Anda di halaman 1dari 15

PAGE \* MERGEFORMAT 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tonsil
Leher terdiri atas fasia servikal superfisial dan profunda yang memisahkan struktur
menjadi beberapa bagian. Ruang leher bagian dalam dibentuk dari fasia ini, namun fasia
servikal superfisial dari leher tidak ikut berperan untuk terjadinya infeksi leher dalam.
Ruang fasial wajah dan leher merupakan daerah jaringan penyambung longgar, dimana
memungkinkan menjadi daerah pembentukan abses sesuai dengan perluasan jalannya
infeksi. Ruangan ini dikelilingi oleh selubung fasia yang merupakan lapisan penyambung
padat menutupi otot dan organ. Fungsi selubung ini adalah untuk memberi perlindungan
juga memungkinkan pencegahan terjadinya pergerakan struktur satu dan lainnya.1 Fasia
kepala dan leher dalam membungkus otot dan organ-organ viscera leher, kemudian
membentuk dasar dan ruangan yang membatasi penyebaran infeksi, diantaranya : ruang
submandibula, ruang faring lateral, ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan
ruang prevertebra. Infeksi pada ruang-ruang ini mempunyai efek yang sangat fatal dapat
menyebabkan sumbatan jalan nafas atau meluas kedaerah vital seperti mediastinum dan
atau carotid sheath.1 Fasia servikal terdiri dari lapisan dari lapisan jaringan ikat fibrous yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah yang membagi leher menjadi ruang
potensial.

Fasia servikal terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikal superfisial dan fasia
servikal profunda. Fasia servikal superfisial yang disebut juga panikulus adiposus menutupi
seluruh leher dan berlanjut ke muskulus platisma di sebelah anteriornya. Fasia servikalis
profunda atau yang disebut juga deep cervical fascia terbagi menjadi tiga lapis yaitu lapisan
superfisial, lapisan media dan lapisan profunda. Lapisan superfisial fasia servikal profunda
mengelilingi leher mulai dari linea nukalis pada kranium sampai ke klavikula dan
membungkus muskulus sternokleidomastoideus, muskulus trapezius, kelenjar parotis dan
kelenjar submandibula.6 Lapisan media fasia servikal profunda terdiri dari divisi muskularis
dan divisi viseral. Divisi muskularis melekat pada tulang hyoideus dan kartilago tiroid di
superior dan melekat pada sternum, klavikula dan skapula di sebelah inferior. Divisi viseral
yang disebut juga fasia pretrakeal menyelubungi kelenjar tiroid, trakea dan esofagus meluas
sampai ke rongga dada dan menyatu dengan pericardium.6 Lapisan profunda fasia servikalis
PAGE \* MERGEFORMAT 1

profunda terdiri dari dua lapisan yaitu fasia prevertebra dan fasia alaris. Fasia prevertebra
terletak di sebelah anterior korpus vertebra dan meluas ke lateral menutupi otot-otot
prevertebralis dan melekat pada prosesus transversus vertebra dan ligamen-ligamennya,
kemudian meluas ke posterior menutupi otot-otot ekstensor leher dan kemudian melekat
pada prosesus spinosus vertebra. Fasia prevertebra merupakan dinding belakang dari danger
space yang meluas dari dasar tengkorak sampai ke diafragma. Fasia alaris terletak antara
fasia prevertebralis di posteriornya dan divisi viseral lamina media fasia servikal profunda.
Batas-batas anatomi setiap ruang submandibular adalah :

1. otot milohioid pada bagian superior.


2. kulit, fasia superficial, otot platysma dan lapisan superfisial dari fasia
servikalis pada bagian inferior dan lateral.
3. permukaan medial mandibula pada bagian anterior dan lateral. tulang hyoid
pada bagian posterior bagian anterior dari otot digastrikus pada sisi medial.5

Ruang submandibula terletak di anterior dari ruang parafaring, sebelah inferior


berbatasan berbatasan dengan lapisan superfisial fascia servikalis profunda, meluas dari os
hyoid sampai ke mandibula, bagian inferiornya berbatasan dengan korpus mandibulla dan
bagian superior dengan mukosa dari dasar mulut. Ruang submandibula terdiri dari ruang
sublingual bagian superior dan bagian inferior ruang submaksilla, yang dipisahkan oleh
muskulus milohyoideus. Ruang sublingual berisi kelenjar sublingual, n. Hipoglossus dan
PAGE \* MERGEFORMAT 1

duktus Whartons. Ruang submaksila dibagi oleh m. Digastrikus anterior menjadi


kompartemen sentral,kompartemen submental, dua kompartemen lateral dan kompartemen
submaksilla. Semua bagian ini saling berhubungan, oleh karena kelenjar submaksilla
meluas dari ruang submaksilla sepanjang tepi posterior m. Milohyoideus sampai ke
ruang sublingual sehingga dapat menyebabkan penyebaran infeksi secara langsung.4

Otot milohioid berperan penting dalam penyebaran infeksi yang bersumber dari
gigi. Otot ini menempel ke mandibula dan, meninggalkan akar dari gigi molar kedua dan
ketiga di bawah garis milohioid dan puncak dari molar pertama atas. Kebanyakan infeksi
molar apikal melubangi mandibula pada sisi lingual, jadi jika puncak gigi berada di atas
garis milohioid itu akan melibatkan ruang sublingual .Jika perforasi terjadi pada bagian
bawah garis milohioid maka yang terkena adalah ruang submandibula. Pasien dengan
infeksi pada daerah submandibula umumnya akan mengalami demam, trismus,
pembengkakan pada leher daerah submandibula, kesulitan dalam membuka mulut dan
makan. 7

Posisi akar gigi terhadap linea obliqua mandibula memberikan gambaran klinis
penyebaran infeksi odontogenik dari akar gigi. Infeksi yang berasal dari akar gigi yang
terletak superior terhadap linea obliqua mandibula yaitu dari gigi insisivus sampai molar
pertama pada umumnya memberikan gejala awal pada daerah submentalis sedangkan
infeksi yang berasal dari akar gigi yang terletak inferior terhadap linea obliqua mandibula
yaitu pada gigi molar umumnya bermanifestasi di ruang submandibula. Infeksi gigi
periapikal umumnya menembus korteks lingual dari mandibula dan timbul di ruang
submandibular.
PAGE \* MERGEFORMAT 1

2.2 Definisi Abses SubMandibula

Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisinanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi
dimandibula. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah
satukomponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher. (Smeltzer dan
Bare,2001).

Abses submandibula adalah terkumpulnya pus pada ruang submandibula. Ruang


submandibula terdiri dari sumlingual yang berada di atas otot milohioid dan
submaksila. Nanah mengumpul di bawah lidah, yang akan mendorongnya ke atas
dan ke arah belakang tenggorok, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan
gangguan menelan menelan. Penyakit ini jarang pada anak umumnya pada remaja
dan dewasa yang dihubungkan dengan infeksi gigi.

Abses submandibular (http://www.aafp.org)

Selain bersumber dari infeksi gigi abses sumbandibula dapat berasal dari infeksi di
dasar mulut, infeksi kelenjar liur atau kelenjar getah bening submandibular, atau
merupakan perluasan dari infeksi leher dalam lain.
Penyebaran abses dari gigi ke ruang submandibular dan sublingual (http://ars.els-cdn.com
PAGE \* MERGEFORMAT 1

2.3 Epidemiologi

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus


pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian
dalam. Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses
infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga
kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.11 Abses submandibula sudah semakin
jarang dijumpai, hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan
mulut yang meningkat.11 Rana dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa
diantara abses leher dalam, abses submandibula merupakan abses leher dalam yang
paling sering terjadi (60%), diikuti oleh abses parafaring (16%), abses parotis (6%) dan
abses retrofaring (4%). 6

Pada penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo ditemukan bahwa penderita
abses submandibula berusia antara 12 sampai 96 tahun dengan rata-rata usia sekitar 57
tahun. Angka kejadian abses submandibula lebih banyak ditemukan pada laki-laki
(51,9%) dibanding perempuan (48,1%).12 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian secara
retrospektif dibagian Rekam Medik RSU Prof. DR. R. D. Kandaou, Manado, didapati
jumlah penderita Abses Submandibula yang datang di bagian poli bedah, IRD Bedah
dan Irna A Rumah Sakit Umum Prof. DR. R. D. Kandaou Manado, pada periode juni
2009 sampai juli 2012 adalah 39 orang.. Diantara penderita-penderita Abses
Submandibula didapatkan bahwa mayoritas penderita abses Submandibula adalah pria
dengan presentasi 53% dibandingkan dengan wanita yang hanya mencapai 43% 11.
Selain pada pria presentasi penderita Abses Submandibula terbanyak juga terdapat pada
kelompok umur >50 tahun mencapai 33%. Berdasarkan penelitan Abses submandibula
ini didapatkan juga pada anak-anak dengan usia termuda 1 tahun dan yang tertua pada
umur 70 tahun,oleh karena itu tidak ada batasan umur pada abses submandibula,
seperti yang diungkapkan oleh Sakaguchi bahwa Abses Submandibula dapat
ditemui dari umur 1-81 tahun.
PAGE \* MERGEFORMAT 1

2.4 Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa
cara antara lain:
1. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidakmenimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses

2.5 Patofisiologi
Jika bakteri menyusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri
sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang
mengisis rongga tersebut Akibat penimbunan nanah ini,maka jaringan disekitarnya akan
terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh disekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi
lebih lanjut jika suatu
abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses (www.medicastre.com,2004).
PAGE \* MERGEFORMAT 1

2.6 Manifestasi Klinik


Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasidan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa
1.Nyeri
2. Nyeri tekan
3.Teraba hangat
4.Pembengakakan
5.Kemerahan
6.Demam

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Gejala yang paling umum adalah demam, nyeri dan
pembengkakan di bawah rahang pada satu atau kedua sisi yang dirasakan
nyeri. .Lamanya gejala ini bervariasi antara 12 jam sampai 28 hari dengan rata-rata 5
hari. Gejala lain yang dapat timbul adalah perubahan suara, odinofagia, disfagia dan
PAGE \* MERGEFORMAT 1

trismus. Pasien dapat menjadi dehidrasi karena kurangnya asupan nutrisi dan cairan.1,2
Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat sakit gigi, faktor predisposisi seperti
diabetes melitus, imunodefisiensi, riwayat penyalahgunaan obat dan terapi yang
telah diberikan kepada pasien.1,2,10,13 Gejala dapat bervariasi tergantung dari progresivitas
penyakit. Abses leher dalam yang berat dapat menimbulkan gejala lain yang merupakan
manifestasi dari komplikasi abses leher dalam seperti gangguan jalan napas, syok septik
dan mediastinitis.2,12 Dari anamnesa juga ditanyakan adanya riwayat penyakit infeksi lain
yang dapat menjadi sumber infeksi dari abses submandibula diantaranya adalah infeksi
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula, adanya trauma serta kelanjutan
infeksi dari ruang leher dalam lainnya. Adanya faktor predisposisi dari abses
submandibula yaitu higiene orodental yang buruk, diabetes melitus serta adanya
penyakit imunodefisiensi dapat diperoleh juga dari anamnesa. 6,12 Rana dkk menyatakan
bahwa gejala berupa bengkak dan nyeri merupakan keluhan utama sebagian besar dari
abses leher dalam. Dari 50 pasien abses leher dalam sebanyak 96% pasien mengeluh
adanya pembengkakan, sebanyak 92% pasien mengeluh nyeri dan 66% pasien
mengeluh demam.6

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo pada tahun 1998-2006 di
Rumah Sakit Treviso, Italia, gejala klinis yang sering terjadi pada pasien dengan abses
submandibula adalah prmbengkakan pada leher (98,8%) dan sulit menelan (35,8%).
Gejala lain yang sering ditemukan adalah 23,5% pasien mengeluh demam,
12
24,7% mengeluh nyeri dan 17,3% pasien mengeluh adanya trismus. Pada
pemeriksaan fisik infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan
pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral yang nyeri tekan,
hiperemi dan berfluktuasi. Pembengkakan di bawah rahang dapat juga
disertai dengan pembengkakan di bawah lidah serta adanya trismus.1,4,6 Terdapat
adanya pus pada aspirasi yang dilakukan di tempat pembengkakan tersebut.14 Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan lekositosis. Pemeriksaan lekosit secara
serial merupakan cara yang baik untuk menilai respons terapi. 2,5 Pemeriksaan glukosa
darah diperlukan untuk mencari faktor predisposisi. Pemeriksaan elektrolit darah
diperlukan untuk menilai keseimbangan elektrolit yang mungkin terjadi akibat
gangguan asupan cairan dan nutrisi.5 Pada abses leher dalam harus dilakukan
PAGE \* MERGEFORMAT 1

pemeriksaan kultur bakteri dan uji sensitivitas terhadap antibiotika.2,3,5

Aspirasi pus untuk kultur dan uji sensitivitas harus dilakukan sebelum
pemberian antibiotika secara empiris.5 Sedapat mungkin dilakukan kultur aerob dan
anaerob. Pus dari aspirasi akan memberikan hasil kultur yang paling akurat. Hasil
kultur yang negatif dapat memberi kesan bahwa penyebab abses leher dalam adalah
infeksi oleh bakteri anaerob Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan
adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher
dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi.15 Pemeriksaan foto polos
jaringan lunak leher posisi anteroposterior dan lateral dapat digunakan untuk
mendiagnosa adanya proses infeksi di ruang leher dalam dengan adanya udara di
daerah subkutan, adanya pembengkakan, gambaran cairan di daerah jaringan lunak
serta adanya penyempitan di saluran nafas akibat pendorongan trakea.3,4,

Pemeriksaan foto polos dada dilakukan untuk mengetahui adanya komplikasi


dengan didapatkannya gambaran pneumotoraks serta pneumomediastinum yang
merupakan indikator pembentukan abses yang berasal dari leher dalam.3,4 Jika hasil
pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher dalam,
maka idealnya dilakukan pemeriksaan Computed Tomography scan atau CT scan
dengan kontras yang merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam.
Pemeriksaan ini dapat menentukan lokasi dan perluasan abses, adanya pelebaran
mediastinum akibat mediastinitis, adanya edema paru serta
pneumomediastinum akibat komplikasi.3,4,19 Pada CT scan dengan kontras akan terlihat
abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di dalamnya,
dan edema jaringan sekitarnya. CT scan memiliki sensitifitas 90% dan spesifisitas
60%.3,19 Pemeriksaan penunjang lainnya adalah Magnetic Resonance Imaging atau
MRI yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi, sedangkan
Ultrasonografi atau USG adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif
dan relatif lebih murah dibandingkan CT scan serta dapat menilai lokasi dan perluasan
abses

2.8 Penatalaksanaan
PAGE \* MERGEFORMAT 1

Penilaian keadaan umum pasien penting dalam penatalaksanaan abses leher


dalam. Prioritas utama adalah stabilisasi jalan napas, pernafasan dan sirkulasi. Karena
abses leher dalam memiliki potensi untuk mengancam nyawa maka pasien harus dirawat
di rumah sakit. Penatalaksanaan abses submandibula dapat dilakukan dengan
memberikan terapi antibiotik yang adekuat dan drainase abses. 1,14 Drainase abses dapat
dilakukan dengan aspirasi abses yang kemudian dilanjutkan dengan insisi dan
eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang ditimbulkannya.4,8,9
Evakuasi abses dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi
umum.4

Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Insisi tersebut
sedapat mungkin sejajar dengan garis lipatan kulit alamiah menembus jaringan
subkutan, muskulus platisma sampai ke fasia servikal profunda. Diseseksi tumpul
dengan hemostat dilakukan sampai ke dalam rongga abses dan kemudian dilakukan
drainase abses. Setelah itu rongga abses diirigasi dengan larutan garam fisiologis dan
dipasang drain.4,12 Perlu diperhatikan, dalam 4 sampai 8 jam pertama sebaiknya
dilakukan observasi dan penatalaksanaan awal dengan pemberian antibiotik intravena
dan hidrasi.

Hal ini dilakukan sambil mengawasi perkembangan keadaan pasien jika


diperlukan sebaiknya dilakukan drainase. Perkembangan gejala yang menunjukkan
perlunya dilakukan drainase adalah apabila terjadi demam persisten, nyeri, bengkak dan
peningkatan WBC (white blood cell). Indikasi lainnya untuk dilakukan drainase meliputi
potensi kompromi jalan napas, kondisi kritis karena komplikasi atau septikemia, dan
melibatkan beberapa ruang. Drainase dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan
termasuk drainase transoral, dan aspirasi jarum. Setelah mengakses rongga , sampel
pus atau jaringan debridement harus dikumpulkan untuk kultur dan sensitivitas .8

Pilihan antibiotika ini tergantung pada bakteri penyebabnya yang didasarkan


atas hasil kultur dan uji sensitivitas terhadap antibiotika.3,8,9 Namun demikian antibiotika
empiris intravena harus diberikan segera setelah mengambil spesimen kultur tanpa
menunggu hasil kultur tersebut. Umumnya sebelum didapatkan hasil kultur,
pasien diberikan antibiotik intravena dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob. 8,9
PAGE \* MERGEFORMAT 1

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antibiotika adalah efektifitas obat
terhadap kuman target, risiko peningkatan resistensi kuman minimal, toksisitas obat
rendah, stabilitas tinggi dan masa kerja yang lebih lama.8 Bakteri penyebab abses
leher dalam umumnya adalah polimikroba termasuk bakteri aerob dan anaerob.
Oleh karena itu terapi antibiotik empiris yang harus diberikan sebaiknya yang
dapat bekerja pada bakteri aerob dan anaerob. Lebih dari dua pertiga infeksi leher
dalam disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan beta laktamase.

Antimikroba yang paling efektif adalah kombinasi dari penisilin dan


antibiotik yang resisten terhadap beta laktamase inhibitor ( amoksisilin /
klavulanat, tikarsilin / klavulanat, piperacillin / Tazobactam ), cefoxitin,
carbapenem, atau klindamisin. Pemberian makrolid atau ketolides ditambah
metronidazol dapat dipertimbangkan pada pasien yang alergi amoksisilin.19 Pada
penelitian yang dilakukan oleh Shih-Wei Yang dkk pada tahun 2001 sampai
dengan tahun 2006 mengenai cakupan spektrum kerja antimikroba yang berbeda
pada hasil kultur bakteri aerob dan anaerob dari 89 pasien dengan hasil kultur
positif, didapatkan kombinasi dari seftriakson dan klindamisin, seftriakson dan
metronidazol, atau penisilin G dan gentamisin dan klindamisin merupakan
terapi antibiotika yang disarankan untuk penatalaksanaan abses leher dalam

2.9 Komlikasi

Komplikasi abses submandibula terjadi akibat keterlambatan diagnosis dan


penatalaksanaan serta terapi yang tidak tepat dan adekuat. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah obstruksi jalan nafas, osteomielitis mandibula, penyebaran infeksi ke
ruang leher dalam di dekatnya, mediastinitis serta sepsis yang menyebabkan
semakin sulitnya penanganan dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kematian. 7,12,
Pada era antibiotik modern, telah dilaporkan angka kematian akibat komplikasi dari
abses submandibular mencapai 40%. 3

Salah satu penyebaran infeksi pada abses submandibula yang dapat terjadi
adalah ke ruang submental. Ruang ini adalah ruang fasia kepala dan leher yang
merupakan ruang potensial terletak antara otot milohioid superior , otot platisma
inferior, terletak digaris tengah bawah dagu . Ruang ini terletak tepat di wilayah
PAGE \* MERGEFORMAT 1

segitiga submental , bagian dari segitiga anterior leher. Abses dari gigi molar
mandibula kedua dan ketiga dapat melubangi mandibula dan menyebar ke dalam
ruang submandibula dan submental.

2.10 Prognosis

Sejak ditemukan antibiotik, kejadian komplikasi terkait dengan abses leher


dalam telah menurun selama dekade terakhir. Diagnosis dini , manajemen agresif
dengan bedah intervensi dan manajemen jalan napas yang tepat dapat mengurangi
komplikasi dan kematian yang terkait dengan abses leher dalam termasuk abses
6
submandibula. Prognosis yang cukup baik didapatkan pada penelitian yang
dilakukan di Departemen THT-KL RSHS Bandung periode Januari 2012-
Desember 2012 yang memperlihatkan kondisi pasien saat pulang dengan perbaikan
sebanyak 71%.22
PAGE \* MERGEFORMAT 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Gadre AK, Gadre KC. Infections of the deep spaces of the neck. In: Bailey BJ, Johnson
JT,editors. Head & neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins;2006. p.665-82.
2. Rosen EJ. Deep neck spaces and infections. Grand rounds resentation, UTMB, Dept.
Of Otolaryngology.2002.
3. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor. Buku ajar
ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FK-
UI;2007. p. 185-8.
4. Rahardjo P. Infeksi Leher Dalam. Makasar: Graha Ilmu.2013. p.2-16.
5. Anonim. (2016, Juni 21-last update), “Submandibular space”, Available:
https://en.wikipedia.org/wiki/Submental space (Accessed: 2016, September 12).
6. Rana K, Rathore PK, Wadhwa V, Kumar S. Deep Neck Infections: Continuing Burden
in Developing World. International Journal of Phonosurgery and Laryngology.
2013;3(1):6-9.
7. Das R, Manickam A, Saha j, Basu s. Unilateral Marginal Mandibular Nerve Palsy in a
Case of Submandibular Space Abscess – A Rare Case Report with Review of
Literature. Global Journal of Medical Research: J Dentistry and Otolaryngology.
2015; 15(1):5-7.
8. Stong BC, Johns ME, Johns III MM. Anatomy and Physiology of the Salivary Glands. In
: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck
Surgery - Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2006.
p. 518-25.
9. Christian JM. Odontogenic Infections. In: Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK,
Richardson MA, Robbins KT, et al., editors. Cummings Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Philadelphia: Mosby, Inc.; 2010. p. 177-90.
10. Fragiskos FD. Odontogenic Infections. In: Fragiskos FD, editor. Oral Surgery.
Berlin:Springer-Verlag; 2007. p. 232-4.

11. Hesley I, Lumintang N, Limpeleh H. Profil Abses Submandibula Di Bagian Bedah Rs


Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli 2012. Bagian Bedah BLU
RSU Prof. dr. R.D. Kandou Manado.2013.p.3-4.
12. Rizzo P, Mosto MCD. Submandibular Space Infection: A Potentially Lethal Infection.
International Journal of Infectious Diseases. 2009;13:327-33.
13. Rogers J, McCaffrey TV. Inflammatory Disorders of the Salivary Glands. In: Flint PW,
Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, et al., editors.
Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia: Mosby, Inc;
2010. p. 1151-3.
14. Oliver ER, Gillespie MB. Deep Neck Space Infections. In: Flint PW, Haughey BH, Lund
VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, et al., editors. Cummings Otolaryngology
PAGE \* MERGEFORMAT 1

Head and Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia: Mosby, Inc.; 2010. p. 201-8.
15. Lawson W, Reino AJ, Westreich RW. Odontogenic Infections. In: Bailey BJ, Johnson
JT, Newlands SD, editors. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 616-28.
16. Parhiscar A, Har-El G. Deep Neck Abscess: A Retrospective Review of 210 Cases. Ann
Otol Rhinol Laryngol. 2001;110:1051-4.
17. .Mazita A, Hazim MYS, Shiraz MAR, Putra SHAP. Neck abscess: five year
retrospective review of hospital university kebangsaan Malaysia experience. Med J
Malaysia 2006;61(2): 151-6.
18. Anonim .(2016- last update),”abses submandibula “,Available:
http://www.indodentist.com/abses-submandibula (Accessed: 2016, Septemper 9)
19. Lee YQ, Kanagalingam J. Bacteriology of deep neck abscesses: a retrospective review
of 96 consecutive cases. Singapore Med J 2011; 52(5) : 351-5.

20. Yang W, Lee H,See C, Huang H. Deep Neck Abscess: An Analysis Of Microbial Etiology
And The Effectiveness Of Antibiotics. Infection and Drug Resistance. 2008:1 :1–8.

21. Anonim. (2016, Juni 21-last update), “Submental space”, Available:


https://en.wikipedia.org/wiki/Submental space (Accessed: 2016, September 12).
22. Imanto M. Evaluasi Penatalaksanaan Abses Leher Dalam Di Departemen THT-KL
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012– Desember 2012. Juke
Unila . 2015; 5(9): 33-37.
23. Doerr T. Odontogenic Infection. In: Bailey BJ, Johnson JT,editors. Head & neck
Surgery Otolaryngology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2006.
p.804-815

Anda mungkin juga menyukai