Oleh:
Pembimbing :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Ruang submandibula merupakan suatu ruang potensial pada leher yang terdiri
dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid.Selain
disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh
sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma atau pembedahan dan
bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi
dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran.Infeksi di ruang
submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di bawah rahang, baik
unilateral atau bilateral.
Dalam beberapa abad terakhir, diagnosis dan pengobatan infeksi leher dalam
merupakan suatu tantangan baik bagi dokter maupun ahli bedah.Disamping
struktur yang kompleks dan lokasi yang dalam pada region leher, menyebabkan
diagnosis dan pengobatan cukup sulit.Infeksi ini merupakan masalah kesehatan
dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan.Meskipun penggunaan
antibiotik telah menurunkan angka kematian akibat abses leher dalam namun
abses leher dalam masih merupakan masalah yang serius dan menimbulkan
komplikasi yang dapat mengancam nyawa.Diagnosis yang terlambat atau
misdiagnosis dapat mengakibatkan keterlambatan penatalaksanaan yang dapat
menimbulkan kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Submandibula leher terdiri atas fasia servikal superfisial dan profunda
yang memisahkan struktur menjadi beberapa bagian. Ruang leher bagian dalam
dibentuk dari fasia ini, namun fasia servikal superfisial dari leher tidak ikut berperan
untuk terjadinya infeksi leher dalam. Ruang fasial wajah dan leher merupakan daerah
jaringan penyambung longgar, dimana memungkinkan menjadi daerah pembentukan
abses sesuai dengan perluasan jalannya infeksi. Ruangan ini dikelilingi oleh selubung
fasia yang merupakan lapisan penyambung padat menutupi otot dan organ. Fungsi
selubung ini adalah untuk memberi perlindungan juga memungkinkan pencegahan
terjadinya pergerakan struktur satu dan lainnya. Fasia kepala dan leher dalam
membungkus otot dan organ-organ viscera leher, kemudian membentuk dasar dan
ruangan yang membatasi penyebaran infeksi, diantaranya : ruang submandibula,
ruang faring lateral, ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang
prevertebra. Infeksi pada ruang-ruang ini mempunyai efek yang sangat fatal dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas atau meluas kedaerah vital seperti mediastinum
dan atau carotid sheath.
Fasia servikal terdiri dari lapisan dari lapisan jaringan ikat fibrous yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah yang membagi leher menjadi
ruang potensial.Fasia servikal terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikal
superfisial dan fasia servikal profunda.Fasia servikal superfisial yang disebut juga
panikulus adiposus menutupi seluruh leher dan berlanjut ke muskulus platisma di
sebelah anteriornya.Fasia servikalis profunda atau yang disebut juga deep cervical
fascia terbagi menjadi tiga lapis yaitu lapisan superfisial, lapisan media dan lapisan
profunda.
Lapisan superfisial fasia servikal profunda mengelilingi leher mulai dari linea
nukalis pada kranium sampai ke klavikula dan membungkus muskulus
sternokleidomastoideus, muskulus trapezius, kelenjar parotis dan kelenjar
submandibula.Lapisan media fasia servikal profunda terdiri dari divisi muskularis dan
divisi viseral. Divisi muskularis melekat pada tulang hyoideus dan kartilago tiroid di
superior dan melekat pada sternum, klavikula dan skapula di sebelah inferior. Divisi
visceral yang disebut juga fasia pretrakeal menyelubungi kelenjar tiroid, trakea dan
esophagus meluas sampai ke rongga dada dan menyatu dengan pericardium.
Lapisan profunda fasia servikalis profunda terdiri dari dua lapisan yaitu fasia
prevertebra dan fasia alaris. Fasia prevertebra terletak di sebelah anterior korpus
vertebra dan meluas ke lateral menutupi otot-otot prevertebralis dan melekat pada
prosesus transversus vertebra dan ligamen-ligamennya, kemudian meluas ke posterior
menutupi otot-otot ekstensor leher dan kemudian melekat pada prosesus spinosus
vertebra. Fasia prevertebra merupakan dinding belakang dari danger space yang
meluas dari dasar tengkorak sampai ke diafragma.Fasia alaris terletak antara fasia
prevertebralis di posteriornya dan divisi viseral lamina media fasia servikal profunda.
Fasia alaris melekat antara kedua prosesus transversus vertebra pada bidang
transversal dan antara dasar tengkorak sampai vertebra torakalis kedua pada bidang
vertikal, dimana fasia alaris menyatu dengan divisi viseral lamina media fasia
servikalis profunda.Fasia alaris merupakan dinding anterior dari danger space dan
sekaligus dinding posterolateral dari ruang retrofaring.Fasia servikal profunda
membatasi ruang ruang potensial leher.
Ruang ruang potensial leher bukan merupakan suatu kompartemen yang
kedap namun kerap kali berhubungan satu sama lain. Selubung karotis terbentuk dari
bagian tiga lapisan fasia servikal profunda, yang memanjang dari kepala hingga
dada.Selubung ini menutupi arteri carotis, vena jugularis interna dan nervus vagus.
Ruang yang terbatas dibawah tulang hyoideus adalah ruang pretrakeal atau ruang
viseralis anterior dan ruang suprasternal.
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pus pada daerah
submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula
berasal dari proses infeksi gigi, dasar mulut, faring, dan kelenjar limfe submandibula.
Mungkin juga infeksi dari ruang dalam leher yang lain.
Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah
semakin jarang dijumpai. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan
kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian angka morbiditas yang timbul
akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan
yang cepat dan tepat sangat diperlukan.
2.3 Epidemiologi
Rana dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa diantara abses leher dalam,
abses submandibula merupakan abses leher dalam yang paling sering terjadi (60%),
diikuti oleh abses parafaring (16%), abses parotis (6%) dan abses retrofaring (4%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo ditemukan bahwa penderita abses
submandibula berusia antara 12 sampai 96 tahun dengan rata-rata usia sekitar 57
tahun. Angka kejadian abses submandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki
(51,9%) dibanding perempuan (48,1%).12 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
secara retrospektif dibagian Rekam Medik RSU Prof. DR. R. D. Kandaou, Manado,
didapati jumlah penderita Abses Submandibula yang datang di bagian poli bedah,
IRD Bedah dan Irna A Rumah Sakit Umum Prof. DR. R. D. Kandaou Manado, pada
periode juni 2009 sampai juli 2012 adalah 39 orang.
2.4 Etiologi
Pada penelitan yang dilakukan oleh Rana dkk pada tahun 2009 sampai dengan
tahun 2010 didapatkan penyebab tersering terjadinya abses leher dalam adalah infeksi
yang berasal dari gigi (48%), diikuti oleh infeksi pada tonsil (14%). Pada era
preantibiotik , organisme yang paling sering terisolasi dari leher dalam abses ruang
leher dalam adalah Staphylococcus aureus. Sejak diperkenalkannya antibiotik ,
streptokokus aerob dan non-streptokokus anaerob menjadi agen penyebab infeksi
leher dalam, Tetapi kebanyakan infeksi leher dalam bersifat polimikrobial.
Organisme penyebab yang paling umum ditemukan dari hasil kultur adalah
Streptokokus viridians, Stafilokokus epidermidis, Stafilokokus aureus, Streptokokus
β hemolitikus, Bacteroides, fusobacterium, spesies Peptostreptokokus, Neisseria,
Klebsiella pneumoniae dan pseudomonas. Pada abses submandibula yang bersumber
dari infeksi gigi, bakteri yang paling sering ditemukan adalah grup Streptokokus dan
bakteri anaerob.Jenis streptokokus yang paling sering ditemukan pada penderita abses
submandibula yang disebabkan oleh infeksi gigi adalah Streptokokus viridians
sedangkan pada abses submandibula yang tidak disebabkan oleh infeksi gigi, kuman
yang paling sering ditemukan adalah Stafilokokus aureus.Klebsiella pneumoniae
merupakan bakteri aerob gram negatif yang paling banyak ditemukan pada pasien
diabetes melitus.
2.5 Patogenesis
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk
dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau
benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah
agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya.Pus itu sendiri merupakan suatu
kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab
infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel
darah.Bakteri yang masuk kedalam jaringan yang sehat dapat menyebabkan
terjadinya infeksi.Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan
tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut dan setelah menelan
bakteri maka sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk pus dan mengisi rongga tersebut. Adanya penimbunan pus ini
menyebabkan jaringan disekitarnya akan terdorong dan tumbuh di sekeliling abses
menjadi dinding pembatas.
Infeksi ruang leher dalam dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu limfogen,
hematogen, perkontinuitatum dan infeksi langsung. Beratnya infeksi tergantung dari
virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Ruang submandibula terletak
diantara otot dan kulit milohyoid yang memiliki batas posterior yang terbuka
sehingga berhubungan dengan ruang di dekatnya. Saat ruang submandibula
mengalami infeksi, pembengkakan dimulai pada batas inferior lateral dari mandibula
dan meluas ke medial menuju area digastrikus dan ke posterior menuju tulang hyoid.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa infeksi gigi atau odontogenik merupakan
penyebab terbanyak dari abses submandibula. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan
periodontal.Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah
sekitarnya.
Pada infeksi odontogenik perkembangan infeksi dapat terjadi antara satu hari
sampai tiga minggu.Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikator
kemudian ke parafaring.Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari
ruang submandibula.Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial
lainnya.Infeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar melalui jaringan ikat,
pembuluh darah, dan pembuluh limfe.Yang paling sering terjadi adalah
perkontinuitatum karena adanya celah atau ruang diantara jaringan yang berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus.
Perjalanan infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, thrombosis sinus kavernosus, abses labial, dan abses
fasial. Perjalanan infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual,
submental, abses submandibula, abses submaseter, dan angina Ludovici. Ujung akar
molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea milohioid yang terletak di
aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua atau ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pusnya akan menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas
ke ruang parafaring.
2.6 Diagnosis
Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat sakit gigi, faktor predisposisi seperti
diabetes melitus, imunodefisiensi, riwayat penyalahgunaan obat dan terapi yang telah
diberikan kepada pasien.Gejala dapat bervariasi tergantung dari progresivitas
penyakit. Abses leher dalam yang berat dapat menimbulkan gejala lain yang
merupakan manifestasi dari komplikasi abses leher dalam seperti gangguan jalan
napas, syok septik dan mediastinitis. Dari anamnesa juga ditanyakan adanya riwayat
penyakit infeksi lain yang dapat menjadi sumber infeksi dari abses submandibula
diantaranya adalah infeksi gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula,
adanya trauma serta kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lainnya.Adanya faktor
predisposisi dari abses submandibula yaitu higiene orodental yang buruk, diabetes
melitus serta adanya penyakit imunodefisiensi dapat diperoleh juga dari anamnesa.
Rana dkk menyatakan bahwa gejala berupa bengkak dan nyeri merupakan
keluhan utama sebagian besar dari abses leher dalam. Dari 50 pasien abses leher
dalam sebanyak 96% pasien mengeluh adanya pembengkakan, sebanyak 92% pasien
mengeluh nyeri dan 66% pasien mengeluh demam.6 Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Paolo Rizzo pada tahun 1998-2006 di Rumah Sakit Treviso, Italia,
gejala klinis yang sering terjadi pada pasien dengan abses submandibula adalah
prmbengkakan pada leher (98,8%) dan sulit menelan (35,8%). Gejala lain yang sering
ditemukan adalah 23,5% pasien mengeluh demam, 24,7% mengeluh nyeri dan 17,3%
pasien mengeluh adanya trismus.
Pemeriksaan lekosit secara serial merupakan cara yang baik untuk menilai
respons terapi. Pemeriksaan glukosa darah diperlukan untuk mencari faktor
predisposisi.Pemeriksaan elektrolit darah diperlukan untuk menilai keseimbangan
elektrolit yang mungkin terjadi akibat gangguan asupan cairan dan nutrisi. Pada abses
leher dalam harus dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan uji sensitivitas terhadap
antibiotika. Aspirasi pus untuk kultur dan uji sensitivitas harus dilakukan sebelum
pemberian antibiotika secara empiris. Sedapat mungkin dilakukan kultur aerob dan
anaerob. Pus dari aspirasi akan memberikan hasil kultur yang paling akurat. Hasil
kultur yang negatif dapat memberi kesan bahwa penyebab abses leher dalam adalah
infeksi oleh bakteri anaerob.
Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada
gigi.Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga
sumber infeksinya berasal dari gigi.Pemeriksaan foto polos jaringan lunak leher
posisi anteroposterior dan lateral dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya proses
infeksi di ruang leher dalam dengan adanya udara di daerah subkutan, adanya
pembengkakan, gambaran cairan di daerah jaringan lunak serta adanya penyempitan
di saluran nafas akibat pendorongan trakea.
2.8 Penatalaksanaan
2.10 Prognosis
Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis adalah suatu penyakit kronis yang
terjadi ketika konsentrasi glukosa darah dalam tubuh berlebih. Ini biasanya terjadi
ketika produksi insulin, hormon pengatur kadar glukosa darah, dari pankreas tidak
memadai, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkan. Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa.
Hiperglikemia digunakan untuk menggambarkan peningkatan konsentrasi glukosa
dalam darah, sedangkan intoleransi glukosa dikaitkan dengan resistensi insulin
2.11.2 Hipertensi
Nama : Ny.SA
Umur : 56 tahun
Tanggal lahir : 01/01/1960
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Arso XI
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : benjolan dibagian leher sebelah kiri dan dibawah dagu.
RPS :Pasien datang dengan keluhan benjolan dibagian leher sebelah kiri dan
dibawah dagu sejak ± 4 hari yang lalu. Demam (+), nyeri (+), mual (-), muntah
(+).Pasien sulit membuka mulut dan makan minum.
Awalnya pasien mengeluh adanya luka pada lidah sudah 3 bulan dan mencoba
mengobati sendiri tetapi tidak sembuh.Lalu pasien datang ke rumah sakit berobat
tetapi tidak sembuh juga.Pasien mengaku kembali ke RS lagi untuk cek Gula dan
bertemu dokter lalu disarankan untuk ke dokter gigi.Pasien mengaku dokter gigi
menyarankan agar mencabut gigi geraham belakang kiri bagian bawah.Pasien
mengaku gigi dicabut tanggal 20 Maret 2019.Setelah 2 minggu pencabutan pasien
tidak merasakan sakit bagian lidah tapi ketika masuk minggu ketiga pasien mengeluh
sakit dan ketika bangun tidur pipi sebelah kiri sampai dagu bengkak, demam (+),
nyeri pada pembengkakan (+), sulit membuka mulut (+), makan (-), minum (-)
RPD :
Inspeksi :
tidak simetris
udem (+) region submandibular sinistra, submental
Oral higiene buruk.
massa (+) region submandibula sinistra , submental
bibir kering dan pecah-pecah (+), sianosis (-)
pus (-)
telinga dan hidung tampak tenang
Palpasi :
teraba lunak
pemeriksaan KGB : mobile
nyeri / sakit (-)
b. Intra Oral
Keterangan :
Perdarahan (-)
Udem (-)
Massa (-)
Hiperemis (-)
Tenggorok sulit dievaluasi karena trismus sehingga pasien hanya bisa
membuka mulut kira-kira 2 cm.
a. Pemeriksaan Penunjang
Panoramik : (+)
Dental Foto :
Prognosis : Baik
Rencana Pengobatan :
UMUM
Relief of Pain
Pulp Capping
Pulpotomi
Pulpektomi
Penambalan Permanen
Pencabutan Gigi
Scalling Ultrasonik
Lain-lain
SPESIALISTIK
Bedah Mulut
Penyakit Mulut
Konservasi Gigi
Periodontia
Pedodontia
Prostodonsia
Ortdontia
Tabel Perawatan
Gambar 3.
Gambar 6. Bercak putih pada lidah Gambar 6. Terdapat Karies pada gigi
Gambar 7. Foto Panoramik
Interpertasi :
BAB IV
PEMBAHASAN
Abses submandibula merupakan abses leher dalam yang paling sering terjadi
dimana angka kejadian abses submandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibanding perempuan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo ditemukan
bahwa angka kejadian abses submandibula pada laki-laki (51,9%) dan perempuan
(48,1%), berusia antara 12 sampai 96 tahun. Pada kasus ini terjadi pada perempuan
berusia 56 tahun.Gejala pada pasien ini adalah bengkak dan nyeri dibawah rahang kiri
hingga di bawah dagu yang disertai demam dan trismus.Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Rana dkk, bahwa gejala berupa bengkak dan nyeri merupakan
keluhan utama sebagian besar dari abses leher dalam. Dari 50 pasien abses leher
dalam sebanyak 96% pasien mengeluh adanya pembengkakan, sebanyak 92% pasien
mengeluh nyeri dan 66% pasien mengeluh demam. Paolo Rizzo menyatakan gejala
klinis yang sering terjadi pada pasien dengan abses submandibula adalah
pembengkakan pada leher (98,8%) dan sulit menelan (35,8%). Gejala lain yang
sering ditemukan adalah 23,5% pasien mengeluh demam, 24,7% mengeluh nyeri dan
17,3% pasien mengeluh adanya trismus. Orodental hygiene yang buruk dan adanya
infeksi yang berasal dari gigi merupakan faktor predisposisi pada pasien ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo pada tahun 1998-2006 di
Rumah Sakit Treviso, Italia, penyebab tersering abses submandibula adalah infeksi
pada gigi (46,9%). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rana dkk, bahwa infeksi yang berasal dari gigi merupakan penyebab tersering dari
abses leher dalam yaitu 48%.Pada pasien ini jumlah lekuosit berangsur-angsur
menurun mendekati normal. Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan pasien didiagnosis dengan abses submandibula sinistra.dengan
perluasan ke submentalis. Salah satu penyebaran infeksi pada abses submandibula
yang dapat terjadi adalah ke ruang submental. Ruang ini adalah ruang fasia kepala
dan leher yang merupakan ruang potensial terletak antara otot milohioid superior ,
otot platisma inferior, terletak digaris tengah bawah dagu . Ruang ini terletak tepat di
wilayah segitiga submental , bagian dari segitiga anterior leher. Abses dari gigi molar
mandibula kedua dan ketiga dapat melubangi mandibula dan menyebar ke dalam
ruang submandibula dan submental.Sebagian besar penyebab abses leher dalam
adalah polimikrobial termasuk bakteri anaerob dan aerob.
Pada penderita diabetes dengan kadar gula darah tidak terkontrol rentan
terhadap infeksi.Hal ini disebabkan terjadi penurunan fungsi respons imun tubuh, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi neutrofil termasuk kemotaksis, fagositosis dan aktifitas
bakteriasidal dan gangguan kerja komplemen. Dari suatu penelitian
m e n g e n a i r e s p o n s i m u n p a d a p a s i e n D M d e n g a n u l k u s , didapatkan
adanya penurunan fungsi respons imun selular dan hormonal, yang dinyatakan
dengan menurunya persentase sel limfosit B dan T
Adapun gigi yang sering menjadi sumber infeksi adalah gigi molar mandibula
dengan prevalensi 22,7-43% dengan ruang submandibula merupakan tempat infeksi
yang paling sering terjadi pada pasien dengan infeksi gigi yaiu 60%. Abses
submandibula yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari gigi molar
kedua atau ketiga bawah.Gigi ini mempunyai akar yang berada di atas m. milohioid,
dan abses dilokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular. Ujung akar molar
kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea milohioid yang terletak di aspek
dalam mandibular, sehingga jika molar kedua atau ketiga terinfeksi dan membentuk
abses, pusnya akan menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang
submental.
BAB V
KESIMPULAN
1. Gadre AK, Gadre KC. Infections of the deep spaces of the neck. In: Bailey BJ,
Johnson JT,editors. Head & neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins;2006. p.665-82.
2. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections.Grand rounds resentation, UTMB,
Dept.Of Otolaryngology.2002.
8. Stong BC, Johns ME, Johns III MM. Anatomy and Physiology of the Salivary
Glands. In : Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery -
Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 518-
25.
9. Christian JM. Odontogenic Infections. In: Flint PW, Haughey BH, Lund VJ,
Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, et al., editors. Cummings Otolaryngology
Head and Neck Surgery. Philadelphia: Mosby, Inc.; 2010. p. 177-90.
10.Fragiskos FD. Odontogenic Infections. In: Fragiskos FD, editor. Oral Surgery.
Berlin:Springer-Verlag; 2007. p. 232-4.