Anda di halaman 1dari 35

Makalah

“PRINSIP DAN KONSEP KESELAMATAN PASIEN SERTA PENGARUH


FACTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA TERHADAP KESELAMATAN PASIEN

Oleh

Kelompok 1

Arawindah Pramerswari 841418011

Iin Uno 841418020

Imelda Saskia Putri 841418006

Merianti Tantalama 841418016

Ni Wayan Sukaryani 841418024

Ramdah Hunowu 841418015

Rezgina Mahmud 841418030

Rozianti H. Biya 841418034

Savira R. Pagau 841418113

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami menyelesaikan makalah
mata kuliah “kesehatan dan keselamatan kerja dalam keperawatan” dengan judul
“Prinsip dan Konsep Keselamatan pasien serta pengaruh factor lingkungan dan
manusia terhadap keselamatan pasien” kemudian shalawat serta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhamman SAW yang telah memberikan pedoman hidup
untuk keselamatan umat dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah keperawatan gawat
darurat di program studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo. Kami
menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan askep ini, maka
dari itu kami mengharapkna kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi yang membaca.

Gorontalo, juni 2021

Penulis

2
BAB I

Pendahuluan

1. Latar belakang
Sebuah realisasi yang menentukan pada tahun 1990an adalah bahwa, terlepas
dari semua kekuatan obat modern yang diketahui untuk menyembuhkan dan
memperbaiki penyakit, rumah sakit bukanlah tempat yang aman untuk
penyembuhan. Sebaliknya, rumah sakit adalah tempat yang penuh dengan risiko
yang membahayakan pasien. Salah satu respon penting terhadap realisasi ini
adalah meningkatnya minat terhadap keselamatan pasien. Semakin jelas bahwa
keselamatan pasien telah menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, lengkap dengan
pengetahuan dan keahlian terpadu, dan memiliki potensi untuk merevolusi
perawatan kesehatan, mungkin sama radikalnya dengan biologi molekuler yang
secara dramatis meningkatkan kemampuan terapeutik dalam pengobatan.
(Adventus et al., 2019)
Keselamatan pasien/ klien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan
analisis accident, kemampuan belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes RI, 2006
dalam Adventus et al., 2019).
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan tanggung jawab dari tenaga
kesehatan termaksud perawat dalam rangka mengurangi fenomena medicalerror.
Seorang pearawat bertindak sebagai salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai
waktu kontak dengan pasien yang lebih lama dibandingkan dengan tenaga
kesehatan lainnya, sehingga memungkinkan terjadinya medical error pada pasien
lebih tinggi dilakukan oleh perawat. Mengingat betapa pentingnya hal tersebut,
maka sangatlah penting sebagai seorang perawat Ahli Madya memahami tentang
konsep patient safety, sehingga pada saat melakukan asuhan keperawatan mulai

3
dari pengkajian, penetapan diagnose keperawatan, intervensi, melakukan tindakan
serta evaluasi tidak terjadi medical error. (Adventus et al., 2019)

4
2. Rumusan masalah
1) Bagaimana prinsip dan konsep keselamatan pasien?
2) Bagaiman pengaruh factor lingkungan dan manusia terhadap keselamatan
pasien?
3. Tujuan masalah
1) Untuk mengetahui prinsip dan konsep keselamatan pasien
2) Untuk pengaruh factor lingkungan dan manusia terhadap keselamatan
pasien

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PRINSIP DAN KONSEP KESELAMATAN PASIEN


1. Pengertian Patient Safety
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal penting dan
mendasar yang perlu diperhatikan oleh tenaga medis. Rumah sakit
merupakan organisasi kesehatan yang memiliki resiko tinggi terhadap
insiden keselamatan pasien (Buku Pedoman Keselamatan Pasien RSPP).
Mulyati dalam Wulandari menyatakan bahwa, kesalahan terhadap patient
safety sering disebabkan oleh kesalahan manusia, hal ini disebabkan oleh
kegagalan sistem dimana individu tersebut bekerja, oleh karena itu perlu
dibentuknya sebuah sistem terkait pengenalan resiko, identifikasi resiko,
serta pengelolaan resiko, sebagai tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko-resiko tersebut (Wulandari et al., 2020)
Pelayanan kesehatan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks
dan memiliki banyak multiple stakeholder dan providers. Pasien merupakan
orang yang menggunakan layanan kesehatan berupa jasa medis yang
memiliki peranan penting sebagai coproducer kesehatan. Pasien merupakan
informan penting dalam perbaikan kebijakan, sehingga mengajak pasien
berkontribusi merupakan suatu cara yang signifikan untuk dapat
meningkatkan patient safety dan kualitas pelayanan kesehatan. Istilah
keterlibatan pasien mengacu pada proses membangun dan memfasilitasi
pasien untuk mendukung keterlibatan aktif pasien dalam perawatan
kesehatan mereka sendiri (Valderas et al., 2019).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
sudah sepatutnya memberikan dampak yang postif terhadap pasien. Oleh
karena itu, rumah sakit harus memiliki standar dalam memberikan pelayanan
kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien

6
dalam menerima pelayanan kesehatan serta sebagai pedoman bagi tenaga
kesehatan kesehatan dalam memberikan asuhan pelayanan medis kepada
pasien. Selain itu keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang
kesehatan, dimana terdapat pasal yang membahas secara rinci mengenai hak
dan keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan hal terpenting yang
perlu diperhatikan oleh rumah sakit dan setiap tenaga kesehatan. (Valderas et
al., 2019).
Berdasarkan hasil penelitian Rieckmann et al., (2018) diketahui bahwa
keterlibatan pasien merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan
hasil dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal, dalam penelitian
disebutkan bahwa upaya untuk meningkatkan keterlibatan pasien terutama
pasien dengan penyakit kronis, Rumah sakit perlu menyediakan fasilitas
edukasi dengan menyediakan sumber terpercaya serta informasi yang akurat,
untuk dapat mendorong ketaatan terapi, sehingga dapat meningkatkan
quality of life. Melalui patient engagement diharapkan agar pasien dapat ikut
bertanggung jawab terhadap riwayat penyakitnya. (Rieckmann et al. 2018)
WHO menyatakan pentingnya peran pasien dalam pengembangan
pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dengan adanya patient engagement
dapat meningkatkan ketelitian dan kecermatan dokter dan tenaga medis
lainnya dalam menangani pasien, sehingga dapat meningkatkan patient
safety karena mempunyai pengaruh dalam memperkecil resiko kelalaian
medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, sehingga dapat menurunkan
angka insiden keselamatan pasien. Penelitian terkait patient engagement
belum banyak dilakukan, padahal hal ini sangat penting dalam upaya
meningkatkan patient safety di rumah sakit. (Rieckmann et al. 2018)
Menurut Nursalam (2011), pasien safety adalah penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera. cedera dari proses pelayanan kesehatan. Program
keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka

7
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien
selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik
pasientu sendiri maupun pihak rumah sakit (Cecep, 2013)
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009
yang di maksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah
proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien
yang lebih aman. Termasuk didalamnya asesmen resiko, identifikasi,
dan manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Yang
dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan medis
(medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan
nyaris terjadi (near miss).
2. Tujuan Patient Safety
Tujuan patient safety rumah sakit adalah :
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
 Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan di rumah sakit
 4.Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi
 penanggulangan Kejadian Tidak Diharapkan.

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:


 Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
 Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)

8
 Improve the safety of high alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
 Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien, kesalahan prosedur operasi)
 Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi
risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
 Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh) (Cecep, 2013)

Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap


rumah sakit wajib melaksanakan system keselamatan pasien melalui upaya-
upaya :

1. Akselerasi program infection control prevention (ICP)


2. Penerapan standar keselamatan pasien dan pelaksanaan 7 langkah
menuju kselamatan pasien Rs. Dan di evaluasi melalui akreditas RS
3. Peningkatan keselamatan penggunaan darah blood safety
4. Di evaluasi melalui akreditas RS
5. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah terjadinya
wrong person, site and procedure,
6. Peningkatan keselamatan pasien di kesalahan obat
7. Pelaksanaan pelaporan insiden di Rs dan ke komite keselamatan RS
(Cecep. 2013)

3. Standar Patient Safety


Dalam meningkatkan kesejahteraan keselamatan pasien diperlukan
adanya partisipasi petugas kesehatan khususnya perawat. Karena perawat
merupakan petugas kesehatan yang paling dominan dan memiliki waktu 24
jam terus menerus terhadap pasien. Melaksanakan program keselamatan

9
pasien diperlukan budaya keselamatan pasien yang merupakan faktor
penting untuk memahami upaya memajukan perawatan pasien yang aman
serta adanya budaya keselamatan pasien yang positif merupakan variabel
penting bagi hasil pasien yang optimal dalam pengaturan rawat jalan
(Hawkins & Flynn, 2015).
Adapun standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1. Hak pasien
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD kriterianya sebagai berikut :

a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan


b. Dokter penaggungjawab wajib mmbuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan pengobatan dan prosedur untuk pasien termasuk
kejadian terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga;
RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajibab
dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah patner dalam proses pelayanan, karena itu,
di RS harus ada system dan mekanisme seperti itu. Dengan Pendidikan
tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :

a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap, dan jujur


b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak di mengerti

10
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rs
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiba finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan unit pelayanan dengan kriteria :

a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh


b. Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumberdaya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi


dan program peningkatan keselamatan pasien
RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data
menganalisis secara intensive KTD dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerj dengan kriteria sebagai berikut :

a. Setiap RS harus melakukan prses perancangan yang baik sesuai


dengan 7 langkah menuju keselamatan pasien RS
b. Setiap RS harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap RS harus melakukan evaluais intensive
d. Setiap RS harus menggunakan semua data dari informasi hasil
analisis

11
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

a. Pimpinan dorong dan jamin implementasi program melalui


penerapan 7 langkah tadi

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program roaktif identifikasi


resiko dan program mengurangi KTD

c. Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi koordinasi antar unit


dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk


mengukur mengkaji dan meningkatkan kinerja RS

e. Pimpinn mengukur dan mengkaji efektifitas konstribusinya dalam


meningkatkan kinerja RS dengan kriteria : Terdapat tim anatar
disiplin untu,mengelola program keselamatn pasien, tersedia
program proaktif untuk identifikasi resiko dan meminimalkan
insiden, terdedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen RS terintegrasi dan berpartisipasi, tersedia prosedur
cepat tanggap terhadap insiden, tersedia mekanisme pelaporan
internal dan eksternal berkaitan dengan insiden, tersedia mekanisme
untuk menangani berbagai jenis insiden, tersedia kolaborasi dan
komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan anatar pengelola
pelayanan, teredia sumber daya dan sumber informasi yang
dibutuhkan, dan tersedia sasaran terukur serta pengumpuln
informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektifitasperbaikan kinerja RS dan keselamatan pasien

12
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan

a. RS memiliki proses Pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap


jabatan

b. RS menyelenggarakan Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan


untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staff serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien
dengan kriteria memiliki program diklat dan orientasi bagi staff
terkait patient safety, mengintegrasikan topik patient safety dalam
setiap kegiatan inservuce training dan memberi pedoman yang jelas
tentang insiden pasien, serta menyelenggarakan pelatihan tentang
Kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan


pasien.
a. RS merencanakan dan mendesai proses manajemen infomasi untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat dengan
kriteria di sediakan anggaran dan tersedian mekanisme identifikasi
masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut
diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan
pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:
a. Ketepatan identifikasi pasien;
b. Peningkatan komunikasi yang efektif;
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;

13
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
f. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien,


menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah
Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit yang terdiri dari:

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;


b. Memimpin dan mendukung staf;
c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
d. Mengembangkan sistem pelaporan;
e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasien.

Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak


pasien yang dijamin dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit, terpenuhi.  Hak tersebut antara lain untuk
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedural operasional serta layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.

4. Prinsip Patient Safety


Tujuh prinsip menuju keselamatn pasien di RS terdiri dari :

1. Kesadaran (awareness) tentang keselamatan pasien


2. Komitmen pelayanan Kesehatan berorientasi patient safety

14
3. Kemampuan mengidentifikasi factor resiko penyebab insiden terkait
patient safety
4. Kepatuhan pelaporan insiden terkait patient safety
5. Kemampuan mengidentifikasi akar masalah penyebab insiden terkait
patient safety
6. Kemampuan komunikasi yang efektif dengan pasien tentang factor risiko
insiden terkait patient safety
7. Kemampuan memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadi
untuk mencegah kejadian berulang (Agus, dkk. 2013)
5. Isu, Elemen Dan Akar Penyebab Kesalahan Yang Paling Umum Dalam
Patient Safety
a. Lima isu penting hospital risk : Keselamatan pasien, Keselamatan
pekerja nakes, Keselamatan fasilitas bangunan perlatan, keselamatan
lingkungan, dan keselamatan bisnis
b. Elemen patient safety :
 Advrse drugs events/medication error (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
 Restraint use (kendali penggunaan)
 Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
 Pressure ulcers (tekanan ulkus)
 Nososcomial infections (infrksi nosocomial)
 Blood product safety (keamanan produk darah/administrasi)
 Antimicrobial resistance (resistansi antimikroba)
 Immunization program (program imuniasai)
 Falls (terjatuh)
 Bloods stream – vascular catheter care (aliran darah – peraatan
kateter pemnuluh darah)

15
 Systematic review, follow up, and reporting of patient (tinjauan
sistematis, Tindakan lanjutan dan pelaporan pasien/pengunjung
laporan kejadian
c. Akar penyebab kesalahan yang paling umum
 Communication problem (masalah komunikasi)
 Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
 Human problem (masalah manusia)
 Patient related issues (isu terkait pasien)
 Organization transfer of knowledge (organiasai transfer
pengetahuan)
 Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
 Technical failures (Kesalahan teknis)
 Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang
tidak memadai) (Agus, dkk. 2013)
6. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi
staff RS (depkes RI ,2006):

a) Bangun kesadaran akan nilai eselamatan pasien , ciptakan kepemimpinan


dan budaya yang terbuka dan adil. Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi
pertama terhadap insiden di Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah
menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan tindakan-tindakan
hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor bila terjadi insiden.
Penelitian menunjukkan kadang-kadang staf yang terbaik melakukan
kesalahan yang fatal, dan kesalahan ini berulang dalam lingkungan
Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan
dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani melapor dan
penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil dan

16
terbuka ini pasien, staf dan Fasilitas Kesehatan akan memperoleh banyak
manfaat.
Kegiatan yang dilaksanakan untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan
salah satunya adalah Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang
harus dilakukan oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan
investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan kepada pasien,
keluarga, dan staf. Sementara Untuk tingkat Unit/Pelaksana : Pastikan
teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat
laporan apabila terjadi insiden.

b) Pimpin dan dukung staf RS , bangunlah komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien di RS. Kegiatan yang dilaksanakan
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan diantaranya Pastikan ada
anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien.
Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran direksi rumah sakit
yang meliputi kepala atau direktur rumah sakit dan pimpinan unsur-unsur
yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan jajaran pimpinan
organisasi jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Tunjuk
penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit dan Tempatkan
keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan pada tingkat
manajemen dan unit adapun kegiatan yang dapat dilaksanakan Untuk
tingkat Unit/Pelaksana adalah Calonkan penggerak/champion untuk
keselamatan pasien. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada
anggota unit anda serta Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda
sehingga staf merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila
mereka berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, kembangkan sistem dan proses
pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang

17
potensial bermasalah. Sistem manajemen risiko akan membantu Fasilitas
pelayanan Kesehatan mengelola insiden secara efektif dan mencegah
kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah komponen kunci
dari manajemen risiko, dan harus di integrasikan dengan keselamatan staf,
manajemen komplain, penanganan litigasi dan klaim serta risiko keuangan
dan lingkungan. Sistem manajemen risiko ini harus di dukung oleh
strategimanajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan, yang mencakup
progamprogram asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.
d) Kembangkan sistem pelaporan pastikan staf dapat dengan mudah
melaporkan kejadian atau insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS . Kegiatan yang dapat dilaksanakan Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan : Bangun dan implementasikan sistem pelaporan
yang menjelaskan bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan
melaporkan insiden secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan
Pasien (KNKP).sementara untuk tingkat Unit/Pelaksana : Dorong
kolegaanda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden keselamatan
pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegahtetapi bisa
berdampak penting unutk pembelajaran. Panduan secara detail tentang
sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh Komite
Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien , kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien. Peran aktif pasien dalam proses
asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong. Pasien memainkan peranan
kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam
memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas
yang aman dan berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan yang
tepat.Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan
mendengarkan pasien

18
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien , dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul. Kegiatan yang dapat dilaksanakan,Untuk
tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Yakinkan staf yang sudah terlatih
melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga bisa mengidentifikasi
akar masalahnya.Kembangkan
kebijakanyangmencakupkriteriakapanfasilitaspelayanan kesehatan harus
melakukan Root Cause Analysis (RCA). Sedangkan kegiatan yang dapat
dilakukan Untuk tingkat Unit/Pelaksana : Lakukan pembelajaran di dalam
lingkup unit anda dari analisa insiden keselamatan pasien seta Identifikasi
unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses
pembelajaran anda secara luas.
g) Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan
informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan. Salah satu kekurangan Fasilitas
pelayanan Kesehatan di masa lalu adalah ketidakmampuan dalam
mengenali bahwa penyebab kegagalan yang terjadi di satu Fasilitas
pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk mencegah risiko terjadinya
kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan yang lain. Pembelajaran lewat
perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem
yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk
mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang
tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
7. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Sasaran keselamatan pasien diatur dalam peraturan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia, Nomor 1691/Mankes/Per/VIII?2011 tentang
keselamatan Pasien Rymah Sakir BAB IV pasal 8. Sasaran keselamatan
pasien merupakan ayarat untuk diterapkan disemua rumah sakit yang
diakreditasi oleh komisi Akreditas Rumah Sakit, dalam menyusun sasaran

19
keselamatan pasien ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient safety
Solution dari WHO patient safety (2007), yang digunakan juga oleh komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI) dan dari Joint
Commision International (JCI).
Enam sasaran (Six Goals Patient Safety) yaitu :

1. Ketetapan identifikasi pasien

Kesalahan karena keliru dalam identifikasi pasien sangatlah rentan


terjadi dihampir semua tahapan diagnosa atau pengobatan. Kesalahan
tersebut bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan tebius/ tersedasi,
mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/ kamar/ lokasi
rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.

2. Meningkatkan komunikasi efektif

Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat dan lengkap, jelas dan
yang dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Tidak hanya melalui lisan ataupun telepon
kesalahan komunikasi mudah terjadi ketika pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti pelaporan hasil laborotorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diaspadai

Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering


menyebabkan terjadi kesalahan/ kesalahan serius (sentinel event), obat
yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome ) seperti obat-obatan yang terlihat mirip dan

20
kedengarannya mirip ( Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NOUM, atau
Look Alike Soun Alike/ LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan
dalam isi keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2 meq/ml atau lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat 0,9% dan magnesium sulfat =
50% atau lebih pekat). Cara yang paling efektif untuk mengurangi/
menghindari kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obatan yang perlu di waspadai.

4. Kepastian tepat lokas-tepat prosedur-tepat pasien operasi

Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau
yang tidak adekuat anatara tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi ( Site Marking ), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaan ulang catatm medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak dapat dibaca dan
pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang berkontribusi yang sering
terjadi. Penandaan yang digunakan Rumah Sakit harus konsisten dan
harus dibuat oleh operator/ orang yang akan melakukan tindakan,
dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus
terlihat sampai saat disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada
semua kasus termasuk sisi (Laterality), multipek struktur (jari tangan, jari
kaki, lesi) atau multipel leel (tulang belakang).

5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Tantangan terbesar dalam tatana pelayanan kesehatan adalah


mencegah dan mengendalikan infeksi, peningkatan biaya untuk

21
mengatasi infeksi yang berhubunan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan. Infeksi yang dijumpai biasanya adalah infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah ( blood stream infection ) dan
pneumonia. Dalam penanggulangan pusat dari eliminasi infeksi tersebut
dan infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan ( hand hygiene ) yang tepat.

6. Pengurangan pasien jatuh

Dalam konteks pupulasi/ masyarakat yang dilayani, pelayanan yang


disediakan dan fasulutasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi pasien
resiko jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangu risiko cidera bila
sampai jatuh. Evaluasi tersebut dilihat dari aspek riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta
alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program evaluasi
tersebut haruslah diterapkan oleh rumah sakit untuk mengurangi jumlah
pasien jatuh.

8. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien RS

a. Perhatikan nama obat , rupa dan ucapan mirip (look – alike, sound alike
medication names).
Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab paling sering
dalam kesalahan obat (medication error). Solusi :
1. NORUM ditekankan pada penggunaan protocol untuk pengurangan
resiko
2. Memastikan terbacanya resep , label, atau penggunaan perintah yang
dicetak lebih dulu.

22
3. Pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan mengidentifikasi pasien kesalahan pengobatan, tranfusi,
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi
kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi :
1. Verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien
dalam proses ini
2. Standarisasi dalam metode identifikasi disemua RS dalam suatu sistem
layanan kesehatan.
3. Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
4. Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan
nama yang sama
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima / pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan dan
terputusnya kesinambungan pelayanan, pengobatan yang tidak tepat, dan
potensial dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien. Rekomendasi :

1. Memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protocol


untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis.
2. Memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada serah terima
3. Melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima

d. Pastikan tndakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.


Penyimpangan pada hal ini pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedaan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat
misskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasi yang tidak benar.
Factor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahankesalahan macam

23
ini adalah tidak ada atau kurangnya proses prabedah yang distandarisasi.
Rekomendasi :

1. Mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksaan proses


verifikasi pra pembedahan.
2. Pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur.
3. Adanya tim yang terlibat dalam prosedur sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi
yang akan dibedah.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat.

Sementara semua obat-obatan , biologis , vaksin dan media kontras


memiliki profil resiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasi :

1. Membuat standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah.


2. Pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat
yang spesifik.

f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan.


Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi
pasien. Rekomendasi :

1. Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh
medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list” , sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi ,

24
penyerahan dan / atau perintah pemulangan bila mana menuliskan perintah
medikasi.
2. Komunikasikan daftar tersebut kepada petugas pelayanan yang berikut
dimana
pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang. Selang,


kateter, dan spuit (syringe)yang digunakan harrus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (kejadian tidak
diharapkan) yang bisa menyebabkan cidera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan selang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasi :

1. Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci bila


sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya
elarang yang benar), dan bila mana menyambung alat-alat kepada pasien
( misalnya menggunakan sambungan dan selang yang benar)
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebarah HIV , HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang dari jarum suntik. Rekomendasi :

1. Perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas pelayanan kesehatan.


2. Pelatihan periodic para petugas di lembaga-lembaga pelayanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi , edukasi terhadap
pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah.
3. Praktik jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
Diperkirakan bahwa setiap saat lebih dari 1,4 juta orang diseluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di RS. Kebersihan tangan yang efektif

25
adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasi :

1. Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol based hand robs”


tersedia pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran.
2. Pendidikan staf mengenai teknik kebersuhan tangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih di tempat kerja.
3. Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan /
observasi dan teknik-teknik yang lain.

9. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety


Aspek hukuk terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien
adalah sebagai berikut :

1. UU Tentang Kesehatan & UU tentang Rumah Sakit

a. Keselamatan Pasien sebagau Isu Hukum


1) Pasal 53 (3) UU No. 36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan
harus mendahulukan kselamatan nyawa pasien.”
2) Pasal 32 UU No. 44/2009; “Pasien berhak memperoleh keamanan
dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No. 36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugu terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.”
b) “.... tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.”

26
2. Tanggung jawab Hukum RS

a. Pasal 29b UU No. 44/2009; “ Memberi pelayanan kesehatan yang aman,


bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasuen sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No. 44/2009 “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
tenanga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No. 44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan Tanggung jawab Rumah Sakit

a. Pasal 45 (1) UU No. 44/2009 Tentang Rumah Sakit; “ Rumah Sakit tidak
bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.”
4. Hak Pasien

a. Pasal 32d UU No. 44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh


layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No. 44/2009; “ Setiap pasien mempunyai hak memperoleh
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No. 44/2009; “ Setiap pasien mempunyai hak tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan
biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No. 44/2009; “ Setiap pasien mempunyai hak menggugat
dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan

27
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana”.

B. PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA TERHADAP


KESELAMATAN PASIEN
1. FaktorLingkungan
Faktor lingkungan sangat bepengaruh terhadap keselamatan pasien.
Lingkungan pasein harus aman dan kondusif, diantaranya:
a. lingkungan pasien harus memiliki standar keamanan sesuai standar
keselamatan pasien.
b. Akses keluar masuk pasien mudah
c. Sarana yang menunanjang terhadap keamanan dan keselamatan pasien
d. Tersedianya fasilitas untuk pasien dengan keterbatasan mental atau fisik

Lingkunganpasienharusmemilikistandarkeamanan yang
sesuaistandarkeselamatanpasien, diantaranyadengan:

a. Adanyatanggadarurat
b. Adanyaalatpemadamapiringan / APAR
c. Adanyapeganganuntukpasien di setiapselasar
d. Terpasangbedplang di setiaptempattidurpasien
e. Terpasang CCT di setiapsuduttertentu
f. Adanya bell darurat di setiapkamarpasien

2. FaktorManusia/ Human Factor


1. Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan
efisiensi, kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan
tujuan meminimalkan kesalahan. Kegagalan menerapkan prinsip Human
factor merupakan aspek kunci kejadian paling buruk dalam perawatan
kesehatan.Karena itu, semua petugas kesehatan harus memiliki
pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip faktor manusia. Petugas

28
kesehatan yang tidak mengerti dasar-dasar faktor manusia diibaratkan
seperti petugas pengendalian infeksi tapi tidak mengetahui tentang
mikrobiologi.
2. Pengetahuan yang Diperlukan
- Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan
mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan:
individu di tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu
tersebut, dan tempat kerjanya. Human factor merupakan ilmu yang
menggunakan banyak disiplin misalnya anatomi, fisiologi, fisika,
dan biomekanik untuk mengetahui bagaimana orang bertindak di
bawah kondisi-kondisi yang berbeda. Human factor didefinisikan
sebagai studi yang mencakup semua faktor yang membuatnya
lebih mudah untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang benar.
- Definisi yang lain dari human factor adalah studi dari hubungan
saling terkait antara manusia, instrumen, dan alat yang mereka
gunakan di tempat kerjanya, maupun di lingkungan dimana
mereka bekerja.
- Semua orang bisa mengaplikasikan pengetahuan human factor
dimanapun mereka bekerja. Pada tatanan pelayanan kesehatan,
pengetahuan human factor bisa membantu proses desain yang
membuat menjadi lebih mudah bagi perawat maupun dokter untuk
melakukan pekerjaannya dnegan benar.
- Aplikasi human factor sangatlah relefan dengan patient safety
yangtertanam dalam disiplin human factor, yang merupakan ilmu
dasar dari keselamatan. Human factor bisa menunjukkan kepada
kita bagaimana meyakinkan orang lain jika kita melakukan praktik
berdasarkan keselamatan, berkomunikasi baik dengan tim, dan
menyerah terimakan tanggungjawab kepada profesi tenaga

29
kesehatan lain.
- Banyak pelayanan kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu
dokter dan perawat yang menyediakan pelayanan. Orang yang ahli
pada human factor meyakini bahwa kesalahan bisa dikurangi
dengan memfokuskan pada pemberi pelayanan kesehatan dan
mempelajari bagaimana mereka saling berinteraksi dan bagaimana
hubungan mereka dengan lingkungannya.
- Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai lingkungan,
Pada tatanan pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi
penyebab yang mendasari dari efek samping yang berhubungan
dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga kesehatan ataupun
pasien didalam sistem. Banyak yang berpikir jika kesulitan
komunikasi antara tim tenaga kesehatan terjadinya berdasarkan
fakta dari masing-masing tenaga memiliki sejumlah tugas yang
harus dilakukan pada satu waktu.
- Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting
bukan jumlah tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang
dilakukan. Dokter mungkin menceritakan kepada mahasiswanya
langkah sederhana dari operasi saat dokter tersebut melakukan
operasi namun jika kasusnya tergolong sulit, dokter bedah tersebut
tidak dapat melakukannya karena membutuhkan konsentrasi yang
lebih. Pemahaman dari human factor dan ketaatan terhadap prinsip
human factor saat ini menjadi dasar penting untuk mendisiplinkan
patient safety.
- Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan
prinsip dalam mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah
dalam melakukan tindakan seperti: (1) mengorder medikasi, (2)
serah terima informasi, (3) memindahkan pasien, dan (4) skema

30
terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik. Jika
tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan
kesehatan, maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih
aman. Hal ini membutuhkan solusi desain yang terdiri dari
software (sistem pengorderan lewat komputer), hardware (infus
pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak termasuk pencahayaan
dan lingkungan kerja.
- Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait
manusia seperti namanya “human factor”. Namun lebih kepada
pemahaman akan keterbatasan manusia dan mendesain tempat
kerja maupun peralatan yang kita gunakan sehingga bisa
digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga performance.
Mengetahui bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang,
pengetahuan dan skill yang inadekuat berdampak pada
keprofesionalan kesehatan, dan hal ini penting karena akan
membantu kita memahami karakteristik predisposisi yang
mungkin berhubungan dnegan kejadian yang tidak diharapkan
maupun error.
- Manusia juga mudah mengalami distraksi yang mana merupakan
kekuatan maupun kelemahan. Distraksi membantu kita
memperhatikan saat sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi. Kita
juga sangat baik menyadari dan merespon situasi secara cepat dan
beradaptasi terhadap situasi maupun informasi baru. Namun,
distraksi ini memungkinkan kita kepada error, karena distraksi
membuat kita kekurangan perhatian pada aspek yang paling
penting terkait tugas atau situasi. Sebagai contoh adalah
mahasiswa keperawatan mengambil darah dari pasien. Saat
mahasiswa sedang proses membersihkan setelah pengambilan

31
darah, pasien disebelah meminta bantuan. Mahasiswa tersebut
berhenti terhadap tindakan yang dilakukan dan melakukan
bantuan dan melupakan melabel tabung darah. Atau perawat yang
melakukan medikasi dari order telepon dan mengalami interupsi
dari kolega yang bertanya disampingnya, perawat mungkin akan
salah mendengar, atau gagal mengecheck medikasi atau dosis
sebagai dampak dari adanya distraksi.
3. Hubungan Antara Human Factor Dengan Keselamatan Pasien
Penting bagi semua petugas layanan kesehatan untuk
memperhatikan situasi yang meningkatkan kemungkinan kesalahan
bagi manusia dalam situasi apapun. Khususnya penting untuk bagi
mahasiswa kedokteran dan staf junior yang kurang berpengalaman.
Dua faktor dengan dampak paling banyak adalah kelelahan dan stres.
Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan dan penurunan
kinerja sehingga menjadikannya faktor risiko dalam keselamatan
pasien.
Durasi kerja berkepanjangan telah terbukti menghasilkan
penurunan performa yang sama seperti orang dengan tingkat alkohol
darah sebesar 0,05 mmol / l, yang akan membuat pengendara mobil
termasuk ilegal untuk berkendara di banyak negara. Hubungan antara
tingkat stres dan kinerja juga telah dikonfirmasi melalui penelitian.
Jika stres tingkat tinggi mudah dikenali orang sebagai hal yang
kontraproduktif, penting untuk mengenali bahwa tingkat stres yang
rendah juga kontraproduktif, karena hal ini dapat menyebabkan
kebosanan dan kegagalan untuk menghadiri sebuah tugas dengan
kewaspadaan yang sesuai.

32
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera
pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan. Patient safety
(keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Tujuan dari patiet safety antara lain
terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya
akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di
RumahSakit dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi penanggulangan KTD (Adventus et al., 2019)
2. Saran
patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sehngga diharapkan kepada
pembaca untuk dapat memahami Sistem pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Yang meliputi: assessment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien,pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi sehingga
pembaca dapat meminimalkan timbulnya resiko.

33
DAFTAR PUSTAKA

Adventus, Mahendra, D., & Martajaya, I. M. (2019). Modul Manajemen Pasien


Safety. Modul Manajemen Pasien Safety, 22.
http://repository.uki.ac.id/2730/1/BUKUMODULMANAJEMENPASIENSAFE
TY.pdf
Agus, Donny. Dkk. 2013. Intervensi Problem Solving Cycle (PSC) Berdasarkan 7
prinsip menuju keselamatan pasien Rumah Sakit, Jurnal administrasi dan
kebijakan Kesehatan ISSN 1412-8853. Universitas Gorontalo.
http://journal;.unair.ac.id/downloadfull/AKK8445-
0947ce5a87/fullabstract,pdf. Diakses pada 25 Agustus 202 pada pukul 07;30
WITA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Republik Indonesia.


Jakarta: Depkes RI; 2006.

Hawkins, C. T., & Flynn, L. (2015). Patient Safety Culture and Nurse-Reported
Adverse Events in Outpatient Hemodialysis Units. Research and Theory for
Nursing Practice: An International Journal, 53-65.

Kesehatan Republik Indonesia. No. 1691 /Menkes/Per/VIII/2011 tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta

Rieckmann, P., Centonze, D., Elovaara, I., Giovannoni, G., Havrdová, E., Kesselring,
J., Kobelt, G., Langdon, D., Morrow, S. A., Oreja-Guevara, C., Schippling, S.,
Thalheim, C., Thompson, H., Vermersch, P., Aston, K., Bauer, B., Demory,

34
C., Giambastiani, M. P., Hlavacova, J., & Ben-Amor, A.-F. (2018). Unmet
Needs, Burden of Treatment, and Patient Engagement in Multiple Sclerosis: A
Combined Perspective from the MS in the 21st Century Steering Group.
Multiple Sclerosis and Related Disorders, 19, 153–160.
https://doi.org/10.1016/j.msard.2017.11.013

Triwibowo, Cecep. (2013). Manajemen pelayanan keperawatan dirumah sakit.


Jakarta: Trans info Media

Valderas, J. M., Gangannagaripalli, J., Nolte, E., Boyd, C., Roland, M., Sarria‐
Santamera, A., Jones, E., & Rijken, M. (2019). Quality of Care Assessment
for People with Multimorbidity. Journal of Internal Medicine, 285(30), 289–
300. https://doi.org/10.1111/joim.12881

Wulandari, I., Huriah, T., & Sundari, S. (2020). Evaluasi Safety Attitude Culture
pada Perawat di Ruang Operasi PKU Muhammadiyah Gamping. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 20(1), 253–257.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i1.759

35

Anda mungkin juga menyukai