DISUSUN OLEH :
ARHAM ALAM, S. Kep, Ners. M. KKK
NIP 197812312005011006
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
Contents
COVER.......................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................11
C. Tujuan.....................................................................................11
BAB II PEMBAHASAN................................................................13
A. Kesimpulan.............................................................................24
B. Saran......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
maupun pembaca.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat
berperan dalam menjamin adanya perlindungan terhadap
pekerja/tenaga kerja.Perlindungan terhadap tenaga kerja meliputi
aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan atas
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama (Prahastuti, 2012).
5
Membangun budaya keselamatan pasien yang
memungkinkan seluruh tim mendukung dan meningkatkan
keselamatan pasien dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kuat.
Lingkup kepemimpinan dalam penerapan budaya keselamatan
pasien salah satunya adalah kepemimpinan kepala ruang.Upaya
kepala ruang dalam melaksanakan kepemimpinan yang efektif di
ruangannya mempengaruhi penerapan budaya keselamatan
pasien. Kepala ruang akan dapat mempengaruhi strategi dan
upaya menggerakkan perawat dalam lingkup wewenangnya untuk
bersama-sama menerapkan budaya keselamatan pasien.
6
kesehatan yang ada. Pelayanan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien merupakan pelayanan yang
terintegrasi dari pelayanan kesehatan yang lainnya dan
memiliki peran yang cukup penting bagi terwujudnya kesehatan
dan keselamatan pasien. Perawat adalah pejabat eksekutif
kesehatan dengan waktu kerja tertinggi yang memberikan
24 jam pelayanan terus menerus serta harus berkolaborasi
dengan tim kesehatan lain dan oleh karena itulahhal
tersebut dapat menyebabkan atau berisikoterjadinya
InsidenKeselamatan Pasien1. Selain itu, perawat memiliki
peran yang paling dominan dalam mencegah terjadinya
kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan insiden,
mendidik diri sendiri dan orang lain.
7
keluarga, selalu proaktif dan peka dalam setiap Jurnal
IKESMA Volume 11Nomor 1 Maret 201553
8
Budaya keselamatan pasien merupakan suatu hal yang
pentingkarena membangun budaya keselamatan pasien
merupakan suatu cara untukmembangun program keselamatan
pasien secara keseluruhan, karena apabila kita lebih fokus
pada budaya keselamatan pasien maka akan lebih
menghasilkan hasil keselamatan yang lebih apabila
dibandingkan hanya menfokuskan pada programnya saja.Teori
Reason menyatakan bahwa insiden keselamatan pasien
disebabkan oleh dua faktor, kesalahan laten dan kesalahan
aktif. Kesalahan laten terkait dengan insiden keselamatan
pasien meliputilingkungan eksternal, manajemen, lingkungan
sosial atau organisasi, lingkungan fisik,interaksi antara manusia
dan sistem. Budaya keselamatan adalah bagian dari kesalahan
latenyang terkait dengan manajemen, sedangkan indikator
budaya keselamatan meliputi kerja sama, komunikasi,
kepemimpinan, pelaporan dan respon terhadap kesalahan tidak
menghukum. Kunci pencegahancedera dalam pelayanan
keperawatan adalah identifikasi risiko.Hal ini sangat
tergantung pada budaya kepercayaan, kejujuran, integritas,
dan keterbukaan berkomunikasi dalam sistem asuhan
keperawatan.
9
berfokus pada program keselamatan pasien saja (El-
Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, &Hemadeh, 2011). Budaya
keselamatan pasien merupakan pondasi dalam usaha
penerapan keselamatan pasien yang merupakan prioritas
utama dalam pemberian layanan kesehatan (Disch, Dreher,
Davidson, Sinioris, & Wainio, 2011; NPSA, 2009). Pondasi
keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan.Penerapan
budaya keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan
pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan
yang bermutu tidak cukup dinilai dari kelengkapan teknologi,
sarana prasarana yang canggih dan petugas kesehatan yang
profesional, namun juga ditinjau dari proses dan hasil
pelayanan yang diberikan (Ilyas, 2004). Rumah sakit harus
bisa memastikan penerima pelayanan kesehatan terbebas dari
resiko pada proses pemberian layanan kesehatan (Cahyono,
2008; Fleming & Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien
di rumah sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan
meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas
kesehatan khususnya perawat.Penerapan keselamatan pasien
diharapkan dapat memungkinkan perawat mencegah terjadinya
kesalahan kepada pasien saat pemberian layanan kesehatan di
rumah sakit. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa aman dan
nyaman pasien yang dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin,
& Fitzpatrick, 2010). Pencegahan kesalahan yang akan terjadi
tersebut juga dapatmenurunkan biaya yang dikeluarkan pasien
akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi
(Kaufman & McCughan, 2013). Pelayanan yang aman dan
nyaman serta berbiaya rendah merupakan ciri dari perbaikan
mutu pelayanan.
10
Perbaikan mutu pelayanan kesehatandapat dilakukan
dengan memperkecil terjadinya kesalahan dalam pemberian
layanan kesehatan. Penerapan budaya keselamatan pasien
akan mendeteksi kesalahan yang akan dan telah terjadi
(Fujita et al.,2013; Hamdan & Saleem, 2013). Budaya
keselamatan pasien tersebut akan meningkatkan kesadaran
untuk mencegah errordan melaporkan jika ada kesalahan
(Jeffs, Law, & Baker, 2007). Hal ini dapat memperbaiki
outcomeyang dihasilkan oleh rumah sakit tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas
maka dapat di rumuskan masalah, sebagai berikut :
1. Apa definisi kesehatan keselamatan kerja?
2. Apa tujuan kesehatan keselamatan kerja?
3. Bagaimana budaya dalam lingkup kerja perawat dalam
peningkatan keselamatan pasien?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui lingkup kesehatan
keselamatan kerja.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi kesehatan
keselamatan kerja.
b. Untuk mengetahui dan memahami tujuan kesehatan
keselamatan kerja.
11
c. Untuk memahami dan mengaplikasikan budaya dalam
lingkup kerja perawat dalam peningkatan keselamatan
pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
12
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan, melindungi
perawat pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-
faktor yang dapat mengganggu kesehatan, memelihara pekerja di
lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis dan
psikologis pekerja (Prahastuti, 2012).
13
Dalam budaya keselamatan pasien baik pemimpin
organisasi, pihak manajemen dan staf perlu belajar secara terus
menerus guna meningkatkan kinerja organisasi dan menunjukkan
keberhasilan upaya dalam peningkatan dan perbaikan budaya
keselamatan pasien.
14
D. Indikator Keselamatan Pasien
15
perdarahan saluran pencernaan atas, shock/henti jantung,
infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus dan failure to
rescue.Indikator mutu layanan keperawatan yang sensitif
terhadap staffing pada saat ini secara terus menerus
dikembangkan. Banyak lembaga yang berupaya membuat
indikator mutu, namun banyak dari indikator tersebut
kurang mencerminkan pengaruh pelayanan keperawatan
terhadap keselamatan pasien, karena hanya dianggap sebagai
indikator kualitas pelayanan kesehatan (ANA, 1995; Institute
of Medicine , 1999, 2001, 2005; Joint Commision, 2007
dalam Montalvo, 2007).
16
Ahsan, & Azzuhri, 2016).Membangun budaya keselamatan pasien
merupakan kata kunci terwujudnya pelayanan yang bermutu dan
aman. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan
budaya keselamatan pasien yaitu salah satunya yaitu kerjasama
tim (T.P, S, & Romiko, 2018).
Empat aspek dari budaya keselamatan pasien merupakan
bagian penting dari upaya peningkatan keselamatan pasien di
rumah sakit.Yang pertama yaitu budaya keterbukaan, pelaporan,
keadilan, dan pembelajaran. Bersikap terbuka dan adil berarti
semua informasi dilaporkan terbuka dan bebas, dan perlakuan
adil bagi perawat ketika terjadi kejadian Budaya keselamatan
pasien akan terbentuk dengan beberapa faktor. Salah satu faktor
yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien
adalah kerjasama tim. (T.P et al., 2018).
1. Kerjasama tim secara garis besar terdapat lima komponen yaitu
kepemimpinan tim, pemantauan kinerja mutual, perilaku
cadangan, kemampuan beradaptasi, dan orientasi tim. Bersikap
saling membantu dan tolong-menolong dalam kerja tim dapat
menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan dapat meminimalisir
kesalahan yang terjadi. Didalam kerjasama tim dibutuhkan rasa
ingin saling membantu antar tim agar mencapai tujuan dengan
baik. Dalam penerapan budaya keselamatan pasien, kerjasama
tim yang baik antar perawat pelaksana akan mendukung
penerapan budaya keselamatan pasien menjadi lebih baik (T.P
et al., 2018).
Kerjasama Kerjasama merupakan indikator pertama dari
budaya keselamatan pasien. Berdasarkan hasil dari penelitian,
dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien
perawat akan selalu membutuhkan bantuan dari perawat
maupun tenaga kesehatan yang lainnya. Bentuk kerjasama
tidak hanya berupa saling membantu pekerjaan ketika
17
perawat dihadapkan pada tugas yang sangat banyak dan
membutuhkan penyelesaian yang sesegera mungkin,
namun juga bisa berupa pembagian tugas berdasarkan
kelompok kecil atau tim dalam satu unit ruang
rawat inap. Perawat adalah petugas kesehatan dengan
waktu kerja tertinggi yang memberikan 24 jam
pelayanan terus menerus, melakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dan oleh karena hal tersebut dapat
menyebabkan risiko terjadinya cidera1.Keterlibatan
banyak profesi selain tenaga perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan dapat menimbulkan atau berisikoterjadi
cidera jika dilakukan tidak dengan komunikasi dan
koordinasi yang tepat3, hal itu (cidera) dapat
dihindari jika perawat selalu menjaga hubungan baik
dengan sesama perawat dan petugas kesehatan lainnya, dan
menjaga keharmonisan di lingkungan kerja atau suasana hati
untuk mencapai pelayanan kesehatan.
2. KomunikasiKomunikasi sangatlah penting dalam setiap
melaksanakan tugas dalam hal ini adalah melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien. Komunikasi yang baik
dan benar perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan
asuhan keperawatan yang melibatkan banyak profesi selain
profesi perawat. Komuniasi dalam praktek keperawatan
merupakan elemen penting bagi perawat 56Yennike Tri
Herawati: Budaya Keselamatan Pasiendi Ruang Rawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan untuk mendapatkan
hasil yang optimal
Perawat memiliki peran yang paling dominan dalam
mencegah terjadinya kesalahan dalam pengobatan, termasuk
pelaporan insiden, mendidik diri sendiri dan perawat
lain tentang penting komunikasi, memberikan rekomendasi
18
untuk perubahan prosedur dan kebijakan serta keterlibatan
dalam melakukan identifikasi permasalahan4.Kesalahan medis
jarang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia secara
individual, tetapi lebih karena kesalahan pada sistem
komunikasi yang menyebabkan terputusnya rantai dalam
sistem tersebut5. Hal ini menunjukkan pentingnya
menjalin komunikasi dengan baik agar informasi yang
disampaikan tidak terputus dan mengakibatkan kerugian
pada pasien. Sistem dan interaksi manusia mengacu
pada sistem dimana dua sistem berinteraksi atau
berkomunikasi dalamruang lingkup sistem tersebut6.
Informasi tentang keselamatan pasien perlu diketau oleh
semua perawat yang memberikan asuhan keperwatan hal
tersebut berfungsi untuk mencegah perawat melakukan
tindakan yang dapat menyebabkan cidera pada pasien.
Komunikasi adalah kunci sukses berinteraksi dalam kehidupan
berorganisasi.Ketika komuniksai efektif, arus informasi
dalam organisasi yang dinamis akan berjalan lancar
sehingga mempercepat proses tercapainya tujuan organisasi
3. Kepemimpinan Pemimpin harus memiliki komitmen yang kuat
terhadap keselamatan pasien, sehingga keselamatan pasien
menjadi hal yang utama dalam memberikan pelayanan
keperawatan.Pemimpin harus mampu menjadi agen
perubahan bagi anak buahnya dengan melaksanakan
program keselamatan pasien. Pimpinan mendorong dan
menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan
“Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”2.
Pemimpin harus membangun komitmen dan fokus yang
kuat dan jelas guna mendukung staff untuk
menjalankan program keselamatan pasien secara
19
berkesinambungan, memprioritaskan atau mengintegrasikan
program keselamatan pasien dalam setiap rapat dengan para
pengambil keputusan, mengagendakan pelatihan tentang
keselamatan pasien bagi semua staf secara berkala
dan berkesinambungan. Pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
pasien danprogram menekan atau mengurangi Kejadian
Tidak Diharapkan. Pimpinan mendorong dan
menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien. Pimpinan mengalokasikan
sumber daya yang adekwat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien2. Pimpinan mengukur dan mengkaji
efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.Pada unit kerja berikan
semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah
dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan
pelajaran yang penting. Pemimpin harus mampu memotivasi
bawahannya, salah satunya dengan pujian. Pujian yang
diberikan oleh pemberi kerja pada saat pekerjaan yang
selesai dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
akan memberikan motivasi tersendiri untuk perawat.Jurnal
IKESMA Volume 11Nomor 1 Maret 201557
4. Pelaporan Indikator pelaporan dalam penerapan budaya
keselamatan pasien berada dalam kategori cukup.Perawat
diharuskan melaporkan kejadian kesalahan yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien,
yang terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris
20
cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial
cedera. Melaporkan sebuah kejadian atau insiden keselamatan
pasien masih jarang dilakukan atau pun bahkan jika ada
pelaporan tentang insiden atau kejadian keselamatan pasien
belum ada pelaporan secara resmi. Hal ini disebabkan para
perawat takut untuk melaporkan insiden yang terjadi pada
pasien karena kesalahan yang dilakukannya. Perawat
merasa takut akan hukuman dari penyelia atas kesalahan
yang telah ia lakukan saat melakukan asuhan keperawatan.
Sejatinya pelaporan insiden keselamatan pasien sangat
dibutuhkan oleh semua pihak guna perbaikan
pelayanan dalam hal ini khususnya asuhan keperawatan.
Informasi dari pelaporan insiden keselamatan pasien yang
akurat dan jelas dapat membantu identifikasi akar
permasalahan bagaimana insiden tersebut bisa terjadi serta
identifikasi faktor risiko sehingga insiden yang sama dapat
dicegah untuk kemudian hari. Peran dan fungsi
perawat yang salah satunya yaitu peran sebagai
peneliti8. Informasi yang benar dan jelas yang diperoleh
dai sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan
audit serta analisis, digunakan untuk menentukan solusi
2.
5. Respon Tidak Menghukum Terhadap KesalahanIndikator respon
tidak menghukum terhadap kesalahan ini menunjukkan
bahwa dimasa yang akan datang pelaporan terhadap insiden
keselamatan pasien tidak semata-mata hanya berupa
pelaporan insiden keselamatan, namun pelaporan tersebut
hendaknya ditindaklanjuti guna memperbaiki kesalahan
dan mencari akar permasalahan, tidak untuk menghukum
perawat yang melakukan kesalahan atau berpengaruh
terhadap penilainan kinerjanya. Ketika kesalahan dilaporkan,
21
maka cukup melaporkan masalah sendiri dilaporkan
menemukan jalan keluar tidak menunjukkan siapa pelaku
harus dihukum. Belajar dari insiden keselamatan pasien
hanya akan berhasil jika setiap permasalahan tidak dilihat
sebagai kesalahan individu tetapi harus diperhatikan dengan
pendekatan sistem dan pemahaman faktor manusia.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomer 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang
pelaksanaan komite medis di rumah sakit bahwa audit
medis dilakukan dengan memprioritaskan semua staf untuk
menghilangkan blaming (menyalahkan), naming (menyebut
atau mencari siapa yang salah), dan shaming
(mempermalukan atau mengakui kesalahan). Untuk mampu
belajar dari kesalahan harus ditekankan pada upaya
mencari apa yang salah, mengapa kesalahan tersebut dapat
terjadi, dan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi di atas dapat disimpulakn bahwa,
kesehatan keselamatan kerja merupakan hal yang sangat
penting baik itu untuk pasien maupun untuk perawat itu
sendiri.Budaya keselamatan pasien yang ada dalam organisasi,
berhubungan langsung dengan sikap dan motivasi individu
untuk melaporkan adanya insiden keselamatan pasien. Budaya
keselamatan pasien akan terbentuk dengan beberapa faktor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan budaya
keselamatan pasien adalah kerjasama tim.
B. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
R.H. Simamora. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Identifikasi
Pasien.Uwais Inspirasi Indonesia.
25