SISTEM GASTROINTESTINAL
PHLEGMON (CASE 1)
Disusun oleh,
Kelompok 6
1
CASE REVIEW
Miss N, 18 tahun
CC :
Riwayat :
Investigasi :
- Suhu 39,2oC
- Pulse Rate 106 bpm
- RR 32x/m
- Menggigil
- Pucat
- Extra dan Intra Oral Exam :
o Bilateral massive indurated pada area submandibular dan leher.
o Kulit tegang, kerasa saat ditekan, mengkilap, kemerahan.
o Keras seperti papan.
- Intra Oral :
o Lidah keatas, kering, coated.
o Mukosa kasar mulut naik ke atas.
o (+) Trimus
o Apd. 1 jari (2cm)
o Gigi ada caries dalam
Laboratory Exam :
- WBC meningkat
- Diff. Count : 0/2/7/80/10/1
Treatment :
2
Daftar Isi
3
BAB I
BASIC SCIENCE
1. Lidah
Lidah mulai nampak pada umur 4 minggu dalam bentuk 2 tonjolan lidah lateral dan 1
tonjolan medial (tuberkulum impar). Ketiganya berasal dari lengkung faring I.
Sebuah tonjolan medial kedua yakni capula atau eminentia hypobranchialis dibentuk
oleh mesoderm lengkung faring ke-2, 3 & sbagian 4.
Tonjolan medial ke-3 yang dibentuk oleh bagian posterior lengkung ke-4 menandakan
perkembangan epiglotis.
4
Persarafan khusus (perasa) untuk 2/3 bagian depan lidah dipersarafi oleh cabang chorda
tympany nervus fascialis.
Korelasi klinik: ankiloglossia (tongue-tie); menunjukan bahwa lidah tidak bebas dari
dasar lidah. Normalnya, banyak terjadi degenerasi sel-sel dari jaringan yang tersisa,
hanya frenulum yang berfungsi sebagai pengikat lidah ke dasar mulut. Pada keadaan ini,
frenulum memanjang terus hingga ujung lidah.
2. Wajah
Pada akhir minggu ke-4, mulai nampak tonjol-tonjol wajah yang terutama dibentuk oleh
mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama di bentuk oleh pasangan
lengkung faring ke-1.
5
Di kanan & kiri prominensia frontonasal muncul penebalan-penebalan ektoderm sekitar
(plakoda nasal). Selama minggu ke-5, plakoda berinvaginasi membentuk lubang hidung.
Plakoda juga akan membentuk suatu rigi jaringan yang mengelilingi masing-masing
lubang & mbentuk tonjol hidung (lateral & medial).
2 minggu slanjutnya, tonjol maksilla terus membesar ukurannya. Tonjol ini tumbuh ke
medial dan mendesak tonjol hidung medial ke garis tengah. Setelahnya, celah antara
tonjol hidung medial & maksilla menhilang & kduanya bersatu mbentuk bibir atas.
6
Bibir bawah & rahang bawah terbentuk dari tonjol mandibula yang menyatu di garis
tengah. Tonjolan maksilla lama-lama membesar dan membentuk pipi dan maksilla.
3. Segmen antar-maksilla
Akibat ptumbuhan tonjol-tonjol maksilla ke medial, kedua tonjol-tonjol hidung medial
tidak hanya bersatu pada permukaan, namun di dalam terbentuk beberapa bangunan
yang dikenal sebagai segmen antarmaksilla, terdiri dari :
a. Sebuah unsur bibir yang mbentuk filtrum bibir atas
b. Sebuah unsur rahang atas yang mbawa 4 gigi seri
c. Sebuah unsur langit-langit mulut (palatum primer)
4. Palatum sekunder
Meski palatum primer terbentuk dari segmen antarmaksilla, namun palatum utama
terbentuk dari penyatuan 2 tonjol mandibula. Kedua tonjolan ini (lempeng palatina)
7
sudah mulai nampak pada perkembangan minggu ke-6 & tumbuh mengarah ke bawah
di kanan & kiri lidah.
Pada minggu ke-7, lempeng palatina tadi bergerak naik mencapai kedudukan horizontal
di atas lidah & saling bersatu sehingga membentuk palatum sekunder. Di anterior,
lempeng-lempeng palatina bersatu dengan palatum primer. Diantara kedua palatum
terdapat foramen incisivum sebagai penanda batas keduanya. Bersamaan dengan
menyatunya kedua lempeng, septum nasi tumbuh ke bawah & bersatu dengan
permukaan atas palatum mulut.
Korelasi klinik :
8
• Untuk menentukan kelainan sumbing (depan/belakang) penandanya adalah
foramen incisivum.
• Sumbing yang terletak di depan foramen incisivum meliputi :
• Sumbing bibir lateral
• Celah rahang atas
• Celah antara palatum primer dan sekunder
• Sumbing yg terletak di blkg foramen incisivum antara lain adlh :
• Celah palatum sekunder
• Celah uvula
Celah wajah miring ditimbulkan oleh gagalnya tonjol maksilla untuk menyatu dengan
tonjol hidung lateral kanan dan kirinya sehingga menyebabkan duktus nasolakrimal tidak
tertutup dan nampak dari luar.
9
Sumbing bibir median (jarang), disebabkan oleh penyatuan dua tonjol hidung medial
yang tidak sempurna di garis tengah sehingga terdapat alur yang dalam di antara kedua
sisi hidung. Bayi yang mengalami sumbing garis tengah sering mengalami
keterbelakangan mental. Cacat ini timbul pada masa terjadinya neurulasi (hari ke 19 -
21) ketika garis tengah otak depan sedang dibentuk.
Beberapa obat yang meningkatkan risiko penggunaan pada ibu hamil adalah
antikonvulsan (fenobarbital dan difenilhidantoin).
5. Gigi geligi
10
Menjelang perkembangan minggu ke-6, lapisan dasar epitel yang melapisi rongga mulut
membentuk bangunan bentuk huruf “C” (Lamina dentis) baik di rahang atas & bawah.
Lamina lalu menghasilkan sejumlah tunas gigi, masing-masing 10 buah tiap rahang (atas
& bawah).
S
e
m
entara tudung terus bertumbuh dan lekukannya makin dalam, gigi nampak seperti
lonceng (tingkat lonceng).
11
Sel mesenkim papila yang berdampingan dengan epitel gigi dalam berdiferensiasi
menjadi odontoblas yang menghasilkan dentin. Lama-lama lapisan dentin menebal dan
odontoblas kembali mundur ke dalam papila dentalis dan meninggalkan cabang
sitoplasma yang tipis (processus dentalis) di belakang dentin. Lapisan odontoblas yang
masih menetap terus mbentuk dentin. Sel-sel papila dentalis yangg lain mbentuk pulpa
gigi.
Sel epitel gigi luar berdiferensiasi menjadi ameloblas (pembentuk email). Sel-sel ini
menghasilkan lapisan email yang diendapkan di atas dentin. Email mula-mula dari
puncak dan berangsur-angsur menyebar ke leher gigi. Apabila lapisan email menebal,
ameloblas mundur kembali ke retikulum stellatum. Ameloblas akan meninggalkan
selaput tipis (cutuculla dentis) di permukaan email. Lama-lama lapisan ini akan
mengelupas.
Lapisan epitel di ujung lama-lama menembus ke dalam mesenkim dan membentuk akar
gigi (epitel sarung akar). Karena sentin lama-lama makin banyak yang diendapkan,
12
rongga pulpa menjadi sempit dan akhirnya saluran tersebut berisi saraf dan pembuluh
darah.
Sel-sel mesenkim yang terletak pada bagian luar gigi dan berdampingan dengan dentin
akar gigi, berdiferensiasi menjadi sementoblas. Sel-sel sementoblas menghasilkan
selapis tipis tulang khusus yakni sementum.
Di luar lapisan ini, mesenkim menghasilkan ligamentum periodontale. Ligamentum ini
berfungsi sebagai pengikat gigi di tempatnya dan peredam getaran.
Semakin panjang akar gigi, mahkota gigi terdorong ke lapisan-lapisan jaringan di atasnya
ke dalam rongga mulut. Keluarnya (erupsi), gigi desidua (gigi susu) terjadi pada 6-24
bulan setelah lahir.
Tunas-tunas gigi tetap bertumbuh terus selama perkembangan bulan ke-3 dan tetap
berada di dalam hingga 6 tahun setelah lahir.
13
Tunas-tunas tetap ini lama-lama akan mendorong gigi susu dan membantu melepasnya
(shed). Sewaktu gigi tumbuh, akarnya akan diserap oleh osteoklas.
Referensi :
• Embriologi Kedokteran Langman edisi-7 & 12
• embriologi moore
14
ANATOMI ORAL CAVITY
ORAL CAVITY
Inferior dari cavitas nasi. Merupakan ruang menyerupai celah antara gigi dangingiva buccal dan bibir
serta pipi. Teridiri dari 2 bagian:
1. Vestibulum oris, ruang menyerupai celah diantara gigi dan gingiva buccal dan bibir serta pipi
2. Cavitas oris propria, ruang diantara arkus dentalis atas dan bawah
Surface:
b. Atas
Palatum
c. Posterior
Berhubungan dengan oropharynx
1. Otot
a. Mastikasi
i. M. temporalis
ii. M. masseter
iii. M. pterygoideus lateralis dan medialis
b. Suprahyoideus
i. M. digastricus
15
c. Infrahyoideus
i. M. omohyoideus
d. Otot ekspresi wajah
i. M. platysma
2. Tulang
a. Maxilla
i. Processus palatin
b. Palatine
i. Processus nasalis posterior
ii. Foramen palatin majus
iii. Foramen palatin minora
c. Sphenoid
i. Tiap processus ada lamina medialis dan lateralis mengarah vertical dari aspek
posterior
ii. Hamulus
Posterolateral tepi inferior lamina medialis
d. Temporal
i. Processus styloideus
ii. Ligamentum stylohyoideum
iii. Cornu minus tulang hyoideum
e. Hyoid
i. Berada di region cervicalis dia antara larynx dan mandibular. Merupakan tulang
utama region cervicalis
ii. Corpus anterior dan 2 corpus majus yang besar mengarah posterior dan superior
corpus
16
LEHER
Merupakan are transisi antara cranium di bagian superior dan clavicular di inferior. Menghubungkan
kepala dengan batang tubuh dan ekstremitas. Bentuknya ramping memungkinkan untuk fleksibilitas
untuk memaksimalkan fungsi organ
17
1. Tulang
a. Cervical vertebrae
- 7 cervical vertebrae membentuk cervical region melindungi --> Spinal cord
Dibagi 2
Typical ( lll-lV )
- Vertebral body keal lebih panjang dari sisi kiri sisi secara anteroposterior superiornya konkaf, inferiorny
konveks
Atypical
- C1 / atlas - Sperti ginjal mirip cicin yang (x) memilik procesus spinosus / carpus
spinosu
- Terdiri dari 2 massa lateral yang di hubungkan oleh --> arcus anterior atlntis
18
--> arcus poterior atlantis
b. Hyoid bone
- Mobile hyoid bone / hyoid terletak di pras anterior atlantis setingi C3
---> manubrium
---> scopula
Asal nama hyoid yang berbentu U dari kata yunani hyoeides --> bentuk mirip hurup upsilan
- Tergantung pada processus styloideus ossis temporalis melalui ligamentum stylohyoideum dan terikat
kuat dengan cartilago thyroidea
- Berperan sebagai pelekat untiluk musculas cervicais anterior dan penyangga yang menjangga jalan
napas agar tetap terbuka
2. Fascia carvicalis
- Struktur dileher dikelilingin oleh lapisan jaringang subkukutan ( Fascia superficralis ) dan dibagi oleh
lapisan-lapisan fascia cervicalis
19
---> fascia ininvestiens pada fascia cervicalis profunda
• Jaringannya lebih tipis dari pada jaringan diregio lain terutama di anterior
- Musculus Platysina
• Berasal dari lembaran kontinu otot yang berasal dari meserkim pada arcus
• Dipresarafi oleh R carvicalic (N Vll) vena jegularis externa yang turun dari angules
mandibulae ke bagian tengah clavicula dan nervus artenous utama dibagian dalam
---> prevertebralis
---> otot
20
---> pembulu darah
---> N vagus
---> Os hyoidemi
---> Trachea
---> Oesophagus
- Membentuk lembaran tubular untuk columna vertebralis dan otot-otot yang berhubungan ---> M. longus
coll
21
---> Musculus scalenus
- Meluas ke lateral sebangai vagina axillaris yang mengelilingi pembuludarah axillaris dan plexus
brhacialis
- Selubung karotis ---> • Investasi fascia tubular yang meluas dari basis cranii ke
akar leher
FACIAL SPACES
- Infrahyoid
- Seluruh leher
22
1. Submandibular
- lokasi :
- Hubungan :
23
Berhubungan dengan lateral pharyngeal space
2. Sublingual
- lokasi
- Hubungan
3. Submaxillary
- Lokasi :
- Hubungan
4. Lateral Pharyngeal
lokasi pada lateral aspect faring
- Hubungan
Terbaik ketika lapisan superficial deep terpisah untuk menutup Ramus of mandible
- Hubungan
Temporal space
6. Temporal
- Lokasi
- Hubungan
masticator space
24
7. Pretracheal
- lokasi :
- Hubungan :
GIGI
1. Memotong, mereduksi dan mencampur bahan makanan dengan saliva saat pengunyahan
2. Membantu menahannya dalam socket gigi dengan membenatu perkembangan dan proteksi
jaringan yang menopangnya
3. Membantu artikulasi
Jenis:
1. Berdasarkan sebutannya:
a. Desidua (primer)
b. Permanen (sekunder)
2. Berdasarkan karakter:
a. Incisor, pinggir pemotong tipis
b. Caninus, kerucut menonjol tunggal
c. Premolar (bicuspid)
d. Molar (tiga atau lebih cusp)
25
Vaskularisasi:
Vena alveolaris
Inervasi:
Nervus alveolaris superior (NV2) dan inferior (NV3) menjadi plexus dentalis
26
HISTOLOGI RONGGA MULUT
Rongga mulut dilapisi epitel berlapis gepeng berkeratin atau tanpa keratin tergantung daerahnya. Lamina
proprianya ada papilla dan langsung melekat pada jaringan tulang
1. Lidah
massa otot rangka yang ditutupi oleh suatu membrane mukosa dengan struktur yang bervariasi
sesuai daerahnya. 1/3 posterior dipisahkan dari 2/3 anterior oleh batas berbentuk v yaitu sulcus
terminalis berupa tonjolan kecil tonsil lingualis dan nodul limfoid. Di lidah terdapat 4 jenis paila:
a. Papilla filiformis, jumlahnya cukup banyak berbentuk kerucut memanjang dan banyak
lapisan tanduk.
b. Papilla fungiformis, lebih sedikit, sedikit betanduk dan berbentuk jamur dengan inti
jaringan ikat dan sebaran kuncup kecap diatasnya
c. Papilla foliate, kurang berkembang pada orang dewasa, terdiri dari ridge dan alur parallel
pada permukaan lidah dengan kuncup kecap
d. Papilla vallata, paling sedikit dan papilla terbesar, duktus air liur bermuara ke dalam alur
yang mengelilingi setiap papilla
2. Gigi
a. Mahkota, yang menonjol diatas gingival
b. Leher, menyempit di gusi
c. Akar, bisa ada satu atau lebih, berada di bawah gusi yang menahan gigi pada kantungluar
yang disebut alveoli
d. Email, yang menutuoi mahkota, merupakan komponen tubuh manusia yang paling keras
dan terdiri dari 98% mineral dan materi organic lain. Terdiri dari batang/kolom panjang
yaitu prisma yang membentangi seluruh ketebalan lapisan. Ameloblas menghasilkan
protein pembentuk matriks email
e. Sementum, menutupi akar, jaringan mirip tulang
f. Dentin, bagian terbesar dari gigi yang terdiri dari materi berkapur yaitu krista
hidroksiapatit 70% sehingga membuatnya lebih keras daripada tulang
g. Rongga pulpa, dikelilingi oleh dentin, berisi jaringan ikat lunak, menyempit di akar
sebagai kanal radiks, meluas ke apeks
h. Foramen apical, lubang di apeks gigi, memungkinkan vascular, lymph dan saraf keluar
masuk rongga pulpa
i. Periodonsum, terdisi dari struktur yang bertanggung jawah untuk mempertahankan gigi
di dalam tulang maxilla dan madibulla (sementum, ligament periodontal, tulang alveolar,
dan gingiva)
j. Ligament periodonsum, banyak sel dan supply darah, fungsi supportif, protektif,
sensorik, dan nutrisi
k. Tulang alveolar, jenis tulang imatur dengan serat kolagen yang tidak tersusun dengan
pola lamellar, membentuk saku
l. Gingiva, membrane mukosa yang melekat erat pada periosteum tulang maxilla dan
madiblua, terdiri dari epitel selapis gepeng dan lamina propria yang mengandung banyak
papil jaringan ikat
27
28
Fisiologi
Saliva adalah cairan sekresi dari kelenjar saliva/glandula salivarius/salivary gland. Dikeluarkan
melalui saluran /duktus,bermuara di mukosa rongga mulut.
• Klasifikasikelenjarsaliva:
1.Jaringanikat
2.Duktussekretorius
3.Sel-selsekretoristerminal di mikrolobuli
29
Sifat Kelenjar Saliva
•Sifatnya: kelenjar eksokrin, semua bersifat merokrin; terdapat di bawah lapisan muskularis
mukosa
•Tiap kelenjar memiliki konsistensi sekresi yang berbeda-beda, jenis unit dasar penghasil
kelenjar (asinus) pada kelenjar-kelenjar tersebut juga berbeda tipenya.
•Pada kelenjar liur mayor, saliva dikeluarkan melalui duktus masing-masing; kelenjar liur minor
melalui duktusnya sendiri atau melalui duktus kelenjar mayor.
30
Area Unit Sekretpri Saliva yang Mensekresi Ion dan Protein
•DE: Penyeimbanganion
•DS: ion-ion HCO3, SCN, NO3, HPO4; urea, albumin, K+, reabsorbsiionNdanCa
•Ac: sIgA, ion-ion Na+, K+, Cl-, amilase, protein kaya prolin, musin, urea, albumin
31
Fungsi Saliva
1. Pencernaan
•Enzim amilase (ptyalin)
•Terdapat banyak di sekresi k.parotis
•Mengubah pati menjadi glukosa berikatan (biasanya maltosa)
•Pengunyahan: mukus mengikat makanan yang dikunyah menjadi bolus yang licin dan
mudah ditelan
2. Antimikroba
•Enzim lysozyme: melisiskan dinding sel bakteri.
•Laktoferin: membunuh bakteri.
•Sistem peroksidase (terutamadi kel.parotis): menghambat produksi asam oleh
mikroorganisme
•IgA sekretori: Mencegah kolonisasi bakteri dengan berikatan pada antigen yang
berperan pada adhesi
3. Lubrikasi
•Glikoprotein
•Proses pengunyahan
•Pembentukanbolus
•Penelanan
•Melindungi permukaan mukosa dari makanan kasar
•Bicara
4. Rasa
•Melarutkan Molekul-molekul makanan lalu ke taste bud dan semua bagian lidah dan
partikel-partikelnya tercium oleh sistem olfaktorius.
•Berhubungan dengan proses pengenalan makanan dan zat pada makanan
5. Buffer
•Menjaga gigi dari karies dam mencegah demineralisasi oleh asam, meningkatkan
remineralisasi.
•Salah satu buffer yang penting pada saliva adalah sistem asam karbonat-bikarbonat.
•Bikarbonat akan menetralisir asam pada rongga mulut
6. Oral hygiene (self-cleansing)
•saliva akan melarutkan debris dan mikroorganisme dalam mulut dan mencegah
perlekatan bakteri dan debris di rongga mulut
•Perlekatan debris menyebabkan plak berlebihan di gigi & kolonisasi bakteri di rongga
mulut
7. Cairan tubuh
Saat dehidrasi, sekresi saliva berkurang untuk menjaga agar air tubuh tetap seimbang
Komposisi Saliva
32
Komposisi organik: urea, asamurat, glukosabebas, asamamino bebas, laktat, asamlemak.
Makromolekul organik: protein, amilase, peroksidase, tiosianat, lisozyme,
lemak, IgA, IgM, IgG.
Komponendi ronggamulut:
Sel epitel terdeskuamasi, cairan sulkus, leukosi tPMN dari cairan sulkus, bakteri
•Perjalanan saraf parasimpatik menuju kelenjar parotis adalah melalui saraf glosofaringeal
yang berasal dari nucleus salivatorius superior menuju plexus timpani, kemudian dari plexus
timpani menuju ganglion otikum, dan saraf aurikulo temporalis dari ganglion menuju kelenjar
parotis.
Kelenjarsubmandibuladansublingualis
•Diatur oleh impuls saraf dari nukleus salivatorius superior; n. VII.
•Pengaturan sekresi lebih banyak dilakukan oleh saraf simpatis
•Saraf parasimpatis meregulasi produk sisaliva oleh sel kelenjar.
•Pengaturan melalui saraf simpatis untuk seluruh kelenjar saliva dilakukan oleh saraf posterior
ganglion dari ganglion servikalis superior.
•Perjalanan saraf parasimpatik menuju kelenjar submandibula dan sublingualis adalah cabang
korda timpani yaitu saraf fasial yang berasal dari nukleus salivatorius superior menuju ganglion
submandibula, dan cabang pasca ganglionic dari saraf lingualis menuju kel submandibula dan
sublingualis.
33
5.Pengunyahan makanan
6.Iritasi kimiawi di rongga mulut
7.Iritasi esofagus
8.Iritasi kronis pada esofagus, misalnya pada karsinoma
9.Iritasi kimiawi di lambung
10.Kehamilan
MASTIKASI
Mastikasi merupakan motalitas mulut yg melibatkan pemotongan, penghancuran,
penggilingan dan pencampuran makanan yg dicerna oleh gigi. Gigi didesain untuk mengunyah.
Gigi anterior (incisor) meberikan proses pemotongan yang kuat dan gigi posterior (molar)
didesain untuk proses menggiling. Seluruh otot rahang bila bekerja sama dapat menahan gaya
sebesar 55 pounds untuk gigi incisor dan 200 pounds untuk gigi molar.
Hampir seluruh otot pengunyah diinervasi oleh motorik CN V. Pengunyahan dikontrol oleh
nuclei di brainstem tepatnya di brainstem taste centers yang akan menghasilkan Rhytmical
Chewing Movements. Stimulasi area di hypothalamus, amygdala, dan cerebral cortex terdekat
juga dapat menstimulus proses mastikasi. Hampir seluruh proses mastikasi disebabkan oleh
Rhytmical Chewing Reflex dengan bantuan otot skelet rahang, bibir, pipi, dan lidah sebagai
respon terhadap tekanan makanan terhadap jaringan oral namun mastikasi juga dapat dilakukan
secara sadar.
Fungsi Mastikasi:
1. Menggiling dan menghancurkan makanan ke dalam ukuran yang lebih kecil sehingga
memudahkan proses menelan
2. Meningkatkan area permukaan makanan yang merupakan tempat salivary enzyme
bekerja
3. Mencampur saliva dan makanan
4. Menstimulasi taste buds untuk meningkatkan sensasi menyenangkan dan meningkatkan
reflex sekresi saliva, lambung, pancreas, dan empedu.
34
5. Proses mastikasi:
MEKANISME MENELAN
Phase:
1. Oral Phase
Volunteer
Yang berperan : lidah dan palatum
Bolus di ditekan oleh lidah kearah atas (palatum) kemudian di dorong ke posterior
menuju faring.
2. Faringeal Phase
Involunteer
- Inisiasi “Swallow Reflex” neuromuscular control.
35
Bolus menekan/bersentuhan dengan tiang-tiang tonsil dan cincin yang mengelilingi
pembukaan faring stimulasi tactil receptor di orofaring trigeminal n. dan
nosofaringeal n. Medula Oblongata
- Efek: lidah memblok oral cavity, soft palate menutup nasofaring, vocal folds tertutup,
laring terangkat keatas anterior, dan epiglottis nutup ke bawah.
- Upper spincter esophagus relax sehingga memudahkan bolus memasuki esophagus.
Sementara jika tidak ada makanan, atau dalam keadaan respirasi, maka spincter akan
berkontraksi sehingga udara akan masuk ke jalur yang benar, yaitu trakea.
- Faring gerakan peristaltic
3. Esophageal Phase
Dorong bolus dengan gerakan peristaltic
- Gerakan peristaltic primer
Gerakan peristaltic lanjutan dari faring. Hanya membutuhkan waktu 8-10 detik bolus
sampai ke lambung melalui esophagus. Kalau makan dalam posisi tegak (+)
gravitasi 5-8 detik
- Gerakan peristaltic sekunder
Muncul ketika ada bolus yang tertahan di esophagus dan peristaltic primer tidak bisa
mendorongnya.
Dimulai?
½ dimulai oleh sirkuit saraf intrinsic dalam system saraf mienterikus
½ reflex-refleks yang dimulai oleh faring afferent vagus medulla oblongata
efferent vagus dan glosofaringeal nerve esophageal
36
Mikrobiology
Flora Normal yang terdapat pada bagian oral (mulut) diantaranya :
Beberapa jenis atau golongan bakteri yang paling sering menyebabkan Phlegmon diantaranya :
1. Streptococcus α hemolytic
2. Staphylococcus
3. Bacteroides
1. Peptostreptocccus
2. Peptococcus
3. Fusobacterium Nucleatum
4. Veillonella
5. Spirochetes
6. Neisseria
7. E. Coli
8. Pseudomonas
9. Haemophillus
10.
1. Streptococcus
Jenis paling sering dari streptococcus ini yang dapat menyebabkan pleghmon adalah
streptococcus viridans dan streptococcus mutan.
2. Bacteroides
Morfologi :
37
BAB II
Dental Caries
Definisi
Etiologi
Level Anak-Anak
38
Faktor Resiko
1. Saliva
2. Diet
3. Fluorida
4. Oral Biofilm Gaya Hidup, Lokasi Gigi, Status Ekonomi dan Sosial. Kondisi
5. Faktor Perubaha Gigi Saat ini & Dahulu. Kondisi Kesehatan. Cara Merawat Gigi
dan Cara Diet
Type
1. Primer : Kerusakan
pada lokasi yang sebelumnya belum pernah rusak
2. Sekunder
3. Lainnya
Klasifikasi
1. Tingkat Progres
A. Akut
B. Kronis
2. Dampak
A. Enamel
B. Dentinal
C. Cementum
3. Lokasi
A. I. Pit dan Fissure
B. II. Permukaan dari Gigi Posterior
C. III. Gigi Anterior Tanpa Efek Tepi Incisal
D. IV. Gigi Anterior Dengan Efek Tepi Incisal
E. V. Permukaan Gingival/Cervical dalam aspek lingual atau facial (Anterior / Posterior)
F. VI. Tepi Incisal dari Gigi Anterior atau Titik Tertinggi dari Gigi Posterior
39
Penetration to The Tooth Pu
Mild & Periopical
Chronic Abscess Formation
Pulpitis Akut
(Sensitif Terhadap
Periopical Pain on Chewing
Periapical Panas/Dingin, Nyeri)
Granuloma Cyst
Unchecked Spreading
Radioluscent
apex Irreversible Pulpitis
Spreading to
Alvedar Bone Pulp Necrosis
Osteomyelifis Severe
Sakit Pain
secara Sharp Throbbing
Sensitifitas
Konstan Kehilangan terhadap Dingin
Makin parah
Deep Fascial Penetrate &
Planes Drain Through
Gingivae
Virulent Cellulitis (Parulis/Gum
(Ludwig’s Angina) Boil)
40
Cellulitis
1. Overview
Selulitis adalah infeksi umum dan berpotensi serius yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri menginfeksi
lapisan dalam kulit dan jaringan di bawah kulit. Tanda pertama selulitis biasanya kulit merah dan
bengkak. Ketika Anda menyentuh area yang terinfeksi, seringkali terasa hangat dan lembut. Infeksi ini
dapat muncul di mana saja pada kulit. Orang dewasa sering mendapatkannya di kaki bagian bawah. Pada
anak-anak, selulitis cenderung muncul di wajah atau leher.
Jika Anda memiliki selulitis, Anda akan melihat bahwa area tubuh Anda yang terkena berwarna merah
dan bengkak. Mungkin sulit menentukan di mana kemerahan berakhir dan kulit yang tampak normal
dimulai. Saat Anda menyentuh area, rasanya hangat. Menekan kulit yang hangat, keras, dan bengkak
seringkali menyakitkan. Sebelum Anda melihat tanda-tanda di kulit Anda, Anda mungkin merasa sakit.
Beberapa orang mengalami demam, kedinginan, atau kelelahan. Ini semua adalah tanda-tanda infeksi.
Jika Anda memiliki infeksi parah, Anda mungkin juga merasakan sakit yang hebat, keringat dingin, mual,
kantuk, atau sulit berkonsentrasi. Ketika infeksi parah, beberapa orang mengembangkan lecet pada kulit
yang merah dan bengkak. Kelenjar getah bening terdekat infeksi mungkin merasa bengkak. Anda
mungkin melihat garis merah di daerah itu, luka terbuka, atau benjolan berisi nanah.
3. Penyebab
Bakteri menyebabkan selulitis. Streptococcus (strep) dan Staphylococcus (staph) bertanggung jawab atas
sebagian besar kasus selulitis. MRSA (methicillin-resistant Staph aureus) dan bakteri lain juga dapat
menyebabkan selulitis.Banyak dari bakteri ini hidup di kulit kita tanpa menimbulkan masalah. Namun
begitu mereka masuk ke dalam tubuh, mereka menjadi berbahaya.
Bakteri mungkin masuk ke dalam tubuh ketika kita melukai kulit kita. Cedera bisa terlihat jelas, seperti
luka terbuka atau luka bakar parah. Luka, goresan, dan lecet juga memberi jalan bagi bakteri untuk
masuk.
41
TRISMUS
42
ODONTOGENIC INFECTIONS (OIs)
a. Definisi
INFEKSI. Adalah invasi dan kolonisasi patogen mikroorganisme ke jaringan tubuh,
menghasilkan injuri seluler lokal yang disebabkan oleh respon metabolisme kompetitif,
toksin, replikasi intraseluler, atau antigen-antibodi
INFEKSI ODONTOGENIK. Adalah infeksi yang berasal dari dental pulp, periodontium,
jaw bones, atau jaringan sekitarnya. Infeksi odontogenik kebanyakn oleh bakteri. (SM Balaji,
Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery)
Infeksi odontogenik adalah penyakit pada gigi yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri
flora normal yang ada pada rongga mulut (Streptococcus) dan berasal dari gigi.
c. Etiologi
- Microbacterial atau terdapat banyak
bakteri pada rongga mulut
- Plaque pada gigi
- Bad hygine
- Diet (pola makan) suka makan makanan
yang manis
d. Mikrobiologi infeksi odontogenik
95% kasus:
- Gram + cocci aerobic (Streptococcus spp.)
dan anaerobic (Streptococcus spp., peptococcus
spp., dsb)
43
- Gram – bacilli anaerobic (Prevotella spp., Porphyromonas spp.)
e. Rute penyebaran
- Penyebaran langsung: jaringan lunak superfisial, fascial spaces berdekatan, dan spaces
medulari lebih dalam dari tulang alveolar penyebaran osteomyelitis
- Penyebaran tidak langsung: rute limfatik (nodus regional di kepala dan leher: submental,
submandibular, deep cervical, parotid, and occipital) dan rute hematogen (ke organ-organ
seperti otak)
f. Tahap-tahap infeksi
Tahap-tahap infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka
menjalani resolusi, yaitu selama 1-3 hari: pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan
adonannya konsisten, antara 5-7 hari: tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau
mukosa sehingga membuatnya dapat ditekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat lapisan epitel,
membuatnya berfluktuasi; akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah
pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat
dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.
g. Klasifikasi
Berdasarkan tipe infeksinya :
a) Infeksi odontogen lokal
Ex: abss periodontal akut, periimlantitis
b) Infeksi odontogen luas atau menyebar
Ex: early cellulitis
c) Mengancam jiwa
Ex: fascilitis, Ludwig’s
1) Dental caries : penyakit pada gigi yang disebabkan oleh metabolisme gula di plaque gigi,
yang diakibatkan oleh dari infeksi bakteri streptococcus mutans
2) Periodontal disease : penyakit akibat akumulasi plaque dan calculus pada gigi (alcified
dental plaque/tartar)
- Acut inflamatory
- Chronic purulent inflamation
44
Gejala : lokal → pain, edem, kemerahan. Sistemik→ demam, malaise, mual, dan muntah.
3) Acute dentoalveolar abcess : inflamasi purulent akut dari jaringan periapical pada gigi.
Gejala : pain, edem, gigi sensitive
4) Inflamasi gingival hyperplasia : pembesaran atau pelebaran dari gingival akibat inflamasi
lokal
5) Acute necritizing stamatitis : penyait pada oral cavty yang disebabkan oleh poor hygine
dan malnutrisi juga jarang menjadi infeksi yang parah.
Gejala : edema, bleeding, necrotic pada alveolar bone, gingival inflammation
Etiologi : HIV, immine suppresion, malnutrisi
i. Manajemen
8 langkah manajemen infeksi odontogenik:
1. Tentukan tingkat keparahan infeksi
2. Evaluasi pertahanan host
3. Tentukan pengaturan perawatan
4. Surgical
5. Support medically
6. Pilih dan resepkan terapi antibiotik
7. Berikan antibiotik yang benar
8. Evaluasi pasien sesering mungkin
45
j. Komplikasi
1. Direct spread
- Ludwig’s angina
- Necrotizing fasciitis of the head and neck
2. Distant spread
- Thrombosis of the cavernous sinus
- Cerebral abscess
- Meningitis
- Orbital infection
46
Phlegmon / Ludwig’s Angina
Selulitis yang mengancam jiwa
Infeksi yang terjadi pada connective tissue dari lantai mulut, terjadi pada orang dewasa,
bersamaan dengan infeksi gigi dan jika dibiarkan tidak diobati.
Etiologi:
- Streptococcus
- Staphylococcus
- Bacteroides
Faktor Resiko:
1. Anamnesis
- Sakit Gigi
- Nyeri pada Leher
- Pergerakan Leher Terbatas
- Tenggorokan Kering
47
- Dysphagia
- Dysphonia
2. Physical Examination
- Tachypnea
- Tachycardia
- Demam
- Erythema
- Swelling
- Drooling
- Dyspnea
- Tenderness Topalpation of Submandibular Area
- Neck Rigidity
- Trismus
- Tongue Displacement
3. Diagnostic finding
- Evaluasi Laboratorium : WBC Count, ESR
- Diagnostuic imaging: X-Ray Leher & Dada, CT pada Leher
48
49
50
Management
Untuk management pada kasus ini terdapat 8 step yaitu
1. Tentukan tingkat keparahan infeksi
Tingkat keparahan phlegmon/ Ludwig’s Angina dilihat berdasarkan anatomic
location, rate of progression, airways compromise
a. Anatomical Location
Lokasi anatomic dapat menentukan tingkat keparahan
- Buccal, infraorbital vestibular, superperiosteal space : Tingkat keparahan
rendah, tidak mengancam jalan napas
- Submesseteric, pterygomandibular, superficial & deep temporal space,
perimandibular space (submandibular, submental, sublingual) : tingkat
keparahan sedang karena adanya gangguan pernapasan
- Lateral pharyngeal, retropharyngeal dan mediastinum : keadaan paling parah
b. Rate of Progression
Lihat progresif dari pasien seperti lihat dari gejala-geala pasien (tingkat rasa sakit,
trismus, jalan napas)
c. Airways compromise
Lihat dari jalur napasnya ada gangguan atau tidak
2. Evaluasi penyebabnya
a. Immune System Compromise
Lihat apakah pasien memiliki penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
system imun atau kekebalan tubuh contoh : diabetes melitus
3. Tentukan perawatan yang akan digunakan
4. Oprasi/ surgically
Indikasi dilakukannya oprasi
1) Jalan napas sudah sangat terganggu
2) Moderate to high anatomical severity
3) Multiple space involument
4) Progresiditas infeksi cepat
5) Membtuhkan anastesi total
5. Support Medically
51
a. Pemebrian antibiotic selama 10 hari
Penicillin G 4 juta unit / 12 jam I.M
Streptomidin 1mg/12 jam I.V
Staphcilin 900mg/4jam I.M
Tetracilin 500mg/12 jam I.V
b. Supportive Care
Istirahat dan nutrisi yang cukup
c. Pemberian analgesic
Diklofenak 50mg/8 jam
Ibuprofen 100-600 mg/8 jam
Catatan : jika kortikosteroid diberikan, tambahkan anakgesic murni seperti
paracetamol 650mg/4-6 jam atau opioid dosis rendah kodein 30mg/6 jam
6. Pilih dan Resepkan Antibiotik
Inisiasi intraoral : sublingual space
External iniciation : perimandibular space
Nasotracheal : apabila kesulitan membuka mulut/ ada edem di mulut
7. Berikan antibiotic dengan benar
8. Sellau evaluasi pasien
Komplikasi
1. Massive swelling In neck (Bull Neck)
2. Di larynx ( Edema Epiglottis)
3. Di Retropharyngeal space (Mediastinum Infaction)
4. Di lateral pharyngeal space (Trombosi jugular Vein)
5. Asphyxia
Prognosis
AD BONAM
52
ALGORITMA PENGOBATAN PHLEGMONE
53
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang
bersifat wajib dari peserta,
guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka
dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan
kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor
risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB
(DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama
dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi
dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan
mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
54
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan
tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukandari faskes
primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes
sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus
yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya
tersedia di faskes tersier.
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan
terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan
kesehatan tingkat pertama kecualidalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan
pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat
pertama
Rujukan Parsial
55
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam
rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Faskes tersebut.
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas
kesehatan perujuk
cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan
cairan tubuh dan komponen darah)
4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk
ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran
darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat
oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya
diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa
melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan
pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan.
56
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan
melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat
suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya
“polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal
(di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.
3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat
(ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan
pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan
(di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan),
sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi
bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan
mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan
untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat
dalam darah untuk membunuh bakteri.
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous
Cannulation)
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
57
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
• Rasa perih/sakit
• Reaksi alergi
1. Cairan hipotonik:
osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%.
1. Cairan Isotonik:
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah),
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
1. Cairan hipertonik:
osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
58
hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
1. Kristaloid:
bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan
cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
1. Koloid:
ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran
kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik
cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah
dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Na 130 mEq
K 4 mEq
Cl 109 mEq
Ca 3 mEq
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonatus
3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
59
5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml
RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko
memperburuk edema serebral
KA-EN 1B
Indikasi:
1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus
emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2. < 24 jam pasca operasi
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-
500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Indikasi:
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral
terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
KA-EN MG3
Indikasi :
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral
terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
KA-EN 4A
Indikasi :
60
Komposisi (per 1000 ml):
Na 30 mEq/L
K 0 mEq/L
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
1.
o Na 30 mEq/L
o K 8 mEq/L
o Cl 28 mEq/L
o Laktat 10 mEq/L
o Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
1. Untuk resusitasi
2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
1. Resusitasi
2. Suplai ion bikarbonat
3. Asidosis metabolik
MARTOS-10
Indikasi:
61
1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres
berat dan defisiensi protein
3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
4. Mengandung 400 kcal/L
AMIPAREN
Indikasi:
AMINOVEL-600
Indikasi:
PAN-AMIN G
Indikasi:
cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
62
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan
cairan tubuh dan komponen darah)
4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk
ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran
darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat
oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya
diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa
melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan
pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan
melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat
suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya
“polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal
(di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.
3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat
(ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan
pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan
(di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan),
sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi
bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan
mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan
untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat
dalam darah untuk membunuh bakteri.
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous
Cannulation)
63
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar
dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi
syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps
(tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat
memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
• Rasa perih/sakit
• Reaksi alergi
1. Cairan hipotonik:
osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
64
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%.
1. Cairan Isotonik:
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah),
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
1. Cairan hipertonik:
osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
1. Kristaloid:
bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan
cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
1. Koloid:
ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran
kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik
cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah
dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
65
Na 130 mEq
K 4 mEq
Cl 109 mEq
Ca 3 mEq
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonatus
3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml
RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko
memperburuk edema serebral
KA-EN 1B
Indikasi:
1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus
emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2. < 24 jam pasca operasi
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-
500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Indikasi:
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral
terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
KA-EN MG3
Indikasi :
66
1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral
terbatas
2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
KA-EN 4A
Indikasi :
Na 30 mEq/L
K 0 mEq/L
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
1.
o Na 30 mEq/L
o K 8 mEq/L
o Cl 28 mEq/L
o Laktat 10 mEq/L
o Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
1. Untuk resusitasi
67
2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
1. Resusitasi
2. Suplai ion bikarbonat
3. Asidosis metabolik
MARTOS-10
Indikasi:
AMIPAREN
Indikasi:
AMINOVEL-600
Indikasi:
PAN-AMIN G
68
Indikasi:
Inflamasi atau peradangan merupakan respon normal yang protektif terhadap cedera jaringan. Dapat
disebabkan oleh trauma, bahan kimia berbahaya, ataupun mikrobiologis. Peradangan sendiri merupakan
upaya tubuh untuk meninaktifkan atau menghancurkan organisme yang menyerang, menghilangkan
iritasi, dan mengatur perbaikan jaringan.
Mekanisme inflamasi:
69
Terapi pasien dengan peradangan melibatkan dua sasaran utama: pertama, meredakan gejala dan
mempertahankan fungsi, yang biasanya merupakan keluhan utama pasien dan kedua, memper- lambat
atau menghentikan proses yang merusak jaringan.
70
Macam – macam anti-inflamation drugs:
1. Prostaglandin
Merupakan NSAID dengan menghambat sintesis prostaglandin. Memiliki peran tuma pada
memodulasi nyeri, peradangan, dan demam. Fungsi fisiologis prostaglandin adalah sekresi dan
produksi lender di saluran gastrointestinalm kontraksi uterus, dan mengatur aliran darah ginjal.
Prostaglandin akan dilepaskan juga pada saat proses inflamasi dan alergi
a. Alprostadil
Alprostadil [al-PROS-ta-dil] adalah PGE1 yang diproduksi secara alami pada jaringan seperti
vesikula seminalis dan jaringan kavernosa, di plasenta, dan di duktus arteriosus janin. Secara
terapi, alprostadil dapat digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi atau untuk menjaga
ductus artelusus terbuka pada neonatus dengan kondisi jantung bawaan sampai operasi
dimungkinkan. PGE1 mempertahankan paten ductus arteriosus selama kehamilan. Ductus
menutup segera setelah melahirkan untuk memungkinkan sirkulasi darah normal antara paru-
paru dan jantung. Infus obat mempertahankan duktus terbuka seperti yang terjadi secara
alami selama kehamilan, memungkinkan waktu sampai koreksi bedah dimungkinkan.
b. Lubiprostone
Lubiprostone [loo-bee-PROS-tone] adalah turunan PGE1 yang diindikasikan untuk
pengobatan sembelit idiopatik kronis, ketentuan yang diinduksi opioid, dan sindrom iritasi
usus besar disertai sembelit. Ini merangsang saluran klorida dalam sel luminal epitel usus,
meningkatkan sekresi cairan usus yang meningkat (lihat Bab 31). Mual dan diare adalah efek
samping lubiprostone yang paling umum (Gambar 36.4). Mual dapat dikurangi jika
dikonsumsi bersama makanan.
c. Misoprotosol
Misoprostol [mye-soe-PROST-ole], analog PGE1, digunakan untuk melindungi lapisan
mukosa lambung selama pengobatan NSAID kronis. Misoprostol berinteraksi dengan
reseptor prostaglandin pada sel parietal di dalam perut, mengurangi sekresi asam lambung.
Selain itu, misoprostol memiliki efek sitoprotektif GI dengan merangsang produksi lendir dan
bikarbonat. Kombinasi efek ini mengurangi kejadian ulkus lambung yang disebabkan oleh
NSAID. [Catatan: Ada produk kombinasi yang mengandung diklofenak dan misoprostol.]
Misoprostol juga digunakan di luar label dalam pengaturan kebidanan untuk induksi
persalinan, karena ia meningkatkan kontraksi uterus dengan berinteraksi dengan reseptor
prostaglandin di dalam uterus. Misoprostol memiliki potensi risiko untuk memicu aborsi pada
wanita hamil. Karena itu, obat ini dikontraindikasikan selama kehamilan. Penggunaannya
dibatasi oleh efek samping umum termasuk diare dan nyeri perut.
71
secara substansial mengubah ketersediaan-hayati mereka. Kebanyak an OAINS
dimetabolisasi secara ekstensif, sebagian oleh mekanisme faseI diikuti oleh fase II dan yang
lain oleh glukuronidasi langsung (fase II) saja. Metabolisme OAINS berlanjut, umumnya,
melalui famili enzim P 0 C P3A atau C P2C di hati. Sementara ekskresi di ginjal adalah rute
terpenting eliminasi akhir, hampir semua obat mengalami ekskresi di empedu dan reabsorpsi
(sirkulasi enterohep- atik) dengan derajat bervariasi. Pada kenyataannya, derajat iritasi
saluran cerna bawah berkorelasi dengan jumlah sirkulasi entero- hepatik. Sebagian besar
OAINS sangat terikat ke protein (sekitar ), biasanya ke albumin. Kebanyakan OAINS (mis.
ibuprofen, ketoprofen) adalah campuran rasemik, sementara satu, naproksen, disediakan
sebagai enantiomer tunggal dan beberapa tidak memiliki pusat kiral (mis. diklofenak).
Semua OAINS dapat ditemukan di cairan sinovium setelah pem- berian obat berulang. Obat
dengan waktu-paruh singkat berada di sendi paling lama daripada yang diperkirakan dari
waktu-paruh mereka, sementara obat dengan waktu-paruh lebih lama meng hilang dari cairan
sinovium dengan laju setara dengan waktu-paruh mereka.
b. Farmakodinamik
Aktivitas anti-inflamasi OAINS terutama diperantarai oleh inhibisi biosintesis prostaglandin
(Gambar 36-2). Berbagai OAINS mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk
inhibisi kemotaksis, penekanan produksi interleukin-I, penekanan produksi radikal be- bas
dan superoksida, dan mengganggu proses-proses intrasel yang diperantarai oleh kalsium.
Aspirin secara ireversibel mengasetilasi dan menghambat siklo-oksigenase trombosit,
sementara OAINS non-selektif-CO adalah inhibitor reversibel. Untuk OAINS yang lebih
lama, selektivitas untuk CO -1 versus CO -2 bervariasi dan inkomplit, tetapi telah disintesis
inhibitor selektif CO -2. Pada dosis yang lazim, inhibitor CO -2 selektif tidak memengaruhi
fungsi trombosit. Dalam menguji darah lengkap manusia, aspirin, ibuprofen, indometasin,
72
piroksikam, dan sulindak agak lebih efektif dalam menghambat CO -1. Efikasi obat-obat
selektif-CO 2 setara dengan OAINS lama, sementara keamanan saluran cerna meningkat. Di
pihak lain, inhibitor CO -2 selektif mungkin meningkatkan insidens edema dan hipertensi.
Sejak bulan Agustus 2011, selekoksib dan meloksikam, yang kurang selektif, adalah satu-
satunya inhibitor CO -2 yang dipasarkan di AS. Rofekoksib dan valdekoksib, dua inhibitor
CO -2 selektif yang pernah dipasarkan, ditarik dari pasaran karena keterkaitan mereka dengan
meningkatnya penyulit trombotik kardiovaskular. Selekoksib memiliki black box Food and
Drug Administration yang meng- ingatkan akan risiko kardiovaskular. Dianjurkan bahwa
label produk semua OAINS direvisi untuk menyebutkan risiko kardiovaskular. OAINS
mengurangi sensitivitas pembuluh terhadap bradikinin dan histamin, memengaruhi produksi
limfokin oleh limfosit T, dan memulihkan vasodilatasi pada peradangan. Dengan derajat yang
bervariasi, semua OAINS baru bersifat analgesik, anti-inflamasi, dan antipiretik, dan semua
(kecuali obat selektif-CO 2 dan salisilat non- asetilasi) menghambat agregasi trombosit.
OAINS adalah iritan lambung dan dapat menyebabkan tukak dan perdarahan saluran cerna,
meskipun sebagai satu golongan obat-obat yang lebih baru cen-derung lebih sedikit
menyebabkan iritasi GI daripada aspirin. Nefrotoksisitas pernah dijumpai pada semua obat
yang telah banyak digunakan. Nefrotoksisitas sebagian disebabkan oleh terganggunya
autorgulasi aliran darah ginjal, yang dimodulasi oleh prostaglandin.
c. Efek samping
Efek samping umumnya serupa untuk semua OAINS:
1. Susunan saraf pusat: Nyeri kepala, tinitus, dan pusing bergoyang.
2. Kardiovaskular: Retensi cairan, hipertensi, edema, dan meskipun jarang, infark
miokardium, dan gagal jantung kongestif.
3. Saluran cerna: Nyeri abdomen, displasia, mual, muntah, dan, meskipun jarang, tukak
atau perdarahan.
4. Hematologik: Meskipun jarang, trombositopenia, neutropenia, atau bahkan anemia
aplastik.
5. Hati: Kelainan tes fungsi hati dan, jarang gagal hati.
6. Paru-paru:Asma.
. Kulit:Ruam,semuajenis,gatal.
.
7. Ginjal: Insufisiensi ginjal, gagal ginjal, hiperkalemia, dan proteinuria.
73
ASPIRIN
Pemakaiannya yang telah lama dan ketersediaannya tanpa resep menyebabkan aspirin mulai kehilangan
kepopulerannya dibanding- kan dengan OAINS yang lebih baru. Aspirin kini jarang digunakan sebagai
obat anti-inflamasi dan akan dibahas hanya dalam kaitan- nya dengan efek anti-trombositnya (yi, dosis 1-
32 mg sekali sehari).
a. Farmakokinetik
Asam salisilat adalah suatu asam organik sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin (asam asetilsalisilat,
ASA) memiliki pKa 3, (lihat Tabel 3 -1). Salisilat cepat diserap dari lambung dan usus halus
bagian atas menghasilkan kadar salisilat plasma puncak dalam 1-2 jam, Aspirin diserap secara
utuh dan cepat dihidrolisis (waktu-paruh serum 1 menit) menjadi asam asetat dan salisilat oleh
esterase di jaringan dan darah (Gambar 36-3). Salisilat terikat secara non- linier ke albumin.
Alkalinisasi urin meningkatkan laju ekskresi salisilat bebas dan konjugat-konjugatnya yang larut
air.
b. Mekanisme kerja
Aspirin secara ireversibel menghambat CO sedemikian sehingga efek anti-trombosit aspirin
menetap -10 hari (usia trombosit). Di- jaringan lain, sintesis CO baru menggantikan enzim yang
inaktif sehingga dosis biasa menghasilkan lama kerja 6-12 jam.
74
c. Pemakaian klinis
Aspirin menurunkan insidens serangan iskemik transien (transient ischemic attack, TIA), angina
tak-stabil, trombosis arteri koronaria dengan infark miokardium, dan trombosis setelah tandur
pintas arteri koronaria (lihat Bab 3 ). Studi-studi epidemiologik menyarankan bahwa pemakaian
jangka panjang aspirin pada dosis rendah menyebabkan penurunan insidens kanker kolon,
mungkin berkaitan dengan efeknya dalam menghambat CO .
d. Efek samping Selain efek samping umum yang tercantum sebelumnya, efek samping utama
aspirin pada dosis antitrombosis adalah gangguan lambung (intoleransi) serta tukak lambung dan
duodenum. Hepato- toksisitas, asma, ruam, perdarahan saluran cerna, dan toksisitas ginjal jarang
terjadi pada dosis antitrombosis. Efek antitrombosit aspirin menyebabkan pemakaiannya
dikontra- indikasikan pada pasien dengan hemofilia. Meskipun sebelumnya tidak dianjurkan
selama kehamilan, aspirin mungkin berguna dalam mengobati praeklamsia-eklamsia.
3. Acetaminophen
Acetaminophen [a-SEET-a-MIN-oh-fen] (N-asetil-p-aminofenol atau APAP) menghambat
sintesis prostaglandin dalam SSP. Ini menjelaskan sifat antipiretik dan analgesiknya.
Asetaminofen memiliki efek yang lebih kecil pada siklo- oksigenase dalam jaringan perifer
(karena inaktivasi perifer), yang menyebabkan aktivitas anti-inflamasi yang lemah.
Acetaminophen tidak mempengaruhi fungsi trombosit atau menambah waktu perdarahan. Itu
tidak dianggap sebagai NSAID.
Acetaminophen adalah pengganti yang cocok untuk efek analgesik dan anti-piretik NSAID untuk
pasien dengan keluhan / risiko lambung, pada mereka yang perpanjangan waktu perdarahan tidak
diinginkan, serta mereka yang tidak memerlukan aksi anti-inflamasi dari NSAID. NSAID.
Asetaminofen adalah analgesik / antipiretik pilihan untuk anak-anak dengan infeksi virus atau
cacar air (karena risiko sindrom Reye dengan aspirin).
Asetaminofen cepat diserap dari saluran GI. Metabolisme first-pass yang signifikan terjadi pada
sel luminal usus dan di hepatosit. Dalam keadaan normal, asetaminofen terkonjugasi di hati untuk
membentuk metabolit glukuronidasi atau sulfat yang tidak aktif. Sebagian acetaminophen
dihidroksilasi untuk membentuk N-asetil-p-benzoquinonimin, atau NAPQI, suatu metabolit yang
sangat reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus sulfhidril dan menyebabkan kerusakan hati.
Pada dosis normal acetaminophen, NAPQI bereaksi dengan kelompok sulfhydryl glutathione,
yang diproduksi oleh hati, membentuk zat yang tidak beracun (Gambar 36.16). Asetaminofen dan
metabolitnya diekskresikan dalam urin. Obat ini juga tersedia dalam formulasi intravena dan
dubur.
75
PATOMEKANISME
76
77
BHP :
IIMC :
- Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
-
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah : 222)
78
Daftar Pustaka
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50).
Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)
Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p 214-26)
Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd edition, Canada:
BC Decker Inc.
Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia
Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis
Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002,
Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia
79