Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KESELAMATAN PASIEN

OLEH:
ERVINA GISELA
NPM: 2106129010022

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan

makalah yang berjudul Keselamatan Pasien sesuai dengan yang diharapkan. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu dan

memberikan ilmu maupun literatur mengenai Keselamatan Pasien sehingga

makalah ini dapat terselesaikan.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membantu dan menambah

pengetahuan para pembaca mengenai Keselamatan Pasien serta memenuhi target

dalam Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak. Penulis menyadari

bahwa masih banyak kekurangan dari makalah yang telah disusun ini, untuk itu

penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya untuk mengembangkan dan

memperbaikinya menjadi lebih baik.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan saya berharap semoga makalah

mengenai Keselamatan Pasien ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 15 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4


2.1 Keselamatan Pasien ....................................................................................... 4
2.2 Universal Precaution dan Kontrol Infeksi .................................................... 6
2.2.1 Cuci Tangan ............................................................................................ 7
2.2.2 Alat Pelindung Diri (APD) ..................................................................... 8
2.2.3 Manajemen Health Care Waste ............................................................ 11
2.2.4 Penanganan Instrumen dan Alat Pelayanan Kedokteran Gigi .............. 12
2.3 Perlindungan Tenaga Kesehatan ................................................................. 17
2.4 Persiapan Pasien .......................................................................................... 18

BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pusat kesahatan masyarakat dan fasilitas pendukungnya

memberikan dampak perbaikan pengobatan penyakit. Pasien akan mendapatkan

terapi yang adekuat dengan lebih mudah. Seiring dengan peningkatan tersebut,

tentu saja faktor keselamatan menjadi bagian dari pertimbangan medis.

Keselamatan pasien di pelayanan kesehatan menjadi upaya yang harus terus

dipromosikan kepada para tenaga kesehatan serta para pelaku pendukung di

sekitarnya (Pratamawawi dkk. 2019).

Keselamatan pasien atau patient safety menurut Peraturan Menteri

Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 adalah sistem di mana rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan.

Dokter gigi sebagai tenaga kesehatan berperan dalam pencegahan,

penatalaksanaan dan perawatan gigi mulut bagi masyarakat yang hidup dengan

berbagai penyakit. Dokter gigi dinilai tidak etis bila tidak memberikan pelayanan

bagi individu karena semata-mata individu tersebut menderita AIDS atau HIV,

HBV, HCV seropositif. Penolakan ini juga dinilai tidak logis semenjak pasien lain

yang membawa penyakit yang tidak terdeteksi telah menerima perawatan di praktek

atau klinik setiap hari. Resiko pekerjaan seperti tertular penyakit menular HIV,

1
HBV, tuberculosis dan lain-lain, kurangnya kesadaran tenaga kesehatan dan

rendahnya mutu pelaksanaan sterilisasi juga mengakibatkan tingginya prevalensi

penyebaran penyakit infeksi.

Penelitian menunjukkan sekitar 17-64% dokter gigi merasa bahwa semua

pasien tidak dianggap berpotensi menular, 50-86% merasa bahwa riwayat medis

dan tampilan pasien menentukan tingkat kontrol infeksi yang diterapkan, 18-65%

merasa tindakan benar ketika menolak merawat pasien yang telah diketahui status

infeksinya. Untuk mengatasi hal ini, International Labour Organization (ILO),

Center for Disease Control and Prevention (CDC), Occupational Safety and Health

Administration (OSHA) World Health Organization (WHO) dan United Nations

and Acquired Immunodeficiency Syndrome (UNAIDS) menghasilkan garis

pedoman internasional baru yang penting bagi tenaga kesehatan seperti dokter,

perawat, bidan staf teknik seperti apoteker dan laborat, manajer kesehatan, petugas

kebersihan, dan tenaga kerja lainnya.

American Dental Association (ADA) dan CDC juga merekomendasikan

bahwa setiap pasien harus dianggap berpotensi menular dan universal precautions

harus diterapkan bagi semua pasien. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dan

mencegah infeksi iatrogenik, nosokomial atau paparan darah, materi menular

lainnya (Lugito 2013).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah, yaitu

bagaimanakah prosedur keselamatan pasien di bidang kedokteran gigi?

2
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui prosedur keselamatan

pasien di bidang kedokteran gigi.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan

serta wawasan mengenai keselamatan pasien serta diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan pada ilmu kedokteran gigi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien atau patient safety merupakan suatu pengetahuan yang

relatif baru dan terintegrasi ke dalam semua bidang kesehatan. Keselamatan pasien

atau patient safety menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011

adalah sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang

meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan

tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan. National Health

Performance Committee (NHPC, 2001, dikutip dari Australian Institute Health and

Welfare (AIHW 2009) mendefinisikan keselamatan pasien adalah menghindari atau

mengurangi hingga ketingkat yang dapat diterima dari bahaya aktual atau risiko

dari pelayanan kesehatan atau lingkungan di mana pelayanan kesehatan diberikan.

Sedangkan Kelley dan Hurst (AIHW 2009) mendefinisikan keselamatan pasien

adalah tingkat dimana menghindari, mencegah, dan memperbaiki hasil atau cedera

yang merugikan dari proses pelayanan kesehatan.

Tujuan utama praktek keselamatan pasian adalah untuk mencegah

terjadinya efek samping (kecelakaan, kesalahan dan komplikasi) berkaitan dengan

pelayanan kesehatan dan untuk membatasi dampak dari efek samping yang tak

terelakkan (Yamalik dan Pérez 2012; Emanuel dkk. 2009). Pengaturan keselamatan

pasien juga bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan

4
kesehatan melalui penerapan manajemen resiko dalam seluruh aspek pelayanan

yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan yang tidak aman mengakibatkan peningkatan potensi

morbiditas dan mortalitas serta beban finansial bagi sistem layanan kesehatan (Jha

2012). Perkembangan ilmu teknologi yang sangat pesat menyebabkan pelayanan

kesehatan di rumah sakit menjadi sangat kompleks sehingga jika tidak dilakukan

dengan benar dan hati-hati akan berpotensi untuk terjadinya insiden keselamatan

pasien (IKP) yang terdiri dari kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian

nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC) dan kondisi potensial cedera

(KPC) (Depkes 2008).

Keselamatan pasien sangat penting dilaksanakan dalam proses pelayanan

kesehatan di bidang kedokteran gigi. Beberapa penelitian terkait kesalahan dalam

proses pelayanan kedokteran gigi telah dilakukan. Suatu penelitian retrospektif

dilakukan di Belanda dengan menggunakan catatan elektronik untuk meninjau

kesalahan perawatan yang potensial pada setiap pasien, dengan menganalisis 1.000

catatan medis yang masing-masing terdiri atas 50 pasien dari 20 praktik yang

berpartisipasi. Dari penelitian ditemukan bahwa 18 kesalahan perawatan telah

terjadi; 15 merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan 3 kejadian yang nyaris

celaka. Kejadian yang tidak diharapkan yaitu 1 kasus salah ekstraksi gigi, 4 kasus

akar dipertahankan namun menyusul pencabutan gigi, 8 kasus yang berkaitan

dengan terapi endodontik (termasuk instrumen retak, perforasi dan kebocoran

natrium hipoklorit ke dalam jaringan apikal) dan 2 kasus mahkota tertelan oleh

pasien. Tiga kejadian nyaris celaka semua dalam kaitannya dengan tidak

diambilnya foto radiografi sebelum ekstraksi gigi molar ketiga (Mettes dkk. 2013;

5
Bailey dkk. 2015). National Patient Safety Agen (NPSA) di Inggris menemukan

bahwa selama tahun 2009, 36 kasus salah pencabutan gigi dilaporkan; 16 dari kasus

ini terjadi ketika pasien berada di bawah anestesi umum (Thusu dkk. 2012; Bailey

dkk. 2015).

2.2 Universal Precaution dan Kontrol Infeksi

Dalam praktik dokter gigi, universal precautions merupakan suatu proses

atau prosedur yang harus dilaksanakan oleh semua dokter gigi untuk menghindari

terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh berbagai tindakan yang

dilakukan dokter gigi ke pasien melibatkan cairan tubuh yang berpotensi

menginfeksi. Cairan tubuh ini tidak hanya darah, bisa sekret, saliva dan lain-lain.

Berbagai macam tindakan dokter gigi dapat berpotensi terjadinya penularan

penyakit baik dari pasien ke dokter gigi, dari dokter gigi ke pasien maupun dari

pasien ke pasien. Prosedur universal precaution akan berkaitan erat dengan kontrol

infeksi di dalam ruang tindakan. Kontrol infeksi yang efektif dan efisien pada

praktik dokter gigi dapat menghindarkan penyebaran penyakit dan infeksi, sehingga

mendukung keselamatan pasien dan dokter gigi. Kontrol terhadap infeksi

mencakup pembersihan atau pencucian dan sterilisasi alat-alat kedokteran gigi yang

re-usable.

Menurut Sebastiani dkk (2017), kontrol infeksi tidak dapat dilepaskan dari

proses sterilisasi karena selama dalam kegiatan sterilisasi akan selalu membutuhkan

tindakan kontrol infeksi, baik untuk dokter gigi maupun asisten gigi serta tekniker

laboratorium gigi. Kontak langsung antara dokter gigi dan pasien dalam praktik

kedokteran gigi akan beresiko adanya infeksi silang (cross infection) antara dokter

6
gigi dan pasien. Oleh karena itu, dasar-dasar tindakan pencegahan termasuk cuci

tangan, pemakaian alat pelindung diri (APD), manajemen health care waste,

penanganan dan pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam penting dilakukan

sebelum dan selama perawatan dalam praktik dokter gigi.

2.2.1 Cuci Tangan

Dokter gigi wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan

perayatan ke pasien. Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit utama bagi

tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair disinfektan,

dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum memakai dan setelah

melepaskan sarung tangan (Lugito 2013). WHO telah menetapkan tata cara

mencuci tangan dengan baik dan benar yang diawali dengan membersihkan tangan

dengan air yang mengalir. Kemudian diikuti 7 langkah mencuci tangan yaitu:

1) Memberi dengan sabun di telapak tangan.

2) Mengusap lembut telapak tangan.

3) Membersihkan punggung tangan secara bergantian kanan dan kiri.

4) Memasukkan jari jemari kesela-sela jari tangan.

5) Membersihkan ruas-ruas jari dengan cara mengatupkan ujung jari tangan

kanan digosokkan dengan lembut ke permukaan tangan kiri. Diulang

bergantian dengan tangan kanan.

6) Membersihkan ibu jari dengan cara menggenggam ibu jari tangan kanan,

diputar dan digosok secara perlahan. Diulang bergantian dengan ibu jari

tangan kiri.

7
7) Menggosokkan ujung kuku jari tangan kanan pada permukaan tangan

tangan. Diulang bergantian dengan tangan kiri. Kemudian bilas kedua

tangan dengan air mengalir dan mengeringkan dengan kain bersih atau tisu.

Gambar 2.1 7 Langkah Mencuci Tangan (Pratamawawi dkk. 2019)

2.2.2 Alat Pelindung Diri (APD)

Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan APD untuk melindungi

diri terhadap benda asing, percikan dan aerosol yang berasal dari tindakan

perawatan terutama saat scalling (manual dan ultrasonik) penggunaan instrumen

berputar, syringe, pemotongan atau penyesuaian kawat ortodonsi dan pembersihan

alat dan perlengkapannya. Staf harus menggunakan masker filter pernafasan bila

merawat pasien dengan infeksi TB (Lugito 2013).

 Alat Pelindung Diri Level 1

Digunakan pada pelayanan triase, rawat jalan non COVID-19, rawat inap

non COVID-19, tempat praktik umum dan kegiatan yang tidak mengandung

aerosol.

8
 Penutup kepala

 Masker bedah

 Baju/pakaian jaga

 Sarung tangan lateks

 Pelindung wajah

 Pelindung kaki

Gambar 2.2 Alat Pelindung Diri Level 1

 Alat Pelindung Diri Level 2

Digunakan pada pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernapasan,

pengambilan spesimen non pernapasan yang tidak menimbulkan aerosol, ruang

perawatan COVID-19, pemeriksaan pencitraan pada suspek / probable /

terkonfirmasi COVID-19.

 Penutup kepala

 Pelindung mata dan wajah

 Masker bedah

9
 Baju/pakaian jaga

 Gown

 Sarung tangan lateks

 Pelindung kaki

Gambar 2.3 Alat Pelindung Diri Level 2

 Alat Pelindung Diri Level 3

Digunakan pada prosedur dan tindakan operasi pada pasien

suspek/probable/terkonfirmasi COVID-19, kegiatan yang menimbulkan aerosol

(intubasi, ekstubasi, trakeotomi, resusitasi jantung paru, bronkoskopi, pemasangan

NGT, endoskopi gastrointestinal) pada pasien suspek/probable/terkonfirmasi

COVID-19.

 Penutup kepala

 Pelindung mata dan wajah (face shield)

 Masker N95 atau ekuivalen

 Baju scrub/pakaian jaga

10
 Coverall/gown dan apron

 Sarung tangan bedah lateks

 Boots/sepatu karet dengan pelindung sepatu

Gambar 2.4 Alat Pelindung Diri Level 3

2.2.3 Manajemen Health Care Waste

Manajemen health care waste termasuk garis pedoman pemisahan,

pemaketan dan penyimpanan untuk health care risk waste. Penanganan dan

pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Bahan yang 1 kali pakai seperti

harus dibuang setelah 1 kali dipakai dan jangan dipakai ulang. Ampul anestesi lokal

1 kali pakai dapat mengandung darah atau cairan yang dapat teraspirasi dari pasien

dan tidak boleh digunakan kembali untuk pasien berikutnya. Kategori sampah ini

yaitu sampah medis yang tidak beresiko (tidak terkontaminasi cairan tubuh)

dimasukkan ke kantung hitam dan sampah medis yang beresiko dimasukkan ke

kantung kuning (terkontaminasi cairan tubuh dan berbahaya bagi orang lain).

Contoh sampah medis yang beresiko yaitu jaringan tubuh, bahan 1 kali pakai

11
(scalpel, aspirator dan saliva ejector), dan materi yang telah digunakan pada pasien

dan bahan yang dapat terkontaminasi dengan cairan tubuh (pakaian, swabs, wipes,

sarung tangan dan tissue) (Lugito 2013).

2.2.4 Penanganan Instrumen dan Alat Pelayanan Kedokteran Gigi

1) Pembatasan Kontaminasi

a. Peralatan kritis

Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau

jaringan mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi dengan

menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori

kritis adalah semua instrumen bedah, periodontal scalier, scalpel, bur diamond, bur

tulang, dll.

b. Peralatan semi kritis

Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga mulut tetapi

tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi kritis wajib dilakukan

minimal desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat yang dapat

bertoleransi terhadap panas, maka dapat dilakukan sterilisasi dengan menggunakan

panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori semi kritis adalah

instrumen diagnosa, kondensor, sendok cetak, handpiece dll.

c. Peralatan non kritis

Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga mulut

dan dapat dilakukan dengan menggunakan disinfektan tingkat rendah. Sebagai

contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori nonkritis adalah tensimeter,

occipital calipers, radiograph cone, glass plate, semen spatel, dll. Dental unit

12
masuk kedalam katagori semi non kritis tetapi harus dilakukan disinfeksi karena

sering terpapar percikan darah maupun air liur.

2) Penentuan zona (Basic Protocol HKSAR, 2008)

Area pembersihan dan pemrosesan instrumen yang telah digunakan (zona

kotor), dan area sterilisasi dan penyimpanan instrumen bersih (zona bersih), serta

area perawatan pasien (zona kerja) harus erpisah satu sama lain. Zona kotor jangan

berdekatan dengan zona bersih dan zona kerja

3) Pre-Cleaning

Pra-cleaning dilakukan dengan cara merendam alat dengan larutan

enzymatik/detergen dengan tujuan untuk melepas noda, darah, lemak dan cairan

tubuh lainnya dari suatu benda sehingga memudahkan untuk pengelolaan

selanjutnya. Untuk meminimalkan pajanan terhadap petugas, pemilahan alat-alat

terkontaminasi dilakukan langsung oleh pemakai sebelum melepaskan alat

pelndung diri (APD). Proses ini dilakukan selama 5-10 menit atau sesuai produk

yang digunakan.

4) Pembersihan instrumen

Seluruh instrumen yang digunakan dalam proses perawatan harus

dibersihkan/digosok menggunakan sabun dan air. Larutan deterjen harus disiapkan

setiap hari, dan diganti lebih sering jika nampak kotor. Operator harus selalu

menggunakan sarung tangan khusus, celemek, masker dan kacamata ketika

membersihkan instrumen. Gunakan selalu sikat atau sikat gigi yang berbulu lunak

13
untuk menggosok instrumen dan alat lainnya untuk menghilangkan seluruh materi

organik (darah dan saliva) dan kotoran lainnya. Hal ini harus dilakukan dibawah

permukaan air untuk menghindari terjadi cipratan. Seluruh permukaan instrumen

dan alat harus digosok. Penanganan bagi alat-alat yang memiliki engsel (misalnya

forceps) dan lekukan (misalnya bone file) harus ditangani secara khusus. Setelah

dibersihkan, seluruh instrumen dan alat harus dibilas menggunakan air mengalir

atau air yang disimpan dalam wadah (diganti secara berkala) untuk membersihkan

seluruh larutan deterjen dan kemudian dikeringkan dengan handuk bersih.

5) Disinfeksi Tingkat Tinggi

Apabila memungkinkan, instrumen yang bersentuhan dengan tulang atau

jaringan lunak atau telah kontak dengan darah harus disterilisasi. Apabila tidak

tersedia panci tekan atau autoklaf, instrumen dapat di disinfeksi dengan direbus

dalam panci berisi air selama 20 menit setelah dibersihkan dengan menggunakan

air dan sabun. 20 menit dihitung sejak air mulai mendidih. Setelah air dalam panci

mulai mendidih, jangan tambahkan air ataupun instrumen selama proses disinfeksi

berlangsung. Alkohol dan yodofora tidak dipakai untuk disinfeksi tingkat tinggi

(DTT) tetapi dapat untuk disinfeksi tingkat rendah dengan cara merendam alat

tersebut selama 20 menit.

6) Sterilisasi

Instrumen dengan engsel seperti forceps untuk ekstraksi harus terbuka

sebelum diletakkan dalam alat sterilisasi. Instrumen harus diletakkan sehingga uap

dapat berputar mengelilinginya. Apabila menggunakan panci tekan, instrumen

14
diletakkan pada wadah di atas permukaan air. Pertahankan temperatur sampai

121°C (250°F) dengan tekanan 15 pound selama 20 menit untuk instrumen yang

tidak dibungkus dan 30 menit untuk instrumen yang dibungkus. Mulai

penghitungan waktu ketika uap nampak terlihat dan turunkan panas sampai batas

temperatur tetap menghasilkan uap panas. Pada akhir proses terilisasi, biarkan uap

keluar lalu buka tutup panci tekan untuk membiarkan instrumen mendingin secara

perlahan. Bila menggunakan autoklaf digunakan temperatur 121°C, tekanan 15 psi

(pressure per square inch) selama 30 menit. Metode sterilisasi panas kering

dilakukan dengan menggunakan oven dengan panas yang tinggi, adapun temperatur

dan waktunya adalah sesuai petunjuk pabrik.

Gambar 2.3 Sterilisasi Menggunakan Autoklaf (Sardjono dkk. 2012)

Gambar 2.4 Sterilisasi Menggunakan Panci Tekan (Sardjono dkk. 2012)

15
7) Penatalaksanaan Dental Unit

Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi perhatian

pasien yang memasuki suatu ruangan pelayanan kedokteran gigi. Jadi alat-alat

tersebut harus selalu dalam keadaan bersih dan siap pakai. Tempat-tempat yang

harus mendapat perhatian pada dental unit:

- Meja instrument, harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.

- Handpiece harus bersih dan diberi pelumas sesudah digunakan.

- Three way syringe.

- Penghisap saliva.

- Penghisap darah (vacuum tip).

- Spittoon cuspidor bowl.

Spittoon bowl, disiram dengan lisol kemudian disiram dengan air

bersih lalu disikat dengan deterjen dan dibilas kembali.

- Pegangan lampu harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.

Pada dental chair :

- Sandaran kepala/head rest bersih.

- Sandaran tangan/arm rest bersih.

- Tempat duduk bersih.

- Tempat menaruh kaki/foot rest bersih.

Apabila akan melakukan tindakan :

1) Lapisi dengan plastik (wrapping).

16
- Engsel-engsel di dental unit.

- Pegangan lampu.

- Meja.

- Pegangan kursi.

- Sandaran kepala.

2) Desinfeksi permukaan: siapkan larutan klorin 0,05%, semprotkan ke

semua permukaan, tunggu sampai 10 menit, lap dengan lap basah dan keringkan

dengan lap/handuk kering.

2.3 Perlindungan Tenaga Kesehatan

Vaksinasi melawan virus hepatitis B (HBV) sangat direkomendasikan bagi

semua tenaga kedokteran gigi termasuk dokter gigi, perawat gigi, asisten, ahli

kesehatan gigi, mahasiswa. Perlindungan juga dilakukan untuk melawan penyakit

seperti Tuberculosis, Varicella, Poliomyelitis, Measles, Mumps, difteri dan tetanus.

Perempuan dalam usia subur yang tidak hamil dan belum diimunisasi juga

diimunisasi melawan Rubella. Vaksinasi Rubella dilarang diberikan saat menjelang

kehamilan (Kohli dan Puttaiah 2008).

Ventilasi yang baik diperlukan dalam menata ruangan tak hanya untuk

mengatur suhu ruangan yang nyaman dan menghilangkan bau atau uap kimia.

Kipas angin tidak boleh digunakan dalam ruangan. Penggunaan filtrasi udara

digunakan bagi ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi. Selain itu, udara yang

telah disaring disirkulasikan ke area lain atau disirkulasikan kembali pada ruangan

tanpa sistem ventilasi. Rubber dam sebaiknya dipakai untuk mencegah percikan

17
darah atau saliva dan aerosol jika memungkinkan karena memiliki keuntungan.

Tipe rubber dam yang dipakai adalah tipe non lateks (James dan Donald 1997).

Penutupan kembali jarum suntik harus dengan teknik penutupan dengan 1

tangan (teknik Bayonet), jangan memegang instrumen tajam pada ujung yang

tajam. Jarum tidak boleh dibengkokkan, dipotong, ditutup dipindahkan dari jarum

suntik 1 kali pakai atau dimanipulasi dengan tangan sebelum dibuang.

2.4 Persiapan Pasien

Riwayat medis pasien diperlukan dalam memahami komplikasi medis yang

dapat terjadi saat perawatan, adanya keperluan khusus dan rencana perawatan yang

teraman serta meningkatkan kepercayaan pasien terhadap dokter gigi yang

merawatnya. Kebersihan diri, kerapian, kebersihan area klinik dan tindakan yang

terlatih dan profesional memegang peranan dalam mempengaruhi persepsi pasien

akan perawatan yang akan diberikan oleh dokter gigi (Lugito 2013).

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan pasien antara

lain:

- Sebelum masuk dalam ruang tunggu, pasien wajib tetap menggunakan

masker dan melakukan cuci tangan menggunakan air sabun atau hand

sanitizer yang telah disediakan.

- Setiap pasien yang masuk, sebaiknya dilakukan pengukuran suhu tubuh

baik menggunakan thermal gun atau kamera pemindai termal.

- Pasien diminta untuk mengisi formulir gejala infeksi SARS-CoV-2 yang

berisi beberapa pertanyaan seperti adakah riwayat demam dalam 14 hari

terakhir, adakah riwayat sakit sesak nafas dalam 14 hari terakhir, adakah

18
riwayat mengunjungi daerah pandemik COVID-19 dalam 14 hari terkahir,

adakah kontak dengan pasien terduga atau sudah positif dengan COVID-19

dalam 14 hari, adakah riwayat mendatangi acara dengan adanya orang yang

banyak dalam 14 hari terakhir. Setelah dokter gigi melakukan evaluasi ini,

maka dokter gigi dapat memutuskan untuk dapat melakukan perawatan

pasien atau menolak pasien dengan memberikan pengobatan jalan dan

pasien melakukan karantina mandiri selama 14 hari.

Gambar 2.5 Alur seleksi pasien yang masuk ke ruang praktik dokter gigi
(Amtha dkk. 2020).

- Jika pasien dapat menerima perawatan, pasien kemudian dipersilahkan

untuk duduk pada dental chair sesuai posisi yang akan dikerjakan

- Memasangkan lap dada pada pasien

- Memposisikan lampu pada mulut pasien

Selanjutnya pasien diinstruksikan untuk berkumur terlebih dahulu dan

perawatan dapat diberikan.

19
BAB III
KESIMPULAN

Keselamatan pasien atau patient safety menurut Peraturan Menteri

Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 adalah sistem di mana rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan.

Dokter gigi harus menerapkan universal precautions terhadap setiap pasien

dan kontrol infeksi demi menjaga keselamatan kerja untuk mencegah transmisi

infeksi antara pasien, dokter gigi, para staf dan lingkungan. Kementerian Kesehatan

RI pada tahun 2012 telah menerbitkan standar pencegahan dan pengendalian infeksi

pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagai pedoman tenaga kesehatan dalam

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi yang benar. Hal bertujuan untuk

mendukung milenium developmen goals (MDGs) ke-6 dan 7 dan tercapainya target

WHO 2020 dalam meningkatkan jumlah pelayanan kesehatan yang kompeten

untuk mengenali dan mengurangi risiko transmisi penyakit menular di lingkungan

pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Selain itu, perlindungan tenaga kesehatan dan pesiapan pasien juga sangat

penting untuk diperhatikan karena setiap pasien harus dianggap berpotensi menular

guna mengurangi dan mencegah infeksi iatrogenik, nosokomial atau paparan darah,

materi menular lainnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Amtha, R., Gunardi, I., Dewanto, I., Widyarman, A.S., dan Theodorea, C.F.,

2020, Panduan Dokter Gigi Dalam Era New Normal. Monograph Press, 1(1).

Bailey, E., Tickle, M., Campbell, S., dan Malley, L.O., 2015, Systematic

Review Of Patient Safety Interventions In Dentistry, BMC Oral Health, 15, hal.1–

11.

Depkes, R.I., 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(Patient Safety), Depkes RI Jakarta.

Emanuel, L., Berwick, D., Conway, J., Combes, J., Hatlie, M., Leape, L.,

Reason, J., Schyve, P., Vincent, C., dan Walton, M., 2009, What Exactly Is Patient

Safety?, Journal of Medical Regulation, 95(1), hal.13-24.

James, W.L., dan Donald, A., 1997, Dental Management Of The Medically

Compromised Patient, 5th ed. St Louis: Mosby, hal.617-23.

Jha, A.B.D., 2012, Global Burden Of Unsafe Care, 29th Edition, Isqua

International Conference.

Kohli, A., dan Puttaiah, R., 2008, Dental Infection Control & Occupational

Safety for Oral Health Professionals, New Delhi : Dental Council of India.

Lugito, M., 2013, Kontrol Infeksi Dan Keselamatan Kerja Dalam Praktek

Kedokteran Gigi, Jurnal PDGI, 62(1), hal.24.

Mettes, T., Bruers, J., van der Sanden, W., dan Wensing, M., 2013, Patient

Safety In Dental Care: A Challenging Quality Issue? An Exploratory Cohort Study,

Acta Odontologica Scandinavica, 71(6), hal.1588-1593.

21
Pratamawawi, D.N.P., Hidayat, L.H., Hartami, E., Septina, F., dan

Swastirani, A., 2019, Dasar-Dasar Keselamatan Pasien pada Praktik Dokter Gigi.

Universitas Brawijaya Press.

Sardjono, B., Sudono, S.D., Farida, E., Nurindah Rr, A.Y., dan Putri, A.,

2012, Standar Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan Gigi

Dan Mulut Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI.

Thusu, S., Panesar, S., dan Bedi, R., 2012, Patient Safety In Dentistry –

State Of Play As Revealed By A National Database Of Errors, British Dental

Journal, 213(3), hal.1.

Yamalik, N., dan Pérez, B.P., 2012, Patient Safety And Dentistry : What Do

We Need To Know? Fundamentals Of Patient Safety, The Safety Culture And

Implementation Of Patient Safety Measures In Dental Practice. Internasional

Dental Journal, 62, hal.189– 196.

22

Anda mungkin juga menyukai