KESELAMATAN PASIEN
OLEH:
ERVINA GISELA
NPM: 2106129010022
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
makalah yang berjudul Keselamatan Pasien sesuai dengan yang diharapkan. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu dan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membantu dan menambah
dalam Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dari makalah yang telah disusun ini, untuk itu
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan saya berharap semoga makalah
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
terapi yang adekuat dengan lebih mudah. Seiring dengan peningkatan tersebut,
Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 adalah sistem di mana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
penatalaksanaan dan perawatan gigi mulut bagi masyarakat yang hidup dengan
berbagai penyakit. Dokter gigi dinilai tidak etis bila tidak memberikan pelayanan
bagi individu karena semata-mata individu tersebut menderita AIDS atau HIV,
HBV, HCV seropositif. Penolakan ini juga dinilai tidak logis semenjak pasien lain
yang membawa penyakit yang tidak terdeteksi telah menerima perawatan di praktek
atau klinik setiap hari. Resiko pekerjaan seperti tertular penyakit menular HIV,
1
HBV, tuberculosis dan lain-lain, kurangnya kesadaran tenaga kesehatan dan
pasien tidak dianggap berpotensi menular, 50-86% merasa bahwa riwayat medis
dan tampilan pasien menentukan tingkat kontrol infeksi yang diterapkan, 18-65%
merasa tindakan benar ketika menolak merawat pasien yang telah diketahui status
Center for Disease Control and Prevention (CDC), Occupational Safety and Health
pedoman internasional baru yang penting bagi tenaga kesehatan seperti dokter,
perawat, bidan staf teknik seperti apoteker dan laborat, manajer kesehatan, petugas
bahwa setiap pasien harus dianggap berpotensi menular dan universal precautions
harus diterapkan bagi semua pasien. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dan
2
1.3 Tujuan Penulisan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
relatif baru dan terintegrasi ke dalam semua bidang kesehatan. Keselamatan pasien
atau patient safety menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011
adalah sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan. National Health
Performance Committee (NHPC, 2001, dikutip dari Australian Institute Health and
mengurangi hingga ketingkat yang dapat diterima dari bahaya aktual atau risiko
adalah tingkat dimana menghindari, mencegah, dan memperbaiki hasil atau cedera
pelayanan kesehatan dan untuk membatasi dampak dari efek samping yang tak
terelakkan (Yamalik dan Pérez 2012; Emanuel dkk. 2009). Pengaturan keselamatan
4
kesehatan melalui penerapan manajemen resiko dalam seluruh aspek pelayanan
morbiditas dan mortalitas serta beban finansial bagi sistem layanan kesehatan (Jha
kesehatan di rumah sakit menjadi sangat kompleks sehingga jika tidak dilakukan
dengan benar dan hati-hati akan berpotensi untuk terjadinya insiden keselamatan
pasien (IKP) yang terdiri dari kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian
nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC) dan kondisi potensial cedera
kesalahan perawatan yang potensial pada setiap pasien, dengan menganalisis 1.000
catatan medis yang masing-masing terdiri atas 50 pasien dari 20 praktik yang
terjadi; 15 merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan 3 kejadian yang nyaris
celaka. Kejadian yang tidak diharapkan yaitu 1 kasus salah ekstraksi gigi, 4 kasus
natrium hipoklorit ke dalam jaringan apikal) dan 2 kasus mahkota tertelan oleh
pasien. Tiga kejadian nyaris celaka semua dalam kaitannya dengan tidak
diambilnya foto radiografi sebelum ekstraksi gigi molar ketiga (Mettes dkk. 2013;
5
Bailey dkk. 2015). National Patient Safety Agen (NPSA) di Inggris menemukan
bahwa selama tahun 2009, 36 kasus salah pencabutan gigi dilaporkan; 16 dari kasus
ini terjadi ketika pasien berada di bawah anestesi umum (Thusu dkk. 2012; Bailey
dkk. 2015).
atau prosedur yang harus dilaksanakan oleh semua dokter gigi untuk menghindari
menginfeksi. Cairan tubuh ini tidak hanya darah, bisa sekret, saliva dan lain-lain.
penyakit baik dari pasien ke dokter gigi, dari dokter gigi ke pasien maupun dari
pasien ke pasien. Prosedur universal precaution akan berkaitan erat dengan kontrol
infeksi di dalam ruang tindakan. Kontrol infeksi yang efektif dan efisien pada
praktik dokter gigi dapat menghindarkan penyebaran penyakit dan infeksi, sehingga
mencakup pembersihan atau pencucian dan sterilisasi alat-alat kedokteran gigi yang
re-usable.
Menurut Sebastiani dkk (2017), kontrol infeksi tidak dapat dilepaskan dari
proses sterilisasi karena selama dalam kegiatan sterilisasi akan selalu membutuhkan
tindakan kontrol infeksi, baik untuk dokter gigi maupun asisten gigi serta tekniker
laboratorium gigi. Kontak langsung antara dokter gigi dan pasien dalam praktik
kedokteran gigi akan beresiko adanya infeksi silang (cross infection) antara dokter
6
gigi dan pasien. Oleh karena itu, dasar-dasar tindakan pencegahan termasuk cuci
tangan, pemakaian alat pelindung diri (APD), manajemen health care waste,
penanganan dan pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam penting dilakukan
perayatan ke pasien. Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit utama bagi
tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair disinfektan,
dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum memakai dan setelah
melepaskan sarung tangan (Lugito 2013). WHO telah menetapkan tata cara
mencuci tangan dengan baik dan benar yang diawali dengan membersihkan tangan
dengan air yang mengalir. Kemudian diikuti 7 langkah mencuci tangan yaitu:
6) Membersihkan ibu jari dengan cara menggenggam ibu jari tangan kanan,
diputar dan digosok secara perlahan. Diulang bergantian dengan ibu jari
tangan kiri.
7
7) Menggosokkan ujung kuku jari tangan kanan pada permukaan tangan
tangan dengan air mengalir dan mengeringkan dengan kain bersih atau tisu.
Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan APD untuk melindungi
diri terhadap benda asing, percikan dan aerosol yang berasal dari tindakan
alat dan perlengkapannya. Staf harus menggunakan masker filter pernafasan bila
Digunakan pada pelayanan triase, rawat jalan non COVID-19, rawat inap
non COVID-19, tempat praktik umum dan kegiatan yang tidak mengandung
aerosol.
8
Penutup kepala
Masker bedah
Baju/pakaian jaga
Pelindung wajah
Pelindung kaki
terkonfirmasi COVID-19.
Penutup kepala
Masker bedah
9
Baju/pakaian jaga
Gown
Pelindung kaki
COVID-19.
Penutup kepala
10
Coverall/gown dan apron
pemaketan dan penyimpanan untuk health care risk waste. Penanganan dan
pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Bahan yang 1 kali pakai seperti
harus dibuang setelah 1 kali dipakai dan jangan dipakai ulang. Ampul anestesi lokal
1 kali pakai dapat mengandung darah atau cairan yang dapat teraspirasi dari pasien
dan tidak boleh digunakan kembali untuk pasien berikutnya. Kategori sampah ini
yaitu sampah medis yang tidak beresiko (tidak terkontaminasi cairan tubuh)
kantung kuning (terkontaminasi cairan tubuh dan berbahaya bagi orang lain).
Contoh sampah medis yang beresiko yaitu jaringan tubuh, bahan 1 kali pakai
11
(scalpel, aspirator dan saliva ejector), dan materi yang telah digunakan pada pasien
dan bahan yang dapat terkontaminasi dengan cairan tubuh (pakaian, swabs, wipes,
1) Pembatasan Kontaminasi
a. Peralatan kritis
Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau
kritis adalah semua instrumen bedah, periodontal scalier, scalpel, bur diamond, bur
tulang, dll.
Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga mulut tetapi
tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi kritis wajib dilakukan
minimal desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat yang dapat
panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori semi kritis adalah
Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga mulut
occipital calipers, radiograph cone, glass plate, semen spatel, dll. Dental unit
12
masuk kedalam katagori semi non kritis tetapi harus dilakukan disinfeksi karena
kotor), dan area sterilisasi dan penyimpanan instrumen bersih (zona bersih), serta
area perawatan pasien (zona kerja) harus erpisah satu sama lain. Zona kotor jangan
3) Pre-Cleaning
enzymatik/detergen dengan tujuan untuk melepas noda, darah, lemak dan cairan
pelndung diri (APD). Proses ini dilakukan selama 5-10 menit atau sesuai produk
yang digunakan.
4) Pembersihan instrumen
setiap hari, dan diganti lebih sering jika nampak kotor. Operator harus selalu
membersihkan instrumen. Gunakan selalu sikat atau sikat gigi yang berbulu lunak
13
untuk menggosok instrumen dan alat lainnya untuk menghilangkan seluruh materi
organik (darah dan saliva) dan kotoran lainnya. Hal ini harus dilakukan dibawah
dan alat harus digosok. Penanganan bagi alat-alat yang memiliki engsel (misalnya
forceps) dan lekukan (misalnya bone file) harus ditangani secara khusus. Setelah
dibersihkan, seluruh instrumen dan alat harus dibilas menggunakan air mengalir
atau air yang disimpan dalam wadah (diganti secara berkala) untuk membersihkan
jaringan lunak atau telah kontak dengan darah harus disterilisasi. Apabila tidak
tersedia panci tekan atau autoklaf, instrumen dapat di disinfeksi dengan direbus
dalam panci berisi air selama 20 menit setelah dibersihkan dengan menggunakan
air dan sabun. 20 menit dihitung sejak air mulai mendidih. Setelah air dalam panci
mulai mendidih, jangan tambahkan air ataupun instrumen selama proses disinfeksi
berlangsung. Alkohol dan yodofora tidak dipakai untuk disinfeksi tingkat tinggi
(DTT) tetapi dapat untuk disinfeksi tingkat rendah dengan cara merendam alat
6) Sterilisasi
sebelum diletakkan dalam alat sterilisasi. Instrumen harus diletakkan sehingga uap
14
diletakkan pada wadah di atas permukaan air. Pertahankan temperatur sampai
121°C (250°F) dengan tekanan 15 pound selama 20 menit untuk instrumen yang
penghitungan waktu ketika uap nampak terlihat dan turunkan panas sampai batas
temperatur tetap menghasilkan uap panas. Pada akhir proses terilisasi, biarkan uap
keluar lalu buka tutup panci tekan untuk membiarkan instrumen mendingin secara
(pressure per square inch) selama 30 menit. Metode sterilisasi panas kering
dilakukan dengan menggunakan oven dengan panas yang tinggi, adapun temperatur
15
7) Penatalaksanaan Dental Unit
Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi perhatian
pasien yang memasuki suatu ruangan pelayanan kedokteran gigi. Jadi alat-alat
tersebut harus selalu dalam keadaan bersih dan siap pakai. Tempat-tempat yang
- Penghisap saliva.
16
- Engsel-engsel di dental unit.
- Pegangan lampu.
- Meja.
- Pegangan kursi.
- Sandaran kepala.
semua permukaan, tunggu sampai 10 menit, lap dengan lap basah dan keringkan
semua tenaga kedokteran gigi termasuk dokter gigi, perawat gigi, asisten, ahli
Perempuan dalam usia subur yang tidak hamil dan belum diimunisasi juga
Ventilasi yang baik diperlukan dalam menata ruangan tak hanya untuk
mengatur suhu ruangan yang nyaman dan menghilangkan bau atau uap kimia.
Kipas angin tidak boleh digunakan dalam ruangan. Penggunaan filtrasi udara
digunakan bagi ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi. Selain itu, udara yang
telah disaring disirkulasikan ke area lain atau disirkulasikan kembali pada ruangan
tanpa sistem ventilasi. Rubber dam sebaiknya dipakai untuk mencegah percikan
17
darah atau saliva dan aerosol jika memungkinkan karena memiliki keuntungan.
Tipe rubber dam yang dipakai adalah tipe non lateks (James dan Donald 1997).
tangan (teknik Bayonet), jangan memegang instrumen tajam pada ujung yang
tajam. Jarum tidak boleh dibengkokkan, dipotong, ditutup dipindahkan dari jarum
dapat terjadi saat perawatan, adanya keperluan khusus dan rencana perawatan yang
merawatnya. Kebersihan diri, kerapian, kebersihan area klinik dan tindakan yang
akan perawatan yang akan diberikan oleh dokter gigi (Lugito 2013).
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan pasien antara
lain:
masker dan melakukan cuci tangan menggunakan air sabun atau hand
terakhir, adakah riwayat sakit sesak nafas dalam 14 hari terakhir, adakah
18
riwayat mengunjungi daerah pandemik COVID-19 dalam 14 hari terkahir,
adakah kontak dengan pasien terduga atau sudah positif dengan COVID-19
dalam 14 hari, adakah riwayat mendatangi acara dengan adanya orang yang
banyak dalam 14 hari terakhir. Setelah dokter gigi melakukan evaluasi ini,
Gambar 2.5 Alur seleksi pasien yang masuk ke ruang praktik dokter gigi
(Amtha dkk. 2020).
untuk duduk pada dental chair sesuai posisi yang akan dikerjakan
19
BAB III
KESIMPULAN
Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 adalah sistem di mana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
dan kontrol infeksi demi menjaga keselamatan kerja untuk mencegah transmisi
infeksi antara pasien, dokter gigi, para staf dan lingkungan. Kementerian Kesehatan
RI pada tahun 2012 telah menerbitkan standar pencegahan dan pengendalian infeksi
pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagai pedoman tenaga kesehatan dalam
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi yang benar. Hal bertujuan untuk
mendukung milenium developmen goals (MDGs) ke-6 dan 7 dan tercapainya target
Selain itu, perlindungan tenaga kesehatan dan pesiapan pasien juga sangat
penting untuk diperhatikan karena setiap pasien harus dianggap berpotensi menular
guna mengurangi dan mencegah infeksi iatrogenik, nosokomial atau paparan darah,
20
DAFTAR PUSTAKA
Amtha, R., Gunardi, I., Dewanto, I., Widyarman, A.S., dan Theodorea, C.F.,
2020, Panduan Dokter Gigi Dalam Era New Normal. Monograph Press, 1(1).
Bailey, E., Tickle, M., Campbell, S., dan Malley, L.O., 2015, Systematic
Review Of Patient Safety Interventions In Dentistry, BMC Oral Health, 15, hal.1–
11.
Emanuel, L., Berwick, D., Conway, J., Combes, J., Hatlie, M., Leape, L.,
Reason, J., Schyve, P., Vincent, C., dan Walton, M., 2009, What Exactly Is Patient
James, W.L., dan Donald, A., 1997, Dental Management Of The Medically
Jha, A.B.D., 2012, Global Burden Of Unsafe Care, 29th Edition, Isqua
International Conference.
Kohli, A., dan Puttaiah, R., 2008, Dental Infection Control & Occupational
Safety for Oral Health Professionals, New Delhi : Dental Council of India.
Lugito, M., 2013, Kontrol Infeksi Dan Keselamatan Kerja Dalam Praktek
Mettes, T., Bruers, J., van der Sanden, W., dan Wensing, M., 2013, Patient
21
Pratamawawi, D.N.P., Hidayat, L.H., Hartami, E., Septina, F., dan
Swastirani, A., 2019, Dasar-Dasar Keselamatan Pasien pada Praktik Dokter Gigi.
Sardjono, B., Sudono, S.D., Farida, E., Nurindah Rr, A.Y., dan Putri, A.,
Thusu, S., Panesar, S., dan Bedi, R., 2012, Patient Safety In Dentistry –
Yamalik, N., dan Pérez, B.P., 2012, Patient Safety And Dentistry : What Do
22