Anda di halaman 1dari 46

PENATALAKSANAAN TINDAKAN PENCABUTAN

SISA AKAR GIGI SULUNG PADA PASIEN ANAK A.N. N


DENGAN KASUS PERSISTENSI DISERTAI
ULKUS DEKUBITUS DI
PUSKESMAS KARANG SETRA BANDUNG
TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Diploma III Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Bandung

Disusun Oleh :

Olga Julia Putri


P17325112051

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2015

i
LEMBAR PENGUJIAN

Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul

PENATALAKSANAAN TINDAKAN PENCABUTAN


SISA AKAR GIGI SULUNG PADA PASIEN ANAK A.N. N
DENGAN KASUS PERSISTENSI DISERTAI
ULKUS DEKUBITUS DI
PUSKESMAS KARANG SETRA BANDUNG
TAHUN 2015

Diujikan Pada Hari……… Tanggal………Bulan……..Tahun 2015

Penguji 1 Penguji 2

Drg. Dewi Sodja Laela, M.Kes Hera Nurnaningsih, S.Si.T. M.Kes

NIP. 196507091993122001 NIP. 197510041996032001

Penguji 3

Isa Insanuddin, S.Si.T. M.Kes

NIP. 196206261982111001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul

PENATALAKSANAAN TINDAKAN PENCABUTAN


SISA AKAR GIGI SULUNG PADA PASIEN ANAK A.N. N
DENGAN KASUS PERSISTENSI DISERTAI
ULKUS DEKUBITUS DI
PUSKESMAS KARANG SETRA BANDUNG
2015

Telah disetujui dan disahkan pada Hari……..Tanggal……..Bulan……..Tahun 2015

Dosen Pembimbing

Isa Insanuddin, S.Si.T. M.Kes

NIP. 196206261982111001

Mengetahui

Ketua Jurusan Keperawatan Gigi

Politeknik Kesehatan Bandung

Drg.Hetty Anggrawati K, M.Kes AIFO

NIP.195610051987122001

iii
PENATALAKSANAAN TINDAKAN PENCABUTAN
SISA AKAR GIGI SULUNG PADA PASIEN ANAK A.N. N
DENGAN KASUS PERSISTENSI DISERTAI
ULKUS DEKUBITUS DI
PUSKESMAS KARANG SETRA BANDUNG
TAHUN 2015

Olga Julia Putri 1) Isa Insanuddin 2)

ABSTRAK

Masalah kesehatan gigi masuk dalam 20 besar penyakit yang dihadapi warga
Bandung. Masalah kesehatan gigi anak di kota Bandung terungkap dari data
penjaringan kesehatan pada 2013. Data tersebut menunjukkan 55 persen warga
mengalami masalah gigi. Data ini juga mengindikasikan lebih dari 20 persen
pengunjung puskesmas, atau lebih dari 1,5 juta anak menderita masalah kesehatan
gigi. Masalah gigi yang dialami anak a.n. N yaitu persistensi sisa akar gigi sulung
disertai ulkus dekubitus. Ulkus Dekubitus merupakan salah satu contoh trauma
fisik yaitu iritasi pada jaringan lunak rongga mulut disebabkan karena iritasi
kronis gigi. Gigi malposisi, gigi supraposisi yang tidak mempunyai antagonis,
sisa akar gigi yang tajam, dan perforasi radiks sulung juga dapat menyebabkan
Ulkus Dekubitus. Masalah yang dialami a.n. N ditangani oleh petugas kesehatan
yang ada di BP. Gigi Puskesmas Karang Setra Bandung. Laporan kasus ini
bertujuan untuk mengetahui penatalaksanaan tindakan pencabutan sisa akar gigi
sulung pada pasien a.n. N dengan kasus persistensi disertai ulkus dekubitus di
puskesmas karang setra Bandung tahun 2015. Puskesmas Karang Setra
mempunyai Prosedur Kerja dan Instruksi Kerja untuk melakukan tindakan
pencabutan gigi. Berdasarkan analisis dari hasil observasi di dapat kesimpulan
bahwa tindakan pencabutan gigi pada pasien a.n. N berjalan dengan lancar tetapi
tidak dikerjakan sesuai prosedur kerja yang ada. Beberapa tahap dalam prosedur
kerja yang tidak dilakukan oleh petugas yaitu petugas tidak menunggu sampai
obat anastesi bereaksi dan tidak mengkompresi soket. Akibat dari tindakan
pencabutan terdapat luka terbuka pada pasien a.n. N, luka tersebut dan luka ulkus
pulih setelah lima hari.

Kata Kunci : Penatalaksanaan tindakan pencabutan sisa akar gigi sulung, Ulkus
Dekubitus.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas anugrah dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah

dengan Judul “Penatalaksanaan Tindakan Pencabutan Sisa Akar Gigi Sulung Pada

Pasien A.n. N Dengan Kasus Persistensi Disertai Ulkus Dekubitus Di Puskesmas

Karang Setra Bandung Tahun 2015”.

Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan diploma III di Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan

Kementrian Bandung.Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis mengalami

banyak hambatan. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dan

kelemahan, hal ini disebabkan masih terbatasnya kemampuan, pengetahuan, serta

pengalaman penulis. Akan tetapi berkat bimbingan, petunjuk dan dorongan dari

berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis

ilmiah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini secara khusus penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih setulus-tulusnya kepada :

1. Allah SWT yang memberikan segala bentuk nikmat dan karunia-Nya

serta berkat izin dan ridho-Nya Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai.

2. Dr. Ir. H Oesman Syarif, MKM selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Bandung,

3. drg. Hetty Angrawati K, M. Kes AIFO selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Gigi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung.

v
4. drg. Tati Svasti Sri Indrani, selaku wali tingkat yang selalu memberikan

support.

5. drg. Nurhayati, M.Kes selaku dosen Pembimbing Akademik yang selalu

memberikan dukungan moril kepada penulis

6. Bapak Isa Insanuddin, S.Si.T. M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan saran, gagasan, dan pengarahan kepada penulis dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

7. drg. Dewi Sodja Laela, M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan masukan kepada penulis,

8. Ibu Hera Nurnaningsih, S.Si.T. M.Kes selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukan kepada penulis,

9. Seluruh dosen pengajar dan staf tata usaha yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis,

10. Bapak Agus Suryana, S. Sos. Selaku petugas perpustakaan yang telah

membantu dalam mencari sumber referensi dalam penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini,

11. Kepada Seluruh keluarga besar Jurusan Keperawatan Gigi Bandung

Poltekkes Bandung yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan

penelitian.

12. Kepada Kepala Puskesmas, dokter gigi dan perawat gigi Puskesmas Karang

Setra Bandung yan telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan

penelitian.

vi
13. Kepada Ibu, Dede Ardhia Perwira Putra, Ade Muhammad Satria yang

senantiasa memberikan nasihat, doa, motivasi, semangat dan dukungannya

yang menjadi inspirasi bagi penulis.

14. Kepada ayah di surga yang menjadi motivasi dan penyemangat hidup.

15. Sahabat-sahabat Annisa Dwi Sukma, Agustini Angelina, Nurlaela, Romario

Al Masyhur, Agung Nugraha Sinaga yang selalu menemani dan memberikan

semangat.

16. Seluruh rekan-rekan mahasiswa JKG angkatan 2012 yang saling membantu

dan memberikan dukungannya dalam penulisan Karya Tulis ini.

17. Semua pihak yang telah memberikan gagasan dan dukungan dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang belum tersampaikan. Tiada hal

yang lebih baik selain kritik dan saran yang membangun demi perbaikan

karya-karya penulis dimasa yang akan datang.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata,

penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat

khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.

Bandung,………….2015

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGUJIAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................................... 3

1. Tujuan Umum ......................................................................................... 3

2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 3

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi sulung .................................................................................................. 4

B. Persistensi ................................................................................................... 4

1. Definisi .................................................................................................... 4

2. Akibat Persistensi.................................................................................... 5

C. Ulkus Dekubitus.......................................................................................... 5

1. Definisi .................................................................................................... 5

2. Perawatan ................................................................................................ 5

D. Pencabutan Gigi Sulung .............................................................................. 6

E. Indikasi dan Kontra Indikasi Pencabutan Gigi Sulung ............................... 7

1. Indikasi .................................................................................................... 7

2. Kontra Indikasi........................................................................................ 8

viii
F. Proses Penyembuhan Luka Bekas Pencabutan ........................................... 9

G. Anastesi ..................................................................................................... 12

H. Anastesi Lokal........................................................................................... 12

1. Anastesi Topikal atau Permukaan ......................................................... 13

2. Anastesi Infiltrasi .................................................................................. 14

I. Prosedur Kerja Pencabutan Gigi di Puskesmas Karang Setra................... 16

J. Instruksi Kerja Pencabutan Gigi Sulung Puskesmas Karang Setra........... 18

BAB III PENATALAKSANAAN TINDAKAN PENCABUTAN SISA AKAR


GIGI SULUNG PADA PASIEN ANAK A.N. N DENGAN KASUS
PERSISTENSI DISERTAI ULKUS DEKUBITUS DI PUSKESMAS
KARANG SETRA BANDUNG TAHUN 2015

A. Data Pasien................................................................................................ 21

B. Uraian Kasus ............................................................................................. 21

C. Kronologis Kasus ...................................................................................... 21

D. Pemeriksaan Awal..................................................................................... 22

E. Penatalaksanaan Kasus ............................................................................. 25

BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus Pasien ............................................................................... 28

B. Analisis Penatalaksanaan Tindakan Pencabutan Sisa Akar Gigi Sulung


Pada Pasien Anak A.n. N Dengan Kasus Persistensi Disertai Ulkus
Dekubitus Di Puskesmas Karang Setra Bandung Tahun 2015. ............... 29

C. Analisis Tingkat Keberhasilan Tindakan Pencabutan............................... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................ 34

B. Saran ......................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi menjadi masalah nasional, sebanyak 25,9%

masyarakat Indonesia mengalami masalah gigi diantaranya adalah anak usia

≥ 12 tahun. Data juga menunjukkan indeks DMF-T mencapai 4,6 yang

mengindikasikan 460 kerusakan gigi pada 100 orang. Sedangkan Jawa Barat

memiliki angka DMF-T 4,1 artinya rata-rata pada setiap orang terdapat 4

atau 5 gigi yang mengalami kelainan berupa gigi berlubang, gigi yang sudah

ditambal, dan gigi yang dicabut akibat karies (Riskesdas, 2013).

Pemerintah kota Bandung memberikan perhatian terhadap masalah

kesehatan gigi di kota Bandung, karena masih banyak anak di kota Bandung

yang mengalami masalah kesehatan gigi. Masalah kesehatan gigi masuk

dalam 20 besar penyakit yang dihadapi warga Bandung. Masalah kesehatan

gigi anak di Kota Bandung terungkap dari data penjaringan kesehatan pada

2013. Data tersebut menunjukkan 55 persen warga mengalami masalah gigi.

Data ini juga mengindikasikan lebih dari 20 persen pengunjung puskesmas,

atau lebih dari 1,5 juta anak menderita masalah kesehatan gigi (Widiyani,

2014).

Gigi pada anak atau gigi yang pertama kali tumbuh dinamakan gigi

sulung. Gigi sulung berfungsi sebagai alat pengunyah, alat bicara dan untuk

memperindah wajah. Selain itu, gigi susu juga berfungsi sebagai penunjuk

jalan bagi gigi tetap yang ada dibawahnya (Suryawati, 2010).

1
2

Gigi sulung yang tidak tanggal ketika seharusnya sudah tanggal

disebut Persistensi. Gigi sulung tampak masih ada ketika gigi tetap

pengganti muncul, sehingga terlihat berjejal atau berlapis. Pada kasus

persistensi dilakukan Ekstraksi pada gigi Persistensinya (Usri, 2012).

Persistensi tak jarang ada yang hanya tinggal sisa akar gigi sulungnya saja

yang masih berada di gusi. Pada kasus persistensi gigi sulung anterior atas,

sering timbul ulkus di mukosa bibir.

Ulkus Dekubitus merupakan lesi oral yang sering dijumpai. Penyebab

ulkus decubitus (ulkus traumatik) beragam, meliputi gigi yang patah atau

tajam, penggunaan instrument dental yang tidak benar, makanan keras,

benda asing yang tajam, mukosa yang tergigit, dan iritasi dentis. Lokasi

Ulkus Dekubitus dapat dimana saja dalam mulut namun paling sering

ditemukan pada mukosa buccal, bibir, fossa labioalveolar, buccal veolar dan

tepi lateral lidah (Maria dkk, 2010).

Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk melakukan tindakan

pencabutan sisa akar gigi sulung dengan kasus persistensi disertai Ulkus

Dekubitus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapat rumusan masalah sebagai

berikut, “Bagaimana penatalaksanaan tindakan pencabutan sisa akar gigi

sulung pada pasien a.n. N dengan kasus persistensi disertai Ulkus Dekubitus

di Puskesmas Karang Setra Bandung Tahun 2015 ?”


3

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahuinya penatalaksanaan tindakan pencabutan sisa akar gigi

sulung pada pasien a.n. N dengan kasus persistensi disertai Ulkus

Dekubitus di Puskesmas Karang Setra Bandung Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui riwayat kasus pada pasien a.n. N dengan kasus

persistensi disertai Ulkus Dekubitus.

b. Mengetahui penatalakasanaan tindakan pencabutan sisa akar gigi

sulung pada pasien a.n. N dengan kasus persistensi disertai Ulkus

Dekubitus di Puskesmas Karang Setra sesuai Standar Prosedur Kerja

atau tidak.

c. Mengetahui analisa kasus dari penatalaksanaan tindakan pencabutan

gigi pada pasien a.n. N dengan kasus persistensi disertai Ulkus

Dekubitus di Puskesmas Karang Setra Bandung tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian

Studi kasus ini diharapkan dapat menjadi acuan pada saat melakukan

tidakan pencabutan sisa akar gigi sulung pada kasus persistensi disertai

Ulkus Dekubitus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi sulung

Gigi yang pertama kali tumbuh dinamakan gigi sulung. Gigi sulung

berfungsi sebagai alat pengunyah, alat bisara dan untuk memperindah

wajah. Selain itu, gigi susu juga berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi gigi

tetap yang ada dibawahnya (Suryawati, 2010).

Secara garis besar, gigi itu ada dua macam yaitu gigi susu dan gigi

tetap. Gigi susu merupakan gigi yang tumbuh pada usia 6-30 bulan dan akan

tanggal pada usia 6-12 tahun dan digantikan oleh gigi tetap. Gigi susu terdiri

dari 8 gigi seri, 4 gigi taring dan 8 gigi geraham (molar) sehingga totalnya

ada 20 gigi (Nita, 2013).

B. Persistensi

1. Definisi

Persistensi gigi susu adalah suatu keadaan dimana gigi susu masih

berada di mulut belum lepas, tetapi gigi tetap yang akan

menggantikannya sudah tumbuh. Pada keadaan persistensi, terkadang

gigi susu juga tidak goyang. Hal ini bisa kita temukan pada gigi mana

saja, tetapi sering kali orang tua menemukan gigi depan rahang bawah

yang terlihat bertumpukdan gigi tersebut harus segera dicabut, apabila

tidak dicabut akan bertumpuk kotoran dan tidak akan terbersihkan pada

saat sikat gigi (Usri, 2012).

4
5

2. Akibat Persistensi

Persistensi menyebabkan pertumbuhan gigi tetap terganggu,

sehingga gigi tetap dapat erupsi ke sebelah lingual, labial, bukal, dan

tidak erupsi sama sekali. Gangguan erupsi gigi tetap akibat persistensi

dapat menimbulkan anomaly seperti gigitan terbalik anterior, yaitu gigi

anterior atas tetap berada disebelah lingual dari gigi anterior bawah,

gigi impaksi yaitu gigi tetap yang terpendam karena jalan erupsinya

terhalang gigi yang persistensi dan juga dapat terjadi gigi-gigi yang

berjejal (Siagian, 2004).

C. Ulkus Dekubitus

1. Definisi

Menurut Maria dkk (2010), Ulkus Dekubitus merupakan salah

satu contoh trauma fisik yaitu iritasi pada jaringan lunak rongga mulut

disebabkan karena iritasi kronis gigi. Gigi malposisi, gigi supraposisi

yang tidak mempunyai antagonis, sisa akar gigi yang tajam, dan

perforasi radiks sulung juga dapat menyebabkan Ulkus Dekubitus.

Lokasi Ulkus Dekubitus dapat dimana saja dalam mulut namun

paling sering ditemukan pada mukosa buccal, bibir, fossa labioalveolar,

buccalveolar dan tepi lateral lidah (Maria dkk, 2010)

2. Perawatan

Menurut Maria dkk (2010), penatalaksaan terhadap Ulkus

bergantung pada penyebab Ulkus, ukuran, kronisitas, tingkat keparahan,

dan lokasinya. Terapi Ulkus yang disebabkan oleh trauma secara umum
6

adalah menghilangkan faktor penyebab. Pada Ulkus yang disebabkan

trauma mekanik atau trauma suhu, biasanya akan sembuh sendiri dalam

10-14 hari.

Lesi traumatik pada mukosa oral dapat diatasi dengan

menghilangkan faktor penyebab. Trauma kimia dan suhu menyebabkan

nyeri yang hebat pada mukosa oral, sehingga memerlukan analgesic

selama penyembuhan. Terapi suportif seperti memperbaiki oral hygiene

dan penggunaan obat kumur sangat disarankan. Sedangkan bila

penyebab Ulkus Dekubitus adalah gigi maloklusi atau supraposisi,

dapat dilakukan ekstraksi gigi penyebab sesuai prosedur tetap (Maria

dkk, 2010).

D. Pencabutan Gigi Sulung

Prinsip pencabutan gigi sulung tidak berbeda dengan gigi permanen,

tidak memerlukan tenaga besar, tetapi harus diingat bahwa di bawah gigi

sulung terdapat gigi permanen yang mahkotanya sangat dekat dengan gigi

sulung terutama gigi molar dua sulung atau kadang-kadang penggantinya

yaitu premolar dua terjepit diantara akar gigi sulung molar dua tersebut.

Sehingga waktu pencabutan gigi molar dua sulung, premolar dua dapat

terganggu atau ikut terangkat, sehingga pada akar yang resorbsinya tidak

sempurna terutama pada molar dua sulung pencabutannya harus hati-hati.

Sebelum melakukan pencabutan gigi perlu dilakukan anastesi lebih dulu

(Wirana, 2013).
7

Pencabutan gigi sulung sebelum ada tanda-tanda gigi tetap akan

tumbuh, sangat mempengaruhi pertumbuhan gigi anak selanjutnya.

Pencabutan gigi sulung pada dasarnya memiliki prosedur yang tidak jauh

berbeda dengan pencabutan gigi tetap pada orang dewasa (Wirana, 2013).

E. Indikasi dan Kontra Indikasi Pencabutan Gigi Sulung

Menurut Wirana (2013), sebelum melakukan pencabutan pada gigi

sulung, perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu :

1. Indikasi

a. Natal tooth, gigi erupsi sebelum lahir

b. Neonatal tooth, gigi erupsi setelah 1 bulan dan biasanya gigi:

1) Mobility (kegoyangan gigi)

2) Dapat mengiritasi

3) Mengganggu untuk menyusui

4) Gigi dengan karies yang parah

5) Infeksi periapikal – intraradikuler yang tidak dapat di

sembuhkan kecuali dengan pencabutan

6) Gigi yang sudah waktunya tanggal

7) Gigi sulung yang persistensi

8) Gigi sulung yang impaksi, menghalangi erupsi gigi tetap

9) Gigi dengan Ulkus Dekubitus

10) Supernumerary teeth


8

2. Kontra Indikasi

a. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya

akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini

disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.

b. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan

terjadinya perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan

dilakukan setelah konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit

darah.

c. Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart

disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis, penyakit ginjal

atau kidney disease.

d. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi

tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.

e. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut

dapat menyebabkan metastase.

f. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra

indikasi. Jadi ada kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan

pencabutan tetapi haruslah tersebut atau konsultasi ke bagian

internist. Pencabutan pada penderita DM menyebabkan :

1) Penyembuhan lukanya agak sukar.

2) Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan

3) Bisa terjadi perdarahan berulang kali.


9

g. Irradiated bone, pada penderita yang sedang mendapat terapi

penyinaran.

F. Proses Penyembuhan Luka Bekas Pencabutan

Menurut malaki tahun 2004, Proses perbaikan jaringan setelah terjadi luka

secara fisiologi terdiri dari tiga fase yaitu:

1. Fase inflamasi/fase reaktif

Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-

lima, dan terdiri atas fase vaskuler dan seluler. Pada fase vaskuler,

pembuluh darah yang ruptur pada luka akan menyebabkan perdarahan

dan tubuh akan mencoba menghentikannya melalui vasokonstriksi,

pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi homeostasis.

Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit

menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena

daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang

membantu mencerna bakteri dan debris pada luka. Beberapa jam setelah

luka, terjadi invasi sel inflamasi pada jaringan luka. Sel

polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju daerah luka dan setelah

24-48 jam terjadi transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau

makrofag yang merupakan sel paling dominan pada fase ini selama

lima hari dengan jumlah paling tinggi pada hari ke-dua sampai hari ke-

tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat

lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase

proliferasi pada proses penyembuhan luka.


10

2. Fase proliferasi

Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah

proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase

inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga yang ditandai dengan

deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Fibroblas

memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan fibronektin

untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim

yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam

amino-glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen

yang akan mempertautkan tepi luka. Proses angiogenesis juga terjadi

pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya formasi pembuluh

darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada ujung luka. Pada

saat ini, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka untuk

melakukan epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier

pertahanan alami terhadap kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi

luka yang terdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya dan berpindah

mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang

terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel

saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan

tertutupnya permukaan luka dan dengan pembentukan jaringan

granulasi, maka proses fibroplasia akan berhenti dan dimulailah proses

pematangan dalam fase remodeling.


11

3. Fase remodeling/fase pematangan

Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka

pada jaringan lunak dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka.

Pada fase ini terjadi perubahan bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka.

Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas,

dan mudah digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan maksimal

dari luka, terjadi peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah

makrofag dan fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah

kolagen. Secara mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan serat

kolagen menjadi lebih terorganisasi. Fase ini dapat berlangsung

berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang

sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang

abnormal karena adanya proses penyembuhan.

Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan

penyembuhan secara umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus

karena melibatkan tulang dan jaringan lunak. Tahap penyembuhan dari

soket setelah pencabutan adalah :

1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan

darah pada soket alveolar. Selama 24-48 jam setelah pencabutan terjadi

dilatasi pembuluh darah, migrasi leukemik, dan pembentukan lapisan

fibrin.

2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk

tahanan sementara, dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi


12

melakukan migrasi. Epitel dipinggir luka mulai tumbuh, osteoklas

menumpuk pada puncak tulang alveolar yang akan menyebabkan

resopsi tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen periodontal.

3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru

mulai masuk kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari

alveolar ke bekuan darah, serta resorbsi margin kortikal soket alveolar

terlihat lebih jelas.

4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi,

epitel permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang

terus berlanjut sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan

beberapa penelitian yang telah dilakukan penyembuhan tulang secara

total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan.

Apabila pada proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan

darah akan menyebabkan terjadinya dry socket dan memperlambat

penyembuhan soket.

G. Anastesi

Anastesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit,

sentuhan, persepsi temperatur dan tekanan dan dapat disertai dengan

terganggunya fungsi motorik. (Howe, 1992).

H. Anastesi Lokal

Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk

sementara pada satu bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan

topikal atau suntikan tanpa menghilangkan kesadaran. Pencegahan rasa sakit


13

selama prosedur perawatan gigi dapat membangun hubungan baik antara

dokter gigi dan pasien, membangun kepercayaan, menghilangkan rasa takut,

cemas dan menunjukkan sikap positif dari dokter gigi. Anastesi lokal dapat

berupa anastesi infiltrasi dan topical (Wirana, 2013).

Keuntungan dari anastesilokal adalah teknik-teknik anastesi lokal

dapat dipelajari dengan mudah dan peralatan yang diperluka tidak terlalu

banyak, ekonomis serta mudah dibawa bawa. Penggunaan bentuk anastesi

ini juga tidak menganggu saluran pernapasan dan anastesi dapat dilakukan

oleh dokter gigi biasa. Keuntungan lain dari anastesi lokal adalah

memungkinkan diperolehnya kerja sama yang baik antatra pasien dan dokter

gigi selama dilakukannya perawtan gigi (Howe, 1992).

Kontraindikasi terpenting dari anastesi lokal adalah adanya infeksi

akut pada daerah operasi. Suntikan larutan anastesi lokal ke daerah

peradangan akut akan menyebabkan infeksi menyebar melalui rusaknya

daya pertahanan alami dan jarang dapat menimbulka efek anastesi (Howe,

1992)

1. Anastesi Topikal atau Permukaan

Anastesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anastesi tertentu

pada daerah kulit maupun membran mukosa yang dapat dipenetrasikan

untuk membaalkan ujung-ujung saraf superfisial. Anastesi ini paling

sering digunakan untuk membaalkan mukosa sebelum penyuntikkan.

Semprotan yang mengandung agen anastesi lokal tertentu dapat

digunakan untuk tujuan ini karena aksinya berjalan cukup tepat. Bahan
14

aktif yang terkandung dalam larutan adalah lignokain hidroklorida 10%

dalam basis air yang dikeluarkan dalm jumlah kecil dari kontainer

aerosol. Penambahan berbagai rasa buah-buahnan dimaksudkan untuk

membuat preparat lebih dapat ditolerir oleh anak, namun sebenarnya

dapat menimbulkan masalah karena merangsang terjadinya salivasi

berlebihan (Howe, 1992).

2. Anastesi Infiltrasi

Teknik yang lebih sering digunakan untuk menghentikan persepsi

rasa sakit adalah dengan mendepositkan larutan anastesi di sekitar

filamen saraf, suatu metode yang disebut anastesi infiltrasi (Howe,

1992).

Peralatan yang diperlukan untuk anastesi lokal harus dapat

digunakan dengan mudah dan harus selalu dalam keadaan steril.

Peralatan anastesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek gigi

yaitu syringe,cartridge, dan jarum (Howe, 1992).

a. Larutan anastesi lokal

Menutut Howe (1992), umumnya masing-masing preparat

mengandung konstituen agen anastesi lokal, vasokonstriktor, agen

reduktor, pengawet, antijamur, dan perantara (vehicle). Persyaratan

pertama untuk substansi ideal adalah bila substansi di pergunakan

secara tepat dan dalam dosis yang tepat, substansi ini akan

memberikan efek anastesi lokal yang efektif dan konsisten. Agen-

agen terdahulu (misal kokain) umunya diambil dari sumber-sumber


15

alami dan karena itu, mempunyai kemurnian, potensi dan

realiabilitas yang bervariasi. Kendala ini dapat ditanggulangi

dengan menggunakan metode-metode produksi dan pengemasan

modern. Jadi, pengalaman menunjukkan bahwa 98% suntikan yang

menggunakan lignokain 2% dengan adrenalin 1:80.000 merupakan

suntikan yang memberikan efek anastesi efektif.

Idealnya, suntikan agen tersebut harus diikutin segera dengan

timbulnya efek anastesi lokal. Dalam konteks ini, perlu diketahui

perbedaan antara timbulnya “perubahan sensasi” yang berefek

analgesia dan anastesi operasi yang sebenarnya dengan

pemblokiran impuls yang menyeluruh. Hasil percobaan

menunjukkan bahwa waktu timbul rata-rata setelah anastesi

infiltrasi dengan lignokain 2% dan larutan adrenalin 1:80.000

adalah sekitar 1 menit 20 detik (Howe, 1992).

b. Keefektifan anastesi lokal

Tergantung pada :

1) Potensi analgesik dari agen anastesi yang digunakan

2) Konsentrasi agen anastesi lokal.

3) Kelarutan agen anastesi lokal dalam air (misal cairan

ekstraselular) dan lipoid (selubung mielin lipoid).

4) Persistensi agen pada daerah suntikan tergantung baik pada

konsenttrasi agen anastesi lokal maupun keefektifan

vasokonstriktor yang ditambahkan.


16

5) Kecepatan metabolisme agen pada daerah suntikan.

6) Ketepatan terdepositnya larutan di dekat saraf yang akan

dibuat baal. Hal ini sangat tergantung pada keterampilan

operator, tetapi variasi anatomi juga berpengaruh disini.

7) Penyebaran agen anastesi dapat digunakan untuk

menanggulangi kendala akibat variasi anatomi. Lignokain

mempunyai kualitas penyebaran yang baik dan blok gigi

inferior dapat dilakukan dengan lebih mudah pada penggunaan

lignokain daripada prilokain.

I. Prosedur Kerja Pencabutan Gigi di Puskesmas Karang Setra

No. Dokumen : 11.05.36

Terbitan : 01

Revisi Ke :00

Tanggal Mulai Berlaku :23 Februari 2009

Hal :1-2

1. Tujuan

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam pencabutan gigi

2. Ruang Lingkup

Pasien di BP Gigi

3. Definisi

Pencabutan gigi adalah suatu tindakan pengeluaran/ ekstraksi gigi dari

soketnya tanpa rasa sakit dan aman


17

4. Kriteria Pencapaian

Terlayaninya pasien yang dicabut giginya dengan aman

5. Prosedur

a. Petugas memanggil pasien sesuai nomor urut pendaftaran

b. Petugas melakukan anamnesis

c. Petugas melakukan pemeriksaan klinis gigi

d. Petugas menjelaskan keadaan gigi pasien

e. Petugas meminta persetujuan pasien terhadap tindakan yang akan

dilakukan

f. Petugas melakukan anastesi lokal/ topikal bila tidak ada kontra

indikasi

g. Petugas meminta pasien menunggu sampai obat anastesi bereaksi

h. Petugas melakukan pencabutan gigi

i. Petugas memeriksa daerah pencabutan dan memasang tampon di

tempat gigi bekas pencabutan

j. Petugas memberikan obat/ resep bila diperlukan

k. Petugas memberikan instruksi paska pencabutan, sebagai berikut :

1) Gigit tampon selama satu jam

2) Minum obat sesuai petunjuk dokter

3) Tidak boleh kumur-kumur

4) Tidak boleh banyak meludah

5) Tidak boleh minum/ makan panas

6) Tidak boleh sedot-sedot luka pencabutan/ merokok


18

7) Tidak boleh disikat di daerah bekas pencabutan

8) Luka bekas pencabutan gigi tidak boleh dimainkan oleh lidah

ataupun tangan

9) Obat harus diminum sebanyak satu resep (sesuai anjuran dokter

gigi)

10) Bila ada pendarahan setelah dicabut kompres dengan es batu

sekitar daerah pencabutan

11) Bila tidak bisa ditangani kembali ke BP. Gigi atau ke institusi

kesehatan lainnya

6. Referensi/ Dokumen Terkait

a. ISO 9001-2000, Prosedur Operasional Standar Exodontia

03/BPG/SOP/PPKGM/2007

b. PPKGM, Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di BPG

(2006)

c. DEPKES, Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut (2002)

7. Unit Terkait

a. Pendaftaran

b. BP. Gigi

c. Apotek

J. Instruksi Kerja Pencabutan Gigi Sulung Puskesmas Karang Setra

1. Kebijakan

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut harus mengikuti langkah-langkah

yang tertuang dalam instruksi kerja.


19

2. Tujuan

Sebagai acuan penetapan langkah-langkah pencabutan gigi sulung.

3. Referensi/ Dokumen Terkait

a. DEPKES, Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

(2000:32)

b. ISO 9001-2000, Prosedur Operasi Standar Konservasi Gigi

04/BPG/SOP/PPKGM/2007

4. Ruang Lingkup

Pencabutan gigi sulung di BP.Gigi

5. Penanggung Jawab

Dokter Gigi

6. Definisi

Pencabutan gigi sulung adalah semua tindakan pencabutan gigi sulung

dengan atau tanpa suntikan

7. Kriteria Pencapaian

Tercapainya pencabutan gigi sulung pasien dengan aman

8. Alat dan Bahan

Alat : alat diagnostik dasar, alat suntik, alat cabut gigi anak.

Bahan : kapas/ tampon steril, antiseptik/ desinfektan, anastesi

lokal/topikal, kertas.

9. Langkah-langkah

a. Diagnosa

b. Dental Ro foto bila perlu


20

c. Suci hama/ desinfektan

d. Anastesi lokal/ topical (dosis...)

e. Pencabutan gigi

f. Kompresi soket

g. Pemberian tampon

h. Instruksi pasca exo

i. Pemberian obat/ resep

j. Pendokumentasian
BAB III

PENATALAKSANAAN TINDAKAN PENCABUTAN SISA AKAR GIGI

SULUNG PADA PASIEN ANAK A.N. N DENGAN KASUS PERSISTENSI

DISERTAI ULKUS DEKUBITUS DI KLINIK GIGI KAMPUS

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI BANDUNG

TAHUN 2015

A. Data Pasien

Nama : a.n. N

Tempat tanggal lahir : Bandung, 27 april 2006

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jl. Geger kalong girang no.33 , kec. Geger

Kalong , Kab. Bandung

Agama : Islam

B. Uraian Kasus

Pasien a.n. N mengalami persistensi gigi susu yaitu suatu keadaan

dimana gigi susu masih berada di mulut belum lepas, tetapi gigi tetap yang

akan menggantikannya sudah tumbuh (Usri, 2012). Akar gigi sulung yang

persistensi tersebut menyebabkan luka karena trauma dari akar gigi sulung

yang tajam.

C. Kronologis Kasus

Pada tanggal 28 oktober 2014 pasien a.n. N berusia 8 tahun datang ke

unit kesehatan gigi sekolah SD. Harapan dengan keluhan utama keluhan

21
22

gigi depan atas kanan terasa tajam jika terkena mukosa bibir sejak 1 tahun

yang lalu sebelum pasien datang ke UKGS dan pasien mendapat surat

rujukan dari UKGS untuk dilakukan tindakan pencabutan.

Pada tanggal 10 Juli 2015 pasien datang ke puskesmas karangsetra

untuk melaksanakan rujukan. Pasien mendapatkan tindakan pencabutan

pada gigi insisivus kanan atas dengan menggunakan anastesi infiltrasi.

Sehari setelah dilakukan pencabutan, luka bekas pencabutan dan luka

ulkus berangsur-angsur membaik sampai empat hari setelah tindakan

pencabutan.

D. Pemeriksaan Awal

1. Riwayat Kesehatan Umum

Pasien merasa sehat, dalam lima tahun terakhir pasien dinyatakan

tidak pernah mengalami penyakit serius oleh pihak medis, tidak pernah

menjalani operasi atau menjali rawat inap di rumah sakit, pasien

menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kelainan pembekuan

pembuluh darah, tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makan

makanan, cuaca.

2. Riwayat Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pasien tidak memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya di klinik

gigi secara rutin, dan menyatakan bahwwa dalam menyikat gigi masih

belum melakukan dengan cara yang benar, tepat dan cermat, menyikat

gigi dua kali sehari yakni pada saat mandi pagi dan mandi sore atau
23

malam. Pasien sering mengkonsumsi makanan yang manis dan lengket

seperti coklat, dan permen.

3. Pemeriksaan Objektif

a. Pemeriksaan Extra Oral

Pada pasien a.n. N dilakukan pemeriksaan extra oral antara lain :

1) Palpasi

Tidak ditemukan kelainan pada saat palpasi di daerah sub

mandibularis terhadap kelenjar limfe baik disebelah kanan

maupun kiri (-) / TAK

2) Muka atau Wajah

Muka atau wajah simetris.

b. Pemeriksaan Intra Oral

Setelah melengkapi data identitas pasien a.n. N serta

melakukan proses anamnesa, maka selanjutnya dilakukan tindakan

pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut dengan menggunakan

index OHI-S dengan menggunakan alat kaca mulut dan sonde yang

didahului dengan pemberian disclosing solution pada permukaan

gigi pasien. Kemudian operator memberitahukan bahwa ada daerah

permukaan gigi yang terlihat berwarna lebih merah yang

menandakan nilai tingkat kebersihan mulutnya.

1) Penentuan gigi index

1.6 1.1 2.6

4.6 3.1 3.6


24

2) Index kebersihan mulut

Debris index

1 0 1 = Kriteria

1 0 2 Sedang
0,83

Kalkulus index

0 0 0

0 0 0

Skor OHI-S : + = = 0,83

Kriteria OHI-S : baik

D e f

12 0 0

D M F

12 0 0
25

c. Pemeriksaan Jaringan Keras Gigi

KME = Gigi 16

KMD = Gigi 26

KMP Vital = Tidak ada

KMP Non Vital = Tidak ada

KMA = Gigi 55, 54, 53, 52, 51, 64, 65, 75, 74, 73,

83,84

Tumpatan = Gigi 36

E. Penatalaksanaan Kasus

1. Hari Pertama

a. Pada hari pertama pasien datang ke UKGS SD Harapan, peneliti

lalu melakukan anamnesa, pasien mengeluhkan gigi bagian atas

kanan yang terasa tajam jika terkena mukosa bibir sejak satu tahun

yang lalu sebelum pasien datang ke UKGS.

b. Peneliti melakukan pengkajian identitas pasien dan keluhan pasien,

menanyakan riwayat kesehatan umum dan riwayat kesehatan gigi

pasien, pemeriksaan extra oral dan pemeriksaan intra oral.

c. Peneliti memberikan surat rujukan kepada pasien untuk dilakukan

tindakan pencabutan pada gigi tersebut.

d. Pasien diantarkan pulang, dan peniti memberikan penjelasan

mengenai keluhan pasien kepada orang tua pasien.

e. Peneliti memberikan informed consent kepada orang tua pasien.


26

2. Hari Kedua

a. Pada tanggal 10 Juli 2015, peneliti mengantarkan pasien ke

Puskesmas Karang Setra Bandung untuk melaksanakan rujukan

atas persetujuan dari orang tua pasien.

b. Peneliti mendokumentasi keadaan gigi dan mulut pasien.

c. Pasien ditangani oleh dokter gigi yang ada di puskesmas, dan

dilakukan tindakan pencabutan gigi pada gigi yang dikeluhkan.

d. Setelah tindakan selesai, pasien diantarkan pulang dan dilakukan

pendokumentasian terhahap luka setelah pencabutan.

e. Akibat dari tindakan pencabutan terdapat luka terbuka dan merah

di gusi yang giginya dicabut.

3. Hari Ketiga

a. Pada tanggal 11 Juli 2015, Peneliti melakukan pendokumentasian

keadaan luka pasien.

b. Luka akibat tindakan pencabutan terlihat masih terbuka dan merah

namun sudah tidak mengeluarkan darah.

4. Hari Keempat

a. Pada tanggal 12 Juli 2015, peneliti melakukan tindakan yang sama

dengan hari sebelumnya.

b. Luka akibat tindakan pencabutan terlihat sedikit menutup dan

warna gusinya tidak terlalu merah.


27

5. Hari Kelima

a. Pada tanggal 13 Juli 2015, peneliti masih melakukan tindakan yang

sama dengan hari sebelumnya.

b. Luka pada pasien telihat lebih menutup dan warna gusinya tidak

terlalu merah.

6. Hari Keenam

a. Pada tanggal 14 Juli 2015, Peneliti melakukan tindakan yang sama

dengan hari sebelumnya.

b. Luka bekas pencabutan gigi pada pasien sudah menutup, warna

gusinya sudah hampir sama dengan warna gusi disekitarnya, dan

luka ulkusnya sudah hilang.


BAB IV

PEMBAHASAN

Tujuan penelitian salah satunya untuk mengetahui penatalakasanaan

tindakan pencabutan sisa akar gigi sulung pada pasien a.n. N dengan kasus

persistensi disertai Ulkus Dekubitus di Puskesmas Karang Setra sesuai

Standar Prosedur Kerja atau tidak dan mengetahui analisa kasus dari

penatalaksanaan tindakan pencabutan gigi pada pasien a.n. N dengan kasus

persistensi disertai Ulkus Dekubitus di Puskesmas Karang Setra Bandung

tahun 2015. Sehingga diharapkan dapat menjadi acuan untuk petugas

kesehatan khususnya perawat gigi, dokter gigi, dan peneliti pada saat

melakukan tidakan pencabutan sisa akar gigi sulung pada kasus persistensi

disertai Ulkus Dekubitus. Selain itu , diharapkan dapat menjadi bahan

evaluasi untuk puskesmas setelah melakukan tindakan.

A. Analisis Kasus Pasien

Pada tanggal 28 oktober 2014 pasien anak a.n. N berusia 8 tahun

datang ke unit kesehatan gigi sekolah SD. Harapan dengan keluhan di

giginya. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis gigi pada

pasien, maka diperoleh kasus persistensi disertai ulkus dekubitus.

Pasien anak a.n. N memiliki kasus sisa akar gigi sulung kanan atas

yang belum tanggal dan tidak goyang sedangkan gigi tetap penggantinya

sudah tumbuh atau disebut persistensi.

28
29

Persistensi gigi susu adalah suatu keadaan dimana gigi susu masih berada di

mulut belum lepas, tetapi gigi tetap yang akan menggantikannya sudah

tumbuh. Pada keadaan persistensi, terkadang gigi susu juga tidak goyang.

Hal ini bisa kita temukan pada gigi mana saja, tetapi sering kali orang tua

menemukan gigi depan rahang bawah yang terlihat bertumpukdan gigi

tersebut harus segera dicabut, apabila tidak dicabut akan bertumpuk kotoran

dan tidak akan terbersihkan pada saat sikat gigi (Usri, 2012).

Selain persistesi, terdapat luka ulkus akibat dari sisa akar gigi yang

tajam tersebut atau disebut ulkus dekubitus. Ulkus Dekubitus merupakan

salah satu contoh trauma fisik yaitu iritasi pada jaringan lunak rongga mulut

disebabkan karena iritasi kronis gigi. Gigi malposisi, gigi supraposisi yang

tidak mempunyai antagonis, sisa akar gigi yang tajam, dan perforasi radiks

sulung juga dapat menyebabkan Ulkus Dekubitus (Maria dkk, 2010).

B. Analisis Penatalaksanaan Tindakan Pencabutan Sisa Akar Gigi Sulung


Pada Pasien Anak A.n. N Dengan Kasus Persistensi Disertai Ulkus
Dekubitus Di Puskesmas Karang Setra Bandung Tahun 2015.

Berdasar hasil observasi yang dilakukan dari tanggal 10 Juli 2015,

penatalaksanaan tindakan pencabutan sisa akar gigi sulung dengan kasus

persistensi disertai ulkus dekubitus pada pasien a.n. N yang dilakukan di

Puskesmas Karang Setra Bandung oleh petugas kesehatan di BP.Gigi ada

beberapa tahapan yang kurang sesuai dengan Prosedur kerja yang ada di

puskesmas.
30

Pada prosedur kerja, tahapan pertama yaitu petugas memanggil pasien

sesusai nomor urut pendaftaran, tahapan tersebut dilaksanakan sesuai

tahapan Proedur Kerja yang ada di puskesmas.

Pada prosedur kerja tahapan kedua yaitu petugas menganamnesis

pasien dengan melakukan tanya jawab kepada pasien mengenai keluhan

pasien . Hal ini sesuai dengan pengertian anamnesis. Anamnesis adalah

proses tanya jawab yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien untuk

menggali semua informasi mengenai keluhan sakit atau kelainan yang

dirasakan pasien (Usri, 2012).

Pada prosedur kerja tahapan ketiga yaitu petugas melakukan

pemeriksaan klinis gigi dengan menggunakan alat dasar yaitu kaca mulut,

dan pinset. Tahapan ini juga dilakukan sesuai tahapan prosedur kerja yang

ada di puskesmas.

Pada prosedur kerja tahapan keempat yaitu petugas menjelaskan

keadaan gigi pasien. Petugas menjelaskan kepada pasien An. N bahwa gigi

yang menjadi keluhan sudah tinggal sisa akar dan harus dicabut walaupun

belum terasa goyang karena gigi penggantinya sudah tumbuh. Dalam hal ini

sesuai dengan teori persistensi yaitu Persistensi gigi susu adalah suatu

keadaan dimana gigi susu masih berada di mulut belum lepas, tetapi gigi

tetap yang akan menggantikannya sudah tumbuh. Pada keadaan persistensi,

terkadang gigi susu juga tidak goyang. Hal ini bisa kita temukan pada gigi

mana saja, tetapi sering kali orang tua menemukan gigi depan rahang bawah

yang terlihat bertumpukdan gigi tersebut harus segera dicabut, apabila tidak
31

dicabut akan bertumpuk kotoran dan tidak akan terbersihkan pada saat sikat

gigi (Usri, 2012).

Petugas juga menjelaskan kepada pasien bahwa proses pencabutan

akan dilakukan dengan menggunakan suntikan (infiltrasi) karena sisa akar

gigi tersebut masih kokoh atau belum goyang. Tahapan ini dilakukan sesuai

tahapan prosedur kerja Puskesmas.

Pada prosedur kerja tahapan kelima yaitu petugas melakukan anastesi

lokal/ topikal bila tidak ada kontra indikasi. Pasien dilakukan anastesi

infiltrasi dengan menggunakan citoject dan obat anastesi Septocaine.

Tahapan ini juga dilakukan sesuai tahapan pada prosedur kerja puskesmas.

Pada prosedur kerja tahapan keenam yaitu petugas meminta pasien

menunngu sampai obat anastesi bereaksi. Dalam tahapan ini petugas tidak

menunggu obat anastesi bereaksi dan langsung melakukan tindakan

pencabutan. Tahapan ini tidak sesuai dengan prosedur kerja yang ada di

puskesmas. Menurut Howe (1992), Hasil percobaan menunjukkan bahwa

waktu timbul rata-rata setelah anastesi infiltrasi dengan lignokain 2% dan

larutan adrenalin 1:80.000 adalah sekitar 1 menit 20 detik.

Pada prosedur kerja tahap ketujuh yaitu petugas melakukan

pencabutan gigi. Pencabutan gigi dilakukan menggunakan tang radiks

anterior rahang atas gigi sulung. Tahapan ini dilakukan sesuai dengan

prosedur kerja yang ada di puskesmas.

Pada Instruksi kerja pencabutan gigi sulung yang ada di puskesmas,

setelah melakukan pencabutan gigi harus dilakukan kompresi soket, namun


32

dalam tindakan pencabutan terhadap pasien An.N petugas tidak melakukan

kompresi soket.

Pada prosedur kerja tahap ke delapan yaitu petugas memeriksa daerah

pencabutan dan memasang tampon di tempat gigi bekas pencabutan.

Petugas memberikan tampon yang diolesi antiseptik. Tahapan ini juga

dilakukan sesuai dengan prosedur kerja yang ada di puskesmas.

Prosedur kerja tahap ke sembilan yaitu petugas memberikan

obat/resep bila diperlukan. Pada tahap ini pasien tidak diberikan resep obat.

Prosedur kerja tahap akhir yaitu petugas memberikan instruksi paska

pencabutan, sebagai berikut :

1. Gigit tampon selama satu jam.

2. Tidak boleh kumur-kumur.

3. Tidak boleh banyak meludah.

4. Tidak boleh minum/ makan panas.

5. Tidak boleh sedot-sedot luka pencabutan.

6. Luka bekas pencabutan gigi tidak boleh dimainkan oleh lidah ataupun

tangan.

7. Bila ada pendarahan setelah dicabut kompres dengan es batu sekitar

daerah pencabutan. Bila tidak bisa ditangani kembali ke BP. Gigi atau

ke institusi kesehatan lainnya


33

C. Analisis Tingkat Keberhasilan Tindakan Pencabutan

Tindakan pencabutan sisa akar gigi sulung pada pasien anak a.n. N

yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Karang Setra Bandung

berjalan dengan lancar tetapi ada beberapa tindakan yang ada pada prosedur

kerja di puskesmas yang tidak dlakukan petugas yaitu petugas tidak

menunggu sampai obat anastesi bereaksi dan tidak mengkompresi soket.

Sehari setelah dilakukan pencabutan, luka ulkus dan luka bekas

pencabutan berangsur-angsur membaik sampai empat hari setelah tindakan

pencabutan. Sehingga observasi mengenai penatalaksanaan tindakan

pencabutan sisa akar gigi sulung dengan kasus persistensi disertai ulkus

dekubitus pada pasien anak a.n. N dilakukan selama lima hari dari tanggal

10 Juli 2015 sampai 15 Juli 2015.

Kejadian ini tidak sesuai dengan proses penyembuhan luka menurut

malaki tahun 2004 setelah pencabutan gigi. Menurut malaki tahun 2004,

Pada proses penyembuhan luka, soket telah terisi jaringan granulasi, epitel

permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang terjadi pada

minggu ke tiga setelah pencabutan dan terus berlanjut sampai beberapa

minggu berikutnya.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis gigi, terdapat sisa

akar gigi sulung kanan atas yang persistensi dan ulkus dekubitus pada

pasien An. N yang menjadi keluhan utama sejak satu tahun yang lalu

sebelum pasien datang ke UKGS.

2. Berdasarkan hasil observasi penatalaksanaan tindakan pecabutan sisa

akar gigi sulung pada pasien An. N yang dilakukan di Puskesmas

Karang Setra Bandung oleh petugas berjalan dengan lancar tetapi tidak

dikerjakan sesuai prosedur kerja yang ada.

3. Berdasarkan hasil observasi penatalaksanaan tindakan pencabutan sisa

akar gigi sulung pada pasien An. N, ada beberapa tahap dalam prosedur

kerja di puskesmas yang tidak dilakukan oleh petugas yaitu petugas

tidak menunggu sampai obat anastesi bereaksi dan tidak mengkompresi

soket.

B. Saran

1. Bagi orang tua yang mempunyai anak di masa pra sekolah dan masa

sekolah sebaiknya memeriksakan gigi dan mulut anak-anaknya secara

rutin ke klinik gigi atau pusat pelayanan kesehatan.

2. Sebaiknya petugas kesehatan melakukan evaluasi atau kontrol kembali

kepada pasien setelah tindakan pencabutan gigi.

34
35

3. Sebaiknya petugas kesehatan melakukan tindakan sesuai prosedur kerja

yang ada.
36

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2013. Riskesdas 2013.

Widiyani, Rosmha. 2014. ’’Gigi Berlubang, Masalah Umum Kesehatan Gigi


Anak’’. http://m.kompas.com/health. Diakses pada tanggal 12 maret 2014.

Suryawati, 2010. 100 Perawatan Penting Perawatan Gigi Anak. Jakarta : PT.
Dian Rakyat

Usri.K, dkk. 2012. Diagnosis dan Terapi Penyakit Gigi dan Mulut Edisi 2.
Bandung : Percetakan sono offset

Maria, dkk. 2010. Seorang Wanita Dengan Ulkus Dekubitua Et Causa Trauma
Oklusi 3.7. Semarang : PT. Dian Rakyat

Nita. 2013. Macam Jumlah Waktu Tumbuh dan Tanggal Gigi. http://nynita.com
diakses pada tanggal 13 Februari 2015.

Siagian, Erna Yenita. 2004. ‘’Beberapa Anomali Yang Disebabkan Persistensi


beserta perawatannya’’. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal
13 februari 2015.

Wirana, Wulan,D,N . 2013. “Pencabutan Gigi Sulung”. http://ocw.usu.ac.id .


diakses pada tanggal 13 Februari 2015.

Howe.G.L, and Whitehead F. 1992. Anastesi Lokal. Jakarta : Hipokrates

Laela, Dewi Sodja. 2007. ‘’Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Karya Tulis
Ilmiah’’. Diktat. Bandung : Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Bandung
37

Anda mungkin juga menyukai