Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMERIKSAAN FISIK GIGI DAN MULUT

DISUSUN OLEH:
1. Prisma Putra Ghirby A. (G99171033)
2. Alyssa Amalia (G99162077)
3. Nurul Fadilah (G99162083)
4. Beladina Zahrina D. (G99172052)
5. Lutfir Rahman Taris (G99162087)
6. Khaniva Putu Yahya (G99162072)
7. Akbar Fadilah (G99181005)

PEMBIMBING :
drg. SANDY TRIMELDA, Sp.Ort.

KEPANITERAAN KLINIK/ PRODI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu


Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr. Moewardi Surakarta, dengan judul:

Pemeriksaan Fisik Gigi

Hari, tanggal : Rabu, 11 Juli 2018

Oleh:
1. Prisma Putra Ghirby A. (G99171033)
2. Alyssa Amalia (G99162077)
3. Nurul Fadilah (G99162083)
4. Beladina Zahrina D. (G99172052)
5. Lutfir Rahman Taris (G99162087)
6. Khaniva Putu Yahya (G99162072)
7. Akbar Fadilah (G99181005)

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

drg. Sandy Trimelda, Sp.Ort.


NIP. 19730311 201412 2 001
PENDAHULUAN

Diagnostik gigi dan mulut adalah ilmu pengetahuan tentang cara


pengenalan suatu penyakit atau lokalisasi suatu luka dan membedakan suatu
penyakit dengan penyakit lainnya. Kunjungan kepada dokter yang memberikan
pelayanan primer berkaitan dengan gangguan rongga mulut dan tenggorokan.
Sebagian besar pasien datang dengan sakit tenggorokan, yang mungkin akut dan
berkaitan dengan demam atau kesulitan menelan. Sakit tenggorokan mungkin
disebabkan oleh penyakit setempat atau mungkin merupakan manifestasi dini
suatu penyakit sistemik. Adapun manfaat yang bisa diperoleh :
1. Pengenalan suatu penyakit
2. Membedakan suatu penyakit dengan penyakit lainnya
3. Menentukan perawatan dan pengobatan
4. Menemukan tanda-tanda dini suatu penyakit degenerasi, defisiensi
vitami dan penyakit metabolisme
TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur Dalam Rongga Mulut


Rongga mulut terdiri dari :
1. Mukosa bukal
2. Bibir
3. Lidah
4. Palatum durum dan palatum molle
5. Gusi dan gigi
6. Kelenjar ludah
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai
orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan molle. Di bagian
posterior palatum molle berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada
bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna
anterior dan posterior.

Gambar 1. Rongga Mulut


Mukosa bukal adalah membran mukosa yang berhubungan langsung
dengan gingiva dan membatasi bagian dalam pipi. Bibir berwarna merah karena
mengandung banyak papila dermal vaskular dan mempunyai epidermis yang tipis.
Oleh karena itu, meningkatnya hemoglobin yang mengalami desaturasi, sianosis,
terlihat sebagai bibir yang biru. Demikian halnya dalam lungkungan dingin bibir
menjadi biru, yang berkaitan dengan menurunnya suplai darah dan meningkatnya
ekstraksi oksigen.
Lidah terletak di dasar mulut dan melekat pada tulang hioid. Ia merupakan
organ utama untuk pengecapan, membantu dalam berbicara, dan memegang
peranan penting dalam mengunyah. Korpus lidah mengandung otot instrinsik dan
ekstrinsik. Lidah dipersarafi oleh nervus hipoglosus, atau saraf otak keduabelas.
Dorsum lidah mempunyai permukaan konveks dengan suatu sulkus
median. Pada bagian posterior sulkus tersebut terdapat foramen sekum, yang
menandai daerah asal kelenjar tiroid. Dibelakang foramen sekum ditemukan
kelenjar-kelenjar penghasil mukus dan sekelompok jaringan limfe yang disebut
tonsil lingual.

Gambar 2. Struktur Lidah


Lidah mempunyai tekstur kasar yang disebabkan adanya papilla, yang
terdiri dari : papilla sircumvalata, papilla filiformis, dan papilla fungiformis
(Gambar 2). Taste bud terletak pada sisi-sisi papilla sirkumvalata dan
fungiformis. Pengecapan diterima dari dua pertiga anterior lidah oleh nervus
korda timpani, cabang nervus fasialis. Pengecapan oleh sepertiga bagian posterior
lidah disensasi oleh nervus glosofaringeus, atau saraf kranial IX. Ada empat
sensasi dasar pengecapan, yaitu : pertama, sensasi manis yang dirasakan oleh
ujung lidah; kedua, sensasi asin yang dirasakan oleh tepi lateral lidah; ketiga dan
keempat, sensasi asam dan pahit yang dirasakan oleh bagian posterior lidah dan
dihantarkan melalui nervus glosofaringeus.
Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, yang disebut
frenulum dapat terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah
dengan dasar mulut.
Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol yang disebut rugae.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muskular di sebelah posterior palatum
durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring
selama menelan.
Gigi terdiri dari beberapa jaringan : email, dentin, pulpa dan semen. Email
melaipisi gigi dan merupakan jaringan tubuh yang paling banyak mengalami
kalsifikasi. Bagian terbesar gigi dibentuk oleh dentin. Di bawah dentin terdapat
pulpa, yang mengandung cabang-cabang nervus trigeminus dan pembuluh darah.
Semen melapisi gigi dan melekatkannya ke tulang.
Dentisi primer, atau gigi susu terdiri dari 20 gigi yang mengalami erupsi di
antara umur 6 dan 30 bulan. Dentisi primer tiap kuadran rahang terdiri dari 2 gigi
seri, satu gigi taring, dan dua premolar. Gigi-gigi ini kemudian tanggal di antara
umur 6 sampai 13 tahun.
Dentisi sekunder, atau gigi permanen, terdiri dari 32 gigi yang mengalami
erupsi di antara 6 sampai 22 tahun. Dentisi sekunder tiap kuadran rahang terdiri
dari 2 gigi seri, satu gigi taring, dua premolar dan tiga molar.
Meskipun sebenarnya bukan merupakan bagian rongga mulut, kelenjar
ludah dianggap bagian dari mulut. Ada tiga kelenjar ludah utama :
1. Kelenjar parotis, yang terletak dibagian anterior telinga di sisi wajah.
Nervus fasial melalui kelenjar ini. Duktus kelenjar parotis disebut sebagai
duktus Stensen dan masuk ke dalam rongga mulut melalui papilla kecil
yang berhadapan dengan gigi molar pertama atau dua atas.
2. Kelenjar Submandibula, yang terletak di bawah dan depan angulus
mandibula. Duktus kelenjar submandibula disebut duktus Wharton dan
berakhir pada suatu papilla di kedua sisi frenulum pada dasar lidah.
3. Kelenjar sublingual, merupakan kelenjar ludah utama yang terkecil, terletak
di dasar mulut di bawah lidah. Ada banyak duktus kelenjar sublingual,
sebagian diantara bermuara ke dalam duktus Wharton.
Disamping kelenjar ludah utama ini, ada ratusan kelenjar ludah yang sangat
kecil yang terletak diseluruh rongga mulut.

1. Faring
Faring dibagi tiga bagian, nasofaring, orofaring, dan hipofaring yang
dikenal pula sebagai laringofaring. Nasofaring terletak di atas palatum mole,
dibagian posterior rongga hidung. Pada dinding posteriolateralnya terdapat muara
tuba eustakius. Adenoid adalah tonsil faringeal dan tergantung pada dinding
posterosuperior didekat muara tuba eustakius. Orofaring terletak di bawah
palatum molle, di belakang mulut, dan superior terhadap tulang hioid. Dibagian
posterior dibatasi oleh muskulus konstriktor superior dan vertebra servikal. Di
bawah orofaring adalah daerah yang dikenal sebagai hipofaring. Hipofaring
berakhir pada tempat setinggi kartilago krikoid, dimana ia berhubungan dengan
esofagus melalui sfingter esofagus atas (Gambar 3).
Gambar 3. Bagian-bagian Fungsional Faring
B. Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan
rongga mulut adalah sebagai berikut :
1. Lampu senter kecil
2. Kasa
3. Sarung tangan
4. Kapas lidi
5. Spatula lidah

1. Persiapan Pasien
Pasien duduk dan pemeriksa duduk atau berdiri langsung
di depannya. Wajah pasien harus mendapat pencahayaan yang
cukup. Pemeriksa harus bekerja secara sistematis dari depan ke
belakang sehingga tidak ada daerah yang terlewati. Pemeriksa harus
memakai sepasang sarung tangan sewaktu mempalpasi setiap
struktur di dalarn mulut. Kalau menemukan lesi, konsistensi dan
keadaan nyeri tekan harus diperhatikan. Jika pasien memakai gigi
palsu, ia harus diminta untuk melepaskannya.

2. Pemeriksaan Struktur Rongga Dalam Mulut


Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan
struktur di dalam cavum oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah,
bukkal, dll. Lihat ada tidaknya kelainan berupa, pembengkakan,
hiperemis, massa, atau kelainan congenital. Lakukan penekanan
pada lidah secara lembut dengan spatel lidah (gambar 4).
Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding
dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak.
Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah
mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai
adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut.

a. Inspeksi Bibir
Warna bibir harus diperhatikan. Apakah ada sianosis?
Apakah ada lesi pada bibir?
Jika ada lesi, palpasi yang cermat harus dilakukan untuk
menentukan tekstur dan konsistensi lesi tersebut.

Gambar 4. Teknik Inspeksi Struktur Dalam Rongga Mulut


Inspeksi Mukosa Pipi

Pasien harus diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar.


Mulut harus disinari dengan sumber cahaya. Periksalah mukosa
pipi untuk melihat lesi atau perubahan warna, dan rongga pipi
diperiksa untuk melihat tanda-tanda asimetri atau daerah injeksi
(pembuluh darah yang berdilatasi, biasanya menunjukkan
peradangan). Mukosa pipi, gigi dan gusi mudah diperiksa dengan
memakai spatula lidah untuk mendorong pipi menjauhi gusi.
Inspeksi untuk melihat adanya perubahan warna, tanda-tanda
trauma, dan keadaan orifisium duktus parotis. Apakah ada ulserasi
pada mukosa pipi? Apakah ada lesi putih pada mukosa pipi? Lesi
putih tak nyeri yang paling sering ditemukan di dalam mulut
adalah liken planus, yang terlihat sebagai erupsi retikularis, atau
seperti renda, bilateral pada mukosa pipi (Gambar 5).

Gambar 5. Cara Melakukan Inspeksi Mukosa Pipi


b. Inspeksi Gusi dan Gigi
Gusi diperiksa apakah membengkak, atau ada tanda-tanda
peradangan dan tanda-tanda perdarahan pada gusi.
Gigi harus diperiksa untuk melihat adanya karies dan
maloklusi. Apakah ada perubahan warna pada gigi? Apakah ada gigi
yang tanggal?

c. Inspeksi dan Palpasi Kelenjar Ludah


Orifisium duktus kelenjar parotis dan submandibula harus
terlihat. Inspeksi keadaan papilla. Apakah ada aliran saliva? Ini
sebaiknya diperiksa dengan mengeringkan papilla dengan kapas lidi
dan mengamati aliran saliva yang dihasilkan dengan melakukan
tekanan eksternal pada kelenjar itu sendiri.
Obstruksi terhadap aliran atau infiltrasi kelenjar akan
menyebabkan pembesaran kelenjar. Palpasi kelenjar parotis dan
submandibula, apakah ada pembesaran? Apakah ada nyeri tekan?

d. Inspeksi Palatum Durum dan Palatum Mole


Palatum harus diperiksa untuk melihat adanya ulserasi atau
massa. apakah terdapat pembengkakan atau tanda-tanda peradangan.
apakah terlihat tanda-tanda perdarahan atau petekie? apakah uvula
terletak digaris tengah ?
e. Inspeksi Dasar Mulut
Dasar mulut diperiksa dengan meminta pasien mengangkat
lidahnya ke atap mulut. Apakah ada edema pada dasar mulut? Muara
duktus Wharton harus diperiksa.

f. Inspeksi Lidah
Perhatikan permukaan atas dan tepi lidah, bagaimana
warnanya? Apakah ada massa? Apakah lidah tampak lembab?
Mintalah pasien untuk mengangkat lidahnya ke atap mulut
sehingga permukaan bawah lidah dapat diperiksa.

g. Pemeriksaan Saraf Kranialis XII


Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah
tersebut berdeviasi ke satu sisi? Kelumpuhan nervus hipoglosus atau
saraf kranialis kedua belas membuat otot-otot lidah pada sisi yang
terkena tidak dapat berkontraksi dengan normal Oleh karena itu, sisi
kontra lateral ”mendorong” lidah ke sisi lesi.

h. Palpasi Dasar Mulut


Dasar mulut harus diperiksa dengan palpasi bimanual. Ini
dilakukan dengan meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari lain di
bawah dagu untuk memeriksa adanya penebalan atau massa.
Sewaktu mempalpasi mulut pasien, pemeriksa harus memegang pipi
pasien seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Ini adalah tindakan
pencegahan kalau-kalau pasien berusaha berbicara atau menggigit
jari pemeriksa.

Gambar 6. Teknik Palpasi Struktur Dasar Mulut

i. Palpasi Lidah
Setelah melakukan inspeksi lidah dengan cermat, pemeriksaan
dilanjutkan dengan palpasi yang seksama. Palpasi lidah dilakukan
dengan meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya ke dalam
sepotong kasa. Lidah itu kemudian dipegang oleh tangan kiri
pemeriksa ketika sisi-sisi lidah diinspeksi dan dipalpasi dengan
tangan kanan (Gambar 7).
Gambar 7. Cara Mempalpasi Lidah
Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah dapat diperiksa tanpa
menimbulkan refleks muntah. Adalah sangat penting untuk
mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari 85% dari semua
kanker lidah timbul di daerah ini Sernua lesi putih harus dipalpasi.
Apakah ada tanda-tanda indurasi (pengerasan dan indurasi atau
ulserasi sangat mengarah kepada karsinoma).
Setelah palpasi lidah, lidah tersebut dikeluarkan dari kasa dan
kasanya dibuang.

C. Pemeriksaan Intra Oral

Pemeriksaan intra oral ilakukan dalam mulut pasien untuk


mengetahui kondisi rongga mulut pasien baik jaringan keras maupun
lunak. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada gigi diantaranya
adalah :

1. Perkusi

Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan


perkusi adalah : nyeri terhadap pukulan (tenderness to percussion)
dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid metalic). Perkusi dilakukan
dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan
menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan.
Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering
dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang
pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan
penegakan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya
kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula
dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-
bukolingual mahkota.

Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi


vertikal-oklusal menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan
oleh lesi karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi
horisontal-bukolingual menunjukkan kelainan di periapikal yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan periodontal. Gigi yang dipukul
bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio
sebelahnya. Ketika melakukan tes perkusi dokter juga harus
memperhatikan gerakan pasien saat merasa sakit (Grossman, dkk,
1995).

Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi


yang berbeda. Pada gigi yang mengalami ankilosis maka akan
terdengar lebih nyaring (solid metalic sound) dibandingkan gigi yang
sehat. Gigi yang nekrosis dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan
kelainan periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang lebih nyaring
dikarenakan resonansi di dalam kamar pulpa yang kosong.
Sedangkan pada gigi yang menderita abses periapikal atau kista akan
terdengar lebih redup (dull sound) dibandingkan gigi yang sehat.
Gigi yang sehat juga menimbulkan bunyi yang redul (dull sound)
karena terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi multiroted akan
menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar tunggal
(Miloro, 2004)

2. Sondasi

Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan


cara menggerakkan sonde pada area oklusal atau insisal untuk
mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang
diakibatkan sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau
kelainan pada pulpa. Jika gigi tidak memberikan respon terhadap
sondasi pada kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka, maka
menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).

3. Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan


periodontal dengan menggunakan alat berupa probe. Cara yang
dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva,
kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi pasien
yang sakit (Grossman, dkk, 1995).
4. Tes mobilitas – depresibilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas


apparatus-aparatus pengikat di sekeliling gigi, mengetahui apakah
gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes mobilitas
dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya
dengan menggunakan jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah
gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar
gerakannya, makin jelek status periodontalnya.

Hasil tes mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat


kegoyangan. Derajat pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam
soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm
bahkan bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat
ketiga apabila gerakan lebih besar dari 1 mm atau bergerak ke segala
arah. Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan menggerakkan
gigi ke arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari atau
instrumen (Burns dan Cohen, 1994).

5. Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk


mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak.
Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes
kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi


aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk menentukan
sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk,
1995).
 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
bahan, yaitu etil klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan
refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan
menggunakan cotton roll maupun rubber da
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant
dapat dilakukan dengan menyemprotkan etil klorida
pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal
gigi.
o Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin


dengan keluhan nyeri tajam yang singkat maka menandakan bahwa
gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien tidak
merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa.
Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin
terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk,
1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis
kalsium).

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat


menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus
yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas,
compound panas, alat touch and heat dan instrumen yang
dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk,
1995). Gutta perca merupakan bahan yang paling sering
digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian
gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta
perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila
tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian
bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi
stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya
respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan
gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan
cara melubangi gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan
cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller.
Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
(Grossman, dkk, 1995).
 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat
perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes jarum miller
dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke
saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah
negatif yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital,
sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital
(Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes
vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh.
Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes
elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah
dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan
alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh
mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi
yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi.
Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil
yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa
kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika
sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi
restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik,
keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak
akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi,
kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang
belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis
(Grossman, dkk, 1995).
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum,


Yogyakarta.

Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-
Year Book, Philadelphia.

Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu
Endodontik dalam Praktek, edisi kesebelas, EGC, Jakarta.

Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial


Surgery, BC Decker Inc Hamilton London

Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya


Medika, Jakarta.

Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC,


Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu


Endodonsia, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai