Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Abses submandibula merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection), disertai dengan pembentukan pus pada daerah submandibula.
Pada umumnya sumber infeksi pada ruang tersebut berasal dari proses infeksi dari
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan
infeksi dari ruang leher dalam lain..Penyakit ini ditandai dengan terdapatnya demam,
nyeri leher, pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah yang
mungkin berfluktuasi, serta adanya trismus (terbatasnya gerakan membuka
mulut).1,2Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.Kuman
penyebab infeksi terbanyak adalahgolongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman
anaerobBacteroides atau kuman campur.2
Penelitian Huang4 pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi
leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus
terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina
(12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).
Komplikasi terjadi karena keterlambatandiagnosis, terapi yang tidak tepat dan
tidak adekuat.Faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya komplikasi adalah
usia yang lebih dari 65 tahun, penderita diabetes mellitus, adanya komorbiditas
lainnya, infeksi submandibular sekunder, pembengkakan submandibular bilateral,
keterlibatan ruang multipel, dan keterlibatan ruang viseral anterior.1
Penatalaksanaannya meliputi mengamankanjalan nafas, antibiotik dosis tinggi
terhadap kuman aerob dan anaerob secara parenteral, drainase abses
sertamenghilangkan sumber infeksi. Kelainan-kelainanpenyakit penyerta juga harus
ditatalaksana dengan baik.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abses submandibula merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection), disertai dengan pembentukan pus pada daerah submandibula.
Pada umumnya sumber infeksi pada ruang tersebut berasal dari proses infeksi dari
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan
infeksi dari ruang leher dalam lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman
aerob dan anaerob. 1,2
Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah
semakin jarang dijumpai.1,3 Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan
kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari
komplikasi yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga
diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.

2.2 Epidemiologi
Penelitian Huang4 pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi
leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus
terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina
(12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).
Penelitian Yang5pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001
sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti oleh abses
parafaring (20%), mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%), parotis (3%),
infra hyoid (26%), retrofaring (13%), ruang karotis (11%).
Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode
Oktober 2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33
orang. Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah abses
peritonsil (32%), diikuti abses parafaring (18%), abses retrofaring (12%), abses
mastikator (9%), dan abses pretrakeal (3%).6

2.3 Anatomi Leher

2
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia
servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi
beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia
servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.7,8
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah
ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara
fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe
superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.7,8
Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):7,8
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak
sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah
wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus
sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing
layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi
muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan
membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid
dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago
tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan
skapula.Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar
tiroid, trakea dan esofagus. Disebelah posterosuperior berawal dari dasar
tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian
anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan
ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan
perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang
berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan
musculus buccinator.

3
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi
alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi
prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi
alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding
anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior
korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi
otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os
koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding
anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini
membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar
tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.

Gambar 1. Potongan obliq leher9

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3).6
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:

4
a. ruang retrofaring
b. ruang bahaya (danger space)
c. ruang prevertebra.
2. Ruang suprahioid terdiri dari:
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal.

Gambar 2. Potongan sagital leher10


Ruang Submandibula
Ruang submandibula dibatasi oleh mukosa oral dasar mulut pada bagian
superior dan dibatasi oleh lapisan superfisial fasia servikal dalam di bagian inferior

5
yang meluas dari mandibula ke os hyoid.1Ruang submandibula terdiri dari ruang
sublingual dan ruang submaksila yang keduanya dipisahkan oleh otot miohioid.
Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang
submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.2Otot mylohyoid membagi ruang
submandibular menjadi ruang sublingual (superior) yang berisi kelenjar sublingual,
sebagian kecil kelenjar submandibula,duktus Wharton, dan ruang submaksilari
(inferior) yang berisi nodus limfe.Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh
garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus,
posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus,
superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan
superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub
mandibular dan sub mandibular lymphanodes.7
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan
membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.
Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai
kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.2
Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya
(gambar 3), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur
didekatnya.3

6
Gambar3. Skema normal anatomis dari ruang mastikator, sublingual, parafaring,
dan parotid dalam proyeksi koronal (A) dan aksial (B).12

1.otot masseter; 2.otot pterygoid medial; 3. otot pterygoid lateral; 4.


otot temporalis; 5. mandibula; 6. otot mylohyoid; 7. kelenjar
submandibula; 8. kelenjar parotis; 9. ruang mastikator; 10. ruang
submandibula; 11. ruang sublingual; 12. ruang parotis; 13 ruang
parafaring.12

2.4 Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam
lain.2Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi.7
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula,
jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid. 4 Infeksi dari
gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara
langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan
melalui ruang mastikor.3
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.Kuman aerob yang sering
ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman
anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang
gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.6
Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang, periode April 2010
sampai dengan Oktober 2010 terdapat sebanyak 22 pasien abses leher dalam dan
dilakukan kultur kuman penyebab, didapatkan 73%spesimen tumbuh kuman aerob,
27%tidak tumbuh kuman aerob dan 9% tumbuh jamur yaitu Candida sp.6 Kuman
aerob yang tumbuh pada pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL Dr. M.Djamil Padang
periode April 2010-Oktober 20106
Jenis Kuman Jumlah %

7
Streptocccus α haemoliticus 6 37
Klebsiella sp 4 25
Enterobacter sp 3 19
Staphylococcusaureus 2 12,5
Staphilococcus epidermidis 1 6
E. Coli 1 6
Proteus vulgaris 1 6

2.5 Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensikuman, daya tahan tubuh dan lokasi
anatomi. Infeksi gigidapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaraninfeksi dapat
meluas melalui foramen apikal gigi kedaerah sekitarnya.Infeksi dari submandibula
dapat meluas keruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksike
parafaring juga dapat langsung dari ruangsubmandibula. Selanjutnya infeksi dapat
menjalar kedaerah potensial lainnya. Penyebaran abses leher dalam dapat
melaluibeberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruangleher dalam dan
trauma tembus.3,9

2.6Diagnosis
2.6.1 Anamnesa dan gejala klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.
Pembengkakan leher (98,8%) dan disfagia (35,8%) merupakan gejala yang paling
sering timbul pada pasien.1
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah
submandibula (gambar 4), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material
yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat
diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.2,7,8

8
Gambar 4. Abses submandibula10

2.6.2 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang
bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik
2. Radiologis
a. Rontgenjaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibula berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)

9
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses
leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan
pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya
abses yang terlalu rendah pada 70% pasien. Gambaran abses yang tampak
adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan
kadang ada air fluid level. 6

2.7Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positif dan
gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah
campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan.2,4-6
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone,yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.2,4-6,
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi
abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal danterlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat padatempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os
hioid, tergantung letak dan luas abses.2Bila abses belum terbentuk, dilakukan
panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.14
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.14

10
Gambar 5. Insisi abses submandibula10

4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.2

2.8Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. 3
Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus
pterygoid medial kemudian ke parafaring.Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke
daerah potensial lainnya.6
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses
juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis
mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila
terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.3
Faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya komplikasi adalah usia
yang lebih dari 65 tahun, penderita diabetes mellitus, adanya komorbiditas lainnya,
infeksi submandibular sekunder, pembengkakan submandibular bilateral,
keterlibatan ruang multipel, dan keterlibatan ruang viseral anterior.1

2.9Prognosis

11
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat
didiagnosissecara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi.
Pada faseawal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian
antibiotika yangtepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang
sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-
50%walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka
mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas
60%. 2,13

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

12
• Nama : An. M
• No. RM : 40.39.32
• Umur : 12 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Pekerjaan : Pelajar
• Suku Bangsa : Indonesia
• Alamat : Perum PNS blok CB no 16 RT/RW 033/007/ Gandus/ Kota
Palembang/ Sumatera Selatan

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki datang ke poli Rs Palembang Bari dengan :

Keluhan Utama :

Nafas bau tidak enak sejak ± 7 hari yang lalu

Keluhan Tambahan :

Pilek hilang timbul sejak ± 6 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit :

 Nafas bau tidak enak saat bebicara sejak seminggu yang lalu
 Bersin saat mau tidur dan terkena debu
 Pasien mengatakan batuk pilek hilang timbul sejak ± 6 bulan yang lalu, pilek
disertai lender berwarna putih, batuk disertai dahak berwarna kuning
 Demam sejak ± 6 bulan yang lalu
 Ibu pasien mengaku os ada riwayat trauma membrane timpani pecah, os juga
mengaku hobi berenang
 Riwayat mencabut gigi yang tidak bersih

Riwayat Penyakit Keluarga :

• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

13
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:

• Pasien sebagai pelajar.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah : 100/70

Frekuensi Nadi : 81x/menit

Frekuensi nafas : 20x/menit

Suhu : 36,70C

Berat badan : 31 kg

Kepala : tidak ditemukan kelainan

Wajah : tidak ditemukan kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Extremitas : teraba hangat, refilling kapiler baik

STATUS LOKALIS THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

14
Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Dinding liang Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit Tidak ada Tidak ada
telinga
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Sekret /
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Serumen Jenis Tidak ada Tidak ada

Membran Timpani
Warna Putih Putih
Refleks cahaya (+) (+)
Utuh Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Perforasi
Kwadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada

Gambar

Tanda radang Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne (+) (+)
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Garpu tala
Weber Tidak dilakukan
512 Hz Kesimpulan -
Audiometri Tidak dilakukan

Hidung

15
Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan congenital Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus Paranasal
Inspeksi
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Nyeri tekan ada ada
Nyeri ketok ada ada

Rinoskopi Anterior
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada

Kavumnasi Cukuplapang (N) Cukup lapang Cukup lapang


Sempit Tidak Ada Tidak Ada
Lapang Tidak Ada Tidak Ada
Lokasi Tidak Ada Tidak Ada
Jenis Tidak Ada Tidak Ada
Sekret
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau Ada Ada
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Pucat
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak Ada
Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Pucat
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukuplurus/deviasi Tidak ada deviasi
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidakada
Krista Tidak ada Tidakada
Abses Tidak ada Tidakada
Perforasi Tidakada Tidakada
Massa Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

16
Permukaan Tidak ada Tidak ada

Warna Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Mudahdigoyang Tidak ada Tidak ada

Pengaruhvasokonstrikto Tidak ada Tidak ada


r

Rinoskopi Posterior : Belum bisa dinilai


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Cukuplapang (N)
Koana Sempit
Lapang
Warna
Edema
Mukosa
Jaringangranulasi

Ukuran
Warna
Konka superior
Permukaan
Edema
Adenoid Ada/tidak

Muara tuba Tertutup sekret


Edema mukosa
eustachius
Lokasi

Ukuran
Massa
Bentuk

Permukaan

Ada/tidak
Jenis
Post Nasal Drip

Orofaring dan Mulut


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Trismus Ada
Uvula Sukar Dinilai
Bifida Sukar Dinilai Sukar Dinilai
Palatum mole Simetris/tidak Sukar Dinilai Sukar Dinilai

17
Arkus faring Warna Merahmuda Merahmuda
Edema Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Bercak/eksudat Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Dinding Faring Warna Sukar Dinilai Sukar Dinilai


Permukaan Sukar Dinilai Sukar Dinilai
Tonsil Ukuran Sukar Dinilai Sukar Dinilai
Warna Sukar Dinilai Sukar Dinilai
Permukaan Sukar Dinilai Sukar Dinilai
Muarakripti Sukar Dinilai
Detritus Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Eksudat Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Perlengketandenganpilar Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Peritonsil Warna Sukar Dinilai


Edema Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Abses Sukar Dinilai Sukar Dinilai

Tumor Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Karies/radiks Sulit dinilai Sulit dinilai


Gigi
Kesan - -
Warna Merahmuda Merahmuda
Bentuk Normal Normal
Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Laringoskopi Indirek : Sulit dilakukan


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk
Warna
Epiglotis Edema
Pinggir rata/tidak
Massa

18
Warna
Edema
Aritenoid
Massa
Gerakan
Warna
Ventrikular Band Edema
Massa
Warna
Gerakan
PlikaVokalis
Pinggir medial
Massa
Subglotis/trachea Massa
Sekretada/tidak
Massa
Sinus piriformis
Sekret
Massa
Sekret (jenisnya)
Valekule

19
RESUME

Anamnesis :

 Nafas bau tidak enak sejak ± 7 hari yang lalu, awalnya nafas tidak bau seperti
sekarang ini.
 3 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit pasien telah berobat ke puskesmas
dan telah diberikan obat paracetamol dan antibiotik namun keluhan tidak
berkurang.
 Pasien mengalami batuk pilek yang hilang timbul sejak ± 6 bulan yang lalu dan
disertai deman.
 Pasien juga mengalami bersin saat malam hari atau saat cuaca dingin

Pemeriksaan Fisik :

o Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


o Suhu : 36,70C
o Nyeri ketok (+) region maksilaris
o Nyeri tekan (+) regio maksilaris

Hasil Laboratorium :-

Diagnosis Kerja : Rhinitis alergi + suspect sinusitis maksilaris

Diagnosis Banding : Rhinitis alergi

Pemeriksaan Anjuran : Foto rontgen kepala

Pemeriksaan laboratorium

Terapi :

20
 Medikamentosa : amoksilin atau cefixime 500 mg 2x1
Paracetamol 500 mg 3x1
Cuci hidung (NaCl 0.9%)
 Non-medikamentosa : Edukasi hygiene
Mencabut akar gigi yang tertinggal

Prognosis :

 Quo ad Vitam : dubia at bonam


 Quo ad Sanam : dubia at bonam
 Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
BAB IV

PEMBAHASAN

Abses submandibula merupakan abses leher dalam yang paling sering terjadi
diamana angka kejadian abses submandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo
ditemukan bahwa angka kejadian abses submandibula pada laki-laki (51,9%) dan
perempuan (48,1%) berusia antara 12 sampai 96 tahun. Pada kasus ini terjadi pada
perempuan dengan usia 16 tahun.
Gejala pada pasien ini adalah bengkak dan nyeri dibawah dagu kiri, disertai
demam, sukar membuka mulut dan suara bergumam. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Rana dkk, bahwa gejala berupa bengkak dan nyeri merupakan
keluhan utama sebagian besar dari abses leher dalam. Dari 50 pasien abses leher
dalam sebanyak 96% pasien mengeluh adanya pembengkakkan, sebanyak 92%
pasien mengeluh nyeri dan 66% pasien mengeluh demam.Berdasarkan teori gejala
klinik dari abses submandibular adalah pasien biasanya akan mengeluhkan demam,
air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan
sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan
terdorong ke belakang. Pembengkakan leher (98,8%) dan disfagia (35,8%)
merupakan gejala yang paling sering timbul pada pasien.1
Orodental hygiene yang buruk dan adanya infeksi yang berasal dari gigi
merupakan faktor predisposisi pada pasien ini. Menurut penelitian yang dilakukan

21
oleh Paolo Rizzo pada tahun 1998-2006 di Rumah Sakit Treviso, Italia, peyebab
tersering abses submandibula adalah infeksi pada gigi (46,9%). Hal ini sesuai juga
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rana dkk, bahwa infeksi dari gigi
merupakan penyebab tersering dari abses leher dalam yaitu 48%.

Dari pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan bengkak di regio submandibula


sinistra. Bengkak ada, batas tidak tegas, nyeri tekan ada, hiperemis minimal dan
fluktuatif minimal. Dan dari teori yang telah dijelaskan sebelumnya pada
pemeriksaan fisik didapatkan pada abses submandibula adanya pembengkakan di
daerah submandibula, fluktuatif, dan nyeri tekan.

Dan dari pemeriksaan laboratorium telah didapatkan adanya leukositosis


(22.700/mm3) Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis.Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan laboratorium maka ditegakkan diagnosis Abses
submandibularis sinistra. Maka pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah foto
leher anteroposterior dan lateral, foto rontgen thorak dan CT-Scan. Penatalaksanaan
pada pasien ini dengan diberikan IVFD RL gtt 20, Ceftriaxone injeksi 2x1 gram IV,
Metronidazole drip 3x500mg IV, paracetamol 3x500 mg serta diet cair, kemudian
dilakukan edukasi kepada pasien dan selanjut dikonsulkan kepada dokter spesialis
THT-KL.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal


infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33
2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48
3. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all.
Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging assessment.
Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 165–9
4. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection:
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4
5. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics.
Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8.
6. Novialdi, Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari
https://docs.google.com/document/d/1G7It9mJptI-QVjec2ZDzPDBW31SOEu0g
PklnKO Ao13o/edit?hl=en&pli=1
7. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3

23
8. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi
ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304
9. Deep Neck Space Infections. Diunduh dari
http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf.
10. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview.
11. Yonetsu K, Izumi M, Nakamura T. Deep facial infections of odontogenic origin:
CT assessment of pathways of space involvement. AJNR Am J Neuroradiol
1998;19:123
12. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, López CB. Phlegmon in the submandibular
region secondary to odontogenic infection. Emergencias 2007;19:52-53
13. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for therapy. J
antimicrob chemother 2002;50:805-10

24

Anda mungkin juga menyukai