Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

“ABSES BUKAL MANDIBULA SINISTRA”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik


Madya di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh:
1. DANANG CHANDRA H. BUDIADJI (0120840059)
2. RIZAL ADITYA S. MARLISSA (0100840233)

Pembimbing :
drg. Meiske. E. Paoki. Sp. BM

KEPANITERAAN KLINIK MADYA SMF GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA PAPUA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan
oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang
lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik. (Morison, 2003).
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri,
ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu
menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan
sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak,
sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.
Abses dental adalah infeksi yang terdapat pada daerah mulut, wajah, rahang,
dan tenggorokan dimana asal dari infeksi ini adalah infeksi gigi. Keadaan ini
disebabkan oleh kesehatan dan perawatan gigi yang buruk, kelainan autoimun seperti
sindroma Sjorgen, atau pada pasien yang imunocompromised seperti diabetes
mellitus, post radiasi atau kemoterapi, dan trauma minor di kavitas oral.
Abses dental dapat sangat menyakitkan terutama saat jaringan mengalami
peradangan atau akibat penekanan dari abses. Peradangan adalah reaksi segera dari
tubuh terhadap daerah yang mengalami cedera atau kematian sel. Peradangan ini
biasa ditandai dengan dolor (sakit ), rubor (merah), kalor (panas), tumor (bengkak),

1
dan fungsio laesa (perubahan fungsi). Pada abses, bakteri yang berasal dari karies gigi
dapat meluas ke gusi, pipi, tenggorokan, rahang, dan tulang wajah.
Abses mandibular adalah abses odontogenik yang berlokasi pada margo
mandibula sampai “submandibular space” dan terdapat di bawah insersi
m.Buccinatorius yang merupakan kelanjutan serous periostitis. Pada keadaan klinis
abses mandibular ditemukan tidak terabanya tepian body of Mandible, karena pada
region tersebut telah terisi oleh pus, sehingga terasa pembesaran di region tepi
mandibula.
Abses mandibular dapat menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan.
Apabila hal itu terjadi, maka akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana
nanah akan sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah
tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses. Dan apabila abses tersebut
tidak dirawat dengan benar dapat menyebabkan sepsis, osteomyelitis abses subkutan,
dan plegmon.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya rongga
yang terisi nanah (pus) dalam jaringan patologis.
Abses mandibula adalah abses yang berlokasi pada margo mandibula sampai
“submandibular space” yang merupakan kelanjutan serous periostitis. Secara klinis
pada abses ini berbeda dengan abses yang lain, pada abses mandibular akan
ditemukan tidak terabanya tepi mandibular karena pus telah mengisi region ini. Abses
yang terbentuk merusak jaringan periapical, tulang alveolus, tulang rahang terus
menembus kulit pipi dan membentuk fistel.1,2 Keadaan ini merupakan salah satu
infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi
pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring,
kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam
lain.2

2.2 Anatomi Leher


Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia
servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus
organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang
potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis
superfisialis dan fasia servikalis profunda.3,4
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke
arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia
servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial,
saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.3,4

Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu:3,4

3
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak
sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah
wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi
muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan
membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid
dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago
tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula.
Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid,
trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak
bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat
pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke
toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia
bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian
posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan musculus buccinator.
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi
alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi
alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding
anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior
korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi
otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os
koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding

4
anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini
membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar
tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.

Gambar 1. Potongan obliq leher5

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.6
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:
a. ruang retrofaring
b. ruang bahaya (danger space)
c. ruang prevertebra.

2. Ruang suprahioid terdiri dari:


a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor

5
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.

Gambar 2. Potongan sagital leher6

6
Gambar 3. Potongan axial kepala7

2.3 Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau
kelenjar limfa submandibula.1,3 Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher
dalam lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob. 1
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering
ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman
anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram
negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.8,9

2.4 Patofisiologi
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh
infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini
memiliki enzim aktif yang disebut koagulase dan hyaluronidase. Koagulase berfungsi
untuk mendeposisi fibrin sehingga terbentuk sebuah pseudomembran yang terbuat
dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses. Oleh karena itu,
jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena

7
jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan
ronsen foto. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel
yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), Padahal, fungsi jembatan antar sel
penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel,
juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam
jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun
atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.
Infeksi pada ruang ini biasanya berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari
mandibula. Infeksi yang dapat menyebabkan abses ini terjadi dalam daerah
periapikal, yaitu di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus
menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu
dengan dunia luar. Inilah yang disebut pola penyebaran abses.
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri,
ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu
menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan
sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak,
sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.

2.5 Penyebaran Abses1,2


Seperti yang sudah dibahas di atas, bahwa pola penyebaran abses dipengaruhi
oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot.
Apabila terjadi sebuah kondisi abses periapikal yang mengalami infeksi, pus yang
terkandungnya harus dikeluarkan. Namun apabila pus tidak dikeluarkan akan tertahan
di regio tertentu sehingga dapat menyebar ke regio lain. Proses pergerakan dari pus
tersebut dipengaruhi oleh faktor ketahanan jaringan dan perlekatan otot. Beberapa
proses penyebaran abses, meliputi:

a. Abses Submukosa (Submucous Abscess)

8
Abses submucosa merupakan terdapat pus dibawah lapisan mukosa. Terdapat
empat lokasi abses submucosa yaitu abses yang terletak di palatal, disebut sebagai
Abses Palatal (Palatal Abscess). Yang terletak tepat dibawah lidah dan diatas
(superior) dari perlekatan otot Mylohyoid disebut abses Sublingual (Sublingual
Abscess). Yang terletak di sebelah bucal gigi disebut dengan Abses vestibular,
kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat seperti
Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita
melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari
perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter
(rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan
pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari
perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.

b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)


Abses Bukal (Buccal Space Abscess) dan Abses Vestibular kadang terlihat
membingungkan keadaan klinisnya, akan tetapi akan mudah dibedakan ketika melihat
arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan
otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah),
maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah
inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot
maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.

c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess)


Abses ini tercipta saat jalur pergerakan pus melalui inferior (dibawah)
perlekatan otot Mylohyoid dan masih diatas (superior) otot Platysma.

d. Abses Perimandibular

9
Abses perimandibular merupakan abses yang unik dan khas karena pada
klinisnya ditemukan tidak terabanya tepi body of Mandible karena pada regio tersebut
telah terisi oleh pus, sehingga terasa pembesaran di regio tepi mandibula.

Gambar 4. Potongan frontal oral cavity

e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)


Abses ini terletak tepat dibawah lapisan kulit (subkutan). Ditandai dengan
terlihat jelasnya pembesaran secara ekstra oral, kulit terlihat mengkilap di regio yang
mengalami pembesaran, dan merupakan tahap terluar dari seluruh perjalanan abses.
Biasanya jika dibiarkan, akan terdrainase spontan, namun disarankan untuk
melakukan insisi untuk drainase sebagai perawatan definitifnya.

f. Sinusitis Maksilaris
Keadaan ini merupakan sebuah kelanjutan infeksi yang lumayan ekstrim,
karena letak akar palatal gigi molar biasanya berdekatan dengan dasar sinus
maksilaris, maka jika terjadi infeksi pada periapikal akar palatal gigi molar, jika tidak
tertangani dari awal, maka penjalaran infeksi dimungkinkan akan berlanjut ke rongga
sinus maksilaris dan menyebabkan kondisi sinusitis.
2.6 Diagnosis

10
Anamnesis dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah mandibula, fluktuatif,
dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent
(merupakan tanda khas). Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.2,3,4
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang
bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.

2.7 Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada abses perimandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan
gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah
campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 2,6,8-10
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,

11
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 2,6,8-10
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi
abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os
hioid, tergantung letak dan luas abses.2 Bila abses belum terbentuk, dilakukan
panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.13
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.13
4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.2

12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. MJ
Umur : 39 tahun
Tanggal Lahir : 4 Juli 1980
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Wamena
Alamat : Pasir Dua
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal MRS : 21 Agustus 2019
Nomor Rekam Medik : 42 76 43

3.2. Anamnesis (Autoanamnesis)


Pasien datang ke Polik Bedah Mulut dengan keluhan nyeri disertai
bengkak pada pipi sebelah kiri sejak ± 1 minggu. Pasien mengaku sebelum
terjadi nyeri dan bengkak pasien sudah mengeluhkan sakit gigi ujung belakang
kiri bawah beberapa bulan terakhir. Pasien juga terbatas dalam membuka mulut.
Pasien mengaku tidak ada sesak, demam (+) semalam sebelum datang ke polik.
Pasien mengaku nafsu makan dan minum menurun, dan juga sulit tidur
dikarenakan nyeri. Dua hari yang lalu pasien sudah berobat ke Puskesmas dan
mendapatkan obat, namun nyeri tidak dirasakan berkurang dan pipi masih tetap
bengkak.
1) Keluhan Utama
Nyeri disertai bengkak pada pipi sebelah kiri
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Polik Bedah Meluh dengan keluhan nyeri disertai bengkak
pada pipi sebelah kiri sejak ± 1 minggu.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat Penyakit kardiovaskular : disangkal
4) Riwayat Alergi
- Riwayat alergi makanan : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal

13
5) Riwayat Sosial
- Riwayat Merokok : disangkal
- Riwayat Makan Pinang : disangkal
- Riwayat Minuman Beralkoho : Terakhir tahun 2013

3.3. Pemeriksaan Fisik


1) Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 111x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu : 36,8oC
2) Pemeriksaan Ekstraoral
- Muka: Asimetris (+) sinistra
- Pipi : Massa (+) ukuran 7cm x 5cm x 3cm, eritema (+), nyeri tekan
(+), inti negatif, fistula negatif.
- Bibir: dalam batas normal

Gambar 5. Pemeriksaan Ekstra Oral

3) Pemeriksaan Intra oral:


- Lidah: Dalam batas normal
- Mukosa bukal: Trismus 5 mm edema bukal regio 78, 8 SDE
- Mukosa palatinal: Sulit dievaluasi
- Gingival: Edema (+) dan eritema regio 78
- Gigi-geligi : Karies 7 8 SDE

14
Gambar 6. Pemeriksaan Intra Oral

3.4. Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Thoraks

15
 Tidak tampak deviasi trakea
 Tidak tampak kardiomegali
 Corakan bronchovaskular normal
 Sudut costofrenikus lancip
Gambar 7. Hasil foto thoraks

16
2. Pemeriksaan Darah

Gambar 8. Hasil pemeriksaan darah

3.5. Diagnosa Kerja


Abses Bukal Mandibula Sinistra

3.6. Penatalaksanaan
IVFD RL : D5 = 1000ml : 500ml
Ceftriaxone 1gr/12 jam (iv)
Methylprednisolone 125mg/8 jam (iv)
Antrain 1gr/8 jam (iv)
Diet TKTP Bubur
Pro Insisi Abses, Jumat 23/08/2019

17
3.7 Laporan Operasi

G
ambar 9. Laporan Operasi

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Abses mandibular adalah abses odontogenik yang berlokasi pada margo


mandibula sampai “submandibular space” dan terdapat di bawah insersi
m.Buccinatorius yang merupakan kelanjutan serous periostitis.
4.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah benar?
Seorang laki-laki 39 tahun datang ke Polik Bedah Mulut RSUD Dok II
Jayapura mengeluhkan nyeri disertai bengkak pada pipi sebelah kiri ± 1 minggu.
Pasien mengaku sebelum terjadi nyeri dan bengkak pasien sudah mengeluhkan sakit
gigi ujung belakang kiri bawah beberapa bulan terakhir. Pasien mengatakan nyeri
terus menerus sehingga pasien sulit makan dan tidur.
Dua hari yang lalu pasien sudah berobat ke Puskesmas dan sudah
mendapatkan obat. Namun nyeri tidak dirasakan berkurang dan pipi masih tetap
bengkak. Pasien sulit untuk membuka mulut. Pasien menjadi sulit makan dan minum.
Pasien demam, tidak sesak napas. Riwayat merokok disangkal, riwayat makan pinang
disangkal, konsumsi minuman beralkohol terakhir pada tahun 2013.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 21 Agustus 2019 pukul 09.00 di Poliklinik
Bedah Mulut. Pada wajah ditemukan asimetri (+) sinistra, eritema (+), nyeri tekan
(+), tepi rahang tidak teraba, trismus mulut (+) 5 cm. Hal ini sesuai teori, bahwa tepi
rahang tidak teraba karena pada region tersebut telah terisi oleh pus, sehingga terasa
pembesaran di region tepi mandibula. Trismus yang terjadi juga karena keterlibatan
musculus pterygoid. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di
daerah mandibula, dan nyeri tekan
Pada pemeriksaan intraoral terdapat karies pada gigi 7 8 SDE. Hal ini
sesuai teori, karena infeksi pada mandibula biasanya berasal dari gigi molar kedua
dan ketiga , dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibula.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis sebagai
Abses mandibula. Untuk tatalaksana dilakukan cek darah rutin, GDS, PT/APTT. Hal
ini sesuai teori, untuk mengetahui apakah didapatkan leukositosis.

19
4.2 Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dengan terapi pemberian
antibiotik ceftriaxone 2x1gr, Metronidazole drip 3x500mg, dan Antrain 3x1gr secara
intravena dan insisi drainase. Hal ini sesuai teori, karena abses telah terbentuk, maka
evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal
untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi
os hioid, tergantung letak dan luas abses. Monitoring keadaan umum, tanda vital, dan
obstruksi jalan nafas.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Abses mandibular adalah abses yang berlokasi pada margo mandibula sampai
“submandibular space” yang merupakan kelanjutan serous periostitis. Secara klinis
pada abses ini berbeda dengan abses yang lain, pada abses mandibular akan
ditemukan tidak terabanya tepi mandibular karena pus telah mengisi region ini..
Abses mandibula ddisebabkan oleh infeksi yang dapat bersumber dari gigi,
dasar mulut, faring, tonsil, sinus, dan kelenjar liur atau kelenjar limfa submandibula.
Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.
Gejala klinis biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak,
trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat
sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah mandibula,
fluktuatif, dan nyeri tekan..
Pada pengobatan dapat diberikan antibiotik dosis tinggi dan dapat juga
dilakukan insisi dan drainase abses sesegera mungkin agar tidak terjadi komplikasi.
Prognosis umumnya baik bila ditangani secara tepat dan cepat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal


infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
3. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3
4. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi
ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304
5. Deep Neck Space Infections (updated 08/06). Diunduh dari
http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf.
6. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER-
DALAM-Revisi.
7. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive atlas of
human anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008 10:51 pm).
Diunduh dari http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-Neck/Face-and-
neck-MRI.
8. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection:
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
9. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
10. Morina E, Novialdi, Asyari A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Retrofaring
pada Dewasa. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2018;7.
11. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the submandibular
region secondary to odontogenic infection. Emergencias 2007;19:52-53

22

Anda mungkin juga menyukai