Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BUDAYA DALAM LINGKUP KERJA PERAWAT


GUNA PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN

DISUSUN OLEH :
ARHAM ALAM, S. Kep, Ners. M. KKK
NIP 197812312005011006

DITJEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


PENYAKIT KANTOR KESEHATAN PELABUHAN (KKP)
KELAS I MAKASSAR
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa


atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan makalah tentang “Budaya Dalam Lingkup Kerja Perawat
Dalam Peningkatan Keselamatan Pasien”.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah
satu kelengkapan penilaian bidang Pengembangan Profesi untuk
keperluan pengiriman Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK).
Pada kesempatan ini Penulis ingin pula mengucapkan rasa terima
kasih kepada pihak yang telah membantu sampai makalah ini dapat
terselesaikan.
Pada akhirnya Penulis memahami bahwa dalam makalah ini
tentu masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu penulis sangat
membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga
ada perbaikan makalah selanjutnya di waktu yang akan datang.

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
COVER.......................................................................................1

KATA PENGANTAR................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................4

A. Latar Belakang...........................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................11

C. Tujuan.....................................................................................11

BAB II PEMBAHASAN................................................................13

A.Pengertian Kesehatan Keselamatan Kerja..................................11

B.Tujuan Kesehatan Keselamatan Perawat...................................12

C. Manfaat Program Keselamatan Perawat...................................15

D. Indikator Program Keselamatan Pasien....................................15

E.Budaya dalam Lingkup Kerja Perawat dalam Peningkatan


Keselamatan Pasien.....................................................................17

BAB III PENUTUP.................................................................................................24

A. Kesimpulan.............................................................................24

B. Saran......................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan isu


global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari
mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan
komponen kritis dari manajemen mutu WHO. Dalam lingkup
nasional, sejak bulan Agustus 2005, Menteri Kesehatan RI telah
merencanakan Gerakan Nasional Keselamatan Pasien (GNKP)
Rumah Sakit (RS), selanjutnya KARS (Komite Akreditasi Rumah
Sakit) Depkes RI telah pula menyusun Standar KP RS
(Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang dimasukkan ke dalam
instrumen akreditasi RS (versi 2007) di Indonesia. Fokus terhadap
keselamatan pasien ini didorong oleh masih tingginya angka
Kejadian Tak Diinginkan (KTD) atau Adverse Event /AEdi RS
secara global maupun nasional (Rachmawati, 2011).

Di lingkup organisasi layanan kesehatan, penelitian tentang


budaya keselamatan pasien adalah suatu area penelitian yang
sedang tumbuh pesat untuk menguji bagaimana nilai, sikap,
persepsi, kompetensi individu dan perilaku orang dan kelompok
menentukan komitmen, cara dan keahlian organisasi dalam
manajemen kesehatan dan keselamatan (Rachmawati, 2011).
Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting. Budaya
keselamatan pasien akan menurunkan adverse event (AE)
sehingga akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan
masyarakat akan meningkat (Nivalinda, Hartini, & Santoso, 2013).

Banyak sekali resiko yang bisa saja terjadi di rumah sakit,


maka dari itu makalah ini menjelaskan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja untuk menambah pengetahuan dari penulis

4
maupun pembaca.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat
berperan dalam menjamin adanya perlindungan terhadap
pekerja/tenaga kerja.Perlindungan terhadap tenaga kerja meliputi
aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan atas
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama (Prahastuti, 2012).

Budaya keselamatan pasien terdiri dari beberapa elemen.


Elemen pada budaya keselamatan pasien antara lain budaya
terbuka (open), adil (just), pelaporan (reporting), pembelajaran
(learning) dan penginformasian (informed).

Budaya pelaporan adalah perawat mempunyai kepercayaan


dalam sistem pelaporan insiden. Budaya pembelajaran adalah
berkomitmen untuk pembelajaran keselamatan,
mengkomunikasikannya dengan yang lain serta selalu
mengingatnya. Budaya penginformasian berarti belajar dari
pengalaman masa lalu, mampu mengidentifikasi masa lalu,
mampu mengidentifikasi daan mengurangi insiden di masa
mendatang karena belajar dari peristiwa yang telah terjadi.Budaya
keselamatan pasien merupakan hal yang penting. Budaya
keselamatan pasien akan menurunkan adverse event (AE)
sehingga akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan
masyarakat akan meningkat. Budaya keselamatan pasien
membantu organisasi mengembangkan clinical governance,
organisasi dapat lebih menyadari kesalahan yang telah terjadi,
menganalisis dan mencegah bahaya atau kesalahan yang akan
terjadi, mengurangi komplikasi pasien, kesalahan berulang serta
sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi keluhaan dan
tuntutan.

5
Membangun budaya keselamatan pasien yang
memungkinkan seluruh tim mendukung dan meningkatkan
keselamatan pasien dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kuat.
Lingkup kepemimpinan dalam penerapan budaya keselamatan
pasien salah satunya adalah kepemimpinan kepala ruang.Upaya
kepala ruang dalam melaksanakan kepemimpinan yang efektif di
ruangannya mempengaruhi penerapan budaya keselamatan
pasien. Kepala ruang akan dapat mempengaruhi strategi dan
upaya menggerakkan perawat dalam lingkup wewenangnya untuk
bersama-sama menerapkan budaya keselamatan pasien.

Penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat


mencerminkan perilaku kinerja perawat dan dipengaruhi oleh
motivasi perawat, dengan motivasi yang baik diharpakan perawat
dapat menerapkan budaya keselamatan pasien yang baik.

Rumah sakit adalahsarana pelayanan kesehatan yang


dibutuhkanketika seseorang sakit dan membutuhkanbantuan
dengan tujuan untukmenyelamatkan kondisi pasien.Dengan
berlalunya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi rumah sakit tidak hanya menjadi tempat untuk
menyelamatkan pasien. Berbagai layanan dapat diakses oleh
pasien yang membutuhkan bantuan. Pasien yang
memerlukan bantuan menyeluruh dan intensif selama 24
jam dapat mengakses layanan rawat inap. Perawatanrawat
inap memiliki peran penting dalam pelayanan perawatan
untuk observasi, diagnosis, pengobatan atau upaya perawatan
kesehatan lainnya.Keselamatan pasien di rumah sakit
melibatkan partisipasi dari semua petugas kesehatan, terutama
perawat.Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan
yang mempunyai jumlah cukup dominan di rumah sakit
yaitu sebesar 50 sampai 60% dari jumlah tenaga

6
kesehatan yang ada. Pelayanan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien merupakan pelayanan yang
terintegrasi dari pelayanan kesehatan yang lainnya dan
memiliki peran yang cukup penting bagi terwujudnya kesehatan
dan keselamatan pasien. Perawat adalah pejabat eksekutif
kesehatan dengan waktu kerja tertinggi yang memberikan
24 jam pelayanan terus menerus serta harus berkolaborasi
dengan tim kesehatan lain dan oleh karena itulahhal
tersebut dapat menyebabkan atau berisikoterjadinya
InsidenKeselamatan Pasien1. Selain itu, perawat memiliki
peran yang paling dominan dalam mencegah terjadinya
kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan insiden,
mendidik diri sendiri dan orang lain.

Sejalan dengan definisi keperawatan ANA2003 yang


menyatakan bahwa keperawatan adalah perlindungan, promosi,
dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan
penyakit dan cedera, pengentasan penderitaan melalui diagnosis
dan pengobatan respon manusia, dan advokasi dalam
perawatan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi. Oleh
sebab itu peran perawat dalam mengimplementasikan asuhan
keperawatan dan mewujudkan keselamatan pasien di rumah sakit
dapat dirumuskan sebagai berikut, perawat harus
mematuhi standar layanan dan SOP yang telah ditetapkan,
menerapkan prisip etik dalam meberikan asuhan
keperawatan, memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga pasien tentang asuhan keperawatan yang sedang
dijalankan, selalu bekerjasama dengan tim kesehatan
yang lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan,
menerapkan komunikasi yang baik terhadap sejawat, pasien dan

7
keluarga, selalu proaktif dan peka dalam setiap Jurnal
IKESMA Volume 11Nomor 1 Maret 201553

Menyelesaikan kejadian atau insiden yang berkaitan


dengan keselamatan pasien, mendokumentasikan segala bentuk
kegiatan yang ada hubungannya dengan asuhan keperawatan
yang dilakukan kepada pasein. Pengobatan dan manajemen
dari pasien yang tidak dilakukan dengan hati-hati dan
tidak berpotensi terjadinya prosedural Insiden Keselamatan
Pasien. Insiden Keselamatan Pasien adalah peristiwa dan
kondisi yang tidak disengaja yang mengakibatkan atau
berpotensi menyebabkan cedera dapat dicegah pada pasien,
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang terdiri dari Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kondisi Potensial Cedera
(KPC)2. Keselamatan pasien adalah prioritas utama dan harus
segera dilaksanakan di rumah sakit karena dapat
menyebabkan cedera langsung kepada pasien, juga terkait
dengan kualitas dan citra rumah sakit serta standar
pelayanan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit itu
terkait dengan versi 2012 dari standar akreditasi mengacu pada
Joint Commission International(JCI).

Budaya organisasi adalah pedoman tidak tertulis


tentangaturan, standar perilaku baik diterima atau tidak oleh
setiap karyawan dalam organisasi. Budaya keselamatan pasien
adalah pola terpadu perilaku individu dan organisasi dalam
memberikan pelayanan yangaman dan bebas dari
cedera. Budaya keselamatan adalah output dari individu dan
kelompok terhadap nilai-nilai, sikap, kompetensi, dan pola dan
kebiasaan yang mencerminkan komitmen dan gaya dan
kemampuan organisasi dan manajemen keselamatan kesehatan.

8
Budaya keselamatan pasien merupakan suatu hal yang
pentingkarena membangun budaya keselamatan pasien
merupakan suatu cara untukmembangun program keselamatan
pasien secara keseluruhan, karena apabila kita lebih fokus
pada budaya keselamatan pasien maka akan lebih
menghasilkan hasil keselamatan yang lebih apabila
dibandingkan hanya menfokuskan pada programnya saja.Teori
Reason menyatakan bahwa insiden keselamatan pasien
disebabkan oleh dua faktor, kesalahan laten dan kesalahan
aktif. Kesalahan laten terkait dengan insiden keselamatan
pasien meliputilingkungan eksternal, manajemen, lingkungan
sosial atau organisasi, lingkungan fisik,interaksi antara manusia
dan sistem. Budaya keselamatan adalah bagian dari kesalahan
latenyang terkait dengan manajemen, sedangkan indikator
budaya keselamatan meliputi kerja sama, komunikasi,
kepemimpinan, pelaporan dan respon terhadap kesalahan tidak
menghukum. Kunci pencegahancedera dalam pelayanan
keperawatan adalah identifikasi risiko.Hal ini sangat
tergantung pada budaya kepercayaan, kejujuran, integritas,
dan keterbukaan berkomunikasi dalam sistem asuhan
keperawatan.

Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang


mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di rumah sakit.
Rumah sakit harus menjamin penerapan keselamatan pasien pada
pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming &
Wentzel, 2008). Upaya dalam pelaksanaan keselamatan
pasien diawali dengan penerapan budaya keselamatan
pasien (KKP-RS, 2008). Hal tersebut dikarenakan berfokus
pada budaya keselamatan akan menghasilkan penerapan
keselamatan pasien yang lebih baik dibandingkan hanya

9
berfokus pada program keselamatan pasien saja (El-
Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, &Hemadeh, 2011). Budaya
keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha
penerapan keselamatan pasien yang merupakan prioritas
utama dalam pemberian layanan kesehatan (Disch, Dreher,
Davidson, Sinioris, & Wainio, 2011; NPSA, 2009). Pondasi
keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan.Penerapan
budaya keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan
pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan
yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi,
sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang
profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil
pelayanan yang diberikan (Ilyas, 2004). Rumah sakit harus
bisa memastikan penerima pelayanan kesehatan terbebas dari
resiko pada proses pemberian layanan kesehatan (Cahyono,
2008; Fleming & Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien
di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan
meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas
kesehatan khususnya perawat.Penerapan keselamatan pasien
diharapkan dapat memungkinkan perawat mencegah terjadinya
kesalahan kepada pasien saat pemberian layanan kesehatan di
rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman dan
nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin,
& Fitzpatrick, 2010). Pencegahan kesalahan yang akan terjadi
tersebut juga dapatmenurunkan biaya yang dikeluarkan pasien
akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi
(Kaufman & McCughan, 2013). Pelayanan yang aman dan
nyaman serta berbiaya rendah merupakan ciri dari perbaikan
mutu pelayanan.

10
Perbaikan mutu pelayanan kesehatandapat dilakukan
dengan memperkecil terjadinya kesalahan dalam pemberian
layanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien
akan mendeteksi kesalahan yang akan dan telah terjadi
(Fujita et al.,2013; Hamdan & Saleem, 2013). Budaya
keselamatan pasien tersebut akan meningkatkan kesadaran
untuk mencegah errordan melaporkan jika ada kesalahan
(Jeffs, Law, & Baker, 2007). Hal ini dapat memperbaiki
outcomeyang dihasilkan oleh rumah sakit tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas
maka dapat di rumuskan masalah, sebagai berikut :
1. Apa definisi kesehatan keselamatan kerja?
2. Apa tujuan kesehatan keselamatan kerja?
3. Bagaimana budaya dalam lingkup kerja perawat dalam
peningkatan keselamatan pasien?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui lingkup kesehatan
keselamatan kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi kesehatan
keselamatan kerja.
b. Untuk mengetahui dan memahami tujuan kesehatan
keselamatan kerja.

11
c. Untuk memahami dan mengaplikasikan budaya dalam
lingkup kerja perawat dalam peningkatan keselamatan
pasien.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Keselamatan Kerja


Kesehatan Keselamatan Kerja atau Occupational Safety and
Health adalah salah satu bagian dari kesehatan masyarakat yang
melakukan upaya preventif atau pencegahan terhadap timbulnya
penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja. Meningkatan dan
mencegah risiko kecelakaan kerja pada semua petugas kesehatan
baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan, mencegah terjadinya

12
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan, melindungi
perawat pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-
faktor yang dapat mengganggu kesehatan, memelihara pekerja di
lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis dan
psikologis pekerja (Prahastuti, 2012).

keselamatan pasien juga adalah komitmen yang tertuang di


dalam kode etik perawat dalam memberikan pelayanan yang
aman, sesuai kompetensi, dan berlandaskan kode etik bagi pasien.

Luasnya peran perawat memungkinkannya untuk


menemukan dan mengalami risiko kesalahan pelayanan. Temuan
kesalahan pelayanan hanya akan dilaprkan jika si perawat merasa
aman dan mendapat perlakuan terbuka dan adil.

Tantangan terbesar yang perlu dilakukan untuk


menciptakan budaya keselamatan pasien yang terbuka ialah
mendirikan dan mempertahankan budaya positive tentang
keselamatan pasien pada organisasi pelayanan kesehatan.

Karakteristik budaya positif tentang keselamatan pasien di


antaranya ialaha persepsi yang diinformasikan tentang pentingnya
keselamatan pasien, dan komitmen pemimpin serta tanggung
jawab pembuat kebijakan. Menurut Scott bahwa pengembangan
budaya positif keselamatan pasien dapat meningkatkan kinerja
karyawan dalam menerapkan program keselamatan pasien.

Budaya keselamatan pasien negative meliputi tingkat karir


yang curam antar staf medis dengan staf lain, hubungan tim kerja
yang renggang, dan keengganan mengakui kesalahan. Gibson
menyatakan budaya keselamatan pasien positif akan
meningkatkan produktivitas, sedangkan budaya keselamatan
pasien negative akan merusak keefektifan dari suatu tim dan
menimbulkan efek desain organisasi yang tidak baik.

13
Dalam budaya keselamatan pasien baik pemimpin
organisasi, pihak manajemen dan staf perlu belajar secara terus
menerus guna meningkatkan kinerja organisasi dan menunjukkan
keberhasilan upaya dalam peningkatan dan perbaikan budaya
keselamatan pasien.

B. Tujuan Kesehatan Keselamatan Kerja


Tujuan utama pelaksanaan kesehatan keselamtan kerja ada
dua.Pertama, menciptakan lingkungan kerja yang selamat dengan
melakukan penilaian secara kualitatif dan kuantitatif.Kedua,
menciptakan kondisi yang sehat bagi karyawan, keluarga dan
masyarakat sekitarnya melalui upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif (Prahastuti, 2012).

Ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi


perawat dalam penerapan budaya keselamatan kerja.

C. Manfaat Program Keselamatan Pasien

Program keselamatan pasien ini memberikan berbagai


manfaat bagi rumah sakit antara lain:a. Adanya kecenderungan
“Green Product” produk yang aman di bidang industri lain seperti
halnyamenjadi persyaratan dalam berbagai proses
transaksi, sehingga suatu produk menjadi semakin laris dan dicari
masyarakat. b.Rumah Sakit yang menerapkan keselamatan
pasienakan lebihmendominasi pasar jasa bagiPerusahaan-
perusahaan dan Asuransi-asuransi dan menggunakan
Rumah Sakit tersebut sebagai provider kesehatan karyawan/klien
mereka, dan kemudian di ikuti oleh masyarakat untuk mencari
Rumah Sakit yang aman. c. Kegiatan Rumah Sakit akan
lebih memukuskan diri dalam kawasan keselamatan pasien.

14
D. Indikator Keselamatan Pasien

Berdasarkan laporan IOM tahun 1999 tentangmasalah


keselamatan pasien yang menghebohkan dunia kesehatan
mendorong banyak pihak berupaya melakukan hal untuk
memperbaiki kualitas pelayanan terutama yang berhubungan
dengan keselamatan pasien.Para peneliti dalam bidang
keperawatan berusaha mengembangkan indikator mutu
pelayanan keperawatan yang potensial bersifat sensitif
terhadap kepegawaian. Needleman, et al. (2006) melakukan
penelitian mengenai staffingdan adverse outcomes.Pada
penelitian tersebut dilakukan analisis regresi untuk
mengetahui hubungan variabel-variabelnya dan ditemukan
adanya hubungan antara (1) lama tinggal/ lengths-of-stay, infeksi
saluran kemih, pneumonia yang diperoleh di rumah sakit,
perdarahan saluran pencernaan atas, renjatan, atau henti
jantung pada pasien-pasien penyakit dalam, dan (2) failure to
rescue, yang didefinisikan sebagai kematian pasien yang
disebabkan oleh salah satu komplikasi yang mengancam
kehidupan yaitu pneumonia, renjatan atau henti jantung,
perdarahan saluran pencernaan atas, sepsis atau thrombosis
vena dalam pada pasien-pasien bedah. Penelitian yang dilakukan
oleh Hickam, et al. (2003) terhadap 115 literatur mengenai
pengaruh kondisi beban kerja terhadap insiden keselamatan
pasien menemukan bahwa kejadian merugikan yang paling
sering dialami oleh pasien adalah ulkus dekubitus, infeksi
yang diperoleh di rumah sakit dan pasien jatuh. Sedangkan
Stanton dan Rutherford (2004) mengemukan beberapa
kejadian merugikan yang paling sering dialami oleh pasien
sebagai akibat dari kurangnya peran perawat (nurse
sensitive patient outcomes) antara lain pneumonia,

15
perdarahan saluran pencernaan atas, shock/henti jantung,
infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus dan failure to
rescue.Indikator mutu layanan keperawatan yang sensitif
terhadap staffing pada saat ini secara terus menerus
dikembangkan. Banyak lembaga yang berupaya membuat
indikator mutu, namun banyak dari indikator tersebut
kurang mencerminkan pengaruh pelayanan keperawatan
terhadap keselamatan pasien, karena hanya dianggap sebagai
indikator kualitas pelayanan kesehatan (ANA, 1995; Institute
of Medicine , 1999, 2001, 2005; Joint Commision, 2007
dalam Montalvo, 2007).

Mulai tahun 2007, WHO Collaborating Center For


Patient Safetyberupaya menetapkan Sembilan Solusi
keselamatan pasien untukmempermudah pendeteksian
terjadinya masalah pada keselamatan pasien di Rumah
Sakit, yaitu : (1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip
(look-alike, sound-alike medication names). (2) Pastikan
Identifikasi pasien, (3) Komunikasi secara benar saat serah
terima pasien, (4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi
tubuh yang benar, (5) Kendalikan cairan elektrolit pekat, (6)
Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan,
(7) Hindari salah cateter dan salah sambung gelamng, (8)
Gunakan alat injeksi sekali pakai, dan (9) Tingkatkan
kebersihan tangan unuk pencegahan infeksi nosokomial (WHO,
2007 dalam Tim KP-RS RSUP Sanglah Denpasar, 2011).

E. Budaya dalam Lingkup Kerja Perawat dalam Peningkatan


Keselamatan Pasien
Budaya keselamatan pasien yang ada dalam organisasi,
berhubungan langsung dengan sikap dan motivasi individu untuk
melaporkan adanya insiden keselamatan pasien (Anggraeni,

16
Ahsan, & Azzuhri, 2016).Membangun budaya keselamatan pasien
merupakan kata kunci terwujudnya pelayanan yang bermutu dan
aman. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan
budaya keselamatan pasien yaitu salah satunya yaitu kerjasama
tim (T.P, S, & Romiko, 2018).
Empat aspek dari budaya keselamatan pasien merupakan
bagian penting dari upaya peningkatan keselamatan pasien di
rumah sakit.Yang pertama yaitu budaya keterbukaan, pelaporan,
keadilan, dan pembelajaran. Bersikap terbuka dan adil berarti
semua informasi dilaporkan terbuka dan bebas, dan perlakuan
adil bagi perawat ketika terjadi kejadian Budaya keselamatan
pasien akan terbentuk dengan beberapa faktor. Salah satu faktor
yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien
adalah kerjasama tim. (T.P et al., 2018).
1. Kerjasama tim secara garis besar terdapat lima komponen yaitu
kepemimpinan tim, pemantauan kinerja mutual, perilaku
cadangan, kemampuan beradaptasi, dan orientasi tim. Bersikap
saling membantu dan tolong-menolong dalam kerja tim dapat
menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan dapat meminimalisir
kesalahan yang terjadi. Didalam kerjasama tim dibutuhkan rasa
ingin saling membantu antar tim agar mencapai tujuan dengan
baik. Dalam penerapan budaya keselamatan pasien, kerjasama
tim yang baik antar perawat pelaksana akan mendukung
penerapan budaya keselamatan pasien menjadi lebih baik (T.P
et al., 2018).
Kerjasama Kerjasama merupakan indikator pertama dari
budaya keselamatan pasien. Berdasarkan hasil dari penelitian,
dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien
perawat akan selalu membutuhkan bantuan dari perawat
maupun tenaga kesehatan yang lainnya. Bentuk kerjasama
tidak hanya berupa saling membantu pekerjaan ketika

17
perawat dihadapkan pada tugas yang sangat banyak dan
membutuhkan penyelesaian yang sesegera mungkin,
namun juga bisa berupa pembagian tugas berdasarkan
kelompok kecil atau tim dalam satu unit ruang
rawat inap. Perawat adalah petugas kesehatan dengan
waktu kerja tertinggi yang memberikan 24 jam
pelayanan terus menerus, melakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dan oleh karena hal tersebut dapat
menyebabkan risiko terjadinya cidera1.Keterlibatan
banyak profesi selain tenaga perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan dapat menimbulkan atau berisikoterjadi
cidera jika dilakukan tidak dengan komunikasi dan
koordinasi yang tepat3, hal itu (cidera) dapat
dihindari jika perawat selalu menjaga hubungan baik
dengan sesama perawat dan petugas kesehatan lainnya, dan
menjaga keharmonisan di lingkungan kerja atau suasana hati
untuk mencapai pelayanan kesehatan.
2. KomunikasiKomunikasi sangatlah penting dalam setiap
melaksanakan tugas dalam hal ini adalah melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien. Komunikasi yang baik
dan benar perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan
asuhan keperawatan yang melibatkan banyak profesi selain
profesi perawat. Komuniasi dalam praktek keperawatan
merupakan elemen penting bagi perawat 56Yennike Tri
Herawati: Budaya Keselamatan Pasiendi Ruang Rawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan untuk mendapatkan
hasil yang optimal
Perawat memiliki peran yang paling dominan dalam
mencegah terjadinya kesalahan dalam pengobatan, termasuk
pelaporan insiden, mendidik diri sendiri dan perawat
lain tentang penting komunikasi, memberikan rekomendasi

18
untuk perubahan prosedur dan kebijakan serta keterlibatan
dalam melakukan identifikasi permasalahan4.Kesalahan medis
jarang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia secara
individual, tetapi lebih karena kesalahan pada sistem
komunikasi yang menyebabkan terputusnya rantai dalam
sistem tersebut5. Hal ini menunjukkan pentingnya
menjalin komunikasi dengan baik agar informasi yang
disampaikan tidak terputus dan mengakibatkan kerugian
pada pasien. Sistem dan interaksi manusia mengacu
pada sistem dimana dua sistem berinteraksi atau
berkomunikasi dalamruang lingkup sistem tersebut6.
Informasi tentang keselamatan pasien perlu diketau oleh
semua perawat yang memberikan asuhan keperwatan hal
tersebut berfungsi untuk mencegah perawat melakukan
tindakan yang dapat menyebabkan cidera pada pasien.
Komunikasi adalah kunci sukses berinteraksi dalam kehidupan
berorganisasi.Ketika komuniksai efektif, arus informasi
dalam organisasi yang dinamis akan berjalan lancar
sehingga mempercepat proses tercapainya tujuan organisasi
3. Kepemimpinan Pemimpin harus memiliki komitmen yang kuat
terhadap keselamatan pasien, sehingga keselamatan pasien
menjadi hal yang utama dalam memberikan pelayanan
keperawatan.Pemimpin harus mampu menjadi agen
perubahan bagi anak buahnya dengan melaksanakan
program keselamatan pasien. Pimpinan mendorong dan
menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan
“Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”2.
Pemimpin harus membangun komitmen dan fokus yang
kuat dan jelas guna mendukung staff untuk
menjalankan program keselamatan pasien secara

19
berkesinambungan, memprioritaskan atau mengintegrasikan
program keselamatan pasien dalam setiap rapat dengan para
pengambil keputusan, mengagendakan pelatihan tentang
keselamatan pasien bagi semua staf secara berkala
dan berkesinambungan. Pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
pasien danprogram menekan atau mengurangi Kejadian
Tidak Diharapkan. Pimpinan mendorong dan
menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien. Pimpinan mengalokasikan
sumber daya yang adekwat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien2. Pimpinan mengukur dan mengkaji
efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.Pada unit kerja berikan
semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah
dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan
pelajaran yang penting. Pemimpin harus mampu memotivasi
bawahannya, salah satunya dengan pujian. Pujian yang
diberikan oleh pemberi kerja pada saat pekerjaan yang
selesai dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
akan memberikan motivasi tersendiri untuk perawat.Jurnal
IKESMA Volume 11Nomor 1 Maret 201557
4. Pelaporan Indikator pelaporan dalam penerapan budaya
keselamatan pasien berada dalam kategori cukup.Perawat
diharuskan melaporkan kejadian kesalahan yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
yang terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris

20
cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial
cedera. Melaporkan sebuah kejadian atau insiden keselamatan
pasien masih jarang dilakukan atau pun bahkan jika ada
pelaporan tentang insiden atau kejadian keselamatan pasien
belum ada pelaporan secara resmi. Hal ini disebabkan para
perawat takut untuk melaporkan insiden yang terjadi pada
pasien karena kesalahan yang dilakukannya. Perawat
merasa takut akan hukuman dari penyelia atas kesalahan
yang telah ia lakukan saat melakukan asuhan keperawatan.
Sejatinya pelaporan insiden keselamatan pasien sangat
dibutuhkan oleh semua pihak guna perbaikan
pelayanan dalam hal ini khususnya asuhan keperawatan.
Informasi dari pelaporan insiden keselamatan pasien yang
akurat dan jelas dapat membantu identifikasi akar
permasalahan bagaimana insiden tersebut bisa terjadi serta
identifikasi faktor risiko sehingga insiden yang sama dapat
dicegah untuk kemudian hari. Peran dan fungsi
perawat yang salah satunya yaitu peran sebagai
peneliti8. Informasi yang benar dan jelas yang diperoleh
dai sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan
audit serta analisis, digunakan untuk menentukan solusi
2.
5. Respon Tidak Menghukum Terhadap KesalahanIndikator respon
tidak menghukum terhadap kesalahan ini menunjukkan
bahwa dimasa yang akan datang pelaporan terhadap insiden
keselamatan pasien tidak semata-mata hanya berupa
pelaporan insiden keselamatan, namun pelaporan tersebut
hendaknya ditindaklanjuti guna memperbaiki kesalahan
dan mencari akar permasalahan, tidak untuk menghukum
perawat yang melakukan kesalahan atau berpengaruh
terhadap penilainan kinerjanya. Ketika kesalahan dilaporkan,

21
maka cukup melaporkan masalah sendiri dilaporkan
menemukan jalan keluar tidak menunjukkan siapa pelaku
harus dihukum. Belajar dari insiden keselamatan pasien
hanya akan berhasil jika setiap permasalahan tidak dilihat
sebagai kesalahan individu tetapi harus diperhatikan dengan
pendekatan sistem dan pemahaman faktor manusia.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomer 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang
pelaksanaan komite medis di rumah sakit bahwa audit
medis dilakukan dengan memprioritaskan semua staf untuk
menghilangkan blaming (menyalahkan), naming (menyebut
atau mencari siapa yang salah), dan shaming
(mempermalukan atau mengakui kesalahan). Untuk mampu
belajar dari kesalahan harus ditekankan pada upaya
mencari apa yang salah, mengapa kesalahan tersebut dapat
terjadi, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi di atas dapat disimpulakn bahwa,
kesehatan keselamatan kerja merupakan hal yang sangat
penting baik itu untuk pasien maupun untuk perawat itu
sendiri.Budaya keselamatan pasien yang ada dalam organisasi,
berhubungan langsung dengan sikap dan motivasi individu
untuk melaporkan adanya insiden keselamatan pasien. Budaya
keselamatan pasien akan terbentuk dengan beberapa faktor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan budaya
keselamatan pasien adalah kerjasama tim.

B. Saran

Pemahaman mahasiswa keperawatan terhadap


pembelajaran Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan
Kerja dalam keperawatan yang tercakup dalam makalah ini
harus terus ditingkatkan dalam rangka mengurangi angkat
kecelakann kerja, dengan proses pembelajaran yang kontinue
selain untuk meningkatkan pemahaman yakni sebagai upaya
meningkatkan disiplin ilmu yang lebih kompeten berjiwa
pengetahuan dan selalu berpikir kritis terhadap ilmu tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D., Ahsan, & Azzuhri, M. (2016).Pengaruh Budaya


Keselamatan Pasien terhadap Sikap Melaporkan Insiden pada
Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tk . II
dr .Soepraoen. (66), 309–321.

Nivalinda, D., Hartini, M. C. I., & Santoso, A. (2013).Pengaruh


Motivasi Perawat dan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang
terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien oleh Perawat
Pelaksana pada Rumah Sakit Pemerintah di Semarang.Jurnal
Managemen Keperawatan, 1(2), 138–145.

Prahastuti, D. A. (2012).Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan


Kerja. Jember: UPT Penerbitan UNEJ.

Rachmawati, E. (2011). Model Pengukuran Budaya Keselamatan


Pasien di RS Muhammadiyah-’Aisyiyah Tahun 2011.11–34.

T.P, A., S, Y., & Romiko.(2018). Hubungan Kerjasama Tim dengan


Penerapan Budaya Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Tahun 2018.6.

Cahyono, J.,B.,S. (2012). Membangun Budaya Keselamatan Pasien


Dalam Praktek Kedokteran. Yogyakarta : Kanisius.
Firawati & Pabuty. A.,S.,P. (2012). Pelaksanaan Program
Keselamatan Paisen Di RSUD Solok.,Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol. 6, No.2.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Situasi Kesehatan Kerja Info


DATIN: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Idea Nursing Journal Vol. VIII No. 3 2017

24
R.H. Simamora. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Identifikasi
Pasien.Uwais Inspirasi Indonesia.

Nursalam; Manajemen Keperawatan (Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional) edisi 4, Jakarta 2014

25

Anda mungkin juga menyukai