Anda di halaman 1dari 34

REFERAT: LABIOSCHISIS

Disusun oleh:
Mustika Dinna Wikantari - 2013730156

Pembimbing:
dr. Lukman Nurfauizi, Sp. B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
BLUD RUMAH SAKIT SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
Anatomi Wajah
Gambar A. Janin pada akhir minggu keempat yang memperlihatkan posisi
arkus-arkus faring. B. Janin berumur 4,5 minggu yang memperlihatkan
prominensia mandibularis dan maksilaris.
 Kepala dan leher dibentuk oleh
beberapa tonjolan dan lengkungan
antara lain prosesus frontonasalis,
prosesus nasalis medialis dan
lateralis, prosesus maksilaris dan
prosesus mandilbularis.
 Pada awal perkembangan, wajah
janin adalah daerah yang dibatasi
di sebelah cranial oleh lempeng
neural, di cauda oleh pericardium,
dan di lateral oleh processus
mandibularis arcus pharyngeus
pertama kanan dan kiri.
 Di tengah-tengah daerah ini,
terdapat cekungan ektoderm yang
dikenal sebagai stomodeum.
 Pada dasar cekungan terdapat
membran buccopharyngeal.
 Pada minggu keempat, membran
buccopharyngeal pecah sehingga
stomodeum berhubungan langsung
dengan usus depan (foregut).
ANATOMI
 Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada
menyatunya sejumlah processus penting (teori fusi
processus), yaitu processus frontonasalis, processus
maxillaris, dan processsus mandibularis.
 Processus frontonasalis mulai sebagai proliferasi
mesenkim pada permukaan ventral otak yang sedang
berkembang, menuju kearah stomodeum.
 Sementara itu, processus maxillaris tumbuh
keluar dari ujung atas arkus pertama dan berjalan ke
medial, membentuk pinggiran bawah orbita.
 Processus mandibularis arcus pertama kini saling
mendekat satu dengan yang lain di garis tengah, di
bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang
bawah dan bibir bawah.
ANATOMI
Embriogenesis Bibir
 Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis yang terutama
terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama
oleh pasangan pertama arkus faring.
 Prominensia frontonasalis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang
terletak ventral dari vesikula otak, membentuk batas atas stomodeum.
 Di kedua sisi prominensia frontonasalis, muncul penebalan lokal
permukaan ektoderm, plakoda nasalis.
 Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) tersebut
mengalami invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung).
Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris tersebut
bertambah besar.
 Secara bersamaan, tonjolan ini tumbuh ke arah medial, menekan
prominensia nasalis mediana ke arah garis tengah. Selanjutnya, celah antara
prominensia nasalis mediana dan prominensia maksilaris lenyap dan
keduanya menyatu.
 Karena itu, bibir atas dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua
prominensia maksilaris. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh prominensia
mandibularis yang menyatu di garis tengah.
ANATOMI
Embriogenesis Hidung
 Segmen intermaksila terbentuk akibat
pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial,
kedua prominensia nasalis mediana menyatu
tidak hanya di permukaan tetapi juga di bagian
yang lebih dalam.
 Struktur ini terdiri dari komponen bibir yang
membentuk filtrum bibir atas; komponen rahang
atas yang membawa empat gigi seri; dan
komponen palatum yang membentuk palatum
primer yang berbentuk segitiga.
 Segmen intermaksila bersambungan dengan
bagian rostral septum nasale yang dibentuk oleh
prominensia frontalis.
Gambar A. Potongan frontal melalui kepala janin 7,5 minggu. Lidah
telah bergeser ke bawah dan bilah-bilah palatum telah mencapai posisi
horizontal. B. Pandangan ventral bilah-bilah palatum setelah rahang dan
lidah diangkat.
ANATOMI
Palatum Sekunder
 palatum primer berasal dari segmen intermaksila,
bagian utama palatum definitif dibentuk oleh dua
pertumbuhan berbentuk bilah (shelves) dari
prominensia maksilaris.
 Pertumbuhan keluar ini, palatine shelves (bilah-
bilah palatum), muncul pada minggu keenam
perkembangan dan mengarah oblik ke bawah di
kedua sisi lidah.
 Namun, pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum
bergerak ke atas untuk memperoleh posisi horizontal
di atas lidah dan menyatu, membentuk palatum
sekunder.
DEFINISI
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing
adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Celah
pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan
jika celah terdapat pada kedua sisi disebut
labioschisis bilateral
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, kelainan ini cukup sering dijumpai, walaupun tidak
banyak data yang mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan
celah palatum yang tidak tertangani di Indonesia mencapai 5.000-
6.000 kasus per tahun, diperkirakan akan bertambah 6.000-7.000
kasus per tahun. Namun karena berbagai kendala, jumlah penderita
yang bisa dioperasi jauh dari ideal, hanya sekitar 1.000-1.500 pasien
per tahun yang mendapat kesempatan menjalani operasi.
ETIOLOGI
 Faktor genetik
 Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum
diketahui
 Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan
prosessus medialis menyatu
 Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen
dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan
cacat pada embrio).
 Beberapa obat (korison, anti konsulfan,
klorsiklizin).
 Mutasi genetic atau teratogen.
ETIOLOGI
 Faktor lingkungan seperti infeksi virus (misal
rubella) dan agen teratogenik (seperti steroid,
antikonvulsan) selama trimester pertama
kehamilan, telah dicurigai berkaitan erat dengan
terjadinya sumbing.
 Resiko terjadinya karena semakin tuanya usia
orangtua, terutama lebih dari 30 tahun, dengan
usia sang ayah nampaknya lebih merupakan
faktor signifikan dibandingkan usia ibu.
KLASIFIKASI
 Labioschisis diklasifikasikan
berdasarkan lengkap/ tidaknya celah
yang terbentuk :
- Komplit
- Inkomplit

 Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan


- Unilateral
- Bilateral
KLASIFIKASI
 Unilateral Incomplete  Apabila celah
sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir
dan tidak memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral complete  Apabila celah sumbing
terjadi hanya di salah satu bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral complete  Apabila celah sumbing
terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4
golongan yaitu :

Golongan I : Celah pada langit-langit lunak

Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras


dibelakang foramen
insisivum

Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras


mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi

Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras


mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi
MANIFESTASI KLINIS
 Masalah asupan makanan
 Masalah Dental
 Infeksi telinga
 Gangguan berbicara
DIAGNOSIS
 Anamnesis dan
pemeriksaan fisik saat
bayi lahir
 USG dan MRI pada
saat masa kehamilan.
Biasanya terdeteksi saat
kunjungan rutin
antenatal
PENATALAKSANAAN
 Prioritas pertama antara lain pada tekhnik pemberian
nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi,
fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
 Penanganan  bedah plastik yang bertujuan
menutupi kelainan, mencegah kelainan,
meningkatkan tumbuh kembang anak.
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis
yaitu

 Tahap sebelum operasi


 Tahap operasi
 Penanganan Prabedah dan Pasca
Bedah
PENATALAKSANAAN
 Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya
dilakukan setelah umur 3 bulan, ketika anak itu
telah menunjukkan kenaikan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran
nafas atau sistemik.
 Tujuan pembedahan / operasi :
 Menyatukan bagian – bagian celah
 Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas
 Mengurangi regurgitasi hidung
 Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila
PENATALAKSANAAN
 Labioplasty dilakukan apabila sudah
tercapai ”rules of overten” yaitu 
umur diatas 10 minggu, BB diatas 10
ponds (± 5 kg), tidak ada infeksi
mulut, saluran pernafasan untuk
mendapatkan bibir dan hidung yang
baik, koreksi hidung dilakukan pada
operasi yang pertama.
Perlekatan bibir unilateral
Menggunakan Millard rotation, metode ini dimulai
dengan langkah pertama yaitu menentukan area
operasi. Kemudian membuat flap segiempat di
mukosa vermilion di celah medial dan lateral, lalu
menyatukan kedua mukosa. Penyatuan mukosa itu
dilakukan dengan benang jahit yang dapat diserap di
bibir dalam, setelah itu menjahit dengan benang yang
tidak dapat diserap melewati kartilago septum di sisi
tidak bercelah melewati muskulus orbicularis oris, lalu
kembali ke kartilago septum. Kemudian dengan
benang yang dapat diserap, menjahit di bagian otot
bibir medial dan lateral dengan teknik interrupted
Perlekatan bibir Bilateral
 Metode ini sama dengan operasi unilateral,
hanya berbeda penggunaan teknik
menjahit dengan teknik horizontal mattress
Rekonstruksi Bibir Sumbing

Jika tidak dilakukan perlekatan bibir


sebelumnya, rekonstruksi ini dilakukan pada
bayi usia 8-12 minggu. Di Amerika, para dokter
bedah menggunakan rule of ten untuk
rekonstruksi bibir dengan kiriteria bayi
setidaknya usia 10 minggu, berat 10 pon, dan
hemoglobin 10 gram/dL.
Rekonstruksi bibir sumbing
unilateral
Sebelum operasi, operator menentukan
dasar ala nasal, ujung vermilion, bagian
tengah vermilion, dan panjang filtrum di
bagian yang sumbing. Melakukan insisi
di bagian yang sumbing dan daerah yang
akan direkonstruksi, kemudian menjahit
lapis demi lapis mulai dari muskulus
orbikularis oris, lapisan mukosa, lapisan
kulit, dan kartilago di ala nasi
Rekonstruksi bibir sumbing
bilateral
Prinsip operasi ini sama dengan operasi
unilateral. Setelah itu membuat insisi
untuk filtrum dan ala nasi dari prolabium,
melonggarkan tegangan muskulus
orbikularis oris, dan menjahit lapis demi
lapis mulai dari otot, mukosa, kulit, filtrum,
dan ala nasi
PENATALAKSANAAN
Tindakan selanjutnya adalah menutup langitan
(palatoplasti), dikerjakan sedini mungkin (15 –
24 bulan) sebelum anak mampu bicara
lengkap sehingga pusat bicara di otak belum
membentuk cara bicara. Kalau operasi
dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam
hal kemampuan bicara atau mengeluarkan
suara normal atau tak sengau, sulit di capai.
Pre dan post op labioschizis
Penanganan Prabedah dan
Pasca Bedah
 Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir
dapat dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan
hydrogen peroksida dan salep antibiotika yang diberikan
beberapa kali perhari.
 Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5-7.
 Diet cair atau setengah cair dipertahankan selama 3
minggu dan pemberian makanan dilakukan dengan
tetesan atau sendok.
 Tangan penderita dan mainan juga benda – benda asing
harus dijauhkan dari palatum.
 Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi
secara periodik terutama status kebersihan mulut dan
gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan juga
keadaan psikososial.
KOMPLIKASI
Komplikasi jika tidak dilakukan pembedahan
 Masalah asupan makanan
 Masalah dental
 Infeksi telinga
 Gangguan berbicara
PROGNOSIS
 Kelainan labioskisis merupakan kelainan bawaan
yang dapat dimodifikasi atau disembuhkan.

 Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini


melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal
ini sangat memperbaiki penampilan wajah secra
signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan
yang makin berkembang, 80% anak dengan
labioskisis yang telah ditatalaksana mempunyai
perkembangan kemampuan bicara yang baik.

 Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan


hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
berbicara pada anak labioskisis.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Ed 10. Jakarta: EGC.
2. Zucchero, T.M. et al. 2004 Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene Variantsand the Risk of Isolated Cleft Lip or Palate
New England Journal of Medicine 351:769-780 [1] ^ "Cleft palate genetic clue found". BBC News.2004-08-30.
http://news.bbc.co.uk/1/hi/health/3577784.stm.
3. Malek, R. 2001. Cleft Lip and Palate (Lesions, Pathophysiology and Primary Treatment). Martin Dunitz Ltd. London.
4. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 2002
5. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia / RS dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
6. Young, D.L. Schneider, R.A. Hu, D. Helms, J.A. 2000. Genetic and Teratogenic Approaches to Craniofacial Development.
Critical Reviews in Oral Biology & Medicine 11:304-317.
7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & Surgery-Otolaygology 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006.
8. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck
Surgery, 4th ed. Philadelphia: Mosby Inc; 2005.
9. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi Sumbing Bibir / Langit – Langit di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18.ht.ml
10. Sloan GM (2000). "Posterior pharyngeal flap and sphincter pharyngoplasty: thestate of the art". Cleft Palate
Craniofac. J. 37 (2): 112–22.doi:10.1597/1545-1569(2000)037<0112:PPFASP>2.3.CO;2.PMID 10749049.).
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media
Aeusculapius. FKUI. 2005
12. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 2002
13. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam :Schwartz’s Principles of Surgery. FC
Brunicardi, DK Andersen, TR Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2.Library of Congress Cataloging in
Publication Data; 1999. 1796 – 1800.
14.

Anda mungkin juga menyukai