Oleh:
Luh Putu Sari Widyayanti Gunarta
2106129010051
DENPASAR
2022
Ringkasan:
RA RB
Tempat yang tersedia 75 mm 64 mm
Tempat yang
77 mm 67 mm
dibutuhkan
Jumlah kekurangan
-2 mm -3 mm
tempat
4. Kemungkinan etiologi:
a. Faktor genetic/keturunan
b. Kebiasaan buruk: menggigit pulpen
c. Persistensi gigi 52,72, dan 82
5. Hasil sefalomteri (sebelum perawatan):
6. Sebelum Perawatan:
7. Setelah Perawatan:
Progress Perawatan
1. Rahan Atas:
- Kantilever ganda pada gigi 12
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
B. Setelah Aktivasi 1
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah mulai terkoreksi dan terjadi pergerakan
ke arah labial
- Labioversi pada gigi 11 sudah mulai terkoreksi walaupun belum terlalu
signifikan
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan
sedikit ke labial
C. Sebelum Aktivasi II
1. Rahan Atas:
- Kantilever ganda pada gigi 12
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
D. Setelah Aktivasi II
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah mulai terkoreksi dan posisi sudah
hampir sesuai pada lengkung gigi normal
- Labioversi pada gigi 11 sudah mulai terkoreksi walaupun belum terlalu
signifikan
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial
E. Sebelum Aktivasi III
1. Rahan Atas:
- Kantilever ganda pada gigi 12
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
F. Setelah Aktivasi III
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang
- Labioversi pada gigi 11 sudah mulai terkoreksi dan gigi 11 sudah
bergerak sebanyak 1 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial. Terjadi pergerakan sebanyak 0,5 mm pada gigi 32 dan 42
setelah aktivasi
G. Sebelum Aktivasi IV
1. Rahan Atas:
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
H. Setelah Aktivasi IV
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang
- Labioversi pada gigi 11 mulai terkoreksi dan gigi 11 sudah bergerak
sebanyak 0,5 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial. Terjadi pergerakan sebanyak 0,5 mm pada gigi 32 dan 42 ke
arah labial setelah aktivasi
I. Sebelum Aktivasi V
1. Rahan Atas:
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
J. Setelah Aktivasi V
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang
- Labioversi pada gigi 11 terkoreksi dan gigi 11 sudah bergerak
sebanyak 0,5 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial. Terjadi pergerakan sebanyak 0,5 mm pada gigi 32 dan 42 ke
arah labial setelah aktivasi. Pergerakan gigi 32 lebih lambat
dibandingkan gigi 42.
K. Sebelum Aktivasi VI
1. Rahan Atas:
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
L. Setelah Aktivasi VI
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang
- Labioversi pada gigi 11 terkoreksi dan gigi 11 sudah bergerak
sebanyak 0,5 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial. Terjadi pergerakan sebanyak 0,5 mm pada gigi 32 dan 42 ke
arah labial setelah aktivasi.
1. Rahan Atas:
- Busur Labial
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 32 dan 42
N. Setelah Aktivasi VII
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang
- Labioversi pada gigi 11 terkoreksi dan gigi 11 sudah bergerak
sebanyak 0,5 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial. Terjadi pergerakan sebanyak 0,5 mm pada gigi 42 ke arah labial
dan gigi 32 sudah berada di lengkung normal.
1. Rahan Atas:
- Busur Labial untuk retraksi gigi 11 ke arah palatal
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 42
P. Setelah Aktivasi VIII:
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang
- Labioversi pada gigi 11 terkoreksi dan gigi 11 sudah bergerak
sebanyak 1 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah mulai terdapat pergerakan ke
labial. Gigi 32 sudah berada pada inklinasi dan lengkung gigi yang
normal. Untuk gigi 42 terjadi pergerakan 0,5 mm ke arah labial.
1. Rahang Atas:
- Busur Labial untuk retraksi gigi 11 ke arah palatal
2. Rahang Bawah:
- Kantilever ganda pada gigi 42
R. Setelah Aktivasi IX:
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang dan inklinasi yang tepat.
- Labioversi pada gigi 11 terkoreksi dan gigi 11 sudah bergerak
sebanyak 0,5 mm kearah palatal
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah terkoreksi dengan mencapai
lengkung gigi normal dan inklinasi yang normal.
S. Sebelum Aktivasi X:
1. Rahang Atas:
- Busur Labial untuk retraksi gigi 11 ke arah palatal
T. Setelah Aktivasi X:
1. Rahang Atas:
- Palatoversi pada gigi 12 sudah terkoreksi, dan gigi 12 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang dan inklinasi yang tepat.
- Labioversi pada gigi 11 sudah terkoreksi dan gigi 11 sudah berada
pada posisi normal lengkung rahang dan inklinasi yang tepat.
2. Rahang Bawah:
- Linguoversi pada gigi 32 dan 42 sudah terkoreksi dengan mencapai
lengkung gigi normal dan inklinasi yang normal.
TUGAS TAMBAHAN
Center of resistance. (A) Tulang alveolar normal. (B) Pada penurunan tulang
(kelainan periodontal), CORS lebih ke palatal. (C) Akar memendek akibat
resorpsi, CORS lebih ke koronal.
2. Center of Rotation (CORT)
a. Definisi: center of rotation merupakan titik yang menjadi pusat rotasi dan
dipengaruhi oleh jenis pergerakan gigi. CORT terletak pada berbagai
posisi, baik di gigi maupun tidak. Pada kasus controlled crown tipping,
pusat rotasi berada pada apeks akar sedangkan translasi pada tak terbatas.
b. Couple adalah 2 gaya yang sama besar tapi berlawanan arah sehingga
menghasilkan rotasi murni.
c. Stress adalah gaya yang diaplikasikan per unit area.
d. Strain adalah distorsi internal per unit area (perubahan akibat adanya
stress)
e. Moment yaitu kecendrungan rotasi dari sebuah gaya.
f. Gaya x Jarak ke CORS= rotasi.
3. Klasifikasi Maloklusi Sesuai Bidang XYZ
a. Maloklusi pada bidang transversal:
Pemeriksaan dilakukan pada model studi untuk mengetahui adanya
crowding dan crossbite posterior. Crossbite posterior adalah keadaan
molar maksila yang berada lebih ke lingual daripada seharusnya, dan
molar mandibula berada lebih ke bukal. Tujuan dari pemeriksaan ini
adalah untuk membedakan maloklusi skeletal dan dental. Lebar maksila
dapat dilihat dari lebar lengkung palatal pada model studi. Jika dasar dari
lengkung palatal lebar, tetapi prosesus dentoalveolar condong ke dalam,
maka crossbite tersebut adalah crossbite dental yang dikarenakan
penyimpangan lengkung gigi. Jika dasar dari lengkung palatal sempit dan
gigi maksila condong ke luar, maka crossbite tersebut adalah crossbite
skeletal yang diakibatkan oleh lebar maksila yang sempit.
b. Maloklusi pada bidang anteroposterior:
Pemeriksaan model studi dalam keadaan oklusi akan menunjukkan
Klasifikasi Angle, hubungan anterior dan ada atau tidaknya oklusi bukal.
Penting untuk mengetahui penyebab maloklusi di bidang anteroposterior,
seperti hubungan end-toend, Klas II, Klas III, overjet yang berlebihan,
atau overjet terbalik, dikarenakan diskrepansi rahang (skeletal Klas II atau
III), gigi yang malposisi dengan proporsi rahang yang baik (dental Klas II
atau III) atau kombinasi malposisi skeletal dan dental. Maloklusi skeletal
dan dental dapat dibedakan menggunakan analisis sefalometri, dan hal ini
penting untuk diketahui, karena perawatan untuk hubungan skeletal Klas
II akan berbeda dengan perawatan untuk hubungan dental Klas II.
c. Maloklusi pada bidang vertikal:
Dengan model studi yang beroklusi, kelainan dalam bidang vertikal dapat
diperiksa seperti open bite anterior (gigi insisivus tidak overlap), deep
bite anterior (gigi anterior overlap berlebih), open bite posterior (gigi
posterior tidak oklusi secara unilateral maupun bilateral). Jika gigi
posterior erupsi normal namun gigi anterior tidak, hal ini akan
mengakibatkan open bite anterior dan berkurangnya tampilan gigi
anterior maksila. Jika gigi anterior erupsi normal namun gigi posterior
erupsi berlebih, maka open bite anterior juga tidak dapat terhindari. Pada
kasus ini, hubungan gigi anterior dan bibir normal, dan akan ada tampilan
gigi posterior yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Profitt WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. St. Louis:
Mosby Elseveir. 2007:224-7.