Oleh
Kelompok 1
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami menyelesaikan makalah
mata kuliah “kesehatan dan keselamatan kerja dalam keperawatan” dengan judul
“Prinsip dan Konsep Keselamatan pasien serta pengaruh factor lingkungan dan
manusia terhadap keselamatan pasien” kemudian shalawat serta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhamman SAW yang telah memberikan pedoman hidup
untuk keselamatan umat dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah keperawatan gawat
darurat di program studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo. Kami
menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan askep ini, maka
dari itu kami mengharapkna kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi yang membaca.
Penulis
2
BAB I
Pendahuluan
1. Latar belakang
Sebuah realisasi yang menentukan pada tahun 1990an adalah bahwa, terlepas
dari semua kekuatan obat modern yang diketahui untuk menyembuhkan dan
memperbaiki penyakit, rumah sakit bukanlah tempat yang aman untuk
penyembuhan. Sebaliknya, rumah sakit adalah tempat yang penuh dengan risiko
yang membahayakan pasien. Salah satu respon penting terhadap realisasi ini
adalah meningkatnya minat terhadap keselamatan pasien. Semakin jelas bahwa
keselamatan pasien telah menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, lengkap dengan
pengetahuan dan keahlian terpadu, dan memiliki potensi untuk merevolusi
perawatan kesehatan, mungkin sama radikalnya dengan biologi molekuler yang
secara dramatis meningkatkan kemampuan terapeutik dalam pengobatan.
(Adventus et al., 2019)
Keselamatan pasien/ klien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan
analisis accident, kemampuan belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes RI, 2006
dalam Adventus et al., 2019).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan tanggung jawab dari tenaga
kesehatan termaksud perawat dalam rangka mengurangi fenomena medicalerror.
Seorang pearawat bertindak sebagai salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai
waktu kontak dengan pasien yang lebih lama dibandingkan dengan tenaga
kesehatan lainnya, sehingga memungkinkan terjadinya medical error pada pasien
lebih tinggi dilakukan oleh perawat. Mengingat betapa pentingnya hal tersebut,
maka sangatlah penting sebagai seorang perawat Ahli Madya memahami tentang
konsep patient safety, sehingga pada saat melakukan asuhan keperawatan mulai
3
dari pengkajian, penetapan diagnose keperawatan, intervensi, melakukan tindakan
serta evaluasi tidak terjadi medical error. (Adventus et al., 2019)
4
2. Rumusan masalah
1) Bagaimana prinsip dan konsep keselamatan pasien?
2) Bagaiman pengaruh factor lingkungan dan manusia terhadap keselamatan
pasien?
3. Tujuan masalah
1) Untuk mengetahui prinsip dan konsep keselamatan pasien
2) Untuk pengaruh factor lingkungan dan manusia terhadap keselamatan
pasien
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
dalam menerima pelayanan kesehatan serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan kesehatan dalam memberikan asuhan pelayanan medis kepada
pasien. Selain itu keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang
kesehatan, dimana terdapat pasal yang membahas secara rinci mengenai hak
dan keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan hal terpenting yang
perlu diperhatikan oleh rumah sakit dan setiap tenaga kesehatan. (Valderas et
al., 2019).
Berdasarkan hasil penelitian Rieckmann et al., (2018) diketahui bahwa
keterlibatan pasien merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan
hasil dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal, dalam penelitian
disebutkan bahwa upaya untuk meningkatkan keterlibatan pasien terutama
pasien dengan penyakit kronis, Rumah sakit perlu menyediakan fasilitas
edukasi dengan menyediakan sumber terpercaya serta informasi yang akurat,
untuk dapat mendorong ketaatan terapi, sehingga dapat meningkatkan
quality of life. Melalui patient engagement diharapkan agar pasien dapat ikut
bertanggung jawab terhadap riwayat penyakitnya. (Rieckmann et al. 2018)
WHO menyatakan pentingnya peran pasien dalam pengembangan
pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dengan adanya patient engagement
dapat meningkatkan ketelitian dan kecermatan dokter dan tenaga medis
lainnya dalam menangani pasien, sehingga dapat meningkatkan patient
safety karena mempunyai pengaruh dalam memperkecil resiko kelalaian
medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, sehingga dapat menurunkan
angka insiden keselamatan pasien. Penelitian terkait patient engagement
belum banyak dilakukan, padahal hal ini sangat penting dalam upaya
meningkatkan patient safety di rumah sakit. (Rieckmann et al. 2018)
Menurut Nursalam (2011), pasien safety adalah penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera. cedera dari proses pelayanan kesehatan. Program
keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka
7
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien
selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik
pasientu sendiri maupun pihak rumah sakit (Cecep, 2013)
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009
yang di maksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah
proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien
yang lebih aman. Termasuk didalamnya asesmen resiko, identifikasi,
dan manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Yang
dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan medis
(medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan
nyaris terjadi (near miss).
2. Tujuan Patient Safety
Tujuan patient safety rumah sakit adalah :
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan di rumah sakit
4.Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi
penanggulangan Kejadian Tidak Diharapkan.
8
Improve the safety of high alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien, kesalahan prosedur operasi)
Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh) (Cecep, 2013)
9
pasien diperlukan budaya keselamatan pasien yang merupakan faktor
penting untuk memahami upaya memajukan perawatan pasien yang aman
serta adanya budaya keselamatan pasien yang positif merupakan variabel
penting bagi hasil pasien yang optimal dalam pengaturan rawat jalan
(Hawkins & Flynn, 2015).
Adapun standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1. Hak pasien
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD kriterianya sebagai berikut :
10
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rs
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiba finansial yang disepakati
11
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
12
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
13
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
f. Pengurangan risiko pasien jatuh.
14
3. Kemampuan mengidentifikasi factor resiko penyebab insiden terkait
patient safety
4. Kepatuhan pelaporan insiden terkait patient safety
5. Kemampuan mengidentifikasi akar masalah penyebab insiden terkait
patient safety
6. Kemampuan komunikasi yang efektif dengan pasien tentang factor risiko
insiden terkait patient safety
7. Kemampuan memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadi
untuk mencegah kejadian berulang (Agus, dkk. 2013)
5. Isu, Elemen Dan Akar Penyebab Kesalahan Yang Paling Umum Dalam
Patient Safety
a. Lima isu penting hospital risk : Keselamatan pasien, Keselamatan
pekerja nakes, Keselamatan fasilitas bangunan perlatan, keselamatan
lingkungan, dan keselamatan bisnis
b. Elemen patient safety :
Advrse drugs events/medication error (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
Restraint use (kendali penggunaan)
Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
Pressure ulcers (tekanan ulkus)
Nososcomial infections (infrksi nosocomial)
Blood product safety (keamanan produk darah/administrasi)
Antimicrobial resistance (resistansi antimikroba)
Immunization program (program imuniasai)
Falls (terjatuh)
Bloods stream – vascular catheter care (aliran darah – peraatan
kateter pemnuluh darah)
15
Systematic review, follow up, and reporting of patient (tinjauan
sistematis, Tindakan lanjutan dan pelaporan pasien/pengunjung
laporan kejadian
c. Akar penyebab kesalahan yang paling umum
Communication problem (masalah komunikasi)
Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
Human problem (masalah manusia)
Patient related issues (isu terkait pasien)
Organization transfer of knowledge (organiasai transfer
pengetahuan)
Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
Technical failures (Kesalahan teknis)
Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang
tidak memadai) (Agus, dkk. 2013)
6. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi
staff RS (depkes RI ,2006):
16
terbuka ini pasien, staf dan Fasilitas Kesehatan akan memperoleh banyak
manfaat.
Kegiatan yang dilaksanakan untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan
salah satunya adalah Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang
harus dilakukan oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan
investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan kepada pasien,
keluarga, dan staf. Sementara Untuk tingkat Unit/Pelaksana : Pastikan
teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat
laporan apabila terjadi insiden.
b) Pimpin dan dukung staf RS , bangunlah komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien di RS. Kegiatan yang dilaksanakan
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan diantaranya Pastikan ada
anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien.
Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran direksi rumah sakit
yang meliputi kepala atau direktur rumah sakit dan pimpinan unsur-unsur
yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan jajaran pimpinan
organisasi jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Tunjuk
penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit dan Tempatkan
keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan pada tingkat
manajemen dan unit adapun kegiatan yang dapat dilaksanakan Untuk
tingkat Unit/Pelaksana adalah Calonkan penggerak/champion untuk
keselamatan pasien. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada
anggota unit anda serta Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda
sehingga staf merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila
mereka berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, kembangkan sistem dan proses
pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang
17
potensial bermasalah. Sistem manajemen risiko akan membantu Fasilitas
pelayanan Kesehatan mengelola insiden secara efektif dan mencegah
kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah komponen kunci
dari manajemen risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf,
manajemen komplain, penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan
dan lingkungan. Sistem manajemen risiko ini harus di dukung oleh
strategimanajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan, yang mencakup
progamprogram asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.
d) Kembangkan sistem pelaporan pastikan staf dapat dengan mudah
melaporkan kejadian atau insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS . Kegiatan yang dapat dilaksanakan Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan : Bangun dan implementasikan sistem pelaporan
yang menjelaskan bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan
melaporkan insiden secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan
Pasien (KNKP).sementara untuk tingkat Unit/Pelaksana : Dorong
kolegaanda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden keselamatan
pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegahtetapi bisa
berdampak penting unutk pembelajaran. Panduan secara detail tentang
sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh Komite
Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien , kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien. Peran aktif pasien dalam proses
asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong. Pasien memainkan peranan
kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam
memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas
yang aman dan berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan yang
tepat.Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan
mendengarkan pasien
18
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien , dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul. Kegiatan yang dapat dilaksanakan,Untuk
tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Yakinkan staf yang sudah terlatih
melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga bisa mengidentifikasi
akar masalahnya.Kembangkan
kebijakanyangmencakupkriteriakapanfasilitaspelayanan kesehatan harus
melakukan Root Cause Analysis (RCA). Sedangkan kegiatan yang dapat
dilakukan Untuk tingkat Unit/Pelaksana : Lakukan pembelajaran di dalam
lingkup unit anda dari analisa insiden keselamatan pasien seta Identifikasi
unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses
pembelajaran anda secara luas.
g) Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan
informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan. Salah satu kekurangan Fasilitas
pelayanan Kesehatan di masa lalu adalah ketidakmampuan dalam
mengenali bahwa penyebab kegagalan yang terjadi di satu Fasilitas
pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk mencegah risiko terjadinya
kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan yang lain. Pembelajaran lewat
perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem
yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk
mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang
tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
7. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Sasaran keselamatan pasien diatur dalam peraturan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia, Nomor 1691/Mankes/Per/VIII?2011 tentang
keselamatan Pasien Rymah Sakir BAB IV pasal 8. Sasaran keselamatan
pasien merupakan ayarat untuk diterapkan disemua rumah sakit yang
diakreditasi oleh komisi Akreditas Rumah Sakit, dalam menyusun sasaran
19
keselamatan pasien ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient safety
Solution dari WHO patient safety (2007), yang digunakan juga oleh komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI) dan dari Joint
Commision International (JCI).
Enam sasaran (Six Goals Patient Safety) yaitu :
Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat dan lengkap, jelas dan
yang dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Tidak hanya melalui lisan ataupun telepon
kesalahan komunikasi mudah terjadi ketika pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti pelaporan hasil laborotorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan.
20
kedengarannya mirip ( Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NOUM, atau
Look Alike Soun Alike/ LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan
dalam isi keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ml atau lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat 0,9% dan magnesium sulfat =
50% atau lebih pekat). Cara yang paling efektif untuk mengurangi/
menghindari kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obatan yang perlu di waspadai.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau
yang tidak adekuat anatara tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi ( Site Marking ), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaan ulang catatm medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak dapat dibaca dan
pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang berkontribusi yang sering
terjadi. Penandaan yang digunakan Rumah Sakit harus konsisten dan
harus dibuat oleh operator/ orang yang akan melakukan tindakan,
dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus
terlihat sampai saat disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada
semua kasus termasuk sisi (Laterality), multipek struktur (jari tangan, jari
kaki, lesi) atau multipel leel (tulang belakang).
21
mengatasi infeksi yang berhubunan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi yang dijumpai biasanya adalah infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah ( blood stream infection ) dan
pneumonia. Dalam penanggulangan pusat dari eliminasi infeksi tersebut
dan infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan ( hand hygiene ) yang tepat.
a. Perhatikan nama obat , rupa dan ucapan mirip (look – alike, sound alike
medication names).
Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab paling sering
dalam kesalahan obat (medication error). Solusi :
1. NORUM ditekankan pada penggunaan protocol untuk pengurangan
resiko
2. Memastikan terbacanya resep , label, atau penggunaan perintah yang
dicetak lebih dulu.
22
3. Pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan mengidentifikasi pasien kesalahan pengobatan, tranfusi,
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi
kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi :
1. Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien
dalam proses ini
2. Standarisasi dalam metode identifikasi disemua RS dalam suatu sistem
layanan kesehatan.
3. Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
4. Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan
nama yang sama
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima / pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan dan
terputusnya kesinambungan pelayanan, pengobatan yang tidak tepat, dan
potensial dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien. Rekomendasi :
23
ini adalah tidak ada atau kurangnya proses prabedah yang distandarisasi.
Rekomendasi :
1. Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh
medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list” , sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi ,
24
penyerahan dan / atau perintah pemulangan bila mana menuliskan perintah
medikasi.
2. Komunikasikan daftar tersebut kepada petugas pelayanan yang berikut
dimana
pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
25
adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasi :
26
2. Tanggung jawab Hukum RS
a. Pasal 45 (1) UU No. 44/2009 Tentang Rumah Sakit; “ Rumah Sakit tidak
bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.”
4. Hak Pasien
27
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana”.
Lingkunganpasienharusmemilikistandarkeamanan yang
sesuaistandarkeselamatanpasien, diantaranyadengan:
a. Adanyatanggadarurat
b. Adanyaalatpemadamapiringan / APAR
c. Adanyapeganganuntukpasien di setiapselasar
d. Terpasangbedplang di setiaptempattidurpasien
e. Terpasang CCT di setiapsuduttertentu
f. Adanya bell darurat di setiapkamarpasien
28
kesehatan yang tidak mengerti dasar-dasar faktor manusia diibaratkan
seperti petugas pengendalian infeksi tapi tidak mengetahui tentang
mikrobiologi.
2. Pengetahuan yang Diperlukan
- Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan
mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan:
individu di tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu
tersebut, dan tempat kerjanya. Human factor merupakan ilmu yang
menggunakan banyak disiplin misalnya anatomi, fisiologi, fisika,
dan biomekanik untuk mengetahui bagaimana orang bertindak di
bawah kondisi-kondisi yang berbeda. Human factor didefinisikan
sebagai studi yang mencakup semua faktor yang membuatnya
lebih mudah untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang benar.
- Definisi yang lain dari human factor adalah studi dari hubungan
saling terkait antara manusia, instrumen, dan alat yang mereka
gunakan di tempat kerjanya, maupun di lingkungan dimana
mereka bekerja.
- Semua orang bisa mengaplikasikan pengetahuan human factor
dimanapun mereka bekerja. Pada tatanan pelayanan kesehatan,
pengetahuan human factor bisa membantu proses desain yang
membuat menjadi lebih mudah bagi perawat maupun dokter untuk
melakukan pekerjaannya dnegan benar.
- Aplikasi human factor sangatlah relefan dengan patient safety
yangtertanam dalam disiplin human factor, yang merupakan ilmu
dasar dari keselamatan. Human factor bisa menunjukkan kepada
kita bagaimana meyakinkan orang lain jika kita melakukan praktik
berdasarkan keselamatan, berkomunikasi baik dengan tim, dan
menyerah terimakan tanggungjawab kepada profesi tenaga
29
kesehatan lain.
- Banyak pelayanan kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu
dokter dan perawat yang menyediakan pelayanan. Orang yang ahli
pada human factor meyakini bahwa kesalahan bisa dikurangi
dengan memfokuskan pada pemberi pelayanan kesehatan dan
mempelajari bagaimana mereka saling berinteraksi dan bagaimana
hubungan mereka dengan lingkungannya.
- Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai lingkungan,
Pada tatanan pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi
penyebab yang mendasari dari efek samping yang berhubungan
dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga kesehatan ataupun
pasien didalam sistem. Banyak yang berpikir jika kesulitan
komunikasi antara tim tenaga kesehatan terjadinya berdasarkan
fakta dari masing-masing tenaga memiliki sejumlah tugas yang
harus dilakukan pada satu waktu.
- Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting
bukan jumlah tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang
dilakukan. Dokter mungkin menceritakan kepada mahasiswanya
langkah sederhana dari operasi saat dokter tersebut melakukan
operasi namun jika kasusnya tergolong sulit, dokter bedah tersebut
tidak dapat melakukannya karena membutuhkan konsentrasi yang
lebih. Pemahaman dari human factor dan ketaatan terhadap prinsip
human factor saat ini menjadi dasar penting untuk mendisiplinkan
patient safety.
- Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan
prinsip dalam mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah
dalam melakukan tindakan seperti: (1) mengorder medikasi, (2)
serah terima informasi, (3) memindahkan pasien, dan (4) skema
30
terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik. Jika
tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan
kesehatan, maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih
aman. Hal ini membutuhkan solusi desain yang terdiri dari
software (sistem pengorderan lewat komputer), hardware (infus
pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak termasuk pencahayaan
dan lingkungan kerja.
- Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait
manusia seperti namanya “human factor”. Namun lebih kepada
pemahaman akan keterbatasan manusia dan mendesain tempat
kerja maupun peralatan yang kita gunakan sehingga bisa
digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga performance.
Mengetahui bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang,
pengetahuan dan skill yang inadekuat berdampak pada
keprofesionalan kesehatan, dan hal ini penting karena akan
membantu kita memahami karakteristik predisposisi yang
mungkin berhubungan dnegan kejadian yang tidak diharapkan
maupun error.
- Manusia juga mudah mengalami distraksi yang mana merupakan
kekuatan maupun kelemahan. Distraksi membantu kita
memperhatikan saat sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi. Kita
juga sangat baik menyadari dan merespon situasi secara cepat dan
beradaptasi terhadap situasi maupun informasi baru. Namun,
distraksi ini memungkinkan kita kepada error, karena distraksi
membuat kita kekurangan perhatian pada aspek yang paling
penting terkait tugas atau situasi. Sebagai contoh adalah
mahasiswa keperawatan mengambil darah dari pasien. Saat
mahasiswa sedang proses membersihkan setelah pengambilan
31
darah, pasien disebelah meminta bantuan. Mahasiswa tersebut
berhenti terhadap tindakan yang dilakukan dan melakukan
bantuan dan melupakan melabel tabung darah. Atau perawat yang
melakukan medikasi dari order telepon dan mengalami interupsi
dari kolega yang bertanya disampingnya, perawat mungkin akan
salah mendengar, atau gagal mengecheck medikasi atau dosis
sebagai dampak dari adanya distraksi.
3. Hubungan Antara Human Factor Dengan Keselamatan Pasien
Penting bagi semua petugas layanan kesehatan untuk
memperhatikan situasi yang meningkatkan kemungkinan kesalahan
bagi manusia dalam situasi apapun. Khususnya penting untuk bagi
mahasiswa kedokteran dan staf junior yang kurang berpengalaman.
Dua faktor dengan dampak paling banyak adalah kelelahan dan stres.
Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan dan penurunan
kinerja sehingga menjadikannya faktor risiko dalam keselamatan
pasien.
Durasi kerja berkepanjangan telah terbukti menghasilkan
penurunan performa yang sama seperti orang dengan tingkat alkohol
darah sebesar 0,05 mmol / l, yang akan membuat pengendara mobil
termasuk ilegal untuk berkendara di banyak negara. Hubungan antara
tingkat stres dan kinerja juga telah dikonfirmasi melalui penelitian.
Jika stres tingkat tinggi mudah dikenali orang sebagai hal yang
kontraproduktif, penting untuk mengenali bahwa tingkat stres yang
rendah juga kontraproduktif, karena hal ini dapat menyebabkan
kebosanan dan kegagalan untuk menghadiri sebuah tugas dengan
kewaspadaan yang sesuai.
32
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera
pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan. Patient safety
(keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Tujuan dari patiet safety antara lain
terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya
akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di
RumahSakit dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi penanggulangan KTD (Adventus et al., 2019)
2. Saran
patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sehngga diharapkan kepada
pembaca untuk dapat memahami Sistem pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Yang meliputi: assessment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien,pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi sehingga
pembaca dapat meminimalkan timbulnya resiko.
33
DAFTAR PUSTAKA
Hawkins, C. T., & Flynn, L. (2015). Patient Safety Culture and Nurse-Reported
Adverse Events in Outpatient Hemodialysis Units. Research and Theory for
Nursing Practice: An International Journal, 53-65.
Rieckmann, P., Centonze, D., Elovaara, I., Giovannoni, G., Havrdová, E., Kesselring,
J., Kobelt, G., Langdon, D., Morrow, S. A., Oreja-Guevara, C., Schippling, S.,
Thalheim, C., Thompson, H., Vermersch, P., Aston, K., Bauer, B., Demory,
34
C., Giambastiani, M. P., Hlavacova, J., & Ben-Amor, A.-F. (2018). Unmet
Needs, Burden of Treatment, and Patient Engagement in Multiple Sclerosis: A
Combined Perspective from the MS in the 21st Century Steering Group.
Multiple Sclerosis and Related Disorders, 19, 153–160.
https://doi.org/10.1016/j.msard.2017.11.013
Valderas, J. M., Gangannagaripalli, J., Nolte, E., Boyd, C., Roland, M., Sarria‐
Santamera, A., Jones, E., & Rijken, M. (2019). Quality of Care Assessment
for People with Multimorbidity. Journal of Internal Medicine, 285(30), 289–
300. https://doi.org/10.1111/joim.12881
Wulandari, I., Huriah, T., & Sundari, S. (2020). Evaluasi Safety Attitude Culture
pada Perawat di Ruang Operasi PKU Muhammadiyah Gamping. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 20(1), 253–257.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i1.759
35