fadhilah, Harahap and Lestari, 2015)
Menurut Kepmenkes nomor 129 tahun 2008 mengenai Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit (SPM-RS), waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat
memiliki dimensi mutu keselamatan dan efektifitas. Kecepatan pelayanan dokter di
gawat darurat adalah kecepatan pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat
pelayanan dokter (menit).Waktu tanggap tersebut memiliki standar maksimal 5 menit di
tiap kasus. Waktu tanggap pelayanan perlu diperhitungkan agar terselenggaranya
pelayanan yang cepat, responsif dan mampu menyelamatkan pasien gawat darurat.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irma Rahmawati (2017) di Di
Instalasi Gawat Darurat Rsu Pku Muhammadiyah Di Kabupaten Kebumen menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tanggap di IGD Bedah adalah
ketersediaan stretcher dan ketersediaan petugas triase. Dari Observasi Response Time
Perawat dalam penanganaan kegawat darurat kegawat darurat kategori pasien prioritas1,
6 responden (17.1%), prioritas 2, 22 responden (62.9%), prioritas ,. 7 responden
(20.0%), dengan waktu respon ≥0 menit berjumlah 3 responden (8.6%), 1-5 menit 31
responden (88.5%) dan >5 menit 1 responden (2.9%) sedangkan kategori respon lambat
4 responden (11.4%), sedang 7 responden (20.0%) dan cepat 24 responden (68.6 %)
Penelitian ini penting untuk dilakukan secara umum mengetahui Respon Time
Perawat dalam Penanganan Kegawat Daruratan. Penelitian ini penting bagi pasien dan
keluarga pasien sendiri karena dengan mengetahui prosedur pelayanan yang ada
masyarakat tidak mengalami kecemasan atau keraguan terkait dengan respon time
(waktu tanggap) yang diberikan kepada pasien. Sedangkan bagi petugas kesehatan hal
ini harus benar-benar dipahami dan diaplikasikan karena berhubungan dengan nyawa
seorang pasien yang harus diselamatkan. Bagi instalasi rumah sakit diharapkan mampu
membuat acuan standar penanganan yang lebih jelas.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon time perawat Di IGD RS. X Padang
Tahun 2019”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apa saja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon time perawat Di IGD RS. X
Padang Tahun 2019 ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Respon time perawat Di IGD RS. X Padang Tahun
2019
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pasien (P1, P2, P3) yang datang ke ruang
Instalasi Gawat Darurat RS. X Padang Tahun 2019.
2. Mengetahui waktu rata-rata respon time perawat dalam penanganan pasien
sejak pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RS. X Padang Tahun 2019.
3. Mengetahui kategori respon time perawat dalam penanganan pasien sejak
pasien datang ke Instalasi Gawat RS. X Padang Tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Bagi perawat IGD
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ancuan untuk perawat dalam
pelaksanaan pelayanan gawat darurat secara cepat, tepat, efisien dan sesuai
kompetensi perawat sehingga angka kecacatan, kematian, dan kompliasi dapat
menurun.
2. Bagi ruang IGD
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan ruang untuk
melakukan peningkatan pelayanaan ruang IGD sehingga pelayanaan diIGD
lebih cepat, tepat, dan efisien sehingga tercapai mutu pelayanaan di IGD.
3. Bagi Rumah sakit
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi menagemen Rumah
Sakit untuk membuat kebijakan terkait dengan standar operasional prosedur
berhubungan dengan lama waktu tanggap yang harus diberikan oleh perawat
atau petugas lainnya.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah informasi barubagi ilmu
pengetahuan guna menambah pengetahuan dan wawasan tentang respon time
(waktu tanggap) perawat dalam penanganan kegawat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Response Time

1. Pengertian Response Time

Response time merupakan suatu standart pelayanan yang harus dimiliki oleh
Instalasi Gawat Darurat (Widodo, 2015). Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit
menyatakan ada beberapa indikator mutu pelayanan rumah sakit khususnya pada bagian
Instalasi Gawat Darurat salah satunya yaitu waktu tanggap atau respons time. Menteri
Kesehatan pada tahun 2009 telah menetapkan salah satu prinsip umum tentang
penanganan pasien gawat darurat yang harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah
sampai di IGD (Kemenkes, 2009).

Response Time adalah kecepatan penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang
sampai dilakukan penanganan (Kemenkes, 2011). Waktu tanggap dikatakan tepat waktu
dan tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar
yang ada (Wulan, 2010)

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Response Time


Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat
dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat
sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat
(Kemenkes, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Response timeperawat IGD Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode, dkk (2012) mengatakan bahwa faktor-faktor
yang berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di UGD bedah
dan non bedah adalah :
1) Ketersediaan stretcher
2) Ketersediaan petugas triase
3) Pola penempatan staf
4) Tingkat karakteristik pasien
5) Faktor pengetahuan,keterampilan dan pengalaman petugas kesehatan yang
menangani kejadian gawat darurat.

Malara T dkk, tahun (2015) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi


Response time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat antara lain:
(1) Ketersediaan stretcher,
(2) Ketersediaan alat atau obat-obatan dan
(3) Beban kerja.
a. Ketersediaan stretcher ini sangat dibutuhkan dalam mobilisasi pasien yang
dapat berpengaruh pada response time perawat. Tidak tersedianya stretcher saat
dibutuhkan dapat berdampak buruk, karena pasien harus menunggu di depan
pintu dan hal ini akan mempengaruhi kondisi pasien dan terlambat mendapat
penanganan, selain itu pihak rumah sakit bisa saja mendapat komplain dari pihak
keluarga pasien atau pasien. Ketersediaannya stretcher sendiri dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya kunjungan pasien yang banyak disaat bersamaan,
jumlah stretcher yang tidak memadai, dan lain-lain.
b. Alat atau obat-obatan merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam
penanganan pasien. Tidak tersedianya alat atau obat-obatan saat dibutuhkan akan
mempengaruhi penanganan terhadap pasien dan dapat berdampak buruk terhadap
kondisi pasien karena bisa menjadikan response time perawat melambat.
Ketersediaan alat atau obat-obatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
managemen rumah sakit
c. Beban kerja merupakan salah satu faktor dari Response time, beban kerja yang
berat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah perawat
yang tidak memadai, jumlah pasien yang banyak, dan beragamnya pekerjaan yang
harus dikerjakan, menuntut keterampilan khusus, dan lain-lain (Malara T dkk,
2015).
B. Konsep Triage

1. Pengertian Triage

Kata triase berasal dari bahasa perancis trier, yang artinya menyusun atau
memilah (Habib dkk, 2016). Tatalaksana awal di IGD adalah proses triase yaitu proses
pemilahan pasien berdasar prioritas kegawatan (Untoro dan Adhitya, 2017). Triase adalah
memilah tingkat kegawatan pasien untuk menentukan prioritas penanganan lebih lanjut
(Kemenkes, 2011).

Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokkan penderita


berdasarkan pada beratnya cidera yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan Airway (A),
Breathing (B), dan Circulation (C) dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya
manusia, dan probabilitas hidup penderita (Nurhasim, 2015).

Penilaian kondisi medis triase tidak hanya melibatkan komponen topangan hidup
dasar yaitu jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) atau
disebut juga ABC approach, tapi juga melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-
tanda fisik. Penilaian kondisi ini disebut dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda
dan gejala (syndromic approach). Contoh sindrom yang lazim dijumpai di unit gawat
darurat adalah nyeri perut, nyeri dada, sesak nafas, dan penurunan kesadaran (Habib,
2016).

Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka


menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau
berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis
segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu. Setelah penilaian
keparahan (severity) dan urgensi (urgency), maka beberapa sistim triase menentukan
batas waktu menunggu. Yaitu berapa lama pasien dapat dengan aman menunggu sampai
mendapatkan pengobatan di IGD (Habib, 2016).

Triage memiliki fungsi penting di IGD terutama apabila banyak pasien datang
pada saat yang bersamaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pasien ditangani
berdasarkan urutan kegawatannya untuk keperluan intervensi (Hadi, 2016).
2. Tujuan Triage

a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.


b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya.
c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya berdasarkan pada pengkajian
yang tepat dan akurat.
d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien (Kartika, 2012).

Tujuan pada pelaksanaan triage di rumah sakit menyeleksi korban berdasarkan


kegawat-daruratan pasien dan sebagai dasar dari pelayanan darurat dan non darurat
(Hardyanti & Chalidyanto, 2015).
Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat
terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah
sakit melalui unit ini. Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya kepadatan
(overcrowding) menyebabkan perlu ada metode menentukan siapa pasien yang
lebih prioritas sejak awal kedatangan. Ketepatan dalam menentukan kriteria triase
dapat memperbaiki aliran pasien yang datang ke unit gawat darurat, menjaga
sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang benar-benar gawat, dan
mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai (Habib,
2016).
Bantuan yang diberikan pada pasien gawat darurat bertujuan untuk
penyelamatan nyawa dan mencegah kecacatan menggunakan pendekatan proses
keperawatan di IGD rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat
darurat dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan gawat darurat
dengan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar untuk penyelamatan nyawa dan
mencegah kecacatan (Kemenkes, 2011).
Triase rumah sakit bertujuan menetapkan kondisi yang paling mengancam
nyawa agar dapat mengerahkan segala daya upaya dan fokus untuk melakukan
pertolongan medis pada pasien sampai keluhan pasien dan semua parameter
hemodinamik terkendali. Prinsip yang dianut adalah bagaimana agar pasien
mendapatkan jenis dan kualitas pelayanan medik yang sesuai dengan kebutuhan
klinis (prinsip berkeadilan) dan penggunaan sumber daya unit yang tepat sasaran
(prinsip efisien) (Habib, 2016).

3. Prinsip Triage

a. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat


b. Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan yang
dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang mengancam
nyawa dalam departemen gawat darurat
c. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat
d. Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian
e. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
f. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika
terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat
g. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien
h. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan perawat
adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai
dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi terapeutik dan prosedur
diagnostik.
i. Tercapainya kepuasan pasien:
1) Perawat triage harus menjalankan triage secara simultan, cepat, dan
langsung sesuai keluhan pasien.
2) Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis
3) Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
j. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar
dengan penyedia pelayanan yang benar (Kartikawati, 2012).

4. Kategori dan Penentuan Prioritas

Salah satu peran dan fungsi perawat gawat darurat adalah melakukan triage,
mengkaji dan menetapkan prioritas dalam spektrum lebih luas terhadap kondisi klinis
pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai
kondisi kronis (Faidah dkk, 2013).
Setiap Rumah Sakit memiliki konsep triage yang berbeda- beda. Salah satu
konsep triage yang dapat digunakan yaitu Patient Acuity Category Scale (PACS)
(Kurniasari, 2016).

Terdapat 4 sistem klasifikasi triase yaitu prioritas 1 atau pasien kritis yang
memerlukan resusitasi, prioritas 2 yaitu emergensi mayor atau urgen, prioritas 3 yaitu
emergensi minor atau non urgen dan prioritas 4 yaitu non emergensi atau false
emergency (Untoro & Adhtya, 2017).

Tabel 2.1 Kategori triage (Kartikawati, 2012)

Kategori triage Level kegawatdarurtan


1 Resuscitation & Critically ill Patients
2 Major Emergencies (Non-Ambulant)
3 Minor Emergencies (Ambulant)
4 Non-Emergencie
Tabel 2.2 Skala kategori kegawatdaruratan pasien versi Singapura (Kartikawati, 2012)

Target waktu Persentase kasus


Kategori Level dimana pasien yang harus Keluhan pasien Diagnosis awal sementara
triage kegawatdaruratan harus dilihat dilihat sesuai
(menit) dengan target
waktu
1 Resuscitation & 5 menit 90% Cardiac arest Syok traumatik
Critically ill Trauma arest Pneumothorax - Trauma/Tension
Patients Major trauma Luka bakar wajah dengan gangguan jalan
Syok napas
Near-Death Asthma Gagal napas Cedera kepala dengan penurunan tingkat
Penurunan kesadaran kesadaran
Kejang Cedera kepala dengan Luka terbuka dada
penurunan tingkat kesadaran Hipoglikemia
Nyeri dada-termasuk Infark Miokard Akut dengan atau tanpa
IMA/Unstable Angina komplikasi
Perdarahan gastrointestinal Status asmatikus
dengan syok/ akan terjadi syok Status epilepsi
Multiple trauma
Gagal jantung derajat 4 Syok dengan sebab
apapun juga Angina pektoris unstable
Stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran
2 Major 45 menit 85% Chest pain - bukan karena IMA Hyperosmolar Non-Ketotic Diabetes
Emergencies (non Overdosis obat - masih sadar Diabetik Ketoasidosis
ambulant) Sakit perut yang berat Fraktur iga Multiple
Perdarahan saluran cerna dengan Cedera leher/spinal
TTV normal Perdarahan vagina Luka bakar pada mata
akut dengan TTV normal Chest Pain-dengan penyebab yang tidak
Penurunan tingkat kesadaran - jelas
tidak pingsan dan TTV normal Kehamilan ektopik
Moderate Trauma - Non Major Limb Fractures
Ambulant Asma Bronchial
Kondisi nyeri berat Appendisitis akut
Cedera kepala, sadar, muntah Perforated Viscus Kolik ureter akut
Asama ringan/sedang Retensi urine,
Kejang - sadar pada saat datang Ekserbasi peptic ulser akut
di RS Bronkhopneumonia
Infeksi pada dada dengan sesak Perdarahan saluran cerna-TTV normal
Muntah dengan segala penyebab Kolesistitis
Sepsis berat tanpa disertai syok Psikotik
akut
CVA – sadar Pyelonephritis akut
Kanker dengan komplikasi
Intestinal
Obstruction
Overdosis obat – sadar

3 Minor 60 menit 80% Cedera kepala - sadar, tidak Cedera kepala – sadar, tidak muntah
Emergencies muntah Fraktur colles
(Ambulant) Minor Acute Trauma Fraktur klavikula
Nyeri perut – ringan Sprain ankle
Sakit kepala Sakit Fraktur minor lain
telinga/gangguan pendengaran Migrain dan sakit kepala sejenisnya
akut Otitis media/eksterna
Benda asing pada mata Gastrointestinal
Nyeri ringan – berat Refluks Benda asing pada telinga, hidung,
tenggorokan, mata, dan ekstremitas
Gejala dysmenorrhoea
Diare akut
Vomiting Digigit ular, sengatan serangga
dan hewan lain.
Urtikaria
4 Non-Emergencies 120 menit 75% Trauma lama dengan gejala sisa. Old scars
Sakit tenggorokan tanpa adanya Deformitas tulang, s
masalah pernapasan Penyakit pinal atau anggota tubuh yang lain
pernapasan bagian atas (minor). Kontraktur sendi
Prosedur tindakan bedah non- Tindakan non-urgent:
urgent a. Pengambilan plate metal, screws
Kelemahan tubuh yang b. Old Unreduced Dislocations
berlangsung lama. c. Luka kronik
Penyakit mata non-urgent d. Sprain kronik
Penyakit THT non-urgent Minor e. Benjolan pada tubuh
lll-Defined Conditions f. Kista, bisul
Permintaan tindakan non-urgent g. Tindakan sirkumsisi
Permintaan general check-up h. Patching of Earlobe
dan surat keterangan i. Penghilangan tato
Kasus-kasus ginekologi Masalah j. Penghilangan kutil
kulit non-urgent k. Penghilangan keloids
l. Osteoarthritis pada lutut
Prioritas kegawatan pasien akan menentukan respon time di IGD,
penentuan prioritas ini dikenal dengan sistem triase (Untoro dan Adhitya,2017).
Prioritas Masalah Keperawatan Gawat Darurat: (Kemenkes, 2011).

a. Gangguan jalan nafas

b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

c. Pola nafas tidak efektif

d. Gangguan pertukaran gas

e. Penurunan curah jantung

f. Gangguan perfusi jaringan perifer

g. Gangguan rasa nyaman

h. Gangguan volume cairan tubuh

i. Gangguan perfusi serebral

j. Gangguan termoregulasi

5. Proses Triage

Perawat IGD sebelum menentukan triage juga melakukan pengumpulan data,


untuk mengidentifikasi masalah dengan melakukan observasi keadaan umum pasien pada
saat datang, pengukuran tanda-tanda vital, anamnesa keluhan dan melakukan
pemeriksaan fisik perawat setelah mengetahui kondisi pasien selanjutnya adalah
menentukan tingkat kegawatannya. Sistem tingkat kedaruratan triage mempunyai arti
penting karena triage merupakan suatu poses mengkomunikasikan kondisi
kegawatdaruratan pasien di IGD (Wachid, 2013).

Pengkajian awal dimulai ketika perawat triage memeriksa pasien, perawat harus
memeriksa dengan jelas. Dalam melakukan triage, perawatharus memperhatikan
pengontrolan infeksi dalam situasi apapun di mana kontak dengan darah dan cairan tubuh
bisa terjadi. Membersihkan tangan dengan sabun atau pembersih tangan setiap kali
kontak dengan pasien merupakan langkah penting untuk mengurangi penyebaran infeksi
(Kartika, 2012).

Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan yang segera dan tepat
waktu akan segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi terjadi kecacatan akibat
kerusakan organ. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat (Hamarno, 2016).

Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan
pasien gawat darurat di rumah sakit secara sitemik, akurat, dan berkesinambungan.
Pengkajian primer dan sekunder terfokus, sistematis, akurat, dan berkesinambungan
memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana
tindakan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar. Sistem triage yang dapat digunakan pada
pengkajian keperawatan gawat darurat ialah melakukan pengumpulan data melalui
primary dan secondary survey pada kasus gawat darurat di rumah sakit (Kemenkes,
2011).

a. Primary survey
Primery survey adalah pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan
segera masalah aktual atau resiko tinggi dari kondisi life threatening
(berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).
Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
jika hal tersebut memungkinkan (Kemenkes, 2011). Dalam penatalaksanaan
survei primer hal-hal yangdiprioritaskan antara lain airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi (Prasetyantoro,2013).
Primary Survey: (Kemenkes, 2011).
A: Airway atau dengan kontrol servikal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Dissability pada kasus trauma, “Defibrilation, Drugs, Differential
Diagnosis” pada kasus non trauma
E: Exposure pada kasus trauma, EKG, “Electrolite Imbalance” pada kasus
non trauma.
b. Secondary survey
Secondary survey adalah pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah
airway, breathing dan circulation yang ditentukan pada pengkajian primer
sebelumnya. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif
dari riwayat keperawatan dan pengkajian head to toe. Pengkajian head to toe
terfokus, adalah pengkajian komprehensif sesuai dengan keluhan utama pasien
(Kemenkes, 2011).
1) Wawancara triage
Pada saat wawancara yang waktunya relatif singkat, perawat
menentukan keluhan utama dan riwayat luka atau sakit saat ini. Perawat
triage melakukan pengkajian yang berfokus pada masalah dan
melakukan pengukuran tanda-tanda vital dan kemudianperawat
menentukan tingkat kedaruratan triage dari keterangan yang didapatkan
(Kartikawati, 2012).
Tujuan wawancara triage ini adalah untuk menentukan keluhan
utama, mendapatkan penjelasan dari tanda dan gejala yang terkait,
menggolongkan tingkat kedaruratan pasien dan melakukan perawatan
berdasarkan riwayat. Pertanyaan pertama yang diajukan kepada pasien
adalah tentang alasan mengapa pasien datang ke UGD. Perawat selalu
menggunakan pertanyaan terbuka, seperti “Apa yang Anda keluhkan
saat ini?” atau “Apa yang Anda rasakan saat ini?”. Keluhan utama
sebaiknya dicatat sesuai dengan kata kata pasien. Jika pasien
mengatakan beberapa masalah, perawat triage harus memfokuskan
pasien untuk menentukan alasan utama kedatangannya di UGD. Jika
pasien datang dengan menggunakan ambulans, keterangan tentang
pasien dapat diperoleh dari petugas kesehatan sebelumnya, tetapi
penting untuk dilakukan verifikasi kepada pasien dalam rangka untuk
mencocokkan antara keterangan petugas kesehatan dengan pasien. Hal
ini dilakukan jika pasien dalam keadaan sadar dan kooperatif
(Kartikawati, 2012).
Pada saat mengumpulkan data terkait dengan keluhan
utama pasien, perawat bisa menggunakan beberapa pendekatan
sistematis yang biasa digunakan diruang gawat darurat. Untuk
pasien dengan keluhan nyeri bisa menggunakan singkatan PQRST.
Setelah perawat mendapatkan keterangan yang cukup tentang
keluhan utama, fokus perawat berpindah pada riwayat medis
singkat

Tabel 2.3 Panduan PQRST untuk pengkajian nyeri (Kartikawati, 2012)

Singkatan Pertanyaan
P: Provokes, Apa yang menyebabkan rasa sakit/nyeri, apakah ada hal yang
Palliative menyebabkan kondisi memburuk/membaik, apa yang
(penyebab) dilakukan jika sakit/nyeri timbul, apakah ini sampai
mengganggu tidu
Q: Quality Bisakah anda menjelaskan rasa sakit/nyeri, apakah rasanya
(kualitas) tajam, sakit seperti diremas, menekan, membakar, nyeri
berat, kolik, kaku, atau seperti ditusuk. (Biarkan pasien
menjelaskan kondisi ini dengan katakatanya)
R: Radiates Apakah rasa sakitnya menyebar, seperti apa penyebarannya,
(penyebaran) apakah sakitnya menyebar atau berfokus pada satu titik
S: Severity Seperti apa sakitnya, nilai nyeri dalam skala 1-10 dengan 0
(keparahan berarti tidak sakit dan 0 yang paling sakit. (cara lain adalah
dengan menggunakan skala FACES untuk pasien anak-anak
lebih dari 3 tahun atau orang dengan kesulitan bicara)
T: Time (waktu) Kapan sakit mulai muncul, apakah munculnya perlahan atau
tiba-tiba, apakah nyeri muncul secara terus-menerus atau
kadang-kadang, apakah pasien pernah mengalami nyeri
seperti ini sebelumnya, apabila “iya” apakah nyeri yang
muncul merupakan nyeri yang sama atau berbeda
2) Data Objekti
Perawat triage melakukan pengkajian fisik terfoku berkaitan
dengan keluhan utama pasien. Pemeriksaan fisik dibatas tidak hanya pada
tujuannya tetapi juga waktu, ruangan, da kemungkinan keterbatasan yang
ada. Inspeksi, palpasi, dan terkadang auskultasi dapat digunakan untuk
mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan keluhan utama.
Berikut ini merupakan parameter pengkajian fisik pada saat triage sesuai
dengan keluhan utama (Kartikawati, 2012).

Tabel 2.4 Fokus pengkajian fisik pada triage (Kartikawati, 2012)

Sistem Parameter pengkajian


Respirasi dan jantung 1. Frekuensi pernapasan, irama, kedalaman
2. Cara bernapas, penggunaan otot bantu
pernapasan
3. Warna kulit, suhu tubuh, kelembapan,
turgor, membran mukosa
4. Asupan oksigen
5. Edema perifer
6. Suara napas
7. Tingkat kesadaran
8. Posisi yang nyaman
Gastrointestinal, Distensi abdomen, adanya memar, luka gores,
perkemihan abrasi, kondisi kulit halus/kasa
Muskuloskeletal 1. Sirkulasi, sensasi, edema
2. Fungsi motorik, kekuatan otot
3. Adanya luka, perubahan warna
Endokrin 1. Warna kulit, turgor, membran mukosa
2. Gula darah acak
3. Tingkat kesadaran
Neurologis 1. Bentuk wajah menggantung, adanya ptosis
2. Kekuatan genggaman
3. Kejelasan bicara dan artikulasi
4. Tingkat kesadaran
5. Perilaku
6. Ukuran bentuk dan kesetaraan pupil, serta
respons pupil terhadap cahaya
7. Fungsi motorik/sensorik pada keseluruhan
ekstremitas
8. GCS, status mental
9. Gula darah
10. Asupan oksigen
Psikiatrik 1. Penampilan umum, kebersihan
2. Gaya bicara
3. Perilaku: aneh, sesuai
4. Isi dan proses pemikiran
5. Daya ingat, orientasi
6. Potensi membahayakan diri sendiri dan
orang lain
Kulit 1. Deskripsi luka: ukuran, lokasi, kedalaman,
penyebab, usia, perdarahan
2. Kontaminasi adanya benda asing
3. Tanda-tanda infeksi: umum atau lokal
4. Bintik merah, sengatan, lesi, gigitan
7. 5. Inflamasi, drainase, trauma, benjolan,
luka robek, fotofobi
Mata Akuitas visual: snellen chart, gelap atau terang,
bentuk

Berdasarkan keluhan utama dan data subjektif serta objektif, perawat


triage menggunakan pengetahuan dan pengalaman mereka dalam menentukan
tingkat kedaruratan. Keputusan triage memiliki pengaruh yang besar terhadap
perkembangan kondisi pasien. Setelah tingkat kedaruratan ditentukan,
pemeriksaan laboratorium dan radiografi dapat dimulai (Kartika, 2012).

Pembuatan keputusan triase merupakan proses yang inheren kompleks


dan dinamis. Karena sifat peran triase yang beragam, perawat diwajibkan untuk
memiliki pengetahuan khusus serta pengalaman dengan berbagai macam penyakit
dan cedera. Bila kode triase dipilih, ada tiga kemungkinan hasil: (Departemen of
Health and Ageing, 2009)

a. Under Triage, di mana pasien menerima kode triase yang lebih rendah
dari tingkat urgensi sebenarnya (sebagaimana ditentukan oleh
indikator klinis dan fisiologis objektif).
b. Keputusan triase yang benar (atau yang diharapkan), di mana pasien
menerima kode triase yang sepadan dengan tingkat urgensi
sebenarnya (sebagaimana ditentukan oleh indikator klinis dan
fisiologis objektif). Keputusan ini mengoptimalkan waktu untuk
intervensi medis bagi pasien dan membatasi risiko keadaan yang
memburuk
c. Over-triase, di mana pasien menerima kode triase yang lebih tinggi
dari tingkat urgensinya yang sesungguhnya. Keputusan ini berpotensi
menghasilkan waktu tunggu yang singkat untuk intervensi medis bagi
pasien, namun risiko tersebut merupakan hasil yang merugikan bagi
pasien lain yang menunggu, karena mereka harus menunggu lebih
lama.

Perawat Triase membuat keputusan urgensi dengan menggunakan


informasi klinis dan historis untuk menghindari kesalahan under triage
atau over triage (Departemen of Health and Ageing, 2009). Apabila
terdapat keragu-raguan dalam menentukan prioritas penderita, maka
dianjurkan untuk melakukan Uptriage untuk menghindari penurunan
kondisi penderita (Kartikawati, 2012).
Proses pencatatan triage harus jelas, singkat, dan padat. Tujuan
dokumentasi triage adalah mendukung keputusan triage, sebagai alat
komunikasi antar petugas tim kesehatan di unit gawat darurat (dokter,
perawat, ahli radiologi) dan sebagai bukti aspek mediko-legal. Pencacatan
bisa dilakukan secara komputer atau manual dan mencakup bagian dasar
dari pendokumentasian triage yang meliputi: waktu dan tanggal
kedatangan di UGD, cara kedatangan, usia pasien, waktu atau jam
wawancara triage, riwayat alergi (obat, makanan, latex), riwayat
pengobatan yang sedang dijalani, tingkat kedaruratan, TTV, tindakan
pertolongan pertama yang dilakukan, pengkajian nyeri, keluhan utama,
pengkajian subjektif dan objektif, riwayat kesehatan, tes diagnostic yang
dianjurkan, pengobatan yang diberikan pada saat triage, tanda tangan
perawat yang melakukan triage, dan re-evaluasi (Kartikawati, 2017).

C. Kerangka konseptual

Faktor yang memepengaruhi respon time Pasien


perawat di IGD masuk IGD
1) Ketersediaan stretcher
2) Ketersediaan petugas triase
3) Pola penempatan staf
4) Tingkat karakteristik pasien
5) Faktor pengetahuan,keterampilan Respon time
dan pengalaman petugas
kesehatan yang menangani
kejadian gawat darurat.
D. Hipotesis
Ada fakror faktor yang berhubungan dengan Response Time Perawat Di Instalasi
Gawat Darurat RS X Kota Padang Tahun 2019.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian Analitik, dimana penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo,
2010) dengan pendekatan Cross Sectional study. Pengumpulan data variabel independent
dan data dependen dilakukan secara bersamaan, untuk mengidentifikasi fator-faktor yang
berhubungan dengan Respon Time perawat di IDG RS X Kota Padang Tnahun 2019.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RS X Kota Padang. Waktu penelitian pada tahun 2019.
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal tahun 2019

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok elemen yang akan diteliti (Sugiyono, 2010). Populasi
adalah keseluruhan subjek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dari Penelitian ini
perawat yang bekerja di IGD RS X kota Padang. Jumlah populasi sebanyak 20 orang.
3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili atau representative populasi (Notoatmodjo, 2012).

1. Cara pengambilan sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang ada di SMPN 1
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan dan teknik pengambilan sampel dengan cara
proporsional random sampling. Pengambilan sampel yang memperhatikan
pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi penelitian yaitu untuk
menentukan sampel pada masing-masing kelas (Swarjana, 2016).
2. Jumlah sampel

Dari populasi yang ada, ukuran sampel minimum diperoleh dengan menggunakan
rumus Slovin dalam Notoadmodjo (2012) yaitu :
N
n
1  N (d ) 2

Keterangan :

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi (20 perawat)

d = Tingkat kepercayaan diinginkan (nilai presisi 90% atau sig=0,1)

Berdasarkan rumus diatas, maka ukuran sampel minimum pada populasi penelitian
ini dengan persen kelonggaran karena kesalahan pengambilan sampel sebanyak 10%
adalah sebagai berikut :

20
n
1  20(0,1) 2

n  9,5238095238

n  9orang

Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 10 orang. Pada penelitian tidak temukan
sampel yang drop out. Jadi populasi (N) adalah 20 perawat yang bekerja di IGD RS X
kota Padang.

Cara pengambilan sampel dengan cara acak sederhana dengan mencatat nama
perawat , lalu dilakukan pengundian (lottre) pada masing-masing pearwat tersebut.

Dengan kriteria sampel sebagai berikut (Hidayat, 2011) :

a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian mewakili sampel


penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel atau dijadikan responden.Kriteria
Inklusi pada penelitian ini adalah
1) Bersedia menjadi responden
2) Merupakan perawat IGD RS X kpta Padang
3) Perawat yang hadir pada saat penelitian

b. Kriteria ekslusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel
karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.Kriteria eksklusi pada
penelitian inisebagai berikut:

1) Perawat yang tidak bersedia menjadi responden


2) Terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian (tidak
hadir saat penelitian/sakit).

3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data.


Teknik pengumpulan data yang dilakukan diantara yaitu :
3.4.1 Data primer
Data primer dalam penelitian ini didapat melalui responden yaitu perawat yang
bekerja di IGD RS X kota Padang yang dijadikan subjek penelitian sebagai sarana
mendapatkan informasi atau data. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang
diberikan secara langsung kepada responden terdiri dari 5 item pertanyaan. Instrumen
yang digunakan adalah kuisioner yang diberikan secara langsung kepada responden
meliputi: data pribadi, data instalasai, data demografi responden.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder merupakan data pencatatan dan pelaporan yang diperoleh dari IGD
RS X kota Padang. Data ini berupa informasi tambahan yang diperlukan peneliti seperti :
data-data jumlah perawat, daftar hadir atau absensi perawat.
3.4.3 Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengurusan izin penelitian melalui institusi,


instansi dan tujuan tempat penelitian. Setelah izin didapatkan peneliti melakukan penelitian
sesuai dengan tempat dan waktu yang ditentukan, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada
responden tentang maksud dan tujuan penelitian. Kemudian peneliti memberikan kuisioner
yang telah disiapkan sebelumnya kepada responden. Sebelum memberikan kuisioner,
responden terlebih dahulu peneliti memberikan lembaran persetujuan (informed consent)
untuk ditandatangani hal ini sebagai persetujuan dari keterlibatan dan perlindungan
terhadap kerahasiaan data yang diberikan.
Dalam pengisian kuisioner ini responden didampingi oleh peneliti untuk mengisinya.
Peneliti memberikan penjelasan jika ada responden yang belum mengerti cara mengisi
kuisioner. Setelah selesai mengisi kuisioner, jawaban responden dikumpulkan kembali oleh
peneliti. Jumlah responden disesuaikan dengan sebanyak sampel yang diinginkan yaitu 10
responden. Setelah semua data didapatkan , peneliti melakukan proses pengolahan data.

3.5 Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data dikumpulkan, maka dilakukan pengolahan data dengan langkah-
langkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) meliputi :

1. Menyunting data ( Editing )

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka kuesioner yang digunakan sebagai


instrumen pengumpulan data di sunting (edit) terlebih dahulu. Jika ternyata terdapat
data atau informasi yang tidak lengkap maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop
out).

2. Mengkode data ( Coding )

Proses ini dilakukan dalam rangka mengklasifikasikan jawaban para responden


menurut kriteria tertentu ditetapkan sebelumnya. Untuk tingkat pengetahuan jika
menjawab dengan benar diberi skor 1 dan jika menjawab salah diberi skor 0. Untuk
peran teman sebaya, peran orang tua dan perilaku merokok jika menjawab Selalu
(SL), diberi kode 4, Sering (S) diberi kode 3, Kadang-kadang (KK) diberi kode 2 dan
Tidak Pernah (TP) diberi kode 1.

3. Memasukan data (data entry/ processing)


Peneliti memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam database computer
untuk dianalisa software statistic
4. Membersihkan data ( cleaning )
Peneliti memeriksa kembali data yang telah dimasukkan kekomputer untuk
memastikan tidak adanya kesalahan pada waktu pemberian kode atau skor, jika dapat
kesalahan maka diperbaiki selanjutnya dilanjutkan untuk dianalisi.

5. Tabulasi Data (Tabulating)

Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variable independen secara


bersamaan dan variable dependen maka digunakan alat ukur Chi Square.

3.6 Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan komputer program SPSS, analisis data


dilakukan dengan dua tahap yaitu :

3.6.1 Analisis Univariat

Analisis data yang dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik


setiap variable penelitian. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel penelitian diantaranya variable independen yaitu
pengetahuan, peran teman sebaya dan peran orang tua dan variabel dependen yaitu perilaku
merokok.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variable independen


dengan variable dependen dengan menggunakan derajat kemaknaan uji statistic chi-square
test, dikarenakan uji–square test digunakan untuk menilai factor dari frekuensi hasil
wawancara dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel, dan untuk mengetahui keeratan
hubungan antar variable (Denti, 2016).

Perhitungan statistik untuk analisa variabel penelitian ini dilakukan menggunakan


program komputer yang diinterpretasikan dengan nilai probabilitas/derajat kemaknaan (ρ-
value), karena semua data diukur dalam skala karegorik dikotomik dengan tingkat
kepercayaan 90%(α = 0,1). Hasil analisa dinyatakan bermakna apabila nilai ρ < 0,05
(Dharma, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah, N., Harahap, W. A. and Lestari, Y. (2015) ‘Faktor-faktor yang berhubungan dengan
waktu tanggap pada pelayanan kasus kecelakaan lalu lintas di instalasi gawat darurat rumah sakit
umum pusat Dr . M . Djamil’, Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), pp. 195–201.

Lulie, Y. and Hatmoko, J. T. (2017) ‘Respon Time (Waktu Tanggap) Perawat Dalam
Penanganan Kegawatdaruratan Di Instalasi Gawat Darurat Rsu Pku Muhammadiyah Di
Kabupaten Kebumen’, Interdisciplinary Journal Of Linguistics; University of kashmir ,
Srinagar,J&K,INDIA ,190006., 10, p. ISSN NUMBER-0974-3421/207-210. doi:
10.1590/S1516-18462008000300012.

Maatilu, Mulyadi, V. and Malara, R. T. (2014) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Response Time Perawat Pada Penanganan Pasien Gawat Darurat’, Jurnal Keperawatan.

Sabriyanti, W., Islam, A. and Gaus, S. (2012) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Ketepatan Waktu Tanggap Penanganan Kasus pada Response Time 1 di Ruangan Bedah dan
Non-Bedah IGD RS DR . WAHIDIN SUDIROHUSODO’, Tesis Universitas Hasanuddin, (3),
pp. 1–13. Available at:
http//pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c4fb91d414809dc2f827bc65613cb9fa.pdf.

Wulan, A. (2010) ‘BAB II Tinjauan Pustaka Anemia’, Universitas Muhammadiyah Surakarta,


pp. 5–18.

Anda mungkin juga menyukai